Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH VARIASI FAKTOR EKSPOSI mAs TERHADAP

NILAI NOISE PADA PEMERIKSAAN RADIOGRAFI


PHANTOM PELVIC PROYEKSI LATERAL DENGAN
MENGGUNAKAN CR (COMPUTED RADIOGRAPHY)

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :
Mhd Rayhan Okyoza
NIM. 21002030

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK RADIOLOGI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AWAL BROS
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Balakang

Di era globalisasi saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Semuanya berkembang

dengan cepat dalam waktu singkat. Industri kesehatan terus berinovasi untuk

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tuntutan masyarakat dan

kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas menjadi salah satu

penyebab pesatnya perkembangan teknologi dalam pelayanan kesehatan.

Salah satu bidang yang sangat dibutuhkan dalam bidang kesehatan adalah

bidang radiologi (Shinta Gunawati et al, 2021).

Sebagai bidang yang befungsi untuk menegakkan diagnosa dan

pengobatan, keberadaan radiologi di masyarakat sangat diperlukan. Hal ini

mendorong perusahaan peralatan medis untuk mengubah sistem radiologi

mereka yang semula menggunakan sistem analog menjadi sistem digital.

Computed Radiography merupakan perkembangan alat radiologi dari sistem

analog menjadi sistem digital pertama untuk pengolahan citra rontgen. Pada

sistem CR gambar dapat dioptimalkan baik ukuran, kontras, maupun densitas.

Sehingga pengulangan yang disebabkan oleh ketidaktepatan pemilihan faktor

eksposi dapat di minimalisir (Ningtias et al, 2016).

Milliampere Seconds (mAs) merupakan satuan yang digunakan untuk

mengukur arus tabung. Arus tabung merupakan jumlah electron yang

mengalir persatuan waktu antara katoda dan anoda di dalam tabung Sinar-X.

mAs yang diatur oleh radiografer menentukan jumlah aliran electron di dalam

1
tabung dan juga kuantitas sinar-X yang dihasilkan. Kenaikan mA dengan

waktu yang tidak tetap akan diikuti dengan banyaknya jumlah electron yang

dihasilkan dan mempengaruhi banyaknya foton sinar-X yang dihasilkan atau

dengan kata lain mA berhubungan dengan kuantitas sinar-X yang dihasilkan.

arus tabung dan waktu paparan biasanya dikombinasikan dan digunakan

sebagai salah satu faktor eksposi yang dinyatakan sebagai mAs, mAs

mengontrol kuantitas radiasi, densitas optic dan dosis pasien (Fauber, 2017).

Noise adalah fluktuasi nilai-nilai pixel secara acak (random) pada

sebuah citra. Noise pada radiograf juga berkaitan dengan sistem pencitraan.

Sejumlah faktor berkontribusi terhadap noise pada radiograf, termasuk

beberapa yang dibawah kendali pengguna. Noise yang lebih rendah akan

menghasilkan gambaran radiografi yang lebih baik karena dapat

meningkatkan resolusi kontras. Noise pada gambaran radiografi disebabkan

variasi sinyal bukan dipengaruhi oleh struktur anatomi. sumber dari noise

pada storage phosphor image. kenaikan eksposi energi sinar-X memberikan

kontribusi terhadap penurunan noise. selama pemberian eksposi noise dapat

dikurangi dengan peningkatan energy sinar-X yang diserap oleh storage

phosphor screen yang terdiri dari bahan Europium-doped Barium

Fluorohalide (BaFX;Eu2+). Sistem pencitraan medis kebanyakan memiliki

sejumlah besar variabel yang harus dipilih oleh operator. variabel kebanyakan

kuantitas fisik disesuaikan terkait dengan proses pencitraan, seperti

KiloVoltage atau miliAmperesecond dalam radiografi. hubungan antara noise

dan faktor eksposi yang dibutuhkan adalah untuk mengurangi noise gambar

dapat dilakukan dengan peningkatan paparan terhadap pasien, yaitu dengan

2
meningkatkan mili Amper second. pengaruh noise pada gambaran yaitu objek

dengan volume yang besar dapat meningkatkan jumlah radiasi hambur yang

mengenai film dan mengganggu nilai citra radiograf karena pengaruh

rendahnya noise (Anam C, 2019).

Hubungan mAs dengan noise adalah apabila faktor eksposi ditingkatkan

maka menghasilkan lebih banyak sinyal yang mencapai detektor yang

membuat noise berkurang pada citra radiograf. Semakin tinggi mAs yang

digunakan pada pemeriksaan pelvis maka semakin sedikit noise yang

dihasilkan pada radiograf. Noise memberikan kontribusi pada nilai Eksposure

Indeks (EI), yaitu semakin sedikit noise maka nilai EI akan semakin tinggi.

