Anda di halaman 1dari 52

TEKNIK PEMERIKSAAN BNO IVP PASIEN DENGAN KLINIS

HIDRONEFROSIS BILATERAL DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD


Dr. MOEWARDI
Laporan Kasus
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Praktek Kerja Lapangan 2

Diajukan oleh:

SINAR JAYA
NIM. P1337430318077

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


PURWOKERTO
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS

Telah diperiksa dan disetujui sebagai Laporan Kasus pada Program Studi
Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto Jurusan
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Semarang.

Nama : SINAR JAYA

NIM : P1337430318077

Judul Laporan Kasus : TEKNIK PEMERIKSAAN BNO IVP PADA


PASIEN DENGAN KLINIS HIDRONEFROSIS
BILATERAL DI INSTALASI RADILOGI RSUD
DR. MOEWARDI

Solo, Mei 2019

Pembimbing,

Marjuki, SST.
NIP.196804101992031023

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan YME atas


segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan dari tanggal
29 April 2019 sampai 25 Mei 2019 di RSUD Dr. Moewardi serta penyusunan
laporan kasus dari hasil Praktek Kerja Lapangan tersebut.
Dalam menyelesaikan laporan study kasus ini penulis telah banyak
mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Warijan, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Semarang.
2. Ibu Fatimah, SST, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang.
3. Ibu Dartini, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi DIII Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang.
4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Radiodiagnostik dan Radioterapi
Purwokerto.
5. Ibu Dr. Sulistyani Kusumaningrum,MSc.Sp.Rad, selaku Kepala
Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi
6. Bapak Marjuki, SST Selaku Pembimbing Praktik Kerja Lapangan RSUD
dr. Moewardi..
7. Segenap Pegawai Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi.
8. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
9. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang selalu memberikan doa
serta dukungannya selama ini.

iii
10. Teman teman seperjuangan Prodi DIII Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Purwokerto angkatan X Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang.
11. Serta semua pihak yang telah membantu terselesainya laporan kasus
Praktik Kerja Lapangan.

Semoga Allah Swt member Rahmat – Nya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan studi kasus ini.Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan studi
kasus ini, demi kesempurnaan laporan study kasus ini.Akhir kata semoga
laporan studi kasus ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik
Kesehatan Semarang pada umumnya.

Solo, Mei 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................ iii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 4
2.1 Anatomi dan Fisiologi ................................................... 4
2.1.1 Anatomi Sistem Urinaria ..................................... 4
2.1.2 Fisiologi Sistem Urinaria ..................................... 11
2.2 Patologifisiologi Hidronefrosis ...................................... 13
2.2.1 Definisi ................................................................ 13
2.2.2 Penyebab ............................................................ 13
2.2.3 Gejala.................................................................. 14
2.3 Prosedur Pemeriksaan................................................. 15
2.3.1 Definisi BNO IVP ................................................. 15
2.3.2 Indikasi dan Kontra Indikasi ................................. 15
2.3.3 Persiapan Pasien ................................................ 16
2.3.4 Persiapan Alat dan Bahan................................... 17
2.3.5 Prosedur Pemasukan Media Kontras .................. 17
2.3.6 Teknik Pemeriksaan BNO IVP ............................ 18
2.4 Proteksi Radiasi ........................................................... 11
2.4.1 Proteksi Bagi Pasien ........................................... 26
2.4.2 Proteksi Bagi Petugas ......................................... 26
2.4.3 Proteksi Bagi Masyarakat ................................... 27

v
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN .............................. 28
3.1 Profil Kasus .................................................................. 28
3.1.1 Ilustrasi Kasus ....................................................... 28
3.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan ....................................29
3.2 Proteksi Radiasi ........................................................... 37
3.2.1 Proteksi Pasien ..................................................... 37
3.2.2 Proteksi Bagi Petugas ........................................... 37
3.2.3 Proteksi Bagi Masyarakat ..................................... 37
3.3 Pembahasan ................................................................ 38
BAB IV PENUTUP .......................................................................... 43
4.1 Kesimpulan .................................................................. 43
4.2 Saran ........................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 44
LAMPIRAN..........................................................................................45

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hidronefrosis adalah terjadinya pelebaran dari saluran-saluran yang

terdapat di dalam ginjal sehingga ginjal akan tampak membesar atau

membengkak. Pembengkakan ini terjadi akibat adanya gangguan pada

saluran kemih yang letaknya ada di bawah dari ginjal dan penyebabnya

dapat bermacam-macam. Apabila terjadi gangguan dari saluran kemih

maka aliran urin akan terhambat sehingga akan menggenangi ginjal dan

menyebabkan pelebaran dari saluran-saluran yang ada di dalam

ginjal..Untuk dapat menegakkan diagnosa yaitu dengan melakukan

pemeriksaan BNO IVP dengan menggunakan media kontras.

Berdasarkan uraian di atas dan karena banyaknya pemeriksaan

hidronefrosis di RSUD dr. Moewardi maka penulis tertarik untuk mengkaji

lebih jauh tentang pemeriksaan BNO IVP pada kasus Hidronefrosis bilateral

dan mengangkatnya dalam bentuk laporan kasus dengan judul “Teknik

Pemeriksaan BNO IVP pada Pasien dengan Klinis Hidronefrosis Bilateral di

Instalasi Radilogi RSUD Dr. Moewardi.

