Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Dasar-Dasar CT-Scan

Computed Tomography merupakan salah satu modalitas yang

digunakan dalam pemeriksaan radiologi diagnostik yang memanfaatkan

komputer untuk melakukan rekonstruksi yang diperoleh dari sejumlah

detektor yang menerima berkas sinar-X dan mengalami penyerapan

sejumlah energi (atenuasi) dari obyek/organ yang dilewatinya (Bontrager

& Lampignano, 2010).

Computed Tomography (CT) merupakan suatu teknik untuk

menghasilkan gambar (radiograf) secara cross-sectional (irisan) digital

dari pergerakan tabung sinar-X secara kontinyu. Berkas sinar-X

mengalami pelemahan (atenuasi), selanjutnya ditangkap oleh beberapa

baris detektor yang ikut berputar secara stationer dan kontinyu, dengan

pergerakan pasien dan meja pemeriksaan yang melewati bidang

penyinaran sehingga akan dihasilkan banyak potongan (multislice) dalam

satu kali pergerakan pasien (Bontrager & Lampignano, 2010).

a. Parameter CT Scan

European Guidelines menyatakan bahwa kualitas citra CT

scan utamanya tergantung pada dua parameter yaitu parameter yang

berhubungan dengan dosis radiasi dan parameter yang berhubungan

dengan tampilan citra (akuisisi dan pemrosesan citra). Parameter

yang berhubungan dengan dosis radiasi adalah, ketebalan irisan

9
(slice thickness), jarak antar irisan (gap) pada akuisisi sekuens, pitch

pada akuisisi helical, area scan, dan faktor eksposi (arus tabung.

tegangan tabung, rotation time). Sedangkan parameter yang

berhubungan dengan pemrosesan dan tampilan citra adalah FOV,

area scan, ukuran matriks, rekonstruksi algoritma, dan pengaturan

window (European Guidelines for DECT, 2000)

1) Slice Thickness

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari

objek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 - 10 mm

sesuai dengan keperluan klinis. Pada umumnya ukuran slice

yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang

rendah dan tingkat noise yang rendah pula, namun sebaliknya

slice yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang

tinggi dan tingkat noise yang tinggi pula. Slicethickness pada

MSCT diartikan juga sebagai dimensi pada Z-axis dikombinasikan

dengan ukuran pixel untuk membentuk voxel. Semakin tebal

slicethickness maka semakin rendah noise, semakin tipis

slicethickness maka semakin tinggi noise (Seeram, 2009).

Semakin besar tebal slicethickness yang digunakan maka

semakin kecil nilai CTDI yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya

(Aprilyanti et al., 2013).

2) Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung

(mA) dan waktu eksposi (s). Nilai mA yang dipilih untuk scanning

10
secara langsung mempengaruhi jumlah foton sinar-X yang

digunakan untuk menghasilkan gambar CT Scan sehingga

mempengaruhi spatial noise to ratio (SNR) dan contrast

resolution. kVp mengontrol kualitas sinar-X sehubungan dengan

kemampuan mengontrol penetrasi keseluruhannya, pengaturan

kVp yang tinggi menghasilkan sinar-X dengan daya tembus yang

lebih besar (Romans, 2011)

Menurut Karthikeyan & Chegu (2005) kV dapat mempengaruhi

kualitas gambar, dan dosis radiasi untuk mendapatkan gambaran

anatomi yang baik diperlukan pemilihan kV tinggi. mAs yang

rendah akan menurunkan kualitas citra yang dihasilkan CT Scan,

sedangkan mAs yang tinggi menghasilkan kualitas citra yang baik

tetapi dosis radiasi yang diterima pasien lebih banyak.