Nilai Eksposure Indeks yang tidak menimbulkan noise pada radiograf pelvis

biasanya diantara 1200 - 1600.Untuk menghasilkan hasil radiograf yang

optimal dapat dilakukan dengan meningkatkan paparan radiasi terhadap

pasien, yaitu dengan meningkatkan faktor eksposi mAs. Dan Untuk menekan

noise pada radiograf dengan menggunakan CR bisa dilakukan dengan

pemberian nilai Eksposure Indeks diatas 1200 (Bequet Rusyaldi & Fatimah,

2020).

Citra radiografi dinyatakan berkualitas apabila mampu memberikan

informasi yang jelas mengenai keadaan suatu objek yang diperiksa. Untuk

mengetahui kualitas citra radiografi digital ditentukan oleh beberapa faktor,

salah satunya yaitu nilai Noise (Christian & Bayu, 2014). Noise merupakan

gangguan yang mengaburkan atau mengurangi kejelasan pada hasil citra

radiografi. Pada citra radiografi, tampilan gambar yang dianggap sebagai

noise adalah gambaran yang kasar atau berbintik-bintik. Standar deviasi dapat

3
menggambarkan nilai noise dengan nilai - nilai dalam gambaran matriks

(pixel-pixel) (Bontrager & Lampignano, 2014).

Salah satu faktor yang menentukan kualitas citra radiografi yaitu faktor

eksposi. Faktor eksposi mampu mempengaruhi dan menentukan kualitas dan

kuantitas dari penyinaran radiasi sinar-X yang diperlukan dalam pembuatan

gambar radiografi (Lestari & Biotech, 2019). Faktor eksposi terdiri dari

tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (s) (Rasad,

2005). Pengaturan faktor eksposi yang tepat dapat menghasilkan kontras

radiografi yang optimal yaitu mampu menunjukkan perbedaan derajat

kehitaman yang jelas antar organ yang mempunyai kerapatan berbeda

(Dhahryan et al, 2009). Pemberian faktor eksposi yang tepat dapat

mengurangi dosis radiasi yang diserap dengan memperhatikan hasil visual

kualitas citra radiograf.

Dengan dilakukannya penetapan nilai faktor eksposi yang optimal,

tentunya tidak ada terjadi pengulangan gambar, jika terjadi pengulangan

gambar, dosis radiasi yang diterima oleh pasien akan menjadi 2 kali lipat, dan

kualitas citra yang dihasilkan kurang baik dikarenakan ketidaktepatan dalam

pemilihan faktor eksposi. Pada aplikasinya di dunia medis radiografi sinar-X

harus memperhatikan dosis radiasi sinar-X yang diberikan kepada pasien.

Semakin rendah dosis radiasi sinar-X yang diberikan kepada pasien akan

semakin baik. Namun kondisi ini akan menyebabkan citra hasil radiografi

memiliki tingkat derau yang tinggi. Tingkat derau dan dosis radiasi

memberikan efek yang harus di pertimbangkan dengan bijak (Christian &

Bayu, 2014). Terlebih lagi pada pemeriksaan pelvic proyeksi lateral

4
berdasarkan observasi yang penulis lakukan, dimana banyaknya perbedaan

radiografer dalam penetapan faktor eksposi, hal ini dikarenakan adanya

ketebalan objek yang lebih tebal dari pada proyeksi AP.

Penggunaan faktor eksposi pada pemeriksaan radiografi pelvic dapat

ditentukan dari beberapa hasil percobaan dan penelitian. Menurut Cahya dkk

(2022), bahwa nilai faktor eksposi standar pada pemeriksaan pelvic adalah kV

75 dan mAs 32, namun dengan penurunan 15% mAs masih mampu dalam

menghasilkan citra yang baik untuk penilaian diagnostic (Cahya dkk, 2022).

Faktor eksposi dapat dipilih dengan menyesuaikan tiap-tiap ukuran

bagian tubuh dan kondisi patologis tertentu sehingga memperoleh kualitas

citra sebaik mungkin (Long et al., 2019). Pada pasien yang memiliki pelvis

tebal (lebih dari 20 cm) dianjurkan untuk menambah kondisi faktor eksposi

dengan tujuan agar menghasilkan citra yang optimal sehingga dapat

digunakan radiolog dalam melakukan diagnosa (Zheng, 2017; Metaxas et al.,

2019).

Sehubung dengan penjelasan di atas, perlu dilakukan kajian tentang

bagaimana mendapatkan hasil faktor eksposi yang optimal pada pemeriksaan

radiografi pelvic proyeksi lateral, dengan mengacu pada nilai kualitas citra

yang baik dengan nilai noise yang rendah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan

menganalisa lebih lanjut mengenai pengaruh faktor eksposi mAs terhadap

nilai noise dan kemudian mengangkatnya dalam Karya Tulis Ilmiah dengan

judul “PENGARUH VARIASI FAKTOR EKSPOSI mAs TERHADAP

5
NILAI NOISE PADA PEMERIKSAAN RADIOGRAFI PHANTOM PELVIC

PROYEKSI LATERAL DENGAN MENGGUNAKAN CR”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka

rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1.2.1 Bagaimana pengaruh penggunan variasi mAs terhadap Noise pada

gambaran radiograf Pelvis dengan menggunakan computed

Radiograrphy (CR)?

