Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Magnetic Resonance Imaging ( MRI) merupakan modalitas yang penting

untuk penegakan diagnosa karena kelebihannya yang dapat menampakkan

kontras antar jaringan dengan sangat baik. Kontras jaringan didapatkan

berdasarkan perbedaan intensitas sinyal pada piksel-piksel yang berdekatan

dengan mempresentasikan jaringan pada citra MRI ( Brown dan Siemelka,

2010). Salah satu fungsi dan kelebihan MRI adalah dapat memvisualisasikan

kondisi pembuluh darah pada sistem intracranial termasuk sistem pembuluh

darah vena secara noninvasive. Pencitraan pembuluh darah vena dengan

modalitas MRI biasa disebut dengan Magnetic Resonance Venography

(MRV).

Sistem sinus vena intrakranial mempunyai ciri khas dengan variasi

anatomi berdasarkan variabilitas antar individu yang ditandai dengan pola

aliran darah. Struktur vena umumnya fleksibel, sedangkan dinding sinus

cenderung kaku. Dalam perbandingan dengan sistem arteri intrakranial,

sistem sinus vena kurang mendapat perhatian dalam penelitian berbasis

evaluasi pencitraan penyakit klinis serebrovaskular, mungkin karena

patologi yang mempengaruhi sistem sinus vena intrakranial jarang terjadi

dibanding dengan patologi yang mempengaruhi sistem arteri (Agnelli dan

Verso, 2008).

Pencitraan pembuluh darah pada MRI menggunakan metode tersendiri,

karena pembuluh darah yang terus bergerak sehingga membutuhkan teknik

khusus agar pembuluh darah dapat tervisualisasi dengan baik. Magnetic

1
2

Resonance Venography (MRV) dalam beberapa tahun terakhir sudah

banyak dilakukan untuk menunjang pemeriksaan karena sifatnya yang non-

invasif sebagai sarana mengevaluasi anatomi vena. MRV digunakan untuk

menghasilkan citra-citra jalur pembuluh darah vena dengan salah satu tujuan

untuk deteksi awal penyakit stroke, stenosis, dan aneurysm. MRV brain juga

biasa dilakukan pada vena intracranial, untuk mendeteksi kelainan seperti

trombosis sinus dural, angioma vena, untuk melihat nidus dan drainase vena

pada malformasi arterio venosa (arteriovenous malformation/AVM),

malformasi vena Galen dan fistula pada kavernosa karotis. MRV sendiri

merupakan teknik yang jarang dilakukan dan kurang diapresiasi pada

aplikasi klinis di rumah sakit. Jumlah pemeriksaan MRV relatif sangat kecil

dibanding MRA. Hal tersebut sungguh disayangkan, karena MRV dapat

menghasilkan citra yang sangat akurat dan mempunyai tingkat keberhasilan

yang lebih tinggi (Glocker dan Lee, 2010).

Secara umum yang telah banyak digunakan untuk menghasilkan citra

pembuluh darah baik MRA maupun MRV terdapat tiga metode yaitu

menggunakan metode time-of-flight (TOF), metode phase contrast (PC) dan

metode contrast-enhanced (CE) MR. Namun, metode contrast-enhanced

(CE) lebih jarang digunakan karena harus menggunakan media kontras yang

dapat menimbulkan resiko pada kondisi tertentu. Sehingga hanya dua

metode utama yang sering digunakan dalam MRV yaitu metode TOF dan

metode PC. Metode TOF tergantung pada mekanisme kontras T1,

sedangkan metode PC menekankan pada perbedaan kontras jaringan T2.

Ada dua variasi untuk kedua metode tadi, yaitu citra yang ditampilkan secara

dua dimensi / 2D dan tiga dimensi / 3D (Glockner dan Lee, 2010).