3) Pitch

Pitch dalam CT helical didefinisikan sebagai pergerakan

meja per rotasi dibagi sinar kolimasi. Pitch < 1 artinya terdapat

tumpang tindih antara irisan yang berdekatan, pitch > 1 artinya

ada celah antara antara irisan yang berdekatan, sedangkan pitch

= 1 artinya akuisisi kontinyu tidak terjadi tumpang tindih dan tidak

ada celah (Raman et al., 2013). Pengaturan pitch kecil dengan

area scan yang sama akan meningkatkan waktu akuisisi,

menurunkan noise citra dan artefak, meningkatkan SNR dan

CNR, tetapi juga meningkatkan dosis radiasi. Penggunaan pitch

besar menyebabkan terdapat area scan yang tidak terakuisisi,

artinya ada informasi anatomi yang tidak tercatat oleh detektor,

11
menurunkan dosis secara proporsional, tetapi meningkatkan noise

citra secara signifikan. Jika pitch meningkat maka waktu

scanning dan dosis radiasi yang diterima pasien akan berkurang

(Geise, 1995) Tetapi pitch tidak mempengaruhi dosis radiasi dan

noise citra pada citra ketika akuisisi menggunakan automated

exposure control (AEC), karena ketika pitch dinaikkan AEC akan

secara otomatis akan menaikkan arus tabung untuk menjaga

dosis radiasi dan noise citra tetap (Ranallo & Szczykutowicz,

2015)

4) Field of View (FOV)

Field of View adalah maksimal dari gambaran yang akan

direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada

rentang 12-50 cm. FOV yang kecil maka akan mereduksi ukuran

pixel (picture element), sehingga dalam proses rekonstruksi

matriks gambarannya akan menjadi lebih teliti (Seeram, 2009)

Namun, jika ukuran FOV terlalu kecil maka area yang mungkin

dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

5) Rotation Time

Rotation time adalah waktu yang dibutuhkan oleh gantry

untuk berotasi 3600 Rotation time yang lebih cepat akan

menurunkan waktu scanning dan mengurangi timbulnya motion

artifact menurunkan dosis radiasi, tetapi disisi lain meningkatkan

noise dan dapat menimbulkan streak artifact pada citra (Beeres et

al., 2015)

12
6) Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom

pada picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian

gambar. Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran

512 x 512 (5122) yaitu 512 baris dan 512 kolom.

Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi

gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang

dipakai maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan

(Stewart C. Bushong, 2017)

7) Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis

(algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar.

Semakin tinggi resolusi algorithma yang dipilih, maka

semakin tinggi pula resolusi gambar yang akan dihasilkan.

Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang,

soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan

dengan jelas pada layar monitor (Seeram, 2016).

8) Window Width

Window Width adalah rentang nilai computed

tomography yang akan dikonversi menjadi gray levels untuk

ditampilkan dalam monitor. Setelah komputer menyelesaikan

pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks dan

algorithma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala

numerik yang dikenal dengan nama nilai computed

13
tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield

Unit) yang diambil dari nama penemu CT-Scan kepala

pertama kali yaitu Godfrey Hounsfield (Seeram, 2016).

Tabel 2. 1 Tabel Nilai HU pada jaringan yang berbeda


Jenis Jaringan Nilai CT (HU) Densitas
Tulang +1000 Putih
Otot +50 Abu-Abu
Materi putih +45 Abu-Abu Merah
Materi Abu-Abu +40 Abu-Abu
Darah +20 Abu-Abu
CSF +15 Abu-Abu
Air 0 Abu-Abu
Lemak -100 Abu-Abu
Paru-Paru -200 Abu-Abu
Udara -1000 Hitam
SUMBER : (Lampignano, 2018)

b. Kualitas Citra Computed Tomography Scanning

Komponen yang mempengaruhi kualitas gambar CT Scan

adalah resolusi spasial, resolusi kontras, noise citra dan artefak

(Seeram, 2009)

1) Resolusi Spasial

Resolusi Spasial adalah kemampuan untuk dapat

membedakan obyek yang berukuran kecil dengan densitas yang

berbeda pada latar belakang yang sama. Dipengaruhi oleh factor

geometri, rekontruksi alogaritma, ukuran matriks, magnifikasi, dan

FOV (Seeram, 2009)

