Disusun oleh:
NIM P1337430222167
SEMARANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan laporan kasus Praktik Kerja Lapangan (PKL) V
NIM : P1337430222167
Dengan judul “Prosedur Pemeriksaan MRI Pelvis dengan Klinis Evaluasi Uterus dan
Mengetahui
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul prosedur
pemeriksaan mri kepala kontras dengan klinis sop arteri dt multiple di instalasi
radiologi rsud dr. Saiful anwar malang untuk memenuhi tugas mata kuliah PKL 5
Program Studi Teknologi Radiologi Pencitraan Program Sarjana Terapan, Jurusan Teknik
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan,
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan semangat dan doa tanpa henti
3. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Semarang
4. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
5. Ibu Dartini, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pencitraan Radiologi
6. Bapak Abdur Rahman selaku clinical instructor MRI di RSUD Dr Saiful Anwar
8. Semua dosen dan staf akademik Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini sehingga dapat selesai tepat
waktu.
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap laporan kasus ini dapat
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................................2
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................3
DAFTAR ISI...................................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................6
Latar Belakang.............................................................................................................................6
Rumusan Masalah........................................................................................................................6
Tujuan penulisan..............................................................................................................................6
Patologi........................................................................................................................................6
Komponen MRI...........................................................................................................................6
Parameter Dasar...........................................................................................................................6
Pembobotan MRI.........................................................................................................................6
Prosedur Pemeriksaan..................................................................................................................6
Profil Kasus..................................................................................................................................6
Prosedur Pemeriksaan..................................................................................................................6
Pembahasan..................................................................................................................................6
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................................6
Kesimpulan..................................................................................................................................6
Saran.............................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................6
LAMPIRAN....................................................................................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN
yang digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi bagian tubuh dengan memanfaatkan
medan magnet dan gelombang radiofrekuensi. Hasil pemeriksaan MRI berupa gambaran
melintang dari organ tubuh manusia yang dihasilkan dari medan magnet berkekuatan
tinggi dan pemanfaatan prinsip resonansi getaran terhadap inti atom hydrogen. Dalam
pemeriksaan MRI dihasilkan penampang axial, sagittal, dan coronal tanpa tindakan yang
bersifat invasive.
Uterus merupakan organ yang berongga mempunyai tiga lapisan, sebuah lapisan
endometrium di sebelah dalam, lapisan otot polos dibagian tengah serta disebelah
luar merupakan lapisan jaringan ikat. Ukuran panjang otot uterus 7-7,5 cm, lebar
di atas 2,5 cm, tebal 2,5 cm serta tebal dindingnya 1,5 cm . Uterus mempunyai fungsi
utama yaitu sebagai tempat serta tumbuh berkembangnya janin. Otot pada
uterus bersifat elastis dapat menjaga janin pada proses kehamilan hingga 9 bulan
penyokong rahim, seperti tuba falopii, ovarium, dan jaringan lain di sekitarnya. Pada
bagian ini sering ditemukan adanya pertumbuhan kista. Kista di area ini ada banyak
jenisnya, contohnya sindroma ovarium polikistik, kista endometriosis, kista dermoid, dan
Pelvis adalah yaitu coronal breath hold fast oncoherent (spoiled) GRE/SE/FSE T1,
Sagittal SE/FSE T2, Axial SE/FSE T2, Axial SE/FSE T1 ,Coronal SE/FSE T2, SS-FSE/
GRE-EPI/ SE-EPI/ diffusion imaging, sedangkan pada saat penulis praktek kerja
lapangan di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, sekuen yang digunakan
pada pemeriksaan MRI Pelvis adalah Survey, COR T2 Pelvis, SAG T2 Pelvis, AX T2
dilihat perbedaan pada penggunaan FOV yang lebih kecil dari FOV yang normal dan
penggunaan tambahan FS pada beberapa sekuen yang digunakan pada pemeriksaan yang
dilakukan.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik ingin mengkaji lebih lanjut
tentang prosedur pemeriksaan pada pemeriksaan MRI Pelvis pada kasus evaluasi uterus
dan adnexa kanan kiri. Penulis ingin menuangkannya dalam laporan kasus yang berjudul
prosedur pemeriksaan mri kepala kontras dengan klinis sop arteri dt multiple Di
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan laporan kasus yang berjudul “prosedur pemeriksaan mri kepala
kontras dengan klinis sop arteri dt multiple Di Instalasi Radiologi Rsud Dr. Saiful Anwar
1. Bagaimana prosedur pemeriksaan mri kepala kontras dengan klinis sop arteri dt multiple
1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan MRI kepala kontras dengan klinis sop
BAB II
DASAR TEORI
yaitu:
1. Pelvis mayor atau false pelvis adalah bagian bawah perut yang terletak di
antara lebar krita iliac atau fossa iliaka kanan dan kiri (Hansen, 2019)
2. Minor atau true pelvis dibatasi oleh pelvic brim, sacrum, dan coccyx, dan
juga berisi organ-organ dalam pelvis. Pintu Atas Panggul (PAP) adalah
batas atas true pelvic (pelvic brim) dan pintu bawah panggul adalah batas
(Prawihardjo,2009).
