Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proteksi Radiasi


Proteksi radiasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi
yang merusak akibat paparan radiasi. Tujuan proteksi radiasi adalah mencegah terjadinya efek
non stokastik yang membahayakandan mengurangi frekuensi terjadinya efek stokastik ke tingkat
yang cukup yang masih dapat diterima oleh setiap anggota masyarakat. Untuk mencapai tujuan
proteksi radiasi, yaitu terciptanya keselamatan dan kesehatan bagi pekerja, masyarakat dan
lingkungan, maka dalam proteksi radiasi dikenalkan tiga asas proteksi radiasi, yaitu :
1. Asas justifikasi
Justifikasi adalah semua kegiatan yang melibatkan paparan radiasi hanya dilakukan jika
menghasilkan nilai lebih atau memberikan manfaat yang nyata (azas manfaat). Justifikasi dari
suatu rencana kegiatan atau operasi yang melibatkan paparan radiasi dapat ditentukan dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dengan menggunakan analisa untung-rugi untuk
meyakinkan bahwa akan terdapat keuntungan lebih dari dilakukannya kegiatan tersebut.
2. Asas optimasi
Asas ini menghendaki agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan dosis
serendah mungkin.
3. Asas limitasi
Asas ini menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi atau masyarakat tidak
boleh melampaui nilai batas dosis yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Pembatasan
dosis ini dimaksud untuk menjamin bahwa tidak ada seorang pun terkena resiko radiasi baik efek
stokastik maupun efek deterministik akibat dari penggunaan radiasi maupun zat radioaktif dalam
keadaan normal. (Bapeten,2001)

2.2 Pengertian CT-Scan


CT-scan termasuk teknik pencitraan khusus sinar-X yang menampilkan citra khusus
objek lapis demi lapis berdasarkan perbedaan sifat densitas struktur materi penyusunan jaringan
dengan bantuan teknik rekonstruksi secara matematis. CT-scan merubah tampilan analog
menjadi digital, berupa Pixel ( picture element ). Pixel adalah titik-titik kecil gambaran, dimana

4
hasil penggambarannya berupa Rekonstruksi. Pesawat CT scan ditemukan pada tahun 1970 oleh
Allan Carmack dan Geofrey Hounsfield. Berdasarkan perkembangan teknologi, CT scan
mengalami beberapa perkembangan sesuai dengan kemajuan teknologi.

Gambar 2.1 Pesawat CT-Scan (Rizal Fadli,2022).

Citra CT-Scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi.
Citra yang diperoleh CT-Scan beresolusi lebih tinggi, sinar rontgen dalam CT-Scan dapat
difokuskan pada satu organ atau objek saja, dan citra perolehan CT-Scan menunjukkan posisi
suatu objek relatif terhadap objek-objek di sekitarnya sehingga dokter dapat mengetahui posisi
objek itu secara tepat dan akurat. Kelebihan-kelebihan tersebut telah membuat CT-Scan menjadi
proses radiografis medis yang paling sering direkomendasikan oleh dokter, dan dalam banyak
kasus telah menggantikan proses pesawat sinar-X biasa (konvensional) secara total.
(Taufik,2021)

2.3 Prinsip kerja dan komponen CT-Scan


A. Prinsip kerja CT-Scan
Prinsip dasar CT-scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih umum
dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan setelah
melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan antara keduanya adalah pada
teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti
citra yang dihasilkan dari teknik radiografi,informasi citra yang ditampilkan oleh CT-scan tidak
tumpang tindih (overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada
bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen),citra CT scan dapat menampilkan

5
informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan
sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT-scan lebih

mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.
CT-Scan menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan komputer berdaya
tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh gambaran panampang lintang
dari badan. Pasien dibaringkan diatas suatu meja khusus yang secara perlahan-lahan dipindahkan
ke dalam cincin CT-Scan. Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar
rontgen. Waktu yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit
sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT-scan yang digunakan ( waktu ini termasuk waktu check-
in nya). Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit. Sebelum dilakukan scanning pada
pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam sebelum
proses scanning. Bagaimanapun,tergantung pada jenis prosedur,adapula prosedur scanning yang
mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk
melakukan proses scanning khususnya untuk daerah perut.