14
Gambar 2. 1 Catphan sisipan resolusi tinggi. Pola garis berkisar
1lp/cm hingga 2lp/cm (Seeram, 2016)

2) Resolusi Kontras

Resolusi kontras adalah kemampuan untuk membedakan

atau menampakan obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang

sangat kecil dan dipengaruhi oleh faktor ekspose, slice thickness,

FOV dan filter kernel (rekonstruksi algorithma) (Seeram, 2009).

Gambar 2. 2 Phantom catphan low contrast (Seeram, 2016)

Gambar tersebut menggambarkan dampak ukuran objek

pada monitor. Saat ukuran objek berkurang, tingkat kepercayaan

untuk mengidentifikasi kontras 0.3% berkurang (Seeram, 2016)

15
3) Noise citra

Noise citra biasanya diukur pada uniform phantom. CT Scan

menyediakan alat untuk mengitung standar deviasi pada ROI

(Region Of Interest) yang ditentukan oleh operator dan untuk

memudahkan operator yang jarang melakukan perhitungan.

Terdapat tiga sumber pada noise citra.

Sumber pertama adalah quantum noise yang ditentukan

oleh fluks sinar-X atau jumlah foton sinar-X yang terdeteksi. Hal

tersebut dikarenakan teknik scanning (seperti tegangan tabung,

kuat arus, slice thickness, scan speed, helical pitch), efisien

scanning (seperti efisiensi quantum detector, efisiensi geometrical

detector) dan pasien (seperti ukuran pasien, jumlah tulang dan

jaringan lunak plane scanning). Teknik scanning menentukan

jumlah foton sinar-X yang mencapai pasien dan efisiensi scanning

menentukan presentase jumlah foton sinar-X yang keluar dari

pasien yang diubah menjadi sinyal yang berguna (Geise, 1995).

Sumber kedua yang mempengaruhi kinerja noise citra adalah

keterbatasan fisik yang terdapat pada sistem. Gangguan ini

termasuk gangguan elektronik pada fotodioda detektor, gangguan

elektronik dalam sistem data akuisisi (DAS), radiasi yang tersebar

dan banyak faktor lainnya (Seeram, 2016).

Faktor ketiga yang mempengaruhi noise citra adalah

rekonstruksi parameter. Secara umum, kemel rekonstruksi

resolusi tinggi menghasilkan noise citra yang meningkat, karena

16
kemel ini mempertahankan atau meningkatkan konten frekuensi

tinggi pada proyeksi (Seeram, 2016).

Noise citra muncul sebagai hasil fluktuasi CT number,

pengukuran noise dilakukan dengan menggunakan region of

interest (ROI) pada citra yang dihasilkan pada pemindaian

phantom homogen, Perhitungan nilai standar deviasi (SD) dari

ROI pada citra dapat menjadi indikasi penyimpangan fluktuasi CT

number yang berhubungan dengan noise. Semakin besar standar

devisiasi maka semakin tinggi noise pada citra (Seeram, 2009).

Gambar 2. 3 water phantom untuk pengukuran CT number


uniformity (Seeram, 2016)

Nilai noise citra dapat ditentukan dari nilai standar deviasi

ROI jika scanning tidak dilakukan pada parameter 120 kV, 300

mAs, dan tebal slice 8 mm, maka konversikan setiap nilai noise di

keempat tepinya dengan menggunakan persamaan (1) sebagai

berikut (Bapeten, 2018).