ikat. Ukuran panjang otot uterus 7-7,5 cm, lebar di atas 2,5 cm,
janin. Otot pada uterus bersifat elastis dapat menjaga janin pada
(Prawihardjo,2009)
2. Serviks
dan daerahnya sempit pada bagian bawah antara rahim dan kemaluan
3. Vagina
4. Tuba fallopi
5. Ovarium
cm, tebal dan lebarnya 1,5 cm. Wanita yang sudah pubertas
menopause.
Gambar 1.2 Organ Genitalia Interna Wanita
1. Mons veneris
2. Labium minor
3. Labium mayor
4. Klitoris
5. Vestibulum
memiliki bentuk rongga yang dibatasi labium minor pada bagian sisi
keterangan :
1. Mons veneris
2. Klitoris
3. Vestibulum
4. Labia minor
5. Labia mayor
2.2 Patologi
Pada pemeriksaan MRI Pelvis ini dilakukan dengan klinis evaluasi ovarium dan
Uterus merupakan organ yang berongga mempunyai tiga lapisan, sebuah lapisan
endometrium di sebelah dalam, lapisan otot polos dibagian tengah serta disebelah
luar merupakan lapisan jaringan ikat. Ukuran panjang otot uterus 7-7,5 cm, lebar
di atas 2,5 cm, tebal 2,5 cm serta tebal dindingnya 1,5 cm . Uterus mempunyai fungsi
utama yaitu sebagai tempat serta tumbuh berkembangnya janin. Otot pada
uterus bersifat elastis dapat menjaga janin pada proses kehamilan hingga 9 bulan
ovarium, dan jaringan lain di sekitarnya. Pada adnexa inilah sering terdapat pertumbuhan
kista. Kista adaalah daging tumbuh yang abnormal, biasanya bukan kanker yang berisi
cairan atau zat setengah padat, terkadang menimbulkan nyeri. Kista dapat tumbuh dibagia
tubuh manapun seperti wajah, kulit kepala, punggung, lengan, kaki, serta organ dalam
tubuh seperti hati, ovarium, rahim, ginjal, atau otak. Pada organ yang akan dilakukan
pemeriksaan mengevaluasi ada atau tidaknya kelaian pada bagian pelvis seperti kista
ovarium.
Sedangkan kista ovarium adalah kantung padat atau berisi cairan (kista) di dalam
atau pada permukaan ovarium.Kista ovarium biasanya hilang dalam waktu beberapa
bulan, tetapi dapat menyebabkan komplikasi jika tidak hilang. Sebagian besar kista
ovarium tidak menimbulkan gejala. Pada beberapa kasus, gejala berupa menstruasi tidak
teratur, nyeri saat berhubungan seksual, atau buang air besar tidak teratur. Banyak kista
akan sembuh sendiri. Jika tidak, penanganan berupa penggunaan pil KB atau operasi.
Komponen utama dalam sistem MRI, yaitu magnet utama, koil gradien, koil pemancar,
a. Magnet Permanen
kadang kala dirancang dengan model terbuka dan sangat umum digunakan
b. Magnet Resistif
c. Magnet Superkonduktor
dengan memberikan arus listrik melalui koil. Kemagnetan koil harus dijaga
dalam suhu yang sangat dingin.Biasanya digunakan helium cair. Kuat medan
untuk memvariasikan medan pada pusat magnet. Terdapat tiga medan yang saling
tegak lurus antara ketiganya, yaitu bidang x, y dan z. Fungsi yang berbeda-beda
sesuai dengan potongan yang dipilih (axial, sagital atau koronal), gradien ini
(slice selection) atau Gz, gradien pemilihan phase (phase encoding) atau Gy dan
Talbot, 2011).