Gambar 2.2 Prinsip kerja CT-Scan (Bushberg,2003).

Dengan menggunakan tabung sinar-x sebagai sumber radiasi yang berkas sinarnya
dibatasi oleh kollimator, sinar x tersebut menembus tubuh dan diarahkan ke detektor. Intensitas
sinar-x yang diterima oleh detektor akan berubah sesuai dengan kepadatan tubuh sebagai objek,
dan detektor akan merubah berkas sinar-x yang diterima menjadi arus listrik, dan kemudian

6
diubah oleh integrator menjadi tegangan listrik analog. Tabung sinar-x tersebut diputar dan
sinarnya di proyeksikan dalam berbagai posisi, besar tegangan listrik yang diterima diubah
menjadi besaran digital oleh analog to digital Converter (A/DC) yang kemudian dicatat oleh
komputer. Selanjutnya diolah dengan menggunakan Image Processor dan akhirnya dibentuk
gambar yang ditampilkan ke layar monitor TV. Gambar yang dihasilkan dapat dibuat ke dalam
film dengan Multi Imager atau Laser Imager. Berkas radiasi yang melalui suatu materi akan
mengalami pengurangan intensitas secara eksponensial terhadap tebal bahan yang dilaluinya.
Pengurangan intensitas yang terjadi disebabkan oleh proses interaksi radiasi-radiasi dalam
bentuk hamburan dan serapan yang probabilitas terjadinya ditentukan oleh jenis bahan dan
energi radiasi yang dipancarkan. Dalam CT-scan, untuk menghasilkan citra obyek, berkas radiasi
yang dihasilkan sumber dilewatkan melalui suatu bidang obyek dari berbagai sudut. Radiasi
terusan ini dideteksi oleh detektor untuk kemudian dicatat dan dikumpulkan sebagai data
masukan yang kemudian diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan suatu
metode yang disebut sebagai rekonstruksi.

2.4 Faktor yang mempengaruhi gambaran kualitas radiografi dan dosis radiasi
1. Faktor Eksposi
Faktor eksposi sangat bervariasi bergantung pada berbagai hal, antara lain:
a) Ukuran/tebal objek atau pasien yang difoto.
b) Kelainan patologi yang akan diperiksa, pemotretan dengan atau tanpa grid.
c) Pada objek yang selalu bergerak, objek yang pergerakannya tidak dapat di kontrol misalnya
anak kecil, dan lain-lain. Untuk hal tersebut perlu diperhatikan waktu eksposi yang sesingkat
mungkin.
Faktor eksposi terdiri atas :
1) Besaran tegangan tabung (kV).
Besaran tegangan tabung pada umumnya dikaitkan dengan daya tembus sinar. Makin tinggi
besaran tegangan tabung (kV) yang digunakan makin besar pula daya tembus sinar. Umumnya
jumlah tegangan tabung (kV) menunjukkan kualitas radiasi. Bila tegangan tabung (kV)
dinaikkan, maka densitas foto tinggi, kontras rendah,dan sinar hambur meningkat.

7
2) Kuat Arus tabung (mA).
Arus tabung merupakan banyaknya arus dalam tabung. Maka dengan meningkatkan arus tabung
maka jumlah elektron yang bergerak ke katoda menuju anoda semakin banyak. Dengan demikian
sinar-X yang dihasilkan semakin banyak dimana akan meningkatkan radiasi sinar-X menuju film
yang akan meningkatkan densitas. mAs adalah perkalian antara besaran nilai Ampere (Kuat arus
tabung) dengan waktu eksposi (second).
2. Kolimasi
Kolimasi mengacu pada pengendalian ukuran dan bentuk berkas sinar-X. Ketika berkas sinar-X
diarahkan kepada pasien sebagian energi dibuang dan sisanya akan membentuk bayangan atau
gambar pada film. Radiasi yang menyebar dihasilkan oleh energi yang terbuang akan mencapai
film tetapi tidak memiliki tujuan.