1.2.2 Berapakah penggunaan variasi mAs yang optimal untuk pemeriksaan

Pelvis dengan menggunakan (CR)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan mAs terhadap

noise pada gambaran.

1.3.2 Untuk mengetahui berapakah penggunaan mAs yang optimal untuk

pemeriksaan Pelvis dengan menggunakan (CR)..

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam Setiap penulisan karya tulis tentunya ada manfaat yang bisa

diambil, baik bagi penulis maupun para pembaca. Diantaranya sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan acuan dosen dan mahasiswa Program Studi

Teknik Radiologi dalam menentukan faktor eksposi yang optimum untuk

menghasilkan citra radiografi dengan nilai noise yang rendah dan kualitas

citra yang baik.

6
2. Manfaat Praktis

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat digunakan dengan baik

dan dimanfaatkan oleh Radiografer dan mahasiswa dalam menentukan

kenaikan faktor eksposi yang tepat, sehingga dapat menghasilkan citra

radiografi yang berkualitas baik.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Sinar-X

2.1.1.1 Pengertian Sinar-X

Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik

yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar

ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat

pendek. Sinar-X bersifat heterogen, yakni memiliki panjang

gelombang yang bervariasi. Sinar-X merupakan gelombang

elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang antara 10-

9 sampai 10-8 m yang lebih pendek dibanding cahaya tampak,

sehingga energi yang dihasilkan jauh lebih besar (Suryanigsih,

2014).

2.1.1.2 Terbentuknya sinar-X

Pembuatan Sinar-X diperlukan sebuah tabung gelas

hampa udara/ lintasan elektron, sumber elektron/ filamen,

target, dan beda potensial. Sinar terjadi apabila ada interaksi

antara elektron dari filamen (katoda) dengan atom bahan

target. Dapat terjadi apabila filament atau katoda diberi daya

listrik agar mencapai panas lebih dari 200.000 C. Karena

panas, elektron - elektron dari katoda (filamen) terlepas.

Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi,

elektron - elektron dipercepat menuju anoda dan dipusatkan ke


focusing cup. Filamen dibuat relatif negatif terhadap

(target) dengan memilih potensial tinggi, sehingga awan-

awan elektron bertumbukan pada (target), terbentuk panas

(>99 %) dan sinar-X (<1%) (Rasad, 2005).

Anoda dan elektroda positif biasa disebut sebagai target,

jadi anoda disini berfungsi sebagai tempat tumbukan elektron.

Focussing cup ini terdapat pada katoda yang berfungsi sebagai

alat untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target

agar elektron tidak terpancar kemana-mana. Rotor atau stator

terdapat pada bagian anoda yang berfungsi sebagai alat untuk

memutar anoda. Glass metal envelope (vacum tube) adalah

tabung yang gunanya membungkus komponen-komponen

penghasil sinar-X agar menjadi vacum atau menjadikan ruang

hampa udara. Oil adalah komponen yang cukup penting karena

saat elektron-elektron menabrak target pada anoda, energi

kinetik yang berubah menjadi sinar-X hanyalah 1% selebihnya

berubah menjadi panas mencapai 200.000 C, jadi peran oil ini

sebagai pendingin tabung sinar-X. Window atau jendela adalah

tempat keluarnya sinar-X, window ini terletak dibagian bawah

tabung. Tabung bagian bawah dibuat lebih tipis dari tabung

bagian atas, dikarenakan agar sinar-X dapat keluar melalui

window tersebut tanpa mempengaruhi komponen-komponen

lain (Rasad, 2005).

9
Gambar 2.1 Skema Proses Terjadinya sinar-X (Indrati et al, 2017)

Keterangan Gambar :

A. Stator F. Filamen katoda


B. Target tungsten G. Berkas elektron
C. Anoda putar H. Berkas sinar-X
D. G,3 V AC I. Rotor
E. 0 V DC J. 100.000 V

2.1.1.3 Sifat-Sifat Sinar-X

Menurut Rasad (2015), sinar-X memiliki beberapa sifat

diantaranya :

1. Daya Tembus

Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus yang

sangat besar yang digunakan dalam radiografi. Semakin

tinggi tegangan tabung (besarnya kV) yang digunakan,

maka makin besar daya tembusnya.

2. Radiasi Hambur

Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat,

maka berkas tersebut akan bertebaran ke segala jurusan,

yang akan menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur)

10
pada bahan atau zat yang akan dilaluinya. Hal ini akan

mengakibatkan pada gambaran radiograf serta film akan

terjadi pengaburan kelabu secara menyeluruh. Maka dari

itu untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini, antara

subjek dan film rontgen diletakkan grid.

