Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Sebagai penulis tiada kata yang pantas untuk di ucapkan selain rasa syukur

dan terima kasih yang tak terhingga kehadirat Allah SWT atas anugerah yang

telah diberikannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini yang

berjudul TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT.

Sangat disadari makalah ini diselesaikan hanya dengan petunjuk dari Allah

SWT, penulis juga menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan

dan banyak keterbatasan sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan

kritikan yang bersifat konstruktif dan membangun sehingga terarah pada

kesempurnaan tulisan ini kemudian dapat menjadikan pembelajaran kepada

penulis pada tugas-tugas selanjutnya.

Penulispun tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-

tingginya atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan materi sehingga

penyusunan tugas ini dapat terselesaikan kepada :

1. Allah SWT atas nikmat kesehatan dan kesempatan.

2. Orang tua yang memberikan bantuan secara moril dan materil serta

doanya yang selalu tercurah.

3. Dosen Teknik Radiologi dan dosen pembimbing.

4. Kakak kakak senior yang juga membimbing dalam pembuatan tugas.

i
Akhir kata penulis sangat mengharapkan semoga karya tulis ini dapat

bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan referensi dan pembelajaran di bidang

radiologi, penulispun mengharapkan agar karya tulis ini juga dapat menjadi

pemandu dalam pembuatan tugas-tugas selanjutnya.

Wassalam.

Makassar, Desember 2011

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2

1.3 Tujuan .......................................................................................... 2

1.4 Manfaat ........................................................................................ 2

BAB II KAJIAN TEORITIS ................................................................. 3

2.1 Anatomi dan Fisiologi ................................................................. 3

2.2 Patologi ........................................................................................ 4

2.3 Teknik Posisi ............................................................................... 6

a. Alat dan Bahan ........................................................................ 6

b. Proyeksi ................................................................................... 6

2.4 Kamar Gelap ................................................................................ 13

2.5 Proses Pencucian dan Pengolahan Film ...................................... 16

a. Manual Processing ................................................................... 16

b. Automatic Processing .............................................................. 18

BAB III PENUTUP .................................................................................. 19

3.1 Kesimpulan .................................................................................. 19

3.2 Saran ............................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penemuan sinar X oleh Prof. Willem Conrad Roentgen pada

penghujung tahun 1895 telah membuka cakrawala kedokteran dan dianggap

sebagai salah satu tonggak sejarah yang paling penting untuk saat itu. Ilmu

Radiologi adalah bagian dari ilmu kedokteran yang memiliki peranan penting

dalam proses penegakkan diagnosa. Untuk menegakkan diagnosa suatu

penyakit yang terletak didalam tubuh memerlukan pemeriksaan

radiodiagnostik. Dengan pemeriksaan ini organ-organ yang berada dalam

tubuh dapat diperlihatkan melalui gambaran atau pencitraan radiografi.

Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa sinar X ini bukan

hanya bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit tetapi juga dapat digunakan

sebagai pengobatan penyakit kanker (radioterapi, onkologi radiasi).

Pemeriksaan yang juga memerlukan kreatifitas yang optimal adalah

pemeriksaan ekstremitas bawah dalam hal ini ankle joint yang bertujuan

untuk memberikan gambaran struktur, fisiologi dan patologi dari ankle joint.

Pemeriksaan ini dapat mengevaluasi agar gambar tampak lebih jelas dan

dapat memberikan informasi yang optimal, jenis pemeriksaan radiologi ini

yang sering kita temui di unit radiologi adalah pemeriksaan ankle joint

dengan proyeksi antero posterior (AP) dan lateral namun untuk memperjelas

iv
gambaran radiograf dari ankle joint khususnya proyeksi AP digunakan

proyeksi yang disebut dengan Mortise View.

Dari tugas yang diberikan oleh dosen Teknik Radiografi tentang

pemeriksaan ankle joint maka dibuatlah tugas ini dengan judul TEKNIK

PEMERIKSAAN ANKLE JOINT.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana pemeriksaan ankle joint.

2. Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan ankle joint.