2.5 Pembentukan gambar Radiografi


Salah satu dari faktor penting sinar-X adalah bahwa sinar-X dapat menembus bahan.
Tetapi hanya yang benar-benar sinar-X saja yang mampu menembus objek yang dikenainya dan
sebagian yang lain akan diserap. Sinar-X yang menembus itulah yang mampu membentuk
gambaran atau bayangan. Besarnya penyerapan sinar-X oleh suatu bahan tergantung tiga faktor:
1. Panjang gelombang sinar-X.
2. Susunan objek yang terdapat pada alur berkas sinar-X.
3. Ketebalan dan kerapatan objek.
Setelah sinar-X yang keluar dari tabung mengenai dan menembus obyek yang akan
difoto. Bagian yang mudah ditembusi sinar-X (seperti otot, lemak, dan jaringan lunak)
meneruskan banyak sinar-X sehingga film menjadi hitam. Sedangkan bagian yang sulit ditembus
sinar-X (seperti tulang) dapat menahan seluruh atau sebagian besar sinar-X akibatnya tidak ada
atau sedikit sinar-X yang keluar sehingga pada film berwarna putih. Bagian yang sulit ditembus
sinar-X mengalami ateonasi yaitu berkurangnya energi yang menembus sinar-X, yang tergantung
pada nomor atom, jenis obyek, dan ketebalan. Adapun bagian tubuh yang mudah ditembus sinar-
X disebut Radio-lucen yang menyebabkan warna hitam pada film. Sedangkan bagian yang sulit
ditembus sinar-X disebut Radio-opaque sehingga film berwarna putih. Telah diketahui bahwa
panjang gelombang yang besar yang dihasilkan oleh tegangan (kV) rendah akan mengakibatkan

8
sinar-X nya mudah diserap. Semakin pendek panjang gelombang sinar-X (yang dihasilkan oleh
kV yang lebih tinggi) akan membuat sinar-X mudah untuk menembus bahan. Hal ini tergantung
dari nomor atom unsur tersebut. Sebagai contoh satu lempeng aluminium yang mempunyai
nomor atom lebih rendah dibanding tembaga, mempunyai jumlah daya serap lebih rendah
terhadap sinar-X dibanding satu lempeng tembaga pada berat dan daerah yang sama. Timah
hitam (nomor atomnya lebih besar) adalah penyerap terbaik sinar-X.

9
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Studi literatur
Studi pustaka adalah metode penulisan dengan mencari referensi yang berkaitan dengan
kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi berupa referensi teori pada buku, artikel
penelitian, jurnal skripsi dan situs-situs internet. Adapun tujuan dari studi pustaka yaitu untuk
memperkuat permasalahan serta sebagai dasar teori dalam melakukan studi.
Makalah ini dibuat berdasarkan dari jurnal penelitian yang berjudul “Analisis Gambaran
Topogram Pada Diagnosa Tumor Paru Menggunakan CT-Scan” yang ditulis oleh Ali Nurdin dari
Universitas Sumatra Utara dan dari jurnal penelitian yang berjudul “Deteksi Status Kanker Paru-
Paru Pada Citra CT-Scan” yang ditulis oleh M. Fajri dari Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas
Negeri Surabaya.