17
..................... (1)

Keterangan:
Ss : nilai noise terkoreksi
Sm : nilai noise hasil pengukuran
kV : nilai tegangan setting
mAs : kuat arus setting
slicewidth : tebal slice setting

4) Artefak

Secara umum artefak adalah suatu penyimpangan alatu

kesalahan dalam gambar (suatu hal yang seharusnya tidak ada

dalam gambar) yang tidak ada hubungannya dengan obyek yang

diperiksa. Dalam MSCT artefak didefinisikan sebagai perbedaan

antara rekonstruksi CT number dalam gambar dengan koefisien

atenuasi yang sesungguhnya dari obyek yang diperiksa (Seeram,

2009).

Menurut Seeram (2016) kualitas citra dan dosis

berhubungan erat. Kualitas citra meliputi resolusi spasial, resolusi

kontras, dan noise citra. Meskipun resolusi spasial tergantung

pada faktor geometris (seperti focal spot size, slice thickness, dan

pixel size), resolusi kontras dan noise citra bergantung pada

kualitas (beam energi) dan kuantitas (jumlah foton sinar-X) dari

sinar radiasi. Beberapa persamaan matematis telah diturunkan

untuk menyatakan hubungan antara dosis dan kualitas gambar.

Untuk operator CT, apresiasi matematis berikut ini penting:

... (2)

18
Intensitas dan energi sinar bergantung pada mA dan kVp

masing-masing, dan noise citra tergantung pada nomor foton yang

terdeteksi. Ungkapan ini dibaca sebagai berikut: dosis berbanding

lurus dengan produk mA dan kVp dan berbanding terbalik dengan

produk dari noise kuadrat, ukuran piksel potong dadu, dan irisan

ketebalan.

Ungkapan ini juga menyiratkan hal berikut tentang dosis dan

kualitas citra:

a) Untuk mengurangi noise pada gambar dengan faktor 2

membutuhkan peningkatan dosis dengan faktor

b) Untuk meningkatkan resolusi spasial (ukuran piksel) dengan faktor

2 (menjaga noise konstan) membutuhkan peningkatan dosis

dengan faktor 8.

c) Untuk mengurangi slice thickness dengan faktor 2 membutuhkan

peningkatan dosis dengan faktor 2 (menjaga noise konstan).

d) Untuk mengurangi slice thickness dan ukuran piksel dengan faktor

2 membutuhkan peningkatan dosis dengan faktor 16 (23 × 2 = 2 ×

2 × 2 × 2).

e) Peningkatan mA dan kVp meningkatkan dosis secara

proporsional. Misalnya, peningkatan dua kali lipat dalam mA

meningkatkan dosis dengan faktor 2. Selain itu, menggandakan

dosis akan membutuhkan peningkatan dengan kuadrat kVp.

19
2. Dosis Radiasi Pada CT Scan

Pada pemeriksaan CT Scan digunakan Computed Tomography

Dose Index (CTDI) dan Dose Length Product (DLP) sebagai standar

dosimetri karena CTDI dan DLP telah digunakan secara luas dan tersedia

pada semua merk alat CT Scan (Vañó et al., 2017). Dosis radiasi

pemeriksaan CT Scan yang ditetapkan secara nasional oleh Bapeten

adalah sebagai berikut ini:

Tabel 2. 2 Indonesian Diagnostic Reference Level (I-DRL)


Jenis Pemeriksaan CTDIvol (mGy)* DLP (mGy.cm)**
CT Abdomen Kontras 20 1360
CT Abdomen Non Kontras 17 885
CT Abdo Pelvis Kontras 16 1775
CT Abdo Pelvis Non Kontras 17 885
CT Cardiac Studies Kontras 47 1200
CT Chest Kontras 16 810
CT Chest Non Kontras 11 430
CT Head Kontras 60 2500
CT Head Non Kontras 60 1275
CT Neck Kontras 50 2600
CT Urologi Non Kontras 17 830
SUMBER : (Bapeten, 2021)

Secara kuantitatif dosis radiasi dapat diketahui dari dosis serap,

dosis efektif (effective dose) dan CT dose index (CTDI) (AAPM, 2008).