BNO IVP adalah Pemeriksaan radiografi pada system urinaria (dariginjal,

ureter hingga kandung kemih) dengan menyuntikan zat kontras melalui

pembuluh darah vena.Pada saat media kontras diinjeksikan melalui

pembuluh vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti

peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary


sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih. Dengan IVP,

radiologis dapat mengetahui anatomi serta fungsi ginjal, ureter dan blass.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan BNO IVP pada kasus

Hidronefrosis bilateral di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi?

2. Apakah prosedur pemeriksaan BNO IVP di Instalasi Radiologi RSUD

dr. Moewardi sudah dapat memberikan informasi klinis yang

dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa Hidronefrosis Bilateral?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan BNO IVP dengan

diagnosa Hidronefosis Bilateral Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi.

2. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan BNO IVP di Instalasi

Radiologi RSUD Dr. Moewardi sudah dapat menegakkan diagnosa

pada kasus Hidronefrosis Bilateral.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Laporan Kasus “Teknik Pemeriksaan

BNO IVP pada kasus Hidronefrosis Bilateral di Instalasi radiologi

RSUD Dr. Moewardi” ini, guna mempermudah pemahaman terdiri

atas :

BAB I : PENDAHULUAN, yang berisi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.

2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, yang berisi landasan teori meliputi

anatomi, fisiologi, patologi dan prosedur pemeriksaan.

BAB III : PEMBAHASAN, berisi pofil kasus dan pembahasan.

BAB IV : PENUTUP, berisi tentang kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka

Lampiran

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Urinaria

2.1.1 Anatomi Sistem Urinaria

Gambar 2.1 Anatomi sistem urinaria tampak anterior dan lateral (Merrill,

2003)

Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal, dua ureter, satu kandung

kemih, dan satu uretra. Dua ginjal dan ureter merupakan organ yang

berada di rongga retroperitoneal. Kedua ginjal berada di bagian

paling belakang rongga abdomen. Ginjal kanan agak sedikit lebih

rendah atau lebih inferior daripada ginjal kiri, karena ginjal kanan

terdesak oleh organ liver. Pada bagian superior medial tiap ginjal

4
terdapat suprarenal (adrenal) gland. Merupakan kelenjar penting

dalam sistem endokrin (Bontrager, 2005).

Tiap ginjal terhubung dengan kandung kemih melalui ureter.

Bahan ekskresi atau urin dialirkan dari ginjal ke kandung kemih

melalui dua saluran kecil yang disebut ureter. Kandung kemih

merupakan tempat penampungan sementara urin sebelum

dikeluarkan lewat uretra (Bontrager, 2005).

a. Ginjal

Ginjal memiliki bentuk seperti kacang, tepi lateral cembung dan

tepi medial berbentuk cekung. Ginjal terletak di belakang

peritoneum (retroperitoneal) dan kontak dengan dinding posterior

rongga abdomen. Bagian superior ginjal berada lebih posterior

dari bagian inferior ginjalnya. Ginjal secara normal memanjang

dari setinggi T12 sampai L3 pada orang dengan body habitus

sthenic (Merrill, 2003).

a b

Gambar 2.2 Letak kedua ginjal. A, dilihat dari anterior (Merrill, 2003).

5
B, dilihat dari posterior (Bontrager, 2005).

Saat inspirasi dalam atau posisi berdiri, ginjal secara normal

bergeser ke bawah sejauh satu lumbal, atau 5 cm (2 inchi). Jika

ginjal bergeser lebih jauh dari jarak tersebut, kondisi tersebut

dinamakan neprhoptosis (Bontrager, 2005).

Ginjal kanan berada di posterior dan lebih rendah dari liver,

sedangkan pada ginjal kiri berada di posterior dan lebih rendah

dari organ limfa. Rata-rata ginjal pada orang dewasa memiliki

berat sekitar 150 gram, panjang 4-5 inchi (10-12 cm), lebar 2-3

inchi (5-7,5 cm), dan tebal 1 inchi (2,5 cm). Ginjal kiri agak sedikit

lebih panjang dan lebih tipis dari ginjal kanan (Bontrager, 2005).

Tepi media ginjal yang berbentuk cekung memiliki celah yang

dinamakan hilum untuk transmisi pembuluh darah dan limfatik,

saraf, dan ureter. Tiap ginjal memiliki renal cortex di bagian luar

dan renal medulla di bagian dalam. Renal medulla utamanya

dibentuk oleh tubulus kolekta yang memberikan tampilan garis-

garis, dan terdiri dari 8-15 segmen berbentuk kerucut yang disebut

renal pyramid.

6
1 1. Renal captule
2.Renal cortex
3.Renal sinus
2 4.Renal medula b
5.Renal pyramid
3 6. Renal column
7.Minor colxy
4 8.Major colxy
9.Renal pelvis
1 10.Renal papila
0 5 11.Hlum

1
1 6
9 7

Gambar 2.3 , Potongan coronal ginjal

Komponen mikroskopik yang penting dari ginjal adalah nefron.

Tiap ginjal berisi sekitar 1 juta struktur tubular dari nefron ini.

Adapun calyx merupakan batang berbentuk cup, yang dimulai dari

minor calyx, dan dari beberapa minor calyx (2 atau 3) bergabung

membentuk major calyx. Dan major calyx menyatu pada renal

pelvis (Merrill, 2003).

b. Ureter

Ureter menyalurkan urin dari ginjal sampai ke kandung kemih.