3. Penyerapan

Sinar-X dalam radiografi akan diserap oleh bahan atau

suatu zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan

atau zat tersebut.

4. Efek Fotografik

Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak

bromida) setelah diproses secara proses kimiawi

(dibangkitkan) didalam kamar gelap.

5. Efek Fluorosensi

Sinar-X akan menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti

kalsium- tungstat atau zink-sulfid memedarkan cahaya

(luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar-X.

Luminisensi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Fluorosensi

Pemendaran cahaya berlangsung sewaktu ada radiasi

sinar-X saja.

b. Fosforisensi

Pemendararan cahaya akan berlangsung beberapa saat

walaupun radiasi sinar-X sudah dimatikan (after-glow).

11
6. Ionisasi

Suatu materi terdiri dari atom dan molekul. Pada saat

radiasi melewati materi maka sebagian atau seluruh energi

radiasinya akan berpindah karena terjadinya hamburan dan

penyerapan. Dengan demikian energi radiasinya akan

berkurang. Proses berkurangnya energi radiasi ini karena

adanya interaksi antara radiasi dengan materi. Akibat

proses interaksi antara radiasi dan materi menyebabkan

terjadinya peristiwa yang disebut ionisasi (BATAN, 2001).

7. Efek Biologi

Sinar-X dapat menimbulkan kelainan somatik yang

merupakan akibat langsung dari radiasi sinar-X terhadap

tubuh, misalnya tumor. Sinar-X juga dapat menyebabkan

kelainan genetis, yang merupakan akibat tidak langsung,

misalnya mutasi genetik. Efek biologis ini digunakan

dalam radioterapi (Suryaningsih, 2014).

2.1.3 Computed Radiography (CR)

2.1.3.1 Pengertian Computed Radiography (CR)

Computed Radiography adalah modalitas akuisisi digital

yang menggunakan storage phosphor plates untuk

menghasilkan suatu gambaran. Dalam penggunaan computed

radiography membutuhkan komponen - komponen pendukung

seperti kaset CR dan phosphor plates, CR Reader dan

technologist quality control workstation, dan sarana untuk

12
melihat gambar, baik printer atau viewing station (Carter,

2010).

2.1.3.2 Komponen Computed Radiography (CR)

Computed Radiography (CR) adalah bentuk digital dari

radiografi dan merupakan modalitas DR yang paling banyak

digunakan. CR memiliki beberapa komponen yaitu, Image

Plate (IP), Cassette, Image Reader, Image Console, dan Image

Recorder (Bushong, 2017).

1. Imaging Plate (IP)

Sistem Computed Radiography menggunakan tabung

sinar-X dan meja pemeriksaan yang sama namun imaging

plate kaset menggantikan peran kaset film - screen pada

bucky tray. Imaging Plate ini merekam citra latent dengan

cara yang mirip dengan citra latent yang dibentuk pada

film ketika dikenai sinar-X yang menembus tubuh pasien.

Imaging plate merekam citra laten yang tersusun dari

photostimulable phosphors.

Pada Computed Radiography (CR), bayangan laten

tersimpan dalam imaging plate (IP) yang terbuat dari unsur

phospor tepatnya adalah barium fluorohide phospor. Image

plate (IP) dilengkapi dengan barcode yang berfungsi untuk

dapat dikenali saat dilakukan pembacaan pada CR reader

(Utami et al, 2018).

13
Imaging Plate (IP) terdiri atas beberapa lapisan tipis

yaitu, protective layer, phosphor atau active layer,

reflective layer, base, dan backing layer (Fauber, 2017).

2. Kaset

Kaset sinar-X adalah sebuah kotak pipih yang kedap

cahaya. Kaset berfungsi sebagai tempat meletakkan film

saat film itu hendak di eksekusi oleh sinar-X. Dengan

kaset, film yang berada di dalamnya tidak akan terbakar

akibat cahaya tampak sebab kaset di rancang kedap cahaya

maksudnya tidak ada sedikitpun cahaya yang bisa masuk

kedalam kaset. Didalam kaset biasanya terdapat

intensifying screen. Seperti pada kaset radiografi

konvensional, kaset CR juga memiliki ciri ringan, kuat dan

dapat digunakan berulang-ulang. Kaset CR berfungsi

sebagai pelindung IP dan tempat menyimpan IP serta

sebagai alat dalam memudahkan proses transfer IP menuju

alat CR reader. Secara umum kaset CR terbungkus dengan

plastik hanya pada bagian belakang terbuat dari lembaran

tipis aluminium yang berfungsi untuk menyerap sinar-X

(Utami et al, 2018).