3. Bagaimana pemrosesan film dari awal hingga akhir sehingga

mnghasilkan foto yang berkualitas.

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui proyeksi pada pemeriksaan ankle joint.

2. Untuk mengetahui hasil radiografi pada proyeksi-proyeksi.

3. Untuk media pembelajaran untuk tugas berikutnya.

1.4. Manfaat

1. Pengetahuan proyeksi-proyeksi pada ankle joint.

2. Mngatahui hasil radiografi ankle joint

3. Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam ilmu radiologi.

4. Penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat umumnya bagi pembaca dan

penulis khususnya.

v
BAB II

KAJIAN TEORITIS

4.1. Anatomi dan Fisiologi

Ankle Joint (pergelangan kaki) merupakan persendian yang paling

sering mengalami cidera pada orang dewasa. Penentuan bagaimana

penanganannya biasanya hanya berdasarkan pemeriksaan klinis dan

interpretasi dari foto-foto rontgen yang umumnya dilakukan di rumah sakit

Sendi pergelangan kaki (ankle joint) juga adalah sendi engsel yang

dibentuk antara ujung bawah beserta maleolus medialisnya, dan maleolus

lateralis dari fibula yang bersama-sama membentuk sebuah tulang untuk

menerima badan talus. Kapsul sendi diperkuat oleh ligament-ligamen

penting yang bersangkutan. Ligament deltoid di sisi medial berjalan dari

maleolus medial ke tulang-tulang tarsal yang mendampinginya dan sering

mengalami robek yang parah bila pergelangan kaki terkilir.

Gerakan sendi pergelangan kaki adalah fleksi (gerakkan melipat

sendi) dan ekstensi (gerakkan membuka sendi) atau lebih biasa disebut

dorsi-fleksi dan plantar-fleksi.

Stabilitas pada mortise ankle joint beergantung pada struktur tulang-

tulang dan ligamen. Persendian utama yang berada diantara talus dan

cekungan tibia. Talus yang berbentuk seperti pelana kuda sangat pas

kedudukannya dengan cekungan tibia dan benturan kecil saja pada

keharmonisan dari tibiotalar joint ini akan mengurangi kontak area dan akan

vi
membebani articular cartilago hal ini yang akan menyebabkan adanya

arthrosis.

4.2. Patologi

Indikasi yang biasa terjadi pada ankle joint sehingga memerlukan

pemeriksaan radiologi adalah :

1. Dislokasi, yaitu terlepasnya kompresi jaringan tulang dari persatuan

sendi. Dislokasi ini hanya dapat komponen tulangnya saja yang bergeser

atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya

(dari mangkuk sendi). Dengan kata lain : sendi rahangnya telah

mengalami dislokasi.

vii
Interpretasi Radiograf dari Beberapa Kasus Pada Foto Ankle Joint

Tampak fraktur pada medial malleolus. Fraktur ini dapat disebut avulsion fraktur.

Letak fraktur yang berada di medial malleolus meng-indikasikan bahwa saat

terjadi cidera, kaki berada pada posisi pronasi. Oleh karena itu cidera seperti ini

disebut dengan pronation exorotation injury (PER) tingkat 1 atau lebih.

Pada foto disamping, tampak fraktur transversal yang memanjang dari lateral

malleolus sampai ke talus (lihat panah)

Pada foto disamping, tampak erjadi dislokasi pada ankle joint akibat fraktur pada

kedua malleolus. Lateral malleolus terdorong dari anterior ke posterior. Fraktur

dimulai dari ankle joint dan terus ke arah proximal.

viii
4.3. Teknik Posisi

a. Alat dan Bahan

1. Pesawat Rotgen

2. Tabung sinar-x

3. Screen (18 cm x 24 cm )

4. Kaset (18 cm x 24 cm )

5. Film (18 cm x 24 cm )

6. Marker

7. Aprone

b. Proyeksi

Proyeksi yang sering digunakan pada pemeriksaan ankle joint adalah

AP dan Lateral. Namun untuk memperjelas gambaran radiograf dari ankle

khususnya proyeksi AP digunakan proyeksi yang disebut dengan Mortise

View. Berikut adalah Teknik Radiografi dari masing-masing proyeksi

tersebut.