Gerak peristaltik yang rendah serta adanya gravitasi membuat

urin bergerak turun ke kandung kemih. Renal pelvis meninggalkan

ginjal pada hilum dan menjadi ureter. Ukuran panjang ureter

berbeda-beda dari 28-34 cm, pada ureter kanan agak sedikit lebih

pendek dari ureter sebelah kiri. Ureter berada pada anterior

permukaan psoas major muscle. Diameter ureter berbeda-beda

7
dari 1 mm-1 cm. Secara normal, terdapat tiga area penyempitan

pada saluran ureter.

Gambar 2.4 Ureter, tiga area penyempitan (tempat kemungkinan

terdapat batu ginjal) (Bontrager, 2005).

Titik pertama adalah ureteropelvic (UP) junction, berada di renal

pelvis yang mengerucut menjadi ureter. Titik kedua berada di

pelvic brim, dimana pembuluh darah iliaka melewati ureter. Titik

yang ketiga berada pada sambungan ureter yang masuk ke

bladder, disebut ureterovesical junction atau UV junction. Pada

tiga area ini yang paling banyak terdapat batu ginjal (Bontrager,

2005).

c. Kandung Kemih (Urinary Bladder)

Kandung kemih adalah musculomembranous sac yang menjadi

tempat penyimpanan urin. Bladder berada di posterior dan

8
superior dari simpisis pubis dan berada tepat di anterior rectum

pada laki-laki dan anterior vaginal canal pada perempuan.

Ukuran, bentuk, dan posisi kandung kemih bermacam-macam

sesuai jumlah urin yang tertampung. Saat kosong, bladder berada

di rongga pelvis. Saat terisi, kandung kemih berbentuk oval dan

membesar ke arah superior dan anterior rongga abdomen.

Bladder pada orang dewasa dapat menampung sekitar 500 ml

urin.

Gambar 2.5 urinary bladder tampak dari depan (Merrill, 2003)

Keinginan untuk berkemih (micturition) terjadi saat bladder

terisi 250 ml urin. Ureter masuk ke bladder dari dinding posterior.

Ureteral openings berjarak sama dari lubang internal uretra, yang

berada di bagian terendah bladder (neck). Area triangular antara

tiga lubang ini disebut trigone. Mukosa pada trigone selalu lembut,

9
berbeda dengan bagian yang lain, jika bladderkosong maka akan

terlihat lipatan-lipatan yang disebut rugae (Merrill, 2003).

d. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada

kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.

Pada laki-laki uretra berjalan melalui tengah-tengah prostat

kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang

pubis ke bagian penis panjangnya ± 7-8 inchi (17,8-20) cm. Uretra

pada laki-laki terdiri dari : Uretra Prostatika, Uretra membranosa

dan Uretra kavernosa. Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan

mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.

Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan

miring sedikit ke arah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan uretra

pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan

spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan

mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita

terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan

uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

2.1.2 Fisiologi Sistem Urinaria

10
Sistem urinaria adalah suatu sistem dimana terjadi proses

penyaringan darah sehingga darah bersih dari zat yang tidak

dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih

diperlukan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh

larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Fungsi utama sistem urinaria pada tubuh adalah melakukan

ekskresi dan eliminasi sisa-sisa metabolisme tubuh. Selain itu

terdapat beberapa fungsi tambahan, antara lain:

a. Sebagai regulator volume darah dan tekanan darah dengan

mengeluarkan sejumlah cairan ke dalam urin dan melepaskan

hormon eritropin dan renin.

b. Sebagai regulator konsentrasi plasma dari beberapa ion, yaitu:

sodium, potasium, klorida dan mengontrol jumlah kehilangan ion-

ion lainnya ke dalam urin, serta menjaga batas ion kalsium melalui

sintesis kalsiterol.

c. Sebagai stabilisator pH darah melalui kontrol jumlah pengeluaran

hidrogen dan ion bikarbonat ke dalam urin.

d. Sebagai detoksifikator racun bersama organ hepar selama

kelaparan melalui proses deaminasi asam amino yang dapat

merusak jaringan (Muttaqin & Sari, 2012).

Beberapa organ yang menyusun sistem urinari terdiri dari: ginjal

beserta sistem pelvikalises, ureter, vesika urinaria, dan uretra.

a. Ginjal

11
Ginjal memiliki fungsi antara lain mengeluarkan sisa

metabolisme hasil akhir dari protein yaitu urea dan kreatinin,

mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh,

mempertahankan keseimbangan garam-garam mineral serta

zat-zat lainnya dalam tubuh.

b. Ureter

Fungsi ureter ialah menyalurkan urin yang diproduksi oleh

ginjal menuju kandung kemih. Gerakan peristaltik mendorong

urin yang disekresikan ginjal melalui ureter dan masuk ke

dalam kandung kemih

c. Vesika Urinaria

Fungsi dari vesika urinaria adalah sebagai tempat

penampungan urin dari ginjal sebelum dikeluarkan ke luar

tubuh.

d. Uretra

Uretra berfungsi untuk transport urin dari kandung kemih ke

meatus eksterna.

2.2 Patofisiologi Hidronefrosis

12
2.2.1 Definisi

Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal yang disebabkan

oleh tersumbatnya aliran air kemih sehingga mengakibatkan tekanan

balik terhadap ginjal.Normalnya urin mengalir dari ginjal dengan

tekanan yang amat rendah. Bila alirannya tersumbat maka urin akan

mengalir kembali ke tubulus renalis dan pelvis renalis. Kondisi ini

mengakibatkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal

yang rapuh. Akibatnya, tekanan hidronefrosis yang terus menerus

dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan

fungsi ginjal akan berkurang

2.2.2 Penyebab

Hidronefrosis biasanya disebabkan oleh sumbatan pada

sambunganureteropelvik. Selain itu, hidronefrosis juga bisa

disebabkan beberapa faktor, seperti:

1. Masuknya ureter ke dalam pelvis renalis yang terlalu tinggi

2. Adanya batu dalam pelvis renalis

3. Lilitan pada sambungan ureteropelvik yang disebabkan

bergesernya ginjal ke bawah

4. Penekanan pada ureter oleh tumor, jaringan fibrosa, arteri atau

vena yang letaknya abnormal.

5. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter.

13
Hidronefrosis selama kehamilan terkadang disebabkan oleh

pembesaran rahim menekan ureter. Kondisinya akan memburuk bila

terjadi perubahan hormonal karena mengurangi kontraksi ureter yang

normalnya mengalirkan urin ke kandung kemih. Hidronefrosis akan

berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis

dan ureter mungkin tetap agak melebar

2.2.3 Gejala

Gejala yang ditunjukkan penyakit ini tergantung padapenyebab

penyumbatan, lokasi penyumbatan, dan lama waktu penyumbatan.

Bila penyumbatan muncul dengan cepat biasanya akan

mengakibatkan kolik renalis, nyeri yang luar biasa antara tulang rusuk

dan panggul, pada sisi ginjal yang terkena. Bila penyumbatan

berkembang secara perlahan maka bisa saja tidak menunjukkan

gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan pinggul.

Nyeri bisa timbul dan hilang akibat pengisian sementara pelvis renalis

atau penyumbatan sementara ureter karena bergesernya ginjal ke

bawah.Urin dari 10 persen penderita mengandung darah. Sering

ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih),

demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal. Bila

aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).

2.3 Prosedur Pemeriksaan BNO IVP

2.3.1 Definisi BNO IVP

14
Pemeriksaan BNO IVP adalah suatu pemeriksaan Radiografi

Traktus Urinarius untuk melihat anatomi, fungsi, dan patologi dengan

menggunakan media kontras positif melalui intravena.

2.3.2 Indikasi dan Kontra Indikasi

Dilakukannya pemeriksaan BNO IVP karena beberapa indikasi dan

kontra indikasi seperti:

a. Indikasi

1. BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

2. Batu

3. Tumor

4. Kelainan kongenital

5. Cystitis

6. Glomerulonephritis

7. Hidronephrosis

8. Pyelonephritis

9. Obstruksi

b. Kontra Indikasi

1. Alergi terhadap bahan kontras

2. Anuria

3. Gagal ginjal

4. Diabetes mellitus (Bontrager, 2005)

15
2.3.3 Persiapan Pasien

Persiapan pasien yang dilakukan sebelum pemeriksaan IVP

dilaksanakan antara lain:

a. Pasien mengisi surat persetujuan tindakan medis (informed

consent).

b. Satu sampai dua hari sebelum pemeriksaan pasien melakukan

diet dengan hanya memakan makanan yang mudah dicerna untuk

mencegah pembentukan gas pada usus yang dihasilkan pada

saat proses pencernaan.

c. Dua belas jam sebelum pemeriksaan pasien diberi obat pencahar

misalnya dulcolax atau garam inggris.

d. Pasien puasa pada malam hari kurang lebih 8 jam sebelum

pemeriksaan dimulai, namun masih diperbolehkan untuk minum.

e. Pada pagi hari pasien dilavement untuk menuntaskan feses dalam

usus.

f. Kadar ureum dan kreatinin harus dalam keadaan normal.

1) Kadar ureum normal 8 – 25 Mg/DL

2) Kadar kreatinin normal 0,5 - 1,6 Mg/DL

g. Sebelum pemeriksaan mulai dilakukan, pasien dipersilahkan

untuk buang air kecil.

h. Pasien mengganti pakaian dengan baju pasien dan melepaskan

benda – benda logam atau sejenisnya di sekitar objek yang

16
diperiksa agar tidak mengganggu gambaran radiograf (Bontrager,

2005).

2.3,4 Persiapan Alat dan Bahan

a. Pesawat sinar-X dengan fluoroskopi

b. Imaging Plate

c. Marker

d. Timer

e. Media kontras water soluble

f. Spuit

g. Wing needle ukuran yang sesuai dengan pasien

h. Kapas beralkohol

i. Obat anti histamin

j. Hand scoon

k. Turniket

2.3.5 Prosedur Pemasukan Media Kontras

Secara umum penyuntikan pada vena dapat dilakukan pada

vena cubiti. Untuk injeksi secara bolus pada orang dewasa

menggunakan 50-100 ml media kontras dan wing needle ukuran 18-

20, sedangkan untuk anak-anak berukuran 23-25. Langkah-langkah

injeksi media kontras sebagai berikut (Bontrager, 2005):

a. Mencuci tangan kemudian menggunakan handscoon.

17
b. Menentukan tempat injeksi dan pasang turniket 3-4 inchi di atas

tempat injeksi.

c. Pastikan area yang akan diinjeksi dan bersihkan menggunakan

kapas beralkohol.

d. Masukkan jarum dengan perlahan pada posisi jarum sekitar 20°-

45°.

e. Perhatikan adakah aliran darah, jika ada kemudian plester jarum

pada posisi tersebut.

f. Lepaskan turniket kemudian injeksikan media kontras.

g. Setelah kontras semua sudah masuk, lepaskan jarum perlahan,

kemudian beri kapas dan plester.