Koil yang umum digunakan, yaitu koil penerima dan koil pemancar-penerima
(transceiver coil). Medan magnet yang tinggi akan lebih efisien menggunakan
transceiver jika dibandingkan dengan penggunaan koil penerima saja, karena koil
menerima sinyal output dari sistem setelah eksitasi terjadi (Woodward, Peggy
Freimarck, 2000).
Gambar 1.4 Komponen Utama Sistem MRI (Westbrook, Roth and Talbot, 2011)
Keterangan:
berikutnya untuk setiap irisan dan diukur dalam millisecond. TR menentukan jumlah
relaksasi longitudinal yang terjadi antara ujung satu eksitasi pulsa RF dan penerapan
sinyal dibaca.
TI adalah waktu antara pulsa inversi 180 dan pulsa eksitasi, yang diukur dalam
millisecond. TI digunakan pada sekuen inversion recovery (IR), echo train IR, dan
sinyal pada jaringan berdasarkan waktu relaksasi T1 (Dale, Brown and Semelka,
2015).
energi RF selama eksitasi, diukur dalam mm. Irisan yang tebal memberikan lebih
banyak sinyal per voxel sedangkan irisan yang lebih tipis menghasilkan rata-rata
diukur dalam mm2. Peningkatan resolusi spasial dapat dicapai dengan menurunkan
FOV.
Slice gap diukur dalam mm, merupakan jarak antara irisan yang berdekatan. Slice
gap dapat digunakan untuk mengontrol ukuran total volume pencitraan dengan
Number of signal average (NSA) atau yang disebut NEX berfungsi mengontrol
jumlah data yang disimpan disetiap baris k-space. Apabila NEX ditingkatkan, maka
Matriks akuisisi didefinisikan sebagai grid pengambilan sampel raw data yang
digunakan untuk pengukuran dasar citra. Terdiri dari dua number, yaitu number of
Menurut (Westbrook and Talbot, 2019) pembobotan pada MRI terdiri dari:
2.5.1 T1-weighted
Pembobotan T1 yaitu dimana kontras sangat bergantung pada perbedaan
waktu T1 recovery antara lemak dan air. TR mengontrol seberapa jauh setiap
vektor recover sebelum irisan dieksitasi oleh eksitasi pulsa RF berikutnya. Untuk
mencapai pembobotan T1, TR harus cukup pendek sehingga vektor dalam lemak
maupun air tidak memiliki waktu yang cukup untuk kembali sepenuhnya ke B 0.
Jika TR terlalu panjang, kedua vektor dalam lemak dan air kembali ke B 0 dan
2.5.2 T2-weighted
waktu T2 decay antara lemak dan air. TE mengontrol jumlah peluruhan T2 yang
terjadi sebelum sinyal diterima. Untuk mencapai pembobotan T2, TE harus cukup
panjang untuk memberikan waktu dephase pada vektor di lemak dan air. Jika TE
terlalu pendek, baik vektor dalam lemak maupun air tidak memiliki waktu untuk
2.5.3 PD-weighted
Citra pembobotan proton density (PD) adalah citra dimana perbedaan jumlah
inti hidrogen bergerak per satuan volume jaringan yang merupakan faktor penentu
instruksi perangkat keras (pulsa RF, pulsa gradien, dan timing) yang diperlukan untuk
memperoleh data dengan cara yang diinginkan (Westbrook and Talbot, 2019).
Spin echo memiliki setidaknya dua pulsa RF, pulsa eksitasi (sering disebut
pulsa alfa (𝛼)) dan satu atau lebih 180 refocusing pulses yang menghasilkan spin
kontras citra yang baik. Sekuen ini menghasilkan citra dengan pembobotan T1, T2,
dan PD dengan kualitas yang baik di sebagian besar bagian tubuh. Namun,
memiliki kelemahan waktu scanning yang lama, PD dan T2W sering digantikan
Conventiona SE SE SE SE SE
l SE
turbo SE
Inversion IR IR IR IR IR
recovery
STIR
FLAIR
PULSE
FSE
Keterangan :
1. SE (Spin-Echo)
4. IR (Inversion Recovery)
Fast atau turbo spin echo (FSE/TSE) adalah pulsa sekuen spin echo tetapi
dengan waktu scanning yang lebih singkat dari spin echo konvensional. Disebut
jumlah phase encoding ditingkatkan, maka k-space terisi lebih efisien dan waktu
scanning berkurang. Semakin tinggi turbo factor, semakin pendek waktu scanning,
karena semakin banyak phase encoding yang dilakukan per TR. Selain memiliki
waktu scanning yang singkat, FSE menghasilkan citra dengan resolusi yang tinggi,
blurring.