3.4 Metode Pengambilan Data


1. Langkah pertama dalam pengambilan data yang diperoleh adalah dengan cara observasi
langsung terhadap beberapa jalannya pemeriksaan.
2.Melakukan pencatatan data tersebut dengan menggunakan alat tulis dan
mendokumentasikanya dengan beberapa alat teknologi yang berfungsi untuk menyimpan
berupa data.
3. Langkah berikutnya melakukan analisis hasil foto/film yang diperoleh dengan
menggunakan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan dari beberapa hasil
pemeriksaan.
4. Melakukan wawancara (indepth interview) dengan radiographer/dokter radiologi untuk
memperoleh keterangan ilmiah yang berhubungan dengan pemeriksaan.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian dilakukan pada pesawat Sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan single
slice dan multi slice di Instalasi Radiologi dengan melakukan pengamatan (observasi) langsung
dan pengujian langsung. Pengambilan data dengan cara melakukan prosedur pemotoan pada
beberapa pasien dengan diagnosa sementara tumor paru, baik menggunakan pesawat sinar-X
konvensional dengan megatur kondisi pemotretan yang diperlukan meliputi pemilihan tegangan
tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (second) dilanjutkan dengan pencatatan
nilai tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu penyinaran (second) maupun beberapa
parameter scanning yang digunakan dalam penggunaan pesawat CT-Scan.

4.1.1 Hasil pengamatan kinerja penggunaan pesawat CT-Scan dalam memberikan citra
radiografi serta pengaruh variasi kondisi penyinaran terhadap dosis radiasi.
Prosedur pengambilan data pada penelitian ini diawali dengan melakukan kalibrasi
pesawat untuk memastikan bahwa kondisi scan parameter pada pesawat CT-Scan dalam keadaan
siap digunakan. Dan sebelum kalibrasi dilakukan, perlu dipastikan bahwa pintu masuk ruang
pemeriksaan dalam keadaan terkunci, untuk mengurangi kemungkinan keluar masuknya pasien
secara sembarangan. Kalibrasi pesawat dilakukan setelah pesawat dalam keadaan hidup, baik
pada pengaturan gantry maupun pengaturan soft ware pada komputer. Proses scanning dapat
berlangsung setelah identitas pasien dilengkapi pada tabel yang muncul pada layar monitor. dari
hasil pengamatan pada saat kalibasi, scan parameter pesawat yang siap digunakan meliputi
tegangan tabung 120 kV, arus tabung 28-500 mA, slice thicknes 28(ketebalan irisan) 1-10 mm
dan scan time (waktu penyinaran) 1-5 second. Selanjutnya pengamatan dalam penelitian ini
dilanjutkan dengan teknik pemeriksaan pada CT-Scan thorax, yang dimulai dari persiapan pasien
yang diposisikan tidur terlentang diatas meja pemeriksaan dengan mengatur MSP sesuai dengan
arah lampu kolimator yang ada pada gantry sebagai petunjuk dasar batas atas-bawah dan kiri-
kanan untuk pemeriksaan thorax. Proses scanning berlangsung setelah identitas pasien terisi
dengan lengkap disertai dengan pemilihan posisi pasien yang muncul pada layar monitor,
dilanjutkan dengan pemilihan parameter untuk CT-Scan thorax sampai dengan munculnya

11
parameter scanning yang langsung tertera pada layar monitor selama proses scanning
berlangsung. Parameter scanning yang muncul pada layar monitor tersebut ditampilkan berupa
Increment, slice thickness, time, FOV, kV, dan mA. Hasil pengamatan pada saat film CT-Scan
diproses (dicetak) oleh mesin printer,di tampilka seperti pada gambar 4.1 dan 4.2 berikut ini
Tabel 4.1 Hasil pengamatan film CT-scan pada pasien 1 tumor paru dengan
menggunakan pesawat CT-scan
NO Parameter scaning(scan parameter)
Increme Slice Time FOV Tegangan Arus
nt thickness (secon (mm) (KV) (mA)
(mm) (mm) d)
10 0,5 1,00 350 120 240
1

Gambar 4.1 hasil topogram CT-Scan pada pasien 1.