2.3.6 Teknik Pemeriksaan BNO IVP

Prosedur pemeriksaan Intra Vena Pyelografi yang dilakukan yaitu

sebagai berikut (Bontrager, 2005):

a. Foto Polos Proyeksi AP (Scout and Series)

Foto polos dilakukan untuk menunjukkan persiapan pasien

dan kelainan awal, adakah kalsifikasi berupa batu atau tidak.

1) Posisi Pasien

a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kepala

diberi bantal.

b. Kedua tangan berada di samping tubuh.

c. Di bawah lutut diberi softbag agar bagian pinggang

menempel

18
2) Posisi Objek

a. Tempatkan MSP tubuh pada pertengahan meja

pemeriksaan.

b. Memastikan tidak ada rotasi pada bagian pelvis.

c. Memastikan seluruh objek yang diperiksa masuk dalam

area kaset

3) Arah Sinar (Central Ray)

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

4) Pusat Sinar (Central Point)

Pada Mid Sagital Plane (MSP) setinggi crista iliaca.

5) FFD : 100 cm

6) Ukuran Kaset : 35 cm x 43 cm

Gambar 2.6 Posisi pasien foto polos proyeksi AP (Bontrager, 2005)

7) Kriteria radiograf

Keseluruhan sistem urinaria nampak dari ginjal atas

sampai kandung kemih bagian bawah. Simpisis pubis harus

19
masuk pada tepi radiograf bagian bawah. Crista iliaca

setinggi pertengahan radiograf.

Gambar 2.7 Radiograf IVU (Bontrager, 2005)

b. Nefrotomogram dan Nefrogram

Nefrotomogram atau nefrogram dilakukan 5 menit setelah

pasien diinjeksikan media kontras, digunakan untuk

menunjukkan pada bagian ginjal terutama sistem pelvikalises

dengan proyeksi AP.

1) Posisi Pasien

a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kepala

diberi bantal.

b. Kedua tangan berada di samping tubuh.

c. Di bawah lutut diberi softbag agar bagian pinggang

menempel maksimal dengan meja pemeriksaan.

2) Posisi Objek

a. Tempatkan MSP tubuh pada pertengahan meja

pemeriksaan.

20
b.Memastikan tidak ada rotasi pada bagian pelvis.

3) Arah Sinar (Central Ray)

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

4) Pusat Sinar (Central Point)Pada pertengahan antara

processus xiphoid dan crista iliaca.

5) FFD : 100 cm

6) Ukuran Kaset : 24 cm X 30 cm

Gambar 2.8 Posisi pasien proyeksi AP 5 menit setelah injeksi (Bontrager,

2005)

7) Kriteria radiograf

Keseluruhan parenkim ginjal tampak dengan sistem

pelvikalises yaitu calyx minor dan calyx major terisi media

kontras.

21
Gambar 2.9 Radiograf 5 menit setelah injeksi (Bontrager, 2005)

c. Foto 15 menit

Foto yang dilakukan 15 menit setelah penyuntikkan media

kontras. bertujuan untuk melihat pengisian penuh dari ginjal dan

ureter dan sebagian telah mengisi VU. Proyeksi yang digunakan

adalah AP dengan ketentuan sama seperti foto polos AP.

d. Posisi RPO dan LPO

Foto yang dilakukan 20 menit setelah penyuntikan media

kontras. Dilakukan dengan menggunakan posisi RPO dan LPO

yang bertujuan untuk menyediakan perspektif atau gambaran

yang berbeda dari ginjal dan memproyeksikan ureter menjauh

dari vertebra.

1) Posisi Pasien

a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian

dirotasikan ke kanan atau kiri.

22
2) Posisi Objek

a. Merotasikan tubuh 30° untuk posisi RPO maupun LPO.

b. Memfleksikan lutut pada sisi tubuh yang terangkat untuk

memfiksasi tubuh bagian bawah.

c. Menaikkan tangan pada sisi yang terangkat di atas dada.

d. Tulang vertebra pada pertengahan meja pemeriksaan.

3) Arah Sinar (Central Ray)

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

4) Pusat Sinar (Central Point)

Pada MSP setinggi crista iliaca.

5) FFD : 100 cm

6) Ukuran Kaset : 35 cm X 43 cm

Gambar 2.10 Posisi pasien proyeksi RPO-30°. Kecil, 30° LPO (Bontrager,

2005)

7) Kriteria radiograf

23
Ginjal pada sisi yang terangkat nampak jelas pada posisi

oblik ini dan paralel dengan kaset. Ureter pada sisi yang tidak

terangkat terproyeksi menjauh dari vertebra.

Gambar 2.11 Radiograf RPO pada menit 20 (Bontrager, 2005)

e. Post void atau PM (post miksi)

Foto yang dilakukan setelah pasien selesai buang air kecil.

Dilakukan dengan posisi prone (PA) atau AP erect, bertujuan

untuk mengetahui residu dari urin dan untuk menunjukkan renal

mobile.

1) Posisi Pasien

a. Pasien berdiri di depan meja dan menghadap tabung

sinar-X atau pada posisi prone.

2) Posisi Objek

24
a. MSP berada di pertengahan meja tanpa ada rotasi.

b. Kedua tangan di samping menjauh dari tubuh.

c. Pastikan simpisis pubis masuk di area kaset dan kolimasi.

3) Arah Sinar (Central Ray)

Tegak lurus terhadap kaset.

4) Pusat Sinar (Central Point)

Pada MSP setinggi crista iliaca.