3

Phenomenon of flow void merupakan keunggulan MRI untuk

menggambarkan struktur pembuluh darah tanpa menggunakan media

kontras. Mekanisme teknik TOF untuk menghasilkan kontras citra antara

jaringan diam dengan darah mengalir adalah dengan manipulasi besarnya

megnetisasi. Besarnya megnetisasi dari spin-spin jaringan yang bergerak

lebih tinggi dibandingkan sinyal dari spin-spin jaringan stasioner. Hal itu

menyebabkan sinyal darah sangat besar dan sinyal jaringan stasioner

menghilang. Pada phase contrast (PC) yang merupakan dasar MRV,

menghasilkan kontras citra dengan memanfaatkan perubahan saat

pergeseran fase (phase shift) dari proton yang mengalir sepanjang gradien

magnet menuju daerah yang diinginkan (Field of View ). Salah satu

kelebihan PC adalah pada kecepatan pengambilan datanya. PC

menghasilkan gambaran dengan kontras yang lebih baik daripada TOF

karena Background Tissue yang lebih tersupresi dan sangan sensitif

terhadap aliran darah lambat seperti vena. Metode PC juga sensitif terhadap

kecepatan aliran darah yang mana nilai kecepatan tersebut dapat di imbangi

dengan pengaturan parameter velocity encoding pada komputer MRI.

Sekuen PC MRV menggunakan bipolar gradient untuk mengkompensasi

kecepatan proton. Pengaturan bipolar gradient menggunakan Velocity

Encoding tecnique (VENC). VENC adalah maximum velocity yang akan

dikodekan oleh flow sensitive sequence dalam imaging volume yang

digunakan untuk mengatur kekuatan dari bipolar gradient karena teknik PC

sensitif terhadap rentang velocity. VENC satuannya adalah dalam cm/s

(Westbrook, 2011).
4

Sebelum pemeriksaan dimulai, radiografer harus menginput dahulu nilai

VENC sesuai dengan organ yang diperiksa. VENC merupakan faktor penting

yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan MRV, karena pemilihan VENC

akan menentukan keberhasilan pemeriksaan MRV phase contrast.

Kesalahan dalam menetukan VENC akan berdampak pada ketidaksesuaian

sinyal dan kontras citra yang terbentuk dan dapat berujung pada

misinterpretasi anatomi citra. Kontras gambaran atau pada MRI dikenal

dengan istilah Contrast to Noise Ratio (CNR) yaitu perbedaan intensitas

sinyal / Signal to Noise Ratio (SNR) antara dua jaringan yang berdekatan.

CNR merupakan faktor yang paling mempengaruhi kualitas gambar karena

langsung melihat perbedaan dari daerah sinyal tinggi dan daerah sinyal

rendah. Apabila nilai CNR semakin tinggi maka kualitas citra semakin baik.

CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan antara daerah patologis dan

daerah normal (Westbrook,2011). SNR dan CNR pada PC MRV sangat

dipengaruhi oleh VENC (Velocity Encoding).

Menurut Westbrook (2019), pada umumnya yang dijadikan patokan

untuk menentukan VENC adalah kecepatan pembuluh darah vena

intrakranial yaitu sekitar 15-20 cm/s. Sedangakan menurut Westbrook

(2011), nilai VENC untuk sekuen PC MRV brain 20 - 30 cm/detik. Hal ini

dikuatkan dengan, bahwa menurut Woodward (2001), VENC memang

sebaiknya diatur sedikit lebih tinggi dari kecepatan aliran darah yang

diantisipasi untuk menghindari gangguan terbentuknya sinyal pada citra

MRV. Penelitian sebelumnya oleh Fera (2004), menyarankan nilai VENC 15

cm/dt untuk menvisualkan gangguan aliran di Sinus Transversal pada

penderita idiopathic intracranial hypertension (IIH) dan Multiple Sclerosis.


5

Selain itu pada penelitian lain oleh Sugiyanto (2017), merekomendasikan

nilai VENC 25 cm/s sebagai nilai VENC yang paling baik menampakkan

vena intrakranial secara keseluruhan dan per-bagian anatomi vena

intrakranial pada MRI 3T.