a. Dosis serap adalah energi yang diserap per unit massa dan diukur

dalam satuan grays (Gy), 1 gray setara dengan 1 joule energi radiasi

yang diserap per kilogram.

b. Effective dose dinyatakan dalam Sieverts (Sv). Satuan ini digunakan

untuk distribusi dosis yang tidak homoogen (yang selalu berhubungan

dengan CT Scan) diketahui dari keseluruhan dosis yang diterima

pasien yang disebabkan oleh penggunaan faktor eksposi.

c. CT dose index (CTDI) merupakan pengukuran dosis radiasi yang

tidak langsung pada obyek yang diperiksa.

20
Pengukuran dosis radiasi CT Scan yang diterima pasien dapat

diketahui dengan menggunakan lonization chamber, Multi Scan average

Dose (MSAD) dan CT dose index (CTDI) (Seeram, 2009)

a. lonization Chamber

Ionization Chamber merupakan alat yang secara akurat dapat

mengetahui dosis radiasi. Energi dosis radiasi tinggi akan bertabrakan

dengan molekul udara yang ada pada ionization chamber, beberapa

molekul ini disebut dengan “ionized”. Elektron yang bebas berkumpul

menghasilkan panas sehingga dapat dihitung pada elektric charge.

Sehingga jumlah panas dan ionisasi yang diterima pada elektric

charge sesuai dengan jumlah radiasi yang diukur dalam chamber. Alat

yang biasa digunakan yaitu elektrometer. Total elektric charge (Q)

dinyatakan dalam coulomb (1 coulomb = 1.6x10-19 elektron).

b. Multi scan average Dose (MSAD)

Multi Scan Average dose (MSAD) merupakan metode

pengukuran dosis radiasi yang dilakukan dengan menghitung dari tiap

scanning yaitu pasien digerakkan pada jarak bed index (BI, rentang

antar scan satu dengan scan berikutnya). Multi Scan Average Dose

(MSAD) menggambarkan dosis yang diterima pasien pada scanning

axial pada multi scan. Dosis ini dihitung dan perbandingan lebar sIice

pada tabel index dengan CTDI. Jumlah dosis kulit dapat bervariasi

dari 0,01 Gy hingga nilai tertinggi 0,15 Gy tergantung dari energi

primer, jumlah filter dan banyaknya slice yang di scan, dosis radiasi

internal pasien dapat mendekati dosis kulit pada multiple slice. Organ-

organ yang terletak diluar volume yang di scan akan menerima dosis

21
karena radiasi hambur dari volume itu sendiri dan kemungkinan

kebocoran tabung. Pada saat nilai slice width sama dengan nilai bed

index, maka nilai MSAD juga sama dengan nilai CTDI Dose Profile

Width (lebar profil dosis radiasi) yang ada pada pengukuran MSAD

adalah menggambarkan distribusi energi radiasi di dalam suatu

ketebalan medium yang bersifat kontinu sepanjang garis yang paralel

terhadap sumbu rotasi tabung sinar-X CT scanner

MSAD dapat dirumuskan:

................................ (3)

Keterangan:
Bl : bed Index
SW : nominal slice width (mm)

Jika SW dinaikkan untuk menyamakan dengan peningkatan nilai

BI, maka kurva dose profile akan melebar dan menyebabkan area

dibawah ikut meningkat. Nilai BI akan meningkat apabila nilai MSAD

turun, hal ini berarti bahwa jarak antar slice mempengaruhi dosis

radiasi. Semakin tinggi jarak yang digunakan maka semakin rendah

dosis radiasi rata-rata yang dihasilkan.

Ketinggian kurva dose profile dapat juga diturunkan untuk

menekan dosis yang diterima pasien. Hal ini mudah dialakukan

dengan cara mengatur nilai mAs. Penurunan nilai mAs lebi efektif

untuk menekan dosis yang diterima pasien, akan tetapi penurunan

dosis radiasi juga berdampak pada kualitas gambar yang dihasilkan.