5) FFD : 100 cm

6) Ukuran Kaset : 35 cm X 43 cm

a b

Gambar 2.12 Posisi pasien PM, a, proyeksi AP erect, b, prone (PA)

(Bontrager, 2005)

7) Kriteria radiograf

25
Keseluruhan sistem urinaria nampak dan terlihat sisa

media kontras. Seluruh simpisis pubis masuk dalam

radiograf.

Gambar 2.11 Radiograf PM proyeksi AP erect (Bontrager, 2005)

2.4 Proteksi Radiasi

2.4.1 Proteksi pasien.

1. Kolimasi secukupnya dengan memperkecil luas lapangan

penyinaran.

2. Menggunakan factor eksposi yang tepat.

3. Tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan.

4. Waktu penyinaran sesingkat mungkin.

5. Pasien menggunakan apron.

6. Pasien hamil pada triwulan pertama ditunda pemeriksaannya

2.4.2 Proteksi Bagi Petugas

1. Tidak menggunakan berkas sinar – X yang mengarah ke

petugas

26
2. Berlindung pada tabir / tirai, saat melakukan eksposi.

2.4.3 Proteksi bagi masyarakat.

1. Pintu pemeriksaan tertutup rapat.

2. Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X keruangan umum.

27
BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Profil Kasus

3.1.1 Ilustrasi Kasus

Pada hari jumat, 3 Mei 2019 pasien bernama Tn. P dari Ruangan

Flamboyan 9 mendaftarkan diri ke Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi Surakarta untuk dilakukan pemeriksaan BNO IVP dengan

keluhan nyeri pinggang kiri kurang lebih 10 tahun, pipis berwarna

coklat seperti teh dan saat buang air kecil ada serpihan batu. Dokter

pengirim mendiagnosa pasien dengan klinis Hidronefrosis Bilateral,

kemudian dilakukan penjadwalan pemeriksaan dan pemberian

informasi mengenai persiapan yang harus dilakukan pasien sebelum

pemeriksaan BNO IVP. Identitas pasien sebagai berikut :

nama : Tn. P

umur : 38 th

jenis kelamin : laki – laki

alamat : Mangu Harjo Kota Madiun

no. RM : 014588**

diagnosa klinis : Hidronefrosis Bilateral

pemeriksaan : BNO IVP

kiriman foto : Ruangan Flamboyan 9

dokter pengirim :

28
Pada hari Rabu, 8 Mei 2019 pasien Tn. P datang ke Instalasi

Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk dilakukan

pemeriksaan BNO IVP. Kemudian pasien diberi resep untuk

mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan.

Setelah itu, pasien diberikan penjelasan mengenai jalannya

pemeriksaan BNO IVP dan melakukan persetujuan tindakan yang

akan dilakukan (informed consent).

3.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan

a. Persiapan Pasien

Sebelum pemeriksaan BNO IVP dengan klinis Hidronefrosis

Bilateral di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta,

pasien diberi penjelasan mengenai pemeriksaan persiapan yang

harus dilakukan, meliputi:

1) Satu sampai dua hari sebelum pemeriksaan pasien hanya boleh

makan makanan yang mudah dicerna dan rendah serat, seperti

bubur/nasi tim dengan lauk tahu/telur.

2) Dua belas jam sebelum pemeriksaan sekitar pukul 20.00 pada

tanggal 7 Juli 2019 pasien diberi obat pencahar seperti, garam

inggris sebanyak 30 gram.

29
3) Kemudian pasien puasa, tidak boleh makan, merokok dan

sebaiknya pasien tidak banyak berbicara sampai pemeriksaan

dilakukan.

4) Pada pagi hari pasien dilavemen untuk menuntaskan feses

dalam usus.

5) Pasien tetap puasa sampai pemeriksaan selesai.

6) Pada 8 Juli 2019 sekitar pukul 08.00 pemeriksaan dimulai,

sebelum pemeriksaan dilakukan pasien diminta untuk ganti baju

dengan baju pasien dan melepas benda – benda di sekitar

abdomen yang dapat mengganggu hasil radiograf serta pasien

dipersilahkan untuk buang air kecil terlebih dahulu.

b. Persiapan Alat dan Bahan

Sebelum melakukan pemeriksaan BNO IVP perlu disiapkan terlebih

dahulu alat dan bahan diantaranya:

1) Persiapan Alat

a) Pesawat sinar – X

Merk : HITACHI

Tipe : D 500 MA

Nomor Seri : 16144608

kV maksimum : 150 kV

mA maksimum : 630 mAs

b) Imaging Plate ukuran 35 cm x 43 cm

30
c) CR unit

d) Timer

e) Handscoone non steril

f) Wing needle ukuran 21

g) Needle ukuran 21

h) Kapas beralkohol

i) Turniket

2) Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan BNO IVP di

Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah media

kontras water soluble non ionic 80 cc diinjeksikan secara

intravena, tak tampak reaksi alergi.

c. Teknik Pemeriksaan

Pasien masuk ke kamar pemeriksaan 5, kemudian diminta untuk

mengganti baju dengan baju pasien dan dipersilahkan untuk buang

air kecil terlebih dahulu sebelum pemeriksaan untuk

mengosongkan VU. Adapun pelaksanaan pemeriksaannya sebagai

berikut:

1) Foto Polos AP Supine

Bertujuan untuk menunjukkan persiapan pasien dan

adakah kelainan awal, kemudian koreksi faktor eksposi serta

posisi pasien.