Tabel 4.2 Hasil pengamatan film CT-scan pada pasien 2 tumor paru dengan
menggunakan pesawat CT-scan.
NO Parameter scaning(scan parameter)

Increme Slice Time FOV Tegangan Arus


nt thickness (secon (mm) (KV) (mA)
(mm) (mm) d)
10 0,10 0,75 320 120 150

12
2
1
Gambar 4.2 Gambar Hasil pengamatan film CT-scan pada pasien 2 tumor
paru.

4.2 Pembahasan

Pencetakan gambar untuk menghasilkan gambaran pada film CT-Scan menggunakan


printer atau yang disebut dengan dryview yang diformulasikan secara khusus untuk laser
imaging film dalam menghasilkan gambaran yang baik dan visibilitas yang lebih besar
dengan detail yang halus untuk meningkatkan hasil diagnostik. Teknik pengolahan film
tidak sama seperti pada penggunaan konvensional yang memerlukan kamar gelap dan
menggunakan bahan kimia seperti developer dan fixer. Teknik pengolahan pada dryview ini
menggunakan sistem laser dalam pencetakan gambar. Laser imaging film ini memiliki
resolusi, kontras, densitas dan memiliki ukuran 24 cm x 30 cm dan 35 cm x 43 cm dan pada
penelitian ini menggunakan film ukuran 35 cm x 43 cm.
Hasil analisis perubahan nilai kondisi penyinaran terhadap nilai dosis radiasi pada masing
masing nilai kuat arus dan tegangan tabung dengan menggunakan pesawat CT-Scan pada :
1. Pasien I :
Tegangan tabung 120 kV, arus tabung 240 mA dan waktu penyinaran 1,0 second/Slice
menghasilkan besarnya kuat arus tabung penyinaran/kuantitas radiasi sebesar: 480 mAs
yang diperoleh dari perhitungan:

13
mAs = mA x s

mAs = 240 mA x 1,0 second

mAs = 240

2. Pasien II (T) :

Tegangan tabung 120 kV, arus tabung 150 mA dan waktu penyinaran 0,75 second
second/slice menghasilkan besarnya kuat arus tabung penyinaran /kuantitas radiasi sebesar :
mAs. Yang diperoleh dari perhitungan ;
mAs = mA x s

mAs = 150 mA x 0,75 second

mAs = 112,5
Dari persamaan diatas dapat diperlihatkan bahwa semakin besar tegangan tabung
(kV) arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (second) untuk membangkitkan sinar-X
semakin cepat atau besar energi untuk menggerakkan elektron, semakin besar fraksi sinar-X
yang terjadi semakin kecil panjang gelombang sinar –X dan semakin besar daya tembus
(kwalitas radiasi/sinar-X) sehingga dosis radiasi terhadap pasien semakin besar. Dari
perhitugan diatas menunjukan bahwa pasien 1 nilai fraksi-x yang diterima lebih besar dari
pasien 2 yakni dengan nilai mAs 240, sedangkan pasien 2 yakni dengan nilai mAs yang
diserap memperlihatka topogram paru yang berbeda pula dimana pada pasien 1 bagian
daerah paru lebih jelas dibandingkan pasien 2.

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari data data yang di tampilkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil pengamatan prinsip kerja penggunaan pesawat CT-Scan dalam memberikan
citra radiografi tergantung pada ketebalan objek yang di scan dalam menampilkan
parameter scanning (scan protocol) yang muncul secara otomatis di layar monitor
sesuai kebutuhan objek
2. Pengaruh variasi kondisi penyinaran pada pesawat CT-Scan terhadap dosis radiasi
dikategorikan tinggi.

5.2 Saran
1. Pada pesawat CT-Scan pelaksaan kalibrasi pesawat harus lebih teratur dilakukan
untuk mengurangi kesalahan yang muncul pada hasil scanning.
2. Penguragan nilai dosis radiasi akibat pengaruh kondisi penyiaraan pada pesawat
CT-Scan sebaiknya dapat dilakukan dengan memperkecil luas lapangan penyinaran
sesuai dengan kebutuhan objek yang diperlukan.

15

Anda mungkin juga menyukai