1 . Proyeksi AP (Kaset ukuran 18x24 Cm, tanpa Grid)

PP : Pasien diminta untuk supine di atas meja pemeriksaan. Untuk

pemeriksaan ankle joint ini tidak disarankan diambil posisi

pasien erect. Hal ini dikarenakan klinis-klinis yang membawa

seseorang di foto ankle joint nya biasanya adalah kasus cidera

pada ankle joint yang menyebabkan fraktur, dislokasi maupun

ix
ruptur pada ligamen. Jadi posisi pasien yang erect

dikhawatirkan akan menambah rasa sakit pada pasien.

PO : Bagian pertengahan ankle diposisikan pada pertengahan kaset

jari-jari kaki menghadap ke atas. Untuk proyeksi AP ini, kaki

tidak dirotasikan kemana pun, jadi minta pasien untuk menahan

posisi jari-jari kaki menghadap ke atas ini selama pemeriksaan

berlangsung.

FFD : 90 cm

CR : Central ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset.

CP : pada pertengahan dari kedua malleolus (medial dan lateral

malleolus). Malleolus adalah bagian yang terasa menonjol pada

x
bagian samping dari ankle joint. Medial malleolus merupakan

tonjolan yang bisa terasa pada sisi bagian dalam ankle joint

yang merupakan milik dari os Tibia sedangkan Lateral

malleolus merupakan tonjolan yang bisa terasa pada sisi bagian

luar ankle joint yang merupakan milik dari os Fibula.

KG : - Tampak Ankle Joint pada proyeksi AP, tanpa mengalami rotasi.

- Tampak kira-kira 1/3 distal dari Os Tibia dan Fibula

- Tampak Os Tibia bagian lateral overlap dengan Os Fibula

- Ossa Pedis tidak jelas terlihat, hanya talus yang jelas terlihat.

xi
2 . Proyeksi Lateral

PP : Pasien diposisikan agar duduk di atas meja pemeriksaan yang

telah dipersiapkan dengan kedua tungkai kaki diluruskan.

PO : Tungkai kaki yang diperiksa dirotasikan lateral sesuai bagian

yang terasa sakit. Jika bagian medial yang sakit, maka

rotasikan kaki sehingga bagian medial menempel pada kaset,

begitu sebaliknya. Tungkai kaki yang tidak diperiksa,

difleksikan menjauhi ankle joint yang diperiksa. usahakan agar

pasien merasa nyaman dengan posisi ini.

FFD : 90 cm

xii
CR : Central Ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset.

CP : Pada proyeksi mediolateral (sinar lebih dulu mengenai sisi

medial) maka CP pada Medial Malleolus, kemudian pada

proyeksi lateromedial (sinar lebih dulu mengenai sisi lateral)

maka CP pada Lateral Malleolus.

KG : -Tampak ada gambaran dari ankle joint pada proyeksi lateral.

-Tampak Os Tibia dan Fibula Overlap pada bagian distalnya

-Tampak Calcanus pada proyeksi lateral

-Tampak space antara talus dengan tibia dan fibula (talo-

tibiafibular joint)

xiii
3. Proyeksi Mortise View

PP : Pasien diminta untuk supine di atas meja pemeriksaan.

PO : Bagian pertengahan ankle diposisikan pada pertengahan kaset

kemudian kaki di rotasikan ke arah dalam (endorotasi) sebesar

15 derajat. Agar ketinggian lateral malleolus sejajar dengan

medial malleolus (dalam keadaan kaki lurus tanpa rotasi, lateral

malleolus lebih rendah dibandingkan dengan medial

malleolus), sehingga nantinya akan memperlihatkan dengan

jelas kedua space persendian baik lateral maupun medial.

xiv
CR : Central Ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset

CP : Central Pointnya pada pertengahan kedua malleolus.