Inversion Recovery (IR) adalah pulsa sekuen spin echo yang menggunakan
waktu yang dibutuhkan vektor lemak untuk recovery dari inversi penuh ke
untuk lemak. Secara umum, STIR merupakan sekuen yang sangat berguna
recovery vektor dalam CSF dari inversi penuh ke bidang transversal yang
dipilih. Sinyal TI null dari CSF karena tidak ada magnetisasi longitudinal di
CSF. FLAIR digunakan untuk men-supresi sinyal CSF yang tinggi pada
jelas.
perdarahan subaraknoid akut, dan meningitis. Kelebihan dari sekuen ini adalah
menghasilkan kualitas citra yang baik karena sensitif terhadap patologi, namun
2019).
Gradient Echo atau gradient recalled echo adalah teknik pencitraan yang
tidak menggunakan pulsa 180 untuk refocus ke suatu proton. Penerapan pulsa
gradien kedua dengan durasi dan besaran yang sama tetapi polaritasnya berlawanan
dalam dua arah, pemilihan irisan dan arah readout menghasilkan sinyal. Sudut
eksitasi kurang dari 90 biasanya digunakan (Dale, Brown and Semelka, 2015)
Tabel 2.2 Akronim Pulse Sequence GRE (Westbrook & Talbot, 2019)
rewound SARGE
gradient-
echo
Incoherent SPGR T1-FFE FLASH Fast FE RF
or spoiled spoiled
gradient- SARGE
echo
Gradient- SARGE
echo
echo
echo or
SPGR
imaging
Keterangan :
state)
Sekuen ini dimulai dengan variasi flip angle eksitasi pulsa RF dan
Kontras citra dipengaruhi oleh FID yang akan menghasilkan citra dengan
pembobotan T1 dan proton density. Namun, cairan seperti darah dan CSF
yang sangat pendek. Citra diperoleh dalam sekali menahan napas dan
bebas dari motion artifacts. Selain itu, akuisisi fast gradient echo berguna
jika resolusi temporal dibutuhkan. Hal ini sangat penting, setelah
gambar. Parameter yang diberikan harus universal yaitu dapat diterima pada sebagian
besar sistem. Akan tetapi terdapat parameter pembobotan yang tergantung pada kekuatan
medan magnet. Modifikasi dapat diperlukan jika digunakan pada kekuatan medan yang
sangat rendah atau tinggi. Pertimbangan utama pada kualitas gambar yaitu:
1. Pulse sekuen Spin Echo (SE) atau Turbo Spin Echo (TSE).
2. Proton density (PD) pada daerah yang diperiksa, dimana semakin tinggi PD
potongan akan menghasilkan voxel yang besar maka semakin tinggi pula
SNR.
4. Time Repatition (TR), Time Echo (TE), dan Flip Angle (FA). TR yang
nilai SNR. TE panjang dapat mengurangi SNR dan TE yang pendek dapat
meningkatkan SNR. Sedangkan flip angle yang rendah menghasilkan SNR
yang kecil.
5. Number of Excitation (NEX) atau NSA jumlah dari waktu data mengumpul
dengan amplitudo yang sama dari kemiringan phase encoding. NEX dapat
dikontrol dengan jumlah data dari K Space. Data terdiri dari signal dan
perbedaan SNR diantara dua daerah. CNR dipengaruhi oleh beberapa faktor
daerah yang patologis dengan daerah yang sehat. CNR dapat ditingkatkan
dengan cara:
presaturation.
membedakan antara dua titik secara terpisah. Spatial resolution tergantung dari
ukuran voxel, semakin kecil ukuran voxel, resolusi akan semakin baik. Spatial
2. Matriks kecil.
Menurut Westbrook et al., (2011), scan time atau waktu scanning adalah
sangat berpengaruh terhadap kualitas citra. Pada umumnya, semakin lama waktu
scanning kualitas citra akan semakin bagus, namun resiko terjadinya motion
artefak juga semakin tinggi. Sehingga untuk mengurangi waktu scanning dapat
karena itu, setiap TR, satu baris data diletakkan dalam K-space untuk
setiap slice. Setelah ini terjadi system pengulangan, proses ini untuk setiap
irisan yang lain. TR panjang berarti ada waktu yang lama antara mengisi
satu garis K-space dan garis berikutnya untuk setiap area K-space yang
sebaliknya berlaku untuk TR pendek. karena itu dibutuhkan waktu yang
relatif lebih lama untuk mengisi semua area K-space untuk menyelesaikan
et al., 2019).
2. Fase Matriks
a. Phase matriks dari 128 dipilih, 128 baris di isi, dan 128 TR
b. Phase matriks 256 dipilih, 256 baris di isi, dan 256 TR diselesaikan
NEX Adalah berapa kali setiap baris di isi dengan data. Gema
yang sama pada beberapa TR. Baris yang sama dari Kspace diulang
daripada jika data ditempatkan disana hanya sekali. Karena ada lebih
a. TR 1000 ms, Phase matriks 256, 1 NEX, waktu scanning= 256 detik.
b. TR 1000 ms, phase matriks 256, 2 NEX, waktu scanning= 512 detik
kemudian kembali untuk mengulangi proses itu lagi. Jumlah titik data di
setiap baris K-space tidak meningkat ketika NEX meningkat, yaitu ketika
menggandakan jumlah titik data disetiap baris K-space. jumlah titik data
memastikan bahwa jumlah titik data disetiap baris tetap sama. ketika NEX
meningkat, ada jumlah titik data yang sama disetiap baris tetapi setiap titik
memegang peranan penting dalam pencitraan dengan MRI. Hal yang harus
artefak yang disebabkan pasien yang tidak dapat bertoleransi, tentu saja
1. Pesawat MRI
3. Bantalan imobilisasi
2. Melepas benda benda logam yang ada pada tubuh, melakukan pengecekan
2. Bentalan busa dan kompresi dapat diterapkan di panggul bawah pasien untu k
4. Meletakkan coil diatas tubuh dengan bagian atas coil setinggi crista iliaca.
5. Memberikan bel alarm atau panic botton pada pasien, untuk tombol
emergency pasien.
6. Lampu longitudinal sejajar dengan MSP pasien dan kolimator horizontal pada
sagittal digunakan untuk mengonfirmasi posisi dari rectal coil dan untuk
2. Sagittal SE/FSE T2
(bladder, uterus, rektum, serviks). Pengambilan slice pada sagittal yaitu dari
kiri ke sisi samping kanan pelvis. Jika dicurigai adanya kelenjar getah
tinggi menggunakan rectal coil dan slice yang tipis ditentukan menggunakan
suppression pulse (Westbrook, 2014). Irisan Sagittal dibuat mulai dari batas
Gambar 1.6 Hasil ccitra MRI pelvis irisan sagittal FSE T2 weighted
(westbrook,2014)
3. Axial SE/FSE T2
seperti ovarium, limfa, dan nodus. Pengambilan slice pada axial yaitu dari
dasar pelvis hingga krista illiaka. Jika dicurigai adanya kelenjar getah
resolusi tinggi menggunakan rectal coil dan slice yang tipis ditentukan
Gambar 1.8 Hasil citra MRI pelvi irisan axial T2 (Baert dkk, 2007)
4. Axial SE/FSE T1
atau perdarahan adnexa ketika ada kecurigaan klinis seperti dermoid atau
Irisan dibuat mulai dari pelvic floor sampai batasan atas illiac crests.
5. Coronal SE/FSE T2
membuat irisan coronal dengan batas bawah Symphisis Pubis sampai batas
2013)
bawah kendali MRI. Selain itu, cine imaging uterus berguna untuk
membedakan lesi ganas (maligna) ataupun lesi jinak (benigna) dan untuk
BAB III
Nama : Ny H
Umur : 36 tahun
No RM : 20*******
Tanggal Pemeriksaan : 20 Oktober 2022
Pada hari Kamis, 20 Oktober 2022, pasien datang didampingi oleh keluarganya ke
Instalasi Radiologi RSUD Dr. Saiful Anwar Maang dengan membawa lembar
permintaan pemeriksaan MRI Pelvis + kontras. Dalam lembar permintaan foto tertulis
kilinis evaluasi uterus dan adnexa kanan kiri. Setelah itu pasien dilakukan anamnase
terlebih dahulu oleh dokter PPDS Radiologi di ruang anamnase. Selanjutnya pasien
dilakukan.
media kontras.
2. Body coil
3. Earphone
4. Selimut
5. Body strap
7. Saline
8. Work station
9. Film printer
1. Pasien supine di atas meje pemeriksaan dengan kedua tangan disamping tubuh
pemeriksaan berlangsung
4. Memberikan selimut pada pasien lalu dipasang body dtrap sebagai fiksasi
pasien.
Posisi pelvis berada didalam body coil dengan iso center berada tepat pada
pertengahan pelvis.
3.2.5 Teknik Pemeriksaan MRI Pelvis Evaluasi Uterus dan adnexa kanan dan kiri
1. Memasukkan data pasien sesuai dengan yang tertera pada lembar permintaan
3. Membuat localizer/survey
Localizer diakukan sebelum melakukan scanning pada sekuen-sekuen
Pelvis. Localizer didapatkan dari axial, sagittal, dan coronal. Selanjutkan hasil
localizer akan digunakan sebagai scanogram pada tiap potongan sekuen yang
akan digunakan.
4. Protocol sekuen
a. Survey/ localizer
berikutnya atau berfungsi sebagi dasar atau berfungsi sebagai dasar dalam
b. COR T2 Pelvis
uterus dan mengetahui lebar tumor dari sisi anterior jika terdapat tumor
melalui irisan sagittal dan axial. Seluruh area pelvis masuk ke dalam area
scanning dengan batas atas setinggi L2 dan batas bawah sympisis pubis.
Gambar 3.1 Protokol sekeun dan hasil scaning COR T2 Pelvis
c. SAG T2 Pelvis
Seekuen T2 sagital dibuat untuk melihat adanya patologi pada pasien. Area
atau pengaturan lebar objek yang akan diperiksa atau diihat melalui
d. AX T2 Pelvis
normal gelap.
e. OBL AX T2 SFOV
Pelvis yang membedakan hanya posisi scanning obliq dan area scanning
lebih kecil, focus pada objek yang dievaluasi. Pada sekuen ini FOV yang
Pada sekuen T2WI SFOV digunakan untuk melihat objek yang diinginkan
dengan lebih jelas dan resolusi yang bagus. T2WI SFOV menggunakan
FOV yang kecil maka detail resolusi meningkat. Dengan begitu, objek kecil
akan tampak jelas dan berukuran besar sehingga tidak perlu di zoom. T2WI
g. OBL AX T1 FS SFOV
ptongan sagittal dan coronal. Pada sekuen ini digunakan tambahan FS yaitu
juga terdapat tambahan SFOV yaitu menggunakan FOV yang lebih kecil
h. OBL AX T1 SFOV
Pada scanning T1 lebih untuk melihat anatomi pada pelvis dan untuk
pembanding potongn axial dengan sekuan T2. Area scanning tidak boleh
yang digunakan lebih kecil dari FOV pada sekuen Pelvis general.
Gambar 3.7 Protokol sekeun dan hasil scaning OBL AX T1 FS SFOV
i. DWI_3b
Sekuen ini memiliki prinsip yang sama dengan sekuen COR T2, yang
membedakan hanya pada posisi scan yang obliq dan besar FOV yang lebih
l. OBL AX T1 FS PC SFOV
Pada sekuen ini diambil pada post contrast, sekuen ini memiliki pronsip
m. SAG T1 FS PC SFOV
coronal. Pada sekuen ini diberi tambahan FS dan SFOV sama seperti
Sekuen ini sama seperti sekuen T1 yang lain hanya dibedakan dari
scanogram melalui potongan axial dan sagittal. Selain itu, pada sekuen ini
o. OBL AX T2 FS SFOV
Sekuen ini sama prinsip nya dengan OBL AX T2 SFOV hanya saja diberi
gambaramyang gelap.
3.2.5 Filming atau pengolahan film
Filming pada pemeriksaan MRI Pelvis sebanyak 3 lembar. Pada lembar pertama
Adnexa kanan : tampak lesi kistik multilubulated, berseota tipis (1,0 mm),
berdinding tipis (1,0 mm) tidak tampak mural nodu, dengan kmponen
DWi, tidak menyengat pasca penambahan kontras pada adnexa kanan dengan
Adnexa kiri :
o Tampak lesi kistik multiple berdinding tipis (1,0 mm) sebagian dengan
nodul didalamnya.
Uterus : ukuran norma, ketebalan endometrium 9.0 mm, tampak lesi intensitas
darah slightly hiperintens T1WI, hiperintens T2WI, non restricted DWI, tidak
Kesimpulan :
Hematometra
3.3 Pembahasan
Pada pemeriksaan MRI Pelvis dengan klinis evaluasi uterus dan adnexa terdapat
beberapa perbedaan dengan pemeriksaan MRI Pelvis pada teori. Salah satu perbedaan yang
ditemukan adalah penambahan SFOV pada beberapa sekuen yang digunakan. SFOV ini
digunakan dengan cara memperkecil FOV dan memfokuskan pada objek yang akan dilihat.
SFOV yang kecil berfungasi untuk melihat objek tertentu dengan lebih jelas. SFOV digunakan
setelah protocol MRI general sudah dilakukan. Penggunaan FOV yang kecil akan berperngaruh
pada kualitas citra. FOV yang kecil akan memberikan citra yang lebih detail dengan cara
meningkatkan resolusi (high resolusi). Akan tetapi hal ini juga memiliki beberapa kekurangan
yaitu dengan meningkatkan resolusi secara otomatis scan time yang dibutuhkan akan lebih lama
daripada sukeun normal. Selain itu, penggunaan FOV yang kecil juga dapat meningkatkan noise
pada citra. Maka dari itu, pada penggunaan setiap tambahan protocol yang ada harus
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan yang didapat. Oleh karena itu penggunaan FOV
yang kecil juga harus dipertimbangkan sesuai permintaan dan kebutuhan pemeriksaan sehingga
hasil pemeriksaan memiliki detiail yang bagus dan resolusi yang tinggi dan informative tetapi
tidak menimbulkan noise yang terlalu banyak dan scan time yang tidak terlalu lama. Oleh karena
itu, pada pemeriksaan MRI Pelvis dengan klinis evaluasi uterus dan adnexa di Instalasi Radiologi
RSUD Dr. Saiful Anwar menggunakan FOV dengan kisaran 24 – 32 cm, sedangkan pada
pemeriksaan MRI Pelvis dengan FOV kecil dgunakan FOV sebesar 150 x 115 mm atau 15 x
11.5 cm.
Pada beberapa sekuen yang digunakan diberi tambahan FS. FS yaitu fat-suppressed yang
berfungsi untuk menekan gambran lemak. Sehingga gambaran lemak tampak hitam
(hipointense). Lemak yang disupresi dan tampak hitam akan berguna untuk membedakan jika
ada kelainan pada pasien yang pada hasil gambaran akan sama dengan gambaran lemak. Begitu
juga sebaliknya, lemak yang tidak disupresi yang tergambaran terang biasanya bias disalah
artikan dengan kelainan. Oleh karena dilakukan fat suppresi untuk menenkan gambaran lemak
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Prosedur pemeriksaan MRI Pelvis di Intalasi Radiologi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
terdiri dari beberapa sekuen seperti Survey, COR T2 Pelvis, SAG T2 Pelvis, AX T2
COR T1 FS PC SFOV, OBL AX T2 FS SFOV. Pada beberapa sekuen memiliki hal yang
berbeda dengan protocol MRI Pelvis pada umumnya. Hal tersebut dapat dilihat dari segi
penggunaan FOV yang kecil pada protocol dengan tambahan SFOV. Selai itu, ada juga
FOV yang lebih kecil berfungsi untuk menghasilkan gambar dengan resolusi yang bagus,
akan tetapi FOV yang terlalu kecil akan meningkatkan noise dan waktu pemeriksaan
semakin lama. oleh karena itu, pada Instalasi Radiologi RSUD Dr. Saiful Anwar
menggunakan FOV pada sekuen dengan SFOV sekita 150 x 115 mm. Selain itu,
kelainan yang ada. Gambaran lemak tampak hitamm setelah disupresi dengan FS.
4.2 Saran
Pada pemeriksaan yang dilakukan sudah baik dan memiliki tujuan untuk memberikan
hasil yang lebih maksimal. Oleh karena itu, tata cara atau prosedur pemeriksaan bisa
dipertahankan atau bisa dimodifikasi lebih baik lagi untuk kedepannya untuk hasil yang
LAMPIRAN