Dosis radiasi menurun menyebabkan noise gambaran yang dihasilkan

meningkat (Seeram, 2009)

22
c. Computed Tomography Dose Index (CTDI)

CTDI merupakan konsep pengukuran dosis radiasi yang utama

dalam CT Scan yang merupakan rata-rata dari dosis yang diserap

sepanjang Z-axis dari suatu seri eksposi yang terus menerus. Dosis

index CT Scan di distribusikan ke dalam persamaan sebagai berikut

(Seeram, 2009)

......................................(4)

Keterangan:
n : bilangan bidang nyata dari data yang terkumpul selama satu
revolusi
SW : lebar slice / irisan (mm)
D(z) : distribusi dosis dan z adalah dimensi tubuh pasien

Untuk Ct Scan spiral dan non spiral dengan detektor single array nilai

n=1

Untuk CT Scan multi slice, nilai n merupakan jumlah detektor yang

diaktifkan selama scanning.

Selain hal yang telah disebutkan diatas, didalam AAPM Report

No. 96 terdapat dosis deskriptor lain yaitu CTDI 100, CTDIW, CTDIvol,

Dose Length Product (DLP) dan Dosis Efektif (E) (AAPM, 2008)

1) CTDI100

CTDI100 menyatakan akumulasi dosis multipel scan pada 100

mm scan dan memperkirakan dosis akumulasi untuk scan length

yang lebih panjang. CTDI 100 memerlukan integral dosis profil dari

suatu single axial scan pada limit integral khusus. Pada kasus ini,

limitnya adalah ±50 mm, yang dapat disamakan dengan 100-mm

scan length. Persamaan CTDI 100 adalah sebagai berikut:

23
............ (5)

Keterangan:
NT : collimation beam width
D(z) : distribusi dosis dan z adalah dimensi tubuh pasien

Penggunaan limit integral yang konsisten dapat menghindari

masalah over estimate dosis untuk slice width yang kecil (misalnya

kurang dari 3mm). CTDI100 diperoleh menggunakan pencil

ionization chamber dan dua phantom standard untuk kepala

(diameter=16 cm) dan abdomen (diameter-32 cm). Pengukuran

harus dilakukan dengan patient table yang stasioner (AAPM,

2008).

2) CTDIW

Weighted CTDI (CTDI) merupakan pengukuran dosis radiasi

pada CT Scan untuk mengukur dosis rata-rata pada single slice

menggunakan dosimetry phantom, yang diketahui dengan CTDI

cenderung bernilai tinggi sebesar dua kali lipat pada permukaan

dibandingkan pada pertengahan FOV. CTDI rata-rata yang melalui

FOV dihitung dengan menggunakan CTDI dimana:

............(6)

Nilai 1/3 dan 2/3 sesuai dengan area relatif yang dinyatakan

dengan nilai center dan edge. CTDI merupakan indikator yang

baik untuk output radiasi CT Scan dengan kVp dan mas khusus

(AAPM, 2008).

24
3) CTDIvol

Hal yang penting untuk mengetahui dosis pada suatu

protokol scan adalah dengan menghitung gap atau overlap diantar

sinar-X dari rotasi x-ray tube yang berurutan, dimana

persamaannya adalah sebagai berikut:

..............................(7)

Keterangan:
I : table movement per axial scan (mm)

Karena pitch didefinisikan sebagai rasio dari table travel per

rotation dan nominal beam width (NxT)

................................(8)

Sehingga CTDIvol dapat dinyatakan sebagai berikut:

................................(9)

Dimana CTDIw menyatakan dosis radiasi (serap) rata-rata

sepanjang arah x dan y pada pertengahan scan dari suatu serial

axial scan dimana scatter ditiadakan karena di luar limit integral

100-mm. CTDIvol menyatakan dosis radiasi (serap) rata-rata pada

arah x,y dan z secara konsep. CTDIvol sama dengan MSAD, akan

tetapi distandarkan dengan limit integral (+ 50 mm) dan faktor-f

yang digunakan untuk mengkonversi pengukuran eksposure atau

25
air kerma menjadi dosis rata-rata dalam volume scan untuk

phantom standard (AAPM, 2008).