KG : - Tampak kedua space persendian baik lateral maupun medial

jelas terlihat, tanpa mengalami overlap terutama pada lateral

malleolus

- Tampak 1/3 distal dari os tibia dan juga tampak os fibula

- Tampak ossa tarsalia mengalami overlap satu sama lain,

karena posisi oblique akibat endorotasi

Perbedaa foto antara foto ankle joint proyeksi AP dan Mortise View

xv
Pada perbandingan foto di atas dapat dilihat bahwa foto ankle joint proyeksi AP

mengalami overlap pada daerah lateral malleolus. Pada foto proyeksi mortise

view, tampak dengan jelas space dari persendian di ankle joint pada sisi medial

dan sisi lateral.

4.4. Kamar Gelap

Dalam proses radiografi processing room atau kamar gelap

merupakan salah satu pendukung penting dalam menunjang keberhasilan

pemotretan . Disebabkan karena dalam processing room dapat mengubah

film dari bayangan laten kedalam bayangan tampak, Processing room

disebut juga final proses akhir karena processing room merupakan rangkaian

terakhir dalam proses radiografi. Pengertian Processing Room adalah suatu

area dilakukan pengolahan film sebelum dan sesudah di expose (bayangan

laten menjadi bayangan tetap)

Fungsi processing room,antara lain :

1. Mengisi/mengosongkan kaset

2. Memasukkan film kedalam processing automatic

3. Penyimpanan film yang belum di expose

4. Prosedur duplikasi atau substraksi

5. Silver recovery

Interior Processing Room atau Kamar Gelap

1. Bagian basah ( wet side ) , contoh : tangki prosessing

2. Bagian kering ( dry side ) , contoh : meja,film box, dll .

xvi
Penerangan dalam Processing Room

1. Penerangan Umum / General illumination :

- Lampu pijar

- Lampu neon

2. Penerangan Khusus / Special Illumination :

- Safe light : Sebagai pengontrol processing film

- Type langsung : Cahaya saft light langsung mengenai area bekerja.

Ditempatkan min 1,2 m dari permukaan tempat bekerja, merupakan

type paling baik untuk loading dan unloading casset .

- Type tidak langsung : Merupakan penerangan umum . Safe light

diarahkan ke eternity sehingga yang digunakan adalah cahaya refleksi .

Ditempatkan 2,1 m dari lantai .

3. Vising box : untuk mengecek hasil film processing

4. Lampu Indikator : yang dipasang didepan pintu kamar gelap .

Sarana dan prasarana yang harus terdapat pada kamar gelap :

1. Meja kering : rak kaset, film hopper dan aksesoris lainnya .

2. Meja basah : tangki processing

3. Label printer ( pencetak indentifikasi pasien )

4. Cassette Hatch , alat bantu transport kaset yang dipasang pada pembatas

kamar gelap dan kamar pemeriksaan

5. Film Hopper , tempat penyimpanan film yang belum terkena exspose

xvii
6. Cupboard, tempat penyimpanan film dalam jumlah kecil untuk

mengganti apabila persediaan film pada hopper habis.

7. Penerangan

8. Hanger film

9. Tower dispenser untuk mengeringkan tangan

10. Termometer

11. Timer

12. Manual processing

13. Automatic procesing

Sirkulasi Air

Sirkulasi air dialam kamar gelap harus selalu mengalir supaya kebersihan air

dalam kamar gelap terus terjaga kebersihannya dan pada film tidak

menimbulkan artefak . Tujuan sirkulasi air adalah untuk membersihkan film

dari sisa-sisa developer dan fixer, dengan demikian cairan yang terbawa air

akan mengalir serta mendukung kualitas gambar yang baik .

Transpor Film

Fungsinya untuk transportasi film dari kamar gelap ke ruang pemeriksaan

atau sebaliknya, sehingga membutuhkan peralatan seperti :

1. Transfor film :

Cassette hatch terdiri dari 2 kotak , yaitu : Expose dan unexposed

2. Ban berjalan

xviii
4.5. Proses Pencucian dan Pengolahan Film

a. Manual Processing

1. Pembangkit (developer)

Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film.