Pada praktiknya, setiap unit radiologi memiliki pilihan tersendiri untuk

metode yang akan digunakan pada pemeriksaan MRV, misalnya

berdasarkan pengalaman penulis ketika melakukan praktik kerja lapangan di

salah satu rumah sakit di Jakarta menggunakan nilai VENC 20 cm/s untuk

memvisualkan anatomi dan gangguan aliran di pembuluh darah vena kepala

pada pasien checkup MRI brain, sedangkan menurut pengamatan penulis

selama melakukan obeservasi di SMC RS Telogorejo menggunakan nilai

VENC yang tetap sesuai pengaturan oleh vendor alat, pada setiap pasien

dengan berbagai indikasi klinis VENC yang digunakan yaitu 10 cm/s. Nilai

VENC 10 cm/s yang digunakan di SMC RS Telogerejo berada dibawah

rentang VENC yang disarankan oleh Westbrook (2011) dan oleh studi

pendahuluan. Hal tersebut tentu menjadi perhatian penulis, karena menurut

Westbrook (2011) apabila nilai VENC yang diaplikasikan berada dibawah

rentang kecepatan vena intrakranial akan menyebabkan Velocity Aliasing

yang menghasilkan artefak signal void yang menimbulkan terjadinya

penurunan intensitas sinyal dan berakibat pada terganggunya pembentukan

citra pembuluh darah yang seharusnya optimal. Berdasarkan latar belakang

tersebut dan teori yang menjelaskan bahwa nilai VENC sangat menetukan

untuk menendapatkan kualitas citra serta penilaian terhadap anatomi citra

pembuluh darah yang optimal, sehingga penulis tertarik untuk melakukan

penelitian untuk mengetahui akibat dari variasi nilai VENC terhadap kualitas
6

citra dan informasi anatomi citra MRV menggunakan modalitas MRI 1,5

Tesla dan mengangkatnya menjadi tugas akhir dengan judul “ANALISIS

KUALITAS CITRA DAN INFORMASI ANATOMI CITRA MAGNETIC

RESONANCE VENOGRAPHY (MRV) BRAIN 3D PHASE CONTRAST

PADA VARIASI NILAI VELOCITY ENCODING (VENC)”

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan kualitas citra dan informasi anatomi citra

magnetic resonance venography (MRV) brain 3D phase contrast pada

variasi nilai velocity encoding (VENC) ?

2. Berapa nilai velocity encoding (VENC) yang dapat menghasilkan kualitas

citra dan informasi anatomi citra yang paling baik pada pemeriksaan

MRV brain 3D phase contrast ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan penelitian

adalah :

1. Untuk mengetahui perbedaan kualitas citra dan informasi anatFYomi citra

magnetic resonance venography (MRV) brain phase contrast pada variasi

nilai velocity encoding (VENC).

2. Untuk mengetahui nilai velocity encoding (VENC) yang dapat

menghasilkan kualitas citra dan informasi anatomi citra terbaik pada

pemeriksaan MRV brain 3D phase contrast


7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat bagi Penulis

a) Sebagai sarana memenuhi syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Diploma IV Teknik Radiologi.

b) Sebagai sarana menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

mengenai MRV brain 3D phase contrast untuk dapat menghasilkan

citra pembuluh darah vena di otak dengan kualitas yang baik.

2. Manfaat bagi pembaca

Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca

khususnya di bidang MRV brain 3D phase contrast pada variasi nilai

VENC.

3. Manfaat bagi tempat penelitian

Dapat memberikan referensi tambahan bagi praktisi dilapangan dalam

meningkatkan pelayanan radiologi, agar dapat menghasilkan citra MRV

brain 3D phase contrast yang optimal dan bermanfaat bagi pelayanan

dan diimplementasikan pada instalasi radiologi.

4. Manfaat bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmu dan

dokumentasi ilmiah nagi institusi pendidikan untuk pengembangan kajian

ilmu pengetahuan pencitraan diagnostik khususnya dalam bidang

Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada pemeriksaan MRV brain 3D

phase contrast untuk menghasilkan kualitas citra pembuluh vena di otak

dengan baik.
8

E. Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis pernah dilakuakn oleh peneliti lain, antara lain sebagai

berikut :

1. Fera et al (2004) “Comparison of Different MR Venography

Techniques for Detecting Transverse Sinus Stenosis in Idiopathic

Intracranial Hypertension (IIH)”.

Penelitian oleh Fera (2004) ini bertujuan untuk mengidentifikasi teknik

MRV noninvasif yang terbaik untuk menggambarkan sinus transversum

pada pasien IIH. Penelitian ini membandingkan pemeriksaan MRV teknik

3D PC pada variasi VENC 15 cm/s dan 40 cm/s dengan pemeriksaan

MRV teknik 2D TOF. Hasil penelitian oleh Fera (2004) yaitu teknik yang

paling baik untuk menggambarkan stenosis pada sinus transversum

adalah teknik 3D PC MRV dengan nilai VENC 15 cm/s.