3. Image Reader

Image reader merupakan alat yang mengolah

gambaran laten pada imaging plate menjadi data digital.

Setelah dilakukan eksposi, cassette dimasukan ke dalam

14
reader yang akan mengeluarkan imaging plate dan

menstimulasi dengan helium - neon laser (He – Ne).

Peristiwa ini akan menimbulkan photostimulated

luminescence yaitu, dimana imaging plate akan

memancarkan cahaya yang akan terdeteksi oleh image

detector atau Photo Multiplier Tube ( PMT) yang berupa

sinyal listrik. Sinyal ini a kan diubah menjadi data digital

oleh Analog Digital Converter (ADC). Data digital tersebut

akan ditampilkan di monitor atau yang biasa disebut

dengan image console (Bushberg et al, 2012).

4. Image Consule

Monitor atau yang biasa disebut dengan image

console berfungsi sebagai media pengolah data yang

berupa sistem komputer khusus untuk medical imaging.

Pada image console terdapat menu yang dapat mengatur

densitas, ketajaman, kontras, dan detail dari gambaran

radiograf yang diperoleh (Bushong, 2017).

5. Image Recorder

Image recorder juga dikenal dengan istilah laser

printer yang merupakan suatu media pencetak hasil

gambaran yang sudah diproses. Laser printer membuat

gambaran digital menjadi hard copy (Bushberg et al,

2012).

15
2.1.4 Faktor Eksposi

Faktor eksposi merupakan faktor yang mempengaruhi dan

menentukan kualitas serta kuantitas dari penyinaran radiasi sinar-X

yang diperlukan dalam pembuatan gambar radiografi. Faktor eksposi

terdiri dari tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu

penyinaran (s) (Lestari & Biotech, 2019).

a. Kilo Voltage (kV)

Tegangan tabung (kV) merujuk pada jumlah Volt yang

dibutuhkan untuk mengakselerasi elektron yang diproduksi secara

emisi termal di dalam tube sinar-X (dari katoda menuju anoda).

Peningkatan tegangan tabung sinar-X akan menghasilkan berkas

radiasi dengan panjang gelombang efektif yang lebih pendek.

Semakin tinggi nilai tegangan tabung maka electron akan memiliki

energy yang semakin besar yang mengakibatkan daya tembus

berkas radiasi yang dihasilkan akan semakin kuat. Nilai tegangan

tabung (kV) menentukan energi sinar-X serta seberapa besar dosis

yang akan diterima pasien (Paul, 2012).

b. Mili Ampere Second (mAs)

Miliampere Second (mAs) merupakan perkalian arus tabung

(mA) dengan waktu penyinaran (s) dimana besaran arus

menentukan kuantitas radiasi. Nilai arus tabung berpengaruh dalam

mengontrol tingkat kepanasan dari filamen yang berpengaruh

terhadap kuantitas elektron dan proton yang memproduksi sinar-X

(Paul, 2012). Pemilihan arus tabung dan waktu penyinaran harus

16
disesuaikan agar menghasilkan jumlah radiasi yang optimal bagi

pasien. Pemilihan waktu penyinaran yang kecil sangat dianjurkan

untuk mengurangi kemungkinan pergerakan pada pasien. Tetapi,

nilai mA juga harus disesuaikan karena penggunaan mA yang

terlalu besar dapat menyebabkan pesawat sinar-X tidak awet jika

nilai mA tersebut mendekati nilai maksimal dari kapasitas pesawat.

Penggunaan mAs berhubungan dengan ketebalan objek, speed

screen, jarak, dan grid (Fauber, 2017).

Penggunaan faktor eksposi pada pemeriksaan radiografi

pelvic dapat ditentukan dari beberapa hasil percobaan dan

penelitian. Menurut Cahya dkk 2022, bahwa nilai faktor eksposi

standar pada pemeriksaan pelvic adalah kV 75 dan mAs 32, namun

dengan penurunan 15% mAs masih mampu dalam menghasilkan

citra yang baik untuk penilaian diagnostic (Cahya dkk, 2022).

Faktor eksposi dapat dipilih dengan menyesuaikan tiap-tiap

ukuran bagian tubuh dan kondisi patologis tertentu sehingga

memperoleh kualitas citra sebaik mungkin (Long et al., 2019). Pada

pasien yang memiliki pelvis tebal (lebih dari 20 cm) dianjurkan

untuk menambah kondisi faktor eksposi dengan tujuan agar

menghasilkan citra yang optimal sehingga dapat digunakan radiolog

dalam melakukan diagnosa (Zheng, 2017; Metaxas et al., 2019)

2.1.5 Kualitas Citra

Menurut Bushong (2016), kualitas radiografi yang baik adalah

gambar yang mampu memberikan informasi yang jelas mengenai objek

17
atau organ. Salah satu parameter kualitas citra digital pada Computed

Radiography (CR) adalah Signal to Noise Ratio (SNR) dan Contrast to

Noise Ratio (CNR).

a. SNR (Signal to Noise Ratio)

Parameter ini menggambarkan tingkat perbedaan antara sinyal

yang diukur dengan noise yang juga masuk dalam hasil pengukuran.