31
a) Posisi Pasien

 Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan

 Kedua tangan di samping tubuh.

b) Posisi Objek

 MSP tubuh di pertengahan meja pemeriksaan.

c) Arah Sinar

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

d) Pusat Sinar

Pada MSP setinggi crista iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Ukuran Kaset : 35 cm x 43 cm

g) Faktor Eksposi : 70 kV dan 16 mAs

Gambar 3.1 Hasil radiograf foto polos AP

2) Pemasukan media kontras

32
Setelah foto polos AP dan semua bahan kontras telah siap,

dilanjutkan dengan menginjeksikan water soluble sebanyak 80

cc melalui intra vena.

3) Foto AP Supine 5 Menit Setelah Injeksi

Dilakukan foto 5 menit setelah injeksi kontras bertujuan

untuk menunjukkan pada bagian ginjal terutama sistem

pelvikalises dengan proyeksi AP.

a) Posisi Pasien

 Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan.

 Kedua tangan di samping tubuh.

b) Posisi Objek

 MSP tubuh di pertengahan meja pemeriksaan.

c) Arah Sinar

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

d) Pusat Sinar

Pada MSP setinggi crista iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Ukuran Kaset : 35 cm x 43 cm

g) Faktor Eksposi : 70 kV dan 16 mAs

33
Gambar 3.2 Hasil radiograf foto AP supine 5 menit

4) Foto AP supine 15 menit setelah injeksi

Foto dilakukan 15 menit setelah injeksi media kontras,

bertujuan untuk melihat pengisian kontras dari ginjal dan ureter

dan sebagian telah mengisi VU dengan proyeksi AP.

a) Posisi Pasien

 Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan.

 Kedua tangan di samping tubuh.

b) Posisi Objek

 MSP tubuh di pertengahan meja pemeriksaan.

c) Arah Sinar

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

d) Pusat Sinar

34
Pada MSP setinggi crista iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Ukuran Kaset : 35 cm x 43 cm

g) Faktor Eksposi : 70 kV dan 16 mAs

Gambar 3.3 Hasil radiograf foto AP supine 15 menit

5) Foto PA 30 Menit Setelah Injeksi

Dilanjutkan dengan dilakukan foto abdomen PA untuk

melihat distribusi media kontras pada vesika urinary dari aspek

anterior.

a) Posisi Pasien

 Posisi pasien prone di atas meja pemeriksaan.

 Kedua tangan di samping tubuh

b) Posisi Objek

 MSP tubuh di pertengahan meja pemeriksaan.

c) Arah Sinar

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

35
d) Pusat Sinar

Pada MSP setinggi crista iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Ukuran Kaset : 35 cm x 43 cm

g) Faktor Eksposi : 70 kV dan 16 mAs

Gambar 3.4 Hasil radiograf foto PA 30 menit

6) Foto AP Supine PM (Post Miksi)

Merujuk pada hasil foto PA 30 menit setelah injeksi

diputuskan untuk dilakukan foto AP supine PM dengan

mempersilahkan pasien untuk buang air kecil terlebih dahulu

dengan tujuan untuk melihat adakah sisa atau residu media

kontras setelah pasien buang air kecil.

a) Posisi Pasien

 Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan.

 Kedua tangan di samping menjauh dari tubuh.

b) Posisi Objek

36
 MSP tubuh di pertengahan meja pemeriksaan.

c) Arah Sinar

Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

d) Pusat Sinar

Pada MSP setinggi crista iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Ukuran Kaset : 35 cm x 43 cm

g) Faktor Eksposi : 70 kV dan 16 mAs

Gambar 3.5 Hasil radiograf foto AP supine PM

3.2 Proteksi Radiasi

3.2.1 Proteksi pasien.

7. Kolimasi secukupnya dengan memperkecil luas lapangan

penyinaran.

8. Menggunakan factor eksposi yang tepat.

9. Tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan.

37
10. Waktu penyinaran sesingkat mungkin.

3.2.2 Proteksi Bagi Petugas

3. Berlindung pada tabir / tirai, saat melakukan eksposi.

2.4.3 Proteksi bagi masyarakat.

3. Pintu pemeriksaan tertutup rapat.

4. Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X keruangan umum.

3.3 Pembahasan

3.3.1 Prosedur pemeriksaan IVP pada pasien dengan klinis

Hidronefrosis Bilateral di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi

diawali dengan persiapan pasien terlebih dahulu dilakukan dua hari

sebelum pemeriksaan, dimana persiapan tersebut diinformasikan

kepada pasien saat melakukan penjadwalan pemeriksaan IVP. Adapun

persiapannya yaitu meliputi, dua hari sebelum pemeriksaan pasien

hanya boleh makan makanan yang mudah dicerna dan rendah serat,

kemudian pada malam hari sebelum pemeriksaan pasien diberi obat

pencahar seperti garam inggris sebanyak 30 gram. Selanjutnya pasien

puasa, tidak boleh makan, merokok dan sebaiknya pasien tidak banyak

berbicara. Pada pagi hari pasien dilavemen untuk menuntaskan feses

dalam usus, pasien tetap puasa sampai pemeriksaan selesai. Sebelum

pemeriksaan dilakukan pasien diminta untuk ganti baju dengan baju

pasien dan dipersilahkan untuk buang air kecil terlebih dahulu dengan

tujuan agar media kontras yang nanti dimasukkan pada sistem urinari

38
tidak bercampur dengan urin yang dapat menyebabkan media kontras

menjadi encer sehingga mengurangi opasitas dan juga menghindari

keinginan pasien untuk kencing di saat pemeriksaan sedang

berlangsung. Pemeriksaan IVP dimulai dengan foto polos AP supine,

bertujuan untuk menunjukkan persiapan pasien dan adakah kelainan

awal, kemudian koreksi faktor eksposi serta posisi pasien. Dari foto polos

Tn. P, tampak bahwa pasien telah melakukan persiapan sesuai dengan

prosedur yang telah ditentukan, walaupun belum maksimal karena masih

terlihat gambaran udara di usus,mungkin karena pasien sebelum

pemeriksaan masih banyak berbicara dan merokok, tetapi hal ini masih

dalam batas toleransi, sehingga pemeriksaan dapat dilanjutkan.