Pada tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang

disebut pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di

dalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik

atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Lamanya

film dalam cairan pembangkitan tergantung dari kualitas cairan

developer, bila cairan dalam keadaan baik (baru) waktu yang dibutuhkan

relative singkat sesuai penglihatan radiographer, sebaliknya bila cairan

developer dalam keadaan kurang baik (sering digunakan) waktu yang

dibutuhkan akan lebih lama disbanding cairan baru. Pada umumnya teori

tentang waktu pemrosesan pada developer adalah 4 menit.

2. Pembilasan Pertama (rinsing)

Merupakan tahap selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu

film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, cairan pembilas akan

membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam

proses selanjutnya. Cairan pembangkit yang tersisa masih

memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah

dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih

terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik

xix
(dichroic fog) sehingga foto hasil tidak memuaskan. Proses yang terjadi

pada cairan pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan

membuang cairan pembangkit dari permukaan film dengan cara

merendamnya ke dalam air.

3. Penetapan (fixing)

Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi

permanen dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-

X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Tujuan dari tahap

penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan

oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film sehingga tidak

ada perubahan pada bayangan foto,. Pada proses ini juga diperlukan

adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan

dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.

4. Pembilasan Akhir (washing)

Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk

perak komplek dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan

bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan

air mengalir agar dan air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.

5. Pengeringan (drying)

Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan

pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil

akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas

xx
dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak. Cara yang paling

umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara.

Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara,

kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.

b. Automatic processing

1. Prinsip Kerja Alat

Fungsi dari pada APF adalah mencuci film hasil foto secara

otomatis. Dengan proses mencuci film memakai cairan Develover, Fixer,

dan air kemudian dikeringkan dengan elemen sehingga film lebih cepat

kering.

2. Cara Kerja Alat

Film yang sebelumya sudah melalui proses photo dengan

menggunakan Xray, kemudian diproses pada ruang gelap. Pada ruang

gelap proses pencucian film menggunakan alat yang dinamakan APF

(Automatic Procesing Film). Pada alat ini pencucian film dilakukan

dengan tiga cairan yaitu Fixer, Developer, dan air proses pencetaan film

hanya membutuhkan waktu 3 menit kurang sehingga penggunaan waktu

relative lebih efisien dibandingkan dengan cara manual. Pengoperasian

cetak film pada mesin ini dibantu oleh motor yang berfungsi sebagai

penggerak gigi(gear) yang kemudian memutarkan roll yang membawa

film pada bak developer, fixer dan air.

xxi
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari hasil analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

Ankle joint adalah persendian yang paling sering mengalami cidera pada

orang dewasa. Pemeriksaan ankle jaoint dilakukan dengan tiga cara yaitu

dengan proyeksi AP, Lateral dan Mortise View yang akan memperlihatkan

tampilan berbeda-beda dalam dalam pemberian diagnose yang tergantung

kebutuhan. proyeksi mortise view adalah proyeksi yang hampir serupa

dengan proyeksi antero posterior tetapi pada radiograf yang dihasilkan

mortise view lebih nampak jelas posisi ankle joint sehingga memudahkan

dalam penegakkan diagnosa.

2. Saran

Teknik radiografi khususnya ankle joint agar memberikan informasi

tepat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam suatu pemeriksaan atau

diagnose. Radiographer hendaknya mampu memposisikan pasien

senyaman mungkin dan mengambil gambar dengan tepat sehingga dapat

meminimalkan terjadinya pengulangan foto, diperlukan pula ketelitian dari

radiographer mulai dari pengambilan foto, pemrosesan kamar gelap,

sampai pengeringannya agar diagnosa nantinya dapat ditegakkan dengan

akurat.

xxii
DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta.Gramedia.

http://cafe-radiologi.blogspot.com/2010/10/processing-room-kamar-gelap.html

http://puskaradim.blogspot.com/2010/06/proses-film-radiografi-secara.html

http://portalradiografi.web.id/berita-107-perkembangan-ilmu-radiologi.html

http://nova-rahman.blogspot.com/2008/08/teknik-radiografi-ankle-mortise-
view.html

xxiii

Anda mungkin juga menyukai