Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL


PADA KASUS ABSES SUBMANDIBULA DAN SINUSITIS MAKSILARIS
DEXTRA DI INSTALASI RADIOLOGI
RSUD DR. MOEWARDI

Disusun guna memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan 1

Disusun oleh :

ANGGITA DYAH PRABAWANINGRUM

P1337430216042

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNIK RADIOLOGI

JURAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa, dan disetujui untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) 1 pada Program Studi Sarjana Terapan Teknik
Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Semarang :

Nama : Anggita Dyah Prabawaningrum

NIM : P1337430216042

Kelas : 2B

Judul laporan kasus : “TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL PADA


KASUS ABSES SUBMANDIBULA DAN SINUSITIS
MAKSILARIS DEXTRA DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD
DR. MOEWARDI”

Surakarta, November 2017

Pembimbing Laporan Kasus

Theresia Kristianingsih, Amd. Rad

NIP. 198107022014022001

Page | 2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL PADA KASUS ABSES
SUBMANDIBULA DAN SINUSITUS MAKSILARIS DEXTRA DI INSTALASI
RADIOLOGI DR. MOEWARDI”

Laporan studi kasus ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Praktek Kerja Lapangan 1, yang dilaksanakan dari tanggal 30 Oktober sampai
dengan 25 November 2017 di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi.

Dalam penulisan laporan kasus tersebut penulis menemui beberapa kendala,


untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Sugiyanto, S.Pd, M.App.Sc, selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Semarang

2. Ibu Rini, S.Si, M.Kes selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi,

3. Ibu Siti Masrochah, S.Si, M.Kes selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan
Teknik Radiologi,

4. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis,

5. Ibu Endang Agustina, dr., M.Kes selaku Direktur RSUD Dr. Moewardi
Surakarta,

6. Dr. Sulistyani Kusumaningrum, M.Sc.Sp.Rad, selaku Kepala Instalasi Radiologi


RSUD Dr. Moewardi Surakarta,

7. Ibu Theresia Kristianingsih, Amd. Rad selaku instruktur pembimbing praktek


lapangan di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta,

8. Seluruh radiografer, staf, dan karyawan Instalasi Radiologi RSUD Dr.


Moewardi Surakarta,

Page | 3
9. Angelia, Tikha, Digna, Safa, Alfi, Kak Bayu, Kak Richo, Kak Ulfa, dan Kak
Devi yang telah menjadi rekan sekaligus keluarga selama penulis menjalani
praktek di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta,

10. Teman-teman angkatan 32 Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan


Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang, serta semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan studi kasus ini

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak.
Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan
peneliti studi selanjutnya.

Surakarta, November 2017

Penulis

Page | 4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. 1


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. 2
KATA PENGANTAR .......................................................................... 3
DAFTAR ISI ......................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 6
a. Latar Belakang Masalah .............................................................` 6
b. Rumusan Masalah ...................................................................... 7
c. Tujuan Masalah .......................................................................... 7
d. Manfaat Penulisan ...................................................................... 7
e. Sistematika Penulisan ................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 9
a. Anatomi Fisiologi Sinus Paranasal ............................................. 9
b. Anatomi Facial Bone .................................................................. 11
c. Patologi Abses Mandibula dan Sinusitis Maksilaris.................... 12
d. Prosedur Pemeriksaan Sinus Paranasal........................................ 14
e. Teknik Radiografi Sinus Paranasal ............................................. 14
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 21
a. Profil Kasus ................................................................................. 21
b. Teknik Radiografi Sinus Paranasal Reverse Waters ................... 21
c. Hasil ............................................................................................. 26
d. Pembahasan ................................................................................. 27
BAB IV PENUTUP ............................................................................. 29
a. Simpulan ...................................................................................... 29
b. Saran ............................................................................................ 29
LAMPIRAN .......................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 31