Semakin besar nilai SNR, maka sinyal dan noise semakin mudah

dibedakan. Nilai SNR dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 2.

𝐼𝑠
𝑆𝑁𝑅 = (2)
𝜎

Keterangan :
SNR = Signal to Noise Ratio
Is = Nilai mean subjek
σ = Nilai standard deviasi

SNR adalah metode untuk menggambarkan kekuatan paparan

radiasi yang dibandingkan dengan jumlah noise yang terlihat dalam

citra digital. Kekuatan atau jumlah paparan radiasi yang ditangkap

oleh Image Receptor (IR) untuk membuat citra disebut dengan

sinyal. Meningkatkan SNR akan meningkatkan kualitas citra

digital. Meningkatkan SNR berarti kekuatan sinyal lebih tinggi

dibandingkan dengan jumlah noise. Menurunnya SNR berarti ada

peningkatan noise dibandingkan dengan kekuatan sinyal. Noise

dapat terjadi ketika paparan sinar-X yang ditangkap oleh IR terlalu

sedikit. Selain itu, noise pada perangkat elektronik yang

menangkap dan memproses sinyal serta menampilkan citra digital

18
juga dapat mempengaruhi hasil citra. SNR dalam citra digital dapat

dihubungkan dengan densitas. Densitas merupakan tingkat

kehitaman atau kepadatan dari citra yang dihasilkan. Semakin

tinggi densitasnya maka nilai rata-rata sinyal akan semakin kecil

sehingga menyebabkan semakin kecil juga nilai SNR nya (Fauber,

2014).

b. CNR (Contrast to Noise Ratio)

Kontras merupakan ukuran seberapa jauh sinyal dapat

dibedakan dengan latar. Semakin besar nilai kontras maka sinyal

akan semakin mudah dibedakan dengan latar. Berbeda dengan SNR

nilai ratio kontas terhadap derau merupakan nilai perbandingan

antara jarak sinyal dari latar di sekitar sinyal dengan derau yang

berada di daerah latar. Nilai CNR dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.
(3)
𝐼𝑠 − 𝐼𝑏
𝐶𝑁𝑅 =
𝜎

Keterangan :
CNR = Contrast to Noise Ratio
Is = Nilai mean subjek
Ib = Nilai mean backround
σ = Nilai standard deviasi

2.1.6 Anatomi Pelvic

Pelvis merupakan organ yang berfungsi sebagai dasar dan rongga

abdomen dan sebagai penghubung antara kolumna vertebra dengan

ekstremitas bawah. Pelvis terdiri dan empat tulang yaitu dua tulang

pinggul (ossca coxae atau disebut juga tulang innominate), satu sacrum

dan satu tulang coocygeus. Tulang sacrum bagian superior berartikulasi

19
dengan vertebra lumbal kelima untuk membentuk sendi lumbosacral.

Tulang pinggul kanan dan kin (Iliac) bagian posterior berartikulasi

dengan sacrum untuk membentuk sendi sacroiliaca. Persendian lain

yang terdapat pada pelvis yaitu sympísis pubis dan hip joint

(Lampignano dan Kendrick, 2018).

Galmbar 2.2 Anatomi Pelvic

2.1.6.1 Tulang coxae

Tulang panggul atau tulang coxae turut membentuk gelang

panggul. Letaknya di setiap sisi dan didepan bersatu dengan

sympisis pubis. Dua tulang tersebut membentuk sebagian besar

pelvis. Tulang coxae adalah tulang pipih berbentuk tak teratur

yang dibentuk tiga tulang yang bertemu di acetabulum, yaitu

sebuah rongga berbentuk cawan di permukaan ekstemal tulang

coxae mencekam caput femons dalam formasi gelang panggul.

Tiga tulang yang ada pada tulang coxae adalah ilium, yang

menduduki tempat terbesar, di sebelah depan adalah pubis, dan

ischium paling posterior (Pearce. 2018).

a. Tulang ilium

20
Tulang ilium adalah tulang yang terdiri dan body atau

sayap kanan dan kiri. Body ilium adalah bagian yang lebih

rendah di dekat acetabulum dan termasuk dua perlima

superior dan acetabulum.

Bagian sayap adalah bagian superior tipis dan menyala

dan ilium. Puncak ilium adalah margin superior, itu meluas

dan tulang belakang illaca superior anteriot (ASIS) ke

posterior iliaca tulang belakang posterior (PSIS). Dalam

posisi radiografi, Puncak paling atas sering disebut crista

iliaca (Lampignano dan Kendrick, 2018).