CTDIvol menyediakan parameter dosis single CT

berdasarkan pengukuran kuantitas secara langsung dan mudah

yang menyatakan dosis rta-rata dalam volume scan untuk

phantom standard (AAPM, 2008).

4) Dose Length Product (DLP)

Untuk estimasi dosis total atau volume yang diradiasi

keseluruhan yang diberikan oleh sutu protokol scan, dosis serap

dapat integral sepanjang scan length untuk menghitung Dose

Length Product (DLP), di mana:

.......(10)

Keterangan:
CTDIvol : Intensitas/kuantitas sinar-X
Scan length : panjang area scan

DLP merefleksikan energi yang diserap dan efek potensial

biologi yang diakibatkan oleh akuisisi scan yang lengkap. Nilai

DLP yang ditampilkan pada monitor pesawat CT Scan dapat

digunakan untuk memperoleh nilai dosis efektif (E) (Huda, 2010).

5) Dosis Efektif (E).

Dosis efektif merupakan dose descriptor yang

mencerminkan perbedaan sensitifitas biologi ini Dosis efektif

merupakan parameter dosis single yang merefleksikan resiko

eksposure nonuniform ekuivalen terhadap eksposure ke seluruh

tubuh. Persamaan dosis efektif adalah sebagai berikut (AAPM,

2008):

26
..................... (11)

Keterangan:
E : dosis efektif
k : faktor konversi

3. Phantom

Referensi dosis yang diterima pada pemeriksaan CT-scan

umumnya menggunakan phantom polymethyl methacrylate (PMMA) yang

berbentuk silinder atau lebih dikenal head atau body phantom. Body

phantom (32 cm) memiliki ukuran yang lebih besar dari head phantom (16

cm) (AAPM, 2008)

Keterangan
1. Patien table top
2. Phantom holder
3. Water phantom
4. Slice thickness phantom
5. Wire and alignment phantom
6. Reference marking

Gambar 2. 4 phantom polymethyl methacrylate (PMMA)

4. Protokol Pemeriksaan CT Scan Kepala

a. Pengertian CT Scan Kepala

Teknik pemeriksaan CT Scan kepala adalah teknik

pemeriksaan secara radiologi untuk mendapatkan informasi anatomi

irisan atau penampang melintang pada kepala (John Lampignano

Leslie Kendrick, 2018).

b. Parameter CT Scan Kepala

Parameter standar yang direkomendasikan untuk pemeriksaan

CT scan kepala adalah sebagai berikut (AAPM - American

association of physicists in medicine, 2016):

27
Rotation time : 1,5 second

Detector configuration(mm) :6 x 1

Pitch : 0,4

kV : 110

Quality ref.mAs : 430

CTDIvol : 39,6 mGy

Slice : 5 mm

B. Kerangka Teori

Slice Thickness Kualitas Citra

Resolusi Spasial
Faktor Eksposi
(kV, mA, s)

Resolusi Kontras

Pitch
Noise Citra

Rotation Time Dosis Radiasi

Gambar 2. 5 Kerangka Teori

C. Hipotesis

Ho : Tidak ada perbedaan nilai noise citra pada variasi pitch protokol CT

Scan Kepala study pada water phantom.

28
Ha : Ada perbedaan nilai noise citra pada variasi pitch protokol CT Scan

Kepala study pada water phantom.

Ho1 : Tidak ada perbedaan CTDI pada variasi pitch protokol CT Scan Kepala

study pada water phantom.

Ha1 : Ada perbedaan CTDI pada variasi pitch protokol CT Scan Kepala

study pada water phantom.

29

Anda mungkin juga menyukai