Setelah dilihat persiapan yang dilakukan sudah cukup, dilanjutkan

dengan pemasukan media kontras yang diinjeksikan melalui intra vena

sebanyak ± 80 cc. Pemeriksaan IVP dengan klinis hidronefrosis bilateral

pada Tn. P digunakan media kontras water soluble yang bersifat non

ionik.

Setelah penyuntikan media kontras, selanjutnya dibuat foto AP

supine 5 menit setelah injeksi yang bertujuan untuk menunjukkan pada

bagian ginjal terutama sistem pelvikalises. Dari hasil radiograf terlihat

kontras sudah mulai mengisi sistem pelvikalises kanan-kiri dan juga

ureter kanan proksimal, namun belum mengisi ureter kiri.

Kemudian dilakukan foto AP supine 15 menit setelah injeksi

bertujuan untuk melihat pengisian kontras dari ginjal dan ureter dan

39
sebagian telah mengisi VU. Dari radiograf yang dihasilkan tampak

kontras sudah mengisi ginjal dan ureter kanan serta VU sebagian, namun

pada sisi kiri hanya mencapai ureter proksimal dan terlihat lebih besar

dibanding dengan ginjal kanan.

Setelah foto 15 menit, dilakukan foto prone 30 menit setelah injeksi

kontras bertujuan untuk melihat distribusi media kontras dari vesika

urinary dari aspek anterior,

Pada hasil radiograf 30 menit diputuskan untuk langsung dilakukan

foto AP supine PM dengan mempersilahkan pasien untuk buang air kecil

terlebih dahulu.

Setelah pasien buang air kecil, maka dilakukan foto AP post miksi

dengan posisi pasien supine. Bertujuan untuk melihat adakah sisa atau

residu kontras pada sistem urinary. Pada radiograf tampak residu kontras

minimal.

3.3.2 Penegakan Diagnosa Hidronefrosus Bilateral

Dari prosedur Pemeriksaan BNO IVP di Instalasi Radiologi RSUD

Dr. Moewardi Surakarta sudah dapat menegakan diagnosa Hidronefrosis

Bilateral.

3.3.3 Hasil Expertise Dokter

X-foto polos abdomen AP

- Bayangan gas usus normal bercampur fecal material.

- Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar.

40
- Tak tampak opasitas patologis pada kavum abdomen maupun

pelvis.

- Jumlah dan distribusi udara usus baik.

- Tak tampak free air.

Pemeriksaan IVP

- Nephogram sinistra normal muncul menit ke 5.

- Ekskresi ren sinistra normal tampak pada menit ke 5.

- System pelviocalyceal dekstra tampak flattening.

- Ureter dekstra normal

- Nephogran sinistra normal muncul menit ke 5.

- ekskresi ren sinistra normal tampak pada menit ke 5.

- system pelviocalyceal sinistra normal flattening clubing.

- Ureter sinistra tampak dilatasi dari 1/3 proksimal hingga 1/3

distal.

- Tampak kinking pada ureter sinistra setinggi Vertebra Lumbal

3 dan Vertebra Lumbal 5 sisi sinistra.

- Buli : Terisi kontras penuh ke segala arah, mukosa outline

regular.

- Post Miksi: Residu urine minimal.

Kesan

 Hidronefrosis grade 2 dekstra dan Hidronefrosis grade 2-3

sinistra ec batu staghom bilateral setinggi vertebra lumbal 1-2

sisi dekstra sinistra.

41
 Hidroureter 1/3 proksimal hingga 1/3 distal sinistra disertai

kinking ureter sinistra setinggi vertebra lumbal 3 dan vertebra

lumbal 5 sisi sinistra suspek ec: Stenosis UVJ dan Uretrocele.

 Neurogenic bladder type paralitik.

 Fungsi pengosongan buli normal.

BAB IV

PENUTUP

42
4.1 Kesimpulan

Dari pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya penulis dapat

menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Prosedur pemeriksaan BNO IVP di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi pada pasien dengan klinis hidronefrosis bilateral dilakukan

dengan menggunakan media kontras non ionic dengan volume

kontras rata-rata dandilakukan dengan proyeksi AP supine pada foto

polos, 5 menit, 15 menit, foto prone 30 menit. Kemudian dilakukan

proyeksi AP supine pada foto PM.

2. Dari prosedur Pemeriksaan BNO IVP di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi sudah dapat memberikan informasi klinis traksus urinarius

baik secara anatomis maupun fungsi yang dapat membantu untuk

penakaan diagnosa Hidronefrosis Bilateral.

4.2 Saran

Persiapan pasien lebih dimaksimalkan agar tidak terlihat gambaran

udara di usus, mungkin pasien sebelum pemeriksaan harus benar-

benar menahan untuk berbicara sebelum pemeriksaan setelah.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Phillip;Eugene Frank. 2003. Merrill’s Atlas of Radiographic


Positions & Radiologic
Bontrager K, L.. 2005. Textbook of Rasiographic Positioning and
Related Anatomy 6th Edition.

LAMPIRAN

44
45
46

Anda mungkin juga menyukai