Persamaan dari penelitian ini dengan yang penulis buat adalah

keduanya menggunakan modalitas MRI berkekuatan 1,5 T untuk

pemeriksaan MRV tanpa media kontras gadolinium. Penelitian oleh Fera

ini juga melakukan variasi nilai VENC (15 cm/s dan 40 cm/s) pada

pemeriksaan MRV 3D PC dan didapatkan VENC terbaik untuk

mendeteksi stenosis pada sinus transversus adalah 15 cm/s.

Perbedaan penelitian oleh Fera (2004) dengan penelitian yang penulis

buat adalah pada penelitian Fera juga membandingkan teknik 3D PC

MRV dengan teknik 2D TOF MRV dan melihat teknik mana yang paling

baik untuk menampakkan stenosis pada sinus transversus (teknik yang

paling baik yaitu teknik 3D PC MRV), sedangkan penulis hanya


9

membandingkan variasi nilai VENC (10 cm/s, 20 cm/s, dan 30 cm/s)

pada metode 3D PC MRV.

2. Sugiyanto (2017) “Analysis of Velocity Encoding (VENC) Variations

to Anatomical Informations of Brain Magnetic Resonance

Venography (MRV) on 3 Tesla MRI Devices”

Penelitian oleh Sugiyanto (2017) ini bertujuan untuk mencari tahu

pengaruh signifikan VENC terhadap informasi anatomi citra MRV brain

dan untuk mencari nilai VENC yang paling baik dalam menampilkan

anatomi vena intrakranial. Hasil penelitian oleh Sugiyanto (2017) adalah

bahwa ada pengaruh yang signifikan antara VENC terhadap informasi

anatomi citra MRV brain dan nilai VENC 25 cm/s dinilai paling baik untuk

menampakkan anatomi vena intrakranial.

Persamaan dari penelitian ini dengan yang penulis buat adalah

keduanya menggunakan modalitas MRI untuk pemeriksaan MRV dan

tidak menggunakan media kontras gadolinium serta melakukan variasi

nilai velocity encoding.

Perbedaan penelitian ini dengan yang penulis buat adalah penelitian

Sugiyanto (2017) ini hanya menganalisis informasi anatomi citra MRV

brain dengan variasi VENC sementara penulis menganalisis kualitas citra

dan informasi anatomi citra yanga dihasilkan MRV brain pada variasi

VENC. Uji statistik yang digunakan pada penelitian Sugiyanto (2017)

juga berbeda dengan uji statistik yang digunakan penulis. Sugiyanto

(2017) menggunakan uji statistik regresi linier sedangkan penulis

menggunakan uji statistik friedmen dan One Way Anova. Selain itu,

perbedaan yang mencolok adalah pada penelitian Sugiyanto (2017)


10

menggunakan modalitas MRI 3 Tesla sementara penulis menggunakan

MRI 1,5 Tesla.

3. Ayanzen (2000) “Cerebral MR Venography : Normal Anatomy and

Potential Diagnostic Pitfalls”

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan MRV dalam

menghasilkan citra anatomi normal vena intrakranial, untuk menilai

potensi misinterpretasi dalam diagnosis trombosis sinus vena dural, dan

untuk membandingkannya dengan hasil temuan pada angiografi

konvensional. Hasil penelitian ini adalah adanya gangguan gambaran

pada aliran sinus transversal dapat diamati pada 31% sampel dengan

pencitraan MR pada pasien normal, gambaran artefak ini dapat

disalahartikan sebagai trombosis sinus dural.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah

keduanya meneliti informasi anatomi citra MRV pada pembuluh darah

vena intrakranial manusia normal. Maka dari itu anatomi citra vena

intraktranial yang dinilai dalam penelitian oleh penulis ini juga

berlandaskan jurnal penelitian oleh Ayanzen tersebut.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian oleh Ayanzen (2000) adalah

dalam penelitian Ayanzen (2000) membandingkan seberapa besar

temuan misinterpretasi citra yang dapat menimbulkan kesalahan

diagnosa pada citra MRV teknik TOF dengan citra angiografi

konvensional sedangkan pada penelitian oleh penulis ini penulis menilai

kualitas citra (SNR dan CNR) serta menilai informasi anatomi citra MRV

teknik 3D PC pada variasi nilai VENC.

Anda mungkin juga menyukai