Anda di halaman 1dari 71

*Kepaniteraan Klinis Senior/Mei 2020

**Pembimbing/ dr. Chairunnisa Sp.Rad

TUGAS RADIOLOGI

Oleh :

Andi Wahyuni Ahmad

G1A219139

KEPANITERAAN KLINIS SENIOR

BAGIAN ILMU RADIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

JAMBI 2020
1. Jelaskan prinsip dan proses pemeriksaan rontgen sehingga terjadi suatu imaging
?
Jawab :
Sinar-X bekerja dengan memindahkan radiasi frekuensi tinggi ke seluruh
tubuh. Sinar kemudian ditangkap pada gambar, dengan bagian-bagian tubuh yang
berbeda menjadi terlihat karena perbedaan warna pada gambar. Perbedaan warna
ini didasarkan pada kepadatan bagian tubuh seseorang, yaitu sinar-X menunjukkan
tulang sebagai gambar putih dan menunjukkan paru-paru sebagai gambar yang
lebih gelap.
Ketika pemeriksaan x-ray dilakukan, mesin akan mengirimkan gelombang
radiasi elektromagnetik secara singkat ke tubuh untuk memindai kondisi tubuh bagian
dalam. Radiasi yang diserap oleh masing-masing bagian tubuh akan berbeda-beda.
Inilah nantinya yang membuat hasil foto x-ray menampakkan perbedaan warna dari
putih, abu-abu, hingga hitam:

• Jika mengenai logam atau bagian tubuh yang padat seperti tulang, sebagian
besar partikel x-ray terblokir. Hasil pemeriksaan x-ray pun akan tampak
berwarna putih.
• Bila x-ray mengenai otot, lemak, dan cairan, hasil pemeriksaan x-ray akan
muncul dengan warna abu-abu.
• Warna hitam menandakan bahwa x-ray mengenai udara.

2. Jelaskan prinsip dan proses pemeriksaan USG sehingga terjadi suatu imaging ?
Jawab :
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekwensi lebih tinggi daripada
kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya
sama sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekwensi antara 20 –
20.000 Cpd (Cicles per detik- Hertz). Sedangkan dalam pemeriksaan USG ini
menggunakan frekwensi 1- 10 MHz ( 1- 10 juta Hz). Gelombang suara frekwensi
tingi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat dalam suatu alat yang
disebut transducer. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan
menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek Piezo-electric, yang
merupakan dasar perkembangan USG selanjutnya. Bentuk kristal juga akan berubah
bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan polaritas medan listrik yang
melaluinya, kristal akan mengembang dan mengkerut, maka akan dihasilkan
gelombang suara frekwensi tingi.

Sumber Cahaya
Teknologi radiasi yang diyakini paling kecil bahayanya atau bahkan tidak ada
sama sekali adalah MRI. Pasalnya, diagnostic imaging berteknologi tinggi ini
menggunakan medan magnet, frekuensi radio, dan seperangkat komputer untuk
menghasilkan gambar berupa potongan-potongan penampang tubuh manusia. Gambar
ini diperoleh dari hasil interaksi antara molekul sel tubuh dan sinyal yang dipancarkan
oleh frekuensi radio. Data yang didapat kemudian diolah komputer gambar yang
kemudian dicetak dalam bentuk foto.
Citra yang dihasilkan dari USG adalah memanfaatkan hasil pantulan (echo)
dari gelombang ultrasonik apabila ditrasmisikan pada tissue atau organ tertentu.
Echo dari gelombang tersebut kemudian dideteksi dengan transduser,
yang mengubah gelombang akusitik ke sinyal elektronik untuk dioleh dan
direkonstruksi menjadi suatu citra. Perkembangan tranduser ultrasonik
dengan kemampuan resolusi yang baik, diikuti dengan makin majunya teknologi
komputer digital serta perangkat lunak pendukungnya, membuat pengolahan citra
secara digital dimungkinkan dalam USG, bahkan untuk membuat
rekonstruksi bentuk janin bayi dalam 3 dimensi dan 4 dimensi sudah mulai dikenal.

Proses Pengambilan Gambar


Prinsip kerjanya menggunakan Gelombang Ultrasonik yang dibangkitkan oleh
kristal yang diberikan gelombang listrik.Gelombang ultrasonik adalah gelombang
suara yang melampaui batas pendengaran manusia yaitu diatas 20 kHz atau 20.000 Hz
atau 20.000 getaran perdetik.Kristal nya bisa terbuat dari berbagai macam, salah
satunya adalah Quartz. Sifat kristal semacam ini, akan memberikan getaran jika
diberikan gelombang listrik.Alat ultrasonik sendiri ada berbagai tipe. Ada Tipe Scan
A, B dan C.Yang biasa untuk mendeteksi crack pada baja adalah tipe A.Prinsip
kerjanya mudah sekali. Tinggal menggunakan sensor ultrasonik untuk mengirimkan
gelombang ultrasonik dan menangkapnya kembali.
Tipe B yaitu pada layar monitor (screen) echo nampak sebagai suatu titik dan
garis terang dan gelapnya bergantung pada intensitas echo yang dipantulkan dengan
sistem ini maka diperoleh gambaran dalam dua dimensi berupa penampang irisan
tubuh.Yang tipe C dapat menampilkan Citra 3 Dimensi dengan cara menangkap
pantulan-pantulan yang berbeda dari tebal tipisnya benda dalam suatu cairan. Karena
ada berbagai macam gelombang ultrasonik yang dipantulkan dalam waktu yang
berbeda, gelombang-gelombang ini lalu diterjemahkan oleh prosesor untuk dirubah
menjadi gambar.
Sensor yang digunakan pada alat Ultrasonografi yakni sensor pizoelektrik,
yang diletakkan pada komponen receiver yang menerima pantulan (refleksi) pola
energi akustik yang dinyatakan dalam frekuensi. Sensor ini akan mengubah
pergeseran frekuensi gelombang suara 1 – 3 MHz yang dipancarkan melalui
transmitter pada jaringan tubuh dan kemudian gelombang tersebut dipantulkan
(direfleksikan) oleh jaringan dan akan diterima oleh receiver dan selanjutnya
diteruskan ke prosessor.
Sensor pizoelektrik terdiri dari bagian seperti housing, clip-type spring,
crystal, dan seismic mass. Prinsipnya yakni ketika frekuensi energi akustikyang
dipantulkan diterapkan, maka clip-type spring yang terhubung dengan seismic mass
akan menekan crystal, karena energi akustik tersebut disertai oleh gaya luar sehingga
crystal akan mengalami ekspansi dan kontraksi pada frekuensi tersebut. Ekspansi dan
kontraksi tersebut