Di bawah spina ini terdapat dua benjolan, yaitu spina

inferior anterior dan spina inferior posterior. Permukaan

antara dua spina posterior membentuk permukaan persendian

untuk sacrum. Di bawah persendian ini terletak sebuah teluk

besar yaitu insisura iskiadika mayor, yang dilalui saraf

iskiadikus besar dan pelvis ke arah femur (Pearce, 2018).

2.1.6.2 Ishium

Berbentuk huruf L yang terdiri dan bag ian atas yang lebih

tebal yaitu corpus dan bagian bawah yang Iebih tipis yaitu

ramus. Ischium adalah bagian tulang pinggul yang terletak lebih

rendah dan acetabulum. Bagian dan superior membentuk

posteroinferior dua penlima acetabulum. Spina iliaca menonjol

dan tepian posterior ischium yang terletak diantara insisura

21
ischialiaca membentuk aspek posterior bagian bawah pada

corpus ischium (Lampignano dan Kendnick, 2018).

2.1.6.3 Pubis

Pubis adalah tulang kemaluan. Kedua corpus os pubis

saling berartikuasi pada garis tengah ke anterior pada sympysis

pubis. Ramus superior menghubungkan ilium dan ischium pada

acetabulum, dan ramus inferior menghubungkan ramus

ischialica di bawah foramen obturatrium. Foramen obturatorium

ditutupi oleh membrane obturatoria.

2.1.7 Teknik Pemeriksaan pelvis

a. Proyeksi Antero Posterior

Tujuan : Memperlihatkan tulang pelvis dan

memperlihatkan fraktur, dislokasi, penyakit

degeratif dan lesi tulang.

Posisi pasien : Berbaring supine diatas meja pemeriksaan,

dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tegak

lurus pada pertengahan meja.

Posisi objek : Kedua crista illiaca dan SIAS simetris berjarak

sama terhadap kaset/meja. Atur Mid Coronal

Plan (MCP) sejajar terhadap meja pemeriksaan.

22
Tempatkan sandbag dibagian ankle joint agar

pasien tidak nergerak. Batas kaset setinggi 5 cm

di atas crista illiaca.

Berkas sinar : vertikal tegak lurus kaset.

Titik bidik : pertengahan antara SIAS dengan simphysis

pubis.

Ukuran Kaset : 35 x 43 cm

Kriteria gambaran : Tampak femur proksimal, vertebra berada pada

pertengahan kaset, foramen obturatum simetris.

2.2 Kerangka Teori

Sinar - X

Pemeriksaan Radiograf Pelvic

Anatomi Teknik Pemeriksaan Kualitas Citra

Posisi Pasien CNR

Posisi Objek SNR

FFD Spasial Resolusi


kV
Faktor Eksposi Noise
mAs

23
2.3 Penelitian Terkait

Tabel 2.2 Penelitian Terkait


No Judul; Penulis; Metode dan Persamaan dan
Tahun Hasil Penelitian perbedaan penelitian

1 Analisis Nilai Metode dalam penelitian ini Adapun persamaan


Sensitivity (S) yaitu menggunakan metode penelitian yang penulis
Terhadap Faktor kuantitatif observatif, dengan lakukan terhadap
Eksposi Optimum metode pengumpulan data penelitian ini yaitu
Dengan Penerapan berupa eksperimen observasi. sama-sama melakukan
10 kV Rule Of Hasil pada penelitian ini eksperimen pada variasi
Thumb Pada menunjukkan bahwa variasi faktor eksposi terhadap
Pemeriksaan faktor eksposi mempengaruhi nilai expousure index.
Radiografi Phantom nilai sensitifity, kontras pada Adapun perbedaan
Pelvis Proyeksi Ap; citra radiograf, dan dosis penelitian ini ialah
Fadhil Abdullrafi paparan yang diterima. dengan menggunakan
Azhar (2021) objek yang berbeda dan
penilaian faktor kualitas
citra dengan
menentukan nilai SNR
dan CNR.

2.4 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak terdapat pengaruh nilai noise pada penggunaan variasi faktor

eksposi mAs

Ha : Terdapat pengaruh nilai noise pada penggunaan variasi faktor

eksposi mAs

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis kuantitatif dengan desain

eksperimental, yaitu dengan melakukan pengujian terhadap pemeriksaan

phantom pelvic dengan proyeksi lateral menggunakan variasi faktor eksposi

metode mAs. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai faktor eksposi

yang optimum berdasarkan kualitas citra yang baik dengan nilai noise yang

rendah pada radiograf.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang akan di uji pada penelitian ini yaitu pemeriksaan os.

pelvic proyeksi lateral.

2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil radiograf

pemeriksaan phantom pelvic proyeksi lateral dengan menggunakan variasi

faktor eksposi mAs sebanyak 5 variasi.

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas
Variasi faktor eksposi mAs yang sudah Variabel Terikat
ditetapkan Noise

Variabel Terkontrol
Posisi objek, posisi pasien, FFD,
Kolimasi

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

25
D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Program Studi Teknik

Radiologi Universitas Awal Bros akan dilakukan pada bulan April tahun

2024.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk

memperoleh data dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau

mencapai tujuan penelitian dengan cara sebagai berikut :

1. Pesawat Sinar-X

2. Computed Radiography (CR)

3. Phantom Pelvic

4. Imaging Plate (IP)

5. Hasil Citra Radiograf

6. DICOM

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini membutuhkan data-data yang akan dikumpulkan dengan

melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyiapkan instrument penelitian seperti pesawat sinar-X, imaging plate,

Phantom pelvic, Computed Radiography dan Software DICOM.

2. Melakukan eskposur pada objek menggunakan 5 variasi faktor eksposi

mAs yang sudah penulis tetapkan, dengan masing-masing variasi 3 kali

eksposure, lalu mengambil nilai rata-rata yang nantinya akan dijadikan

sampel.

26
3. Nilai faktor eksposi yang digunakan adalah bersumber dari hasil observasi

dari beberapa rumah sakit dan jurnal.

Tabel 3.2 Variasi Faktor Eksposi


No Objek kV mAs
1 36
2 34
3 Phantom Pelvic Proyeksi Lateral 85 32
4 30
5 28

4. Melakukan processing film dengan menggunakan CR, hasil radiografi

akan ditampilkan pada layar monitor.

5. Setelah mendapatkan citra radiograf dari masing-masing variasi faktor

eksposi, lalu nilai noise pada citra di analasis dengan menggunakan

aplikasi DICOM.

27
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis, 2015. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Bontrager, Lampignano, Kendrick. 2018 Textbook of Radiographic posisioning

and Related Anatomy Ninth Edition. St. Louis: Mosby Company.

Cahya, I., Irsal, M., Heru A., N., Gunawati S., S., & Widiatmoko, M. E. (2022).

Dose Optimization With Mas Reduction Of 15% Using Computed

Radiography On Radiographic Examinations Pelvic Ap Projection. Journal

of Vocational Health Studies, 6(1), 24–29.

https://doi.org/10.20473/jvhs.V6.I1.2022.24-29

Christian, A. L & Bayu, G. S. 2014. Quality Measurement of Imaging System of

X-ray Digital Radiography. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Fauber, T. L. (2017). Radiographic Imaging and Exposure (5th ed). Missouri:

Elsevier Inc.

Fauber, T. L. (2013). Radiographic Imaging and Exposure, America ; Jeanne

Olson.

Gunawati, S., Apriantoro, N. H., Marina, D. A., Irsal, M., & Edy, W. M. (2021).

Evaluasi Exposure Index Terhadap Faktor Eksposi Dengan Metode 15%

kVp Rule Of Thumb Pada Pemeriksaan Radiolografi Kepala Proyeksi AP.

Jakarta : Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes

Jakarta II.

Indriati, R, Masrochah, S, Susanto, E, Kartikasari, Y, Wibowo, A.S, Darmini,

Abimanyu, B, Rasyid, Murniati, E. 2017. Proteksi Radiasi Bidang

Radiodiagnostik dan Intervensional. Inti Medika Pustaka.

Lestari, Sri & Biotech, M. 2019. Teknik Radiografi Medis, Yogyakarta ; Andi.
Long, B. W., Rollins, J. H., & Smith, B. J. (2016). Merrill’s Atlas of

Radiographic Positioning & Procedures (13th ed). St. Louis: Elsevier

Mosby.

Ningtias., Suryono, S and Susilo. 2016. Pengukuran Kualitas Citra Digital

Computed Radiography Menggunakan Program Pengolah Citra,

Indonesia: Universitas Negeri Semarang.

Pearch, Evelyn C 2018. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Umum.

Rasad, S. 2015. Radiologi Diagnostik, Jakarta : FK.UI

Seeram, E. (2019). Digital Radiography: Physical Principles and Quality Control

(2nd Ed, ed.). Sydney: Springe

Seeram, E. 2016. Computed Tomography: Physical Principles, Clinical

Applications, and Quality Control, Fourth edition. WB Saunders

Company, Philadelphia

Suryaningsih, Y. 2014. Penentuan Faktor Eksposi Mesin Radiografi Konvensional

di Laboratorium Fisika Medik Unnes, Semarang

Utami, Asih Puji, Sudibyo Dwi Saputro & Fadli Felayani. 2018. Radiologi Dasar

I. Magelang: Inti Medika Pustaka

Zheng, X., 2017. Patient Size Based Guiding Equations for Automatic mAs and

kVp Selections in General Medical X-Ray Projection Radiography. Radiat.

Prot. Dosimetry. Vol.174(4), Pp. 545–550

29

Anda mungkin juga menyukai