Page | 5
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Sinus Paranasal adalah rongga yang terdapat di dalam tulang sekeliling
hidung dan berisi udara. Semua sinus ini mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui lubang yang terdapat pada dinding cavum nasi. (Daniel S., 2009)
Sinus paranasal dibagi menjadi empat yaitu sinus frontal, sinus
maksilaris, sinus ethmoidal, dan sinus sphenoid. Dengan adanya sinus-sinus
tersebut berat kepala menjadi lebih ringan, sehingga aktivitas kita sehari-hari
akan menjadi lebih mudah. (Bontrager, 2014)

Menurut Kamus Kedokteran, kondisi yang dapat melibatkan sinus antara


lain adalah sinusitis, rinitis alergi, deviasi septum hidung, polip hidung dan
hipertrofi turbinat. Namun dalam kasus ini patologi yang akan dipelajari secara
intensif adalah sinusitis khususnya sinusitis maksilaris.

Pada umumnya teknik pemeriksaan Sinus Paranasal hanya menggunakan 4


proyeksi antara lain : water’s method open/close mouth, PA Caldwell, Lateral,
dan SMV. (Bontrager,2014)

Pada saat penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di RSUD Dr.


Moewardi, penulis menjumpai pemeriksaan sinus paranasal dengan klinis abses
submandibula dan sinusitis maksilaris dextra. Pasien tidak menggunakan
proyeksi water’s, PA, dan Face Bone Lateral melainkan menggunakan AP, Face
Bone Lateral x-table, dan reverse waters (supine) sehingga tidak perlu
menggerakan kepala ke arah manapun karena pasien tidak memungkinkan untuk
diposisikan tegak ataupun prone.

Hal ini membuat penulis berkeinginan untuk mengetehui sejauh mana


peran dan prosedur pemeriksaan sinus paranasal untuk menegakkan diagnosa

Page | 6
pada kasus abses submandibula dan sinusitis maksilaris dextra di Instalasi
Radiologi RSUD Dr. Moewardi.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengkaji lebih lanjut


tentang “Teknik Pemeriksaan Sinus Paranasal pada Kasus Abses Submandibula
dan Sinusitis Maksilaris Dextra di Instalasi Radiologi RSUD Dr.Moewardi”

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik pemeriksaan Sinus Paranasal dengan klinis abses
submandibula dan sinusitis maksilaris dextra di Instalasi Radiologi RSUD
Dr. Moewardi?
2. Apa alasan dilakukan pemeriksaan sinus paranasal dengan posisi supine
pada kasus abses submandibula dan sinusitis maksilaris dextra di Instalasi
Radiologi RSUD Dr. Moewardi?
c. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Sinus Paranasal dengan klinis abses
submandibula dan sinusitis maksilaris dextra di Instalasi Radiologi RSUD
Dr. Moewardi
2. Untuk mengetahui alasan dilakukan pemeriksaan sinus paranasal dengan
posisi supine pada kasus abses submandibula dan sinusitis maksilaris dextra
di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi
d. Manfaat Penulisan
1. Menambah pengalaman dan pengetahuan penulis dalam melakukan
pemeriksaan terhadap pasien
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa khususnya
mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik
Kesehatan Semarang
e. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, maka laporan ini akan disusun dengan
sistematika penulisan :
BAB I PENDAHULUAN
berisi tentang Latar belakang masalah, Rumusan masalah,
Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, Sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Page | 7
Berisi tentang Anatomi Fisiologi SPN, Patologi Abses
Mandibula dan Sinusitis, Pemeriksaan SPN, dan Teknik radiografi SPN
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang Profil kasus, Teknik pemeriksaan SPN, Hasil, dan
Pembahasan
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang Simpulan dan Saran

Page | 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL


Sinus Paranasal adalah rongga yang terdapat di dalam tulang sekeliling
hidung dan berisi udara. Semua sinus ini mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui lubang yang terdapat pada dinding cavum nasi. (Daniel
S., 2009)

Meskipun fungsi sinus tidak disepakati oleh semua ahli anatomi, rongga
ini diyakini sebagai berikut : (Ballinger, 2003)
1. Menyediakan ruang resonansi
2. Mengurangi berat kepala karena mengandung udara
3. Membantu menghangatkan dan melembabkan udara yang terhirup
4. Sebagai peredam kejut saat terjadi trauma ( seperti kantung udara
pada mobil)
5. Mampu mengontrol sistem imun

Sinus paranasal dibagi menjadi 4 bagian, berikut uraian lengkapnya.

Page | 9
1. Sinus Maxilaris
Merupakan sinus terbesar di tulang wajah. Sinus Maxilaris merupakan
sinus sepasang yang letaknya berada di masing-masing os maxilaris
(Ballinger, 2003). Sinus ini mempunyai lubang keluar pada hiatus
semilunaris. Di bagian dasar, sinus ini berhubungan dengan akar gigi
premolar dan molar, dan keberadaanya baru ditemukan setelah terjadi
erupsi gigi permanen tersebut pada usia sekitar 6 tahun. (Daniel S.,
2009)
2. Sinus Frontalis
Merupakan sinus terbesar kedua setelah Sinus Maksilaris. Sinus
Frontalis merupakan bagian dari cavum orbita yang memiliki hubungan
keluar di bagian anterior hiatus semilunaris. Lubang tersebut memiliki
posisi tegak dari atas ke bawah sehingga berhati-hatilah bila terjun ke air
dengan posisi tegak. (Daniel S. 2009) Sinus Frontalis memiliki berbagai
macam ukuran yakni sekitar 2-2,5 ke arah vertikal maupun lateral.
(Ballinger, 2003)
3. Sinus Sphenoidalis
Merupakan sinus yang berhubungan dan berlokasi pada tulang
Sphenoid.
Ahli anatomi menyatakan bahwa hanya satu sinus sphenoidal yang
sering tampak. Namun, lebih dari dua sinus sphenoidalis tidak pernah
ada. Sinus sphenoid bervariasi dalam ukuran dan bentuk dan biasanya
asimetris. Mereka berada tepat di bawah sella turcica dan memanjang
antara dorsum sella dan sel-sel udara ethmoidal posterior. Sinus
sphenoidal terbuka ke dalam resi phenoethmoidal dari rongga hidung.
(Ballinger, 2003)
4. Sinus Ethmoidalis
Sinus ethmoidalis berada di dalam massa lateral labirin tulang
ethmoid yang bentuknya berupa kantung-kantung berbeda dengan yang
lainnya. Karena jumlah udara yang bervariasi, sinus ethmoidalis diabgi
menjadi 3 bagian yaitu : Anterior, Tengah, dan Posterior. Ethmoidalis
anterior dan tengah memiliki variasi jumlah 2-8 dan masing-masing

Page | 10
mengalir ke meatus nasal tengah. Ethmoidalis posterior memiliki
variasi jumlah 2-6 atau lebih dan mengalir ke meatus nasal superior.
(Ballinger, 2003)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI FACIAL BONE

Terdapat 14 tulang wajah, antara lain (Evelyn C. Pierce, 1973) :

1. Os Nasal
Terdiri dari 2 tulang, merupakan penyusun lengkung hidung
2. Os Lacrimal
Terdiri dari 2 tulang, merupakan pembentuk saluran air mata
3. Os Zygomatikum
Terdiri dari 2 tulang, merupakan penyusun arcus zygomatikum
4. Os Maxilaris
Terdiri dari 2 tulang, merupakan penyusun rahang atas dan tempat gigi
atas tumbuh
5. Os Palatum
Terdiri dari 2 tulang, merupakan penyusun atap mulut dan dasar hidung
6. Os Vomer
Terdiri dari 1 tulang, merupakan penyusun bawah dari sekat menulang
dari hidung
7. Os Concha Nasalis Inferior
Terdiri dari 2 tulang, merupakan pasangan terbesar dari 3 pasang lipatan
8. Mandibula
Merupakan tulang tengkorak yang bisa digerakkan

Page | 11
C. PATOLOGI
1. Abses Submandibula

Abses adalah kumpulan yang tertutup nanah, di suatu tempat di


dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi pertahanan tubuh terhadap
benda asing (Mansjoer A, 2005). Sedangkan menurut Bambang tahun
2005, Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang
diawali dengan proses yang disebut peradangan. Sehingga Abses
Submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi
pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber
infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi,
dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga
kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain (Fachruddin D., 2007)
Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai
kuman, baik aerob maupun anaerob. Kuman aerob yang paling sering
ditemukan adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp,
Klebsiella sp, Haemophillus sp, Pada kasus yang berasal dari infeksi
gigi, sering ditemukan kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis,
Eubacterium Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman
Fusobacterium.

Page | 12
2. Sinusitis Maxillaris
Sinusitis adalah peradangan sinus, biasanya sinus paranasalis,
mungkin purulen atau nonpurulen, akut atau kronik. Tipe-tipe
peradangan sesuai dengan sinus yang terkena (Kamus Kedokteran
Dorland:2003.2002). Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi
menjadi sinusitis maksilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan
sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus sinus paranasal disebut
pansinusitis.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore, merupakan sinus
yang sering terinfeksi oleh karena merupakan sinus paranasal yang
terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret
(drenasae) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar
sinus maksila yang berupa dasar akar gigi (prosesus alveolaris),
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila serta ostium
sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris
yang sempit, sehingga mudah tersumbat (Arsyad dan Efiaty.2001).
Klasifikasi sinusitis secara klinis ada 3, yakni :
1. Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari
sampai 4 minggu. Gejalanya ingus kental, pembengkakan
daerah yang terkena trauma, dan rasa nyeri. Pada sinusitis jenis
ini terjadi penimbunan sekret infeksius di dalam sinus sehingga
tertutup seluruh/sebagian. (George W, 2012)
2. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3
bulan. Sinusitis tipe ini sama seperti Sinusitis Akut namun
gejalanya sudah hilang/ reda.
3. Sinusitis kronis bila belangsung lebih dari 3 bulan. Disebabkan
oleh infeksi sinus berulang atau yang tidak memberikan respon

Page | 13
terhadap terapi. Sinusitis jenis ini sukar untuk disembuhkan.
(George W, 2012)

D. PROSEDUR PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL


Prosedur pemeriksaan Sinus Paranasal meliputi Persiapan pasien, Persiapan
Alat dan Bahan, serta Teknik pemeriksaan.
1. Persiapan Pasien
Pada pemeriksaan SPN, pasien tidak memerlukan persiapan khusus.
Hanya saja perlu melepas benda logam atau aksesoris seperti kalung,
anting-anting, dll di sekitar kepala dan leher agar tidak mengganggu
gambaran. Setelah itu beri penjelasan pada pasien sesederhana
mungkin dan sejelas mungkin.
2. Persiapan Alat dan Bahan
a. Unit pesawat sinar-X
b. IP ukuran 24x30 cm
c. Grid ukuran 24x30 cm
d. Pengganjal tubuh
e. Marker R atau L
f. Plaster/selotip
g. CR Reader
3. Indikasi Klinis :
a. Peradangan (sinusitis dan osteomyelitis sekunder)
b. Sinus polip dan kista

D. TEKNIK RADIOGRAFI SINUS PARANASAL

Page | 14
Ada 4 proyeksi yang biasa dilakukan untuk pemeriksaan Sinus
Paranasal : (Bontrager, 2014)
4.1. PA (Caldwell Method)
a) Tujuan : untuk melihat sinus frontalis dan ethmoidalis
b) Posisi Pasien :
1. Pasien diposisikan tegak (duduk atau erect)
mengahadap bucky stand
2. Posisikan kedua tangan menempel bucky atau
pegangan di samping bucky
c) Posisi Objek :
1. Pastikan MSP kepala berada di pertengahan IP/ bucky
2. Posisikan dahi dan hidung pasien menempel bucky
3. OML tegak lurus terhadap IP
d) Pengaturan Faktor Eksposi :
1. Central Point : Menuju Nasion
2. Central Ray : Horizontal, disudutkan 15° caudad
3. FFD : 100cm
4. Faktor Eksposi : 70-80 kV, 20-25 mAs, grid
5. Eksposi : Tahan napas
e) Kriteria Radiograf :
1. Tidak ada rotasi pada cranium
2. Tampak sinus frontal di atas sutura frontonasal
3. Anterior Ethmoid air cell terlihat di sisi lateral tulang nasal
langsung di bawah sinus frontal

Page | 15
4.2. Lateral projection
a) Tujuan : untuk melihat ke empat gambaran sinus dari sisi
samping
b) Posisi Pasien :
Pasien diposisikan tegak (duduk atau erect) menghadap
bucky
c) Posisi Objek :
1. Posisikan kepala pasien true lateral dengan sisi yang
sakit menempel IP (MSP sejajar dengan IP)
2. Leher fleksi sehingga IOML lurus/tidak membentuk
sudut
3. IPL tegak lurus IP
1
4. Pastikan titik tengah kaset berada di – 1 inch posterior
2
outer canthus
d) Pengaturan Faktor Eksposi :
1
1. Central Point : – 1 inch posterior outer canthus
2
2. Central Ray : horizontal tegak lurus IP
3. FFD : 100 cm
4. Faktor Eksposi : 65-75 kV, 20-25 mAs, grid
5. Eksposi : Tahan napas
e) Kriteria Radiograf :

Page | 16
1. Semua tulang wajah tampak
2. Ke empat sinus terlihat secara lateral
3. Terlihat ramus mandibula yang saling superposisi

4.3. Parietoacnthial projection (Water’s method open and


close mouth)
a) Tujuan :
Untuk melihat ke empat sinus khususnya sinus sphenoid
(open mouth) dan sinus maxilla tanpa superposisi dari
organ lain (close and open mouth)
b) Posisi Pasien :
1. Pasien tegak (duduk atau berdiri) menghadap grid
vertikal.
2. Lengan diatur dalam posisi yang nyaman.

Page | 17
3. Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat berada pada garis
tengah dari permukaan grid/bucky stand.
c) Posisi Objek :
1. Ekstesikan leher dan pastikan dagu dan hidung
menempel IP
2. Atur posisi kepala sehingga MML tegak lurus terhadap
IP (OML membentuk sudut 37° terhadap IP)
d) Pengaturan faktor Eksposi :
1. Central Point : Menuju Acanthion
2. Central Ray : Horizontal tegak lurus IP
3. FFD : 100 cm
4. Faktor Eksposi :70-80 kV, 20-25 mAs, grid
5. Eksposi : Tahan napas
e) Kriteria Radiograf :
1. Jarak antara kedua tepi orbita dengan skull bagian
lateral sama
2. Sinus maxilla terlihat bebas superposisi dari prosesus
alveolar dan petrosum (close and open mouth)
3. Sinus Sphenoid terlihat bebas superposisi dengan
mandibula (open mouth)
4. Inferior orbital rim terlihat, Sinus frontalis terlihat
dengan oblik view
5. Tidak ada bagian face bone yang terpotong

Page | 18
Waters Method
4.4. SMV projection
a) Tujuan : Untuk melihat sinus Maxilla, Ethmoid, dan
Sphenoid
b) Posisi Pasien :
1. Posisikan pasien erect atau supine
2. Beri ganjalan pada punggung pasien (supine)
c) Posisi Objek :
1. Ekstensikan dagu dan hiperekstensikan leher sebisa
mungkin sehingga IOML sejajar IP
2. Pastikan vertex kepala menempel IP
3. Atur MSP kepala tegak lurus dengan IP
d) Pengaturan Faktor Eksposi :
1. Central Point : Pertemuan antara kedua angulus

1
mandibula (1 – 2 inch inferior simpisis mandibula)
2
2. Central Ray : tegak lurus IOML
3. FFD : 100 cm
4. Faktor Eksposi : 70-80 kV, 25 mAs, grid
5. Eksposi : Tahan Napas
e) Kriteria Radiograf :
1. Sinus Sphenois, Ethmoid dan Masillaris terlihat

Page | 19
2. Fossa Nasal terlihat
3. Densitas dan kontras cukup dilihat dengan terlihatnya
sinus sphenoid dan ethmoid

Page | 20
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : NY. M
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jasem
Permintaan Foto : Thorax AP, Cervical AP dan Lateral, SPN 3
posisi
Dr. Pengirim : Imam Prabowo dr, Sp.THT-KL
Keterangan Klinis : Abses Submandibula dan Sinusitis Maxillaris
Dextra
2. RIWAYAT PENYAKIT
Pada hari Sabtu, tanggal 4 November 2017, pukul 21.59 WIB, pasien
datang ke Instalasi Radiologi dari IGD. Kemudian pasien dirujuk ke bagian
radiologi dengan membawa lembar permintaan foto Thorax AP, Cervical AP
dan Lateral, serta SPN 3 posisi dengan kasus Abses Submandibula dan
Sinusitis Maxillaris Dextra.

Page | 21
B. PROSEDUR PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL
Pasien dipotret dengan dua jenis pemeriksaan yang berbeda. Yaitu
pemeriksaan panoramic dan SPN 3 posisi. Dua pemeriksaan tersebut
dilakukan secara berurutan.Pertama dilakukan pemeriksaan SPN 3 posisi
terlebih dahulu, kemudian dilakukan pemeriksaan panoramic. Pada tulisan
ini pemeriksaan yang dibahas, hanya terbatas pada prosedur pemeriksaan
SPN 3 posisi saja.
Prosedur pemeriksaan sinus paranasal yang dilakukan di Instalasi Radiologi
RSUD Moewardi dengan kasus abses submandibula dan sinusitis maxillaris
dextra meliputi :
a. Persiapan Pasien
Pada pemeriksaan ini tidak ada persiapan khusus. Pasien diberi informasi
jalannya pemeriksaan secara jelas.Kemudian pasien diminta untuk
melepaskan obyek di kepala yang dapat mengganggu jalannya
pemeriksaan dan hasil radiograf.
b. Persiapan Alat
1. Pesawat sinar-x siap pakai
Pesawat sinar-x yang digunakan untuk pemeriksaan radiografi Sinus
Paranasal di ruang 3 RSUD Dr. Moewardi adalah :
Merk : Toshiba
Type : X-ray beam limiting device model BLR-1000 A
Unit Model : DRX – 1824B
No. Seri : 07G465
Insert Model : DR-1824
No. Seri : 7G0191
Max. Voltage : 150 kV
Max. mAs : 500 mAs
2. IP ukuran 24 x 30 cm (3 buah)
3. Gabus pengganjal tubuh dan kepala
4. Grid ukuran 24 x 30 cm
5. CR reader
6. Apron

Page | 22
c. Teknik pemeriksaan
1. Proyeksi Reverse Waters
1.1.Tujuan : untuk melihat ke empat sinus jika terjadi trauma
1.2.Posisi Pasien :
1.2.1. Pasien supine di atas brangkat
1.2.2. Lengan diatur dalam posisi yang nyaman.
1.2.3. Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat berada pada garis
tengah dari permukaan IP
1.3.Posisi Objek :
1.3.1 Beri ganjalan di belakang punggung sehingga leher agak
ekstensi
1.3.2 Atur posisi kepala sehingga OML membentuk sudut 37°

1.4.Pengaturan faktor Eksposi :


1.4.1. Central Point : Acanthion
1.4.2. Central Ray : cranial, sejajar MML
1.4.3. FFD : 100 cm
1.4.4. Faktor Eksposi :77 kV, 20 mAs, grid
1.4.5. Eksposi : Tahan napas
1.5. Kriteria Radiograf :
1.5.1. Sinus maxilla terlihat sedikit superposisi dari petrosum
(close and open mouth)
1.5.2. Inferior orbital rim terlihat, Sinus frontalis terlihat
dengan oblik view
1.5.3. Tidak ada bagian face bone yang terpotong

Page | 23
Reverse Waters Projection

2. Proyeksi AP
2.1. Tujuan : untuk melihat sinus frontalis dan ethmoidalis
2.2. Posisi Pasien :
2.2.1. Pasien diposisikan supine di atas brangkat
2.2.2. Posisikan kedua tangan pegangan di samping brangkat

2.3. Posisi Objek :


2.3.1. Pastikan MSP kepala berada di pertengahan IP/ bucky
2.3.2. OML tegak lurus terhadap IP
2.4. Pengaturan Faktor Eksposi :
2.4.1. Central Point : Menuju Nasion
2.4.2. Central Ray : vertikal tegak lurus, sejajar lantai

2.4.3. FFD : 100cm

2.4.4. Faktor Eksposi : 75 kV, 20 mAs, grid

2.4.5. Eksposi : Tahan napas

2.5. Kriteria Radiograf :


2.5.1. Tampak sinus frontal di atas sutura frontonasal
2.5.2. Anterior Ethmoid air cell terlihat di sisi lateral tulang
nasal langsung di bawah sinus frontal

Page | 24
AP Projection
3. Proyeksi Lateral X table
3.1. Tujuan : untuk melihat ke empat gambaran sinus dari sisi
samping
3.2. Posisi Pasien :
Pasien diposisikan supine dan kepala diberi pengganjal
3.3. Posisi Objek :
3.3.1. Posisikan IP true lateral dengan sisi yang sakit dekat
dengan IP (MSP sejajar dengan IP)
3.3.2. IPL tegak lurus IP
1
3.3.3. Pastikan titik tengah kaset berada di – 1 inch posterior
2
outer canthus
3.4. Pengaturan Faktor Eksposi :
1
3.4.1. Central Point : – 1 inch posterior outer canthus
2
3.4.2. Central Ray : horizontal tegak lurus IP
3.4.3. FFD : 100 cm
3.4.4. Faktor Eksposi : 75 kV, 20 mAs, grid

Page | 25
3.4.5. Eksposi : Tahan napas
3.5. Kriteria Radiograf :
3.5.1. Ke empat sinus terlihat secara lateral
3.5.2. Kecukupan faktor eksosi dilihat dengan terlihatnya sinus
sphenoid pada cranium tanpa overexpose dari sinus
maxilla dan frontal
3.5.3. Terlihat kedua orbita saling superposisi
3.5.4. Terlihat ramus mandibula yang saling superposisi

Face Bone Lateral X-table Projection

C. HASIL
Setelah dilakukan pemeriksaan sesuai dengan lembar permintaan foto, IP
akan dibawa ke ruang 9 untuk di proses dengan CR reader. Setelah melihat hasil

Page | 26
foto, foto akan di edit dan di print sesuai ukuran film yang sudah diatur. Setalah
semua foto tercetak, foto akan di masukkan ke dalam amplop dan diberikan ke
ruang Reading untuk dibaca oleh dokter. Hasil bacaan dokter mengenai foto
SPN 3 posisi dengan klinis abses submandibula dan sinusitis maksilaris dextra
adalah:
Klinis :
Abses Submandibula dan Sinusitis Maksilaris Dextra
Foto :
SPN 3 posisi
Hasil bacaan :
Sinus Frontalis kanan kiri normal
Sinus Ethmoid kanan kiri normal
Sinus Maksilaris kanan tertutup perselubungan, kiri normal
Sinus Sphenoid kanan kiri normal
Mukosa cavum nasi sisi kanan tertutup perselubungan
Conchae nasalis inferior kanan tertutup perselubungan
Septum nasi di tengah
Tampak soft tissue mass dengan batas tegas tepi licin pada lateral regio
mandibula kanan
Kesimpulan :
Soft tissue mass dengan batas tegas tepi licin pada lateral regio mandibula
Sinusitis maksilaris dextra

D. PEMBAHASAN
1. Pemeriksaan SPN yang rutin dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Dr.
Moewardi adalah SPN 3 posisi, yakni PA Caldwell, Waters Method, dan
Lateral Projection. Ketiga proyeksi ini sudah cukup akurat dalam
menentukan diagnosis pasien. PA maupun AP Projection cukup baik
dilgunakan untuk melihat sinus frontalis dan maksilaris. Namun, Waters
method ataupun Reverse waters sangat baik digunakan untuk
memproyeksikan sinus maksilaris dibanding dengan PA projection. Kedua
proyeksi ini dilengkapi dengan Face Bone Lateral ataupun Face Bone Lateral

Page | 27
X-table karena dengan proyeksi ini sinus Ethmoid dan Sphenoid yang
letaknya lebih posterior akan tervisualisasi lebih baik dibandingkan dengan
kedua proyeksi sebelumnya. Dikarenakan pada kasus ini pasien tidak
kooperatif, maka posisi pasien yang digunakan adalah Supine dengan
proyeksi AP, Reverse Waters, dan Face Bone Lateral X-table. Pada proyeksi
Reverse Waters, punggung pasien diberi pengganjal agar leher dan dagu
pasien bisa sedikit ekstensi sehingga sinus maksila akan terproyeksi dengan
baik dan hasil fotonya tidak jauh berbeda dengan Proyeksi Waters method.
Pemeriksaan SPN Waters methode di Instalasi Radiologi RSUD Dr.
Moewardi biasanya menggunakan metode open mouth jika pasien
kooperatif, namun jika pasien tidak kooperatif maka proyeksi yang
digunakan adalah proyeksi Waters method close mouth. Sama halnya dengan
pemeriksaan Reverse Waters dalam kasus ini, radiografer tidak
menginstruksikan pasien untuk membuka mulut. Hal ini dimaksudkan agar
pemeriksaan lebih praktis dan membuat nyaman pasien selama pemeriksaan.
2. Alasan dilakukan pemeriksaan Sinus Paranasal dengan posisi supine adalah
karena pada pasien dengan Sinusitis Maksilaris dextra ini juga disertai
dengan abses submandibular, sehingga pemeriksaan tidak bisa dilakukan
dengan posisi duduk atau berdiri karena untuk mencegah penyebaran infeksi
ke organ organ lain. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil wawancara
dengan responden dokter radiolog, pasien diposisikan supine dimaksudkan
untuk mencegah abses pecah secara spontan, sehingga dapat mengakibatkan
pendarahan aspirasi paru atau piemia. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah
parafaring. Sehingga terjadi abses parafaring. Pada penjalaran selanjutnya,
masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis. Bila terjadi penjalaran
ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus,
meningitis, dan abses otak.

Selain itu, kondisi pasien juga tidak memungkinkan untuk dilakukan


dengan posisi duduk. Akan tetapi, hasil foto pada pemeriksaan ini sudah mampu
memperlihatkan gambaran patologi yang mampu dibaca oleh dokter.

Page | 28
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN
1.Teknik pemeriksaan Sinus Paranasal di Instalasi Radiologi RSUD Dr.
Moewardi adalah PA atau AP, Face Bone lateral atau Face Bone Lateral
X-table, dan Waters method atau Reverse Waters. Oleh karena itu sering
disebut dengan pemeriksaan SPN 3 posisi.
2.Pada pemeriksaan Sinus Paranasal dengan kasus Abses Submandibula dan
Sinusitis Maksilaris Dextra di Instalasi Radiologi RSUD DR. Moewardi
menggunakan posisi pasien supine, karena untuk mencegah penyebaran
infeksi yang disebabkan oleh abses submandibular ke organ organ lain.
Selain itu, pasien tidak kooperatif dan kurang efektif jika posisi tegak
ataupun prone

Page | 29
B. SARAN
1. Komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga pasien, serta
pelaksanaan pemeriksaan secermat mungkin untuk menghindari
pengulangan foto.

LAMPIRAN

Page | 30
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager Kenneth L., 2014. Textbook of Radiographic Positioning and Related


Anatomy, Eight Edition, Mosby. USA.
Wibowo, Daniel S., 20009. Anatomi Tubuh Manusia, Graha Ilmu.
Eastman, George W., 2012. Belajar dari Awal Radiologi Klinis, EGC.
Ballinger, P. W, 2003. Merril’s Atlas of Radiographic Position and Radiologic
Prosedure, Volume 2 Tenth edition : CV. Mosby by Company.
Arief Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI.
Fachruddin D.” Abses leher dalam.” Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok.
Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI. 2007, h: 185-8.
Arsyad, Efiaty. 2001. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FKUI.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC.
http://gudangmedis.blogspot.co.id/2015/01/teknik-radiograf-face-bone.html?m=1

Page | 31
Page | 32

Anda mungkin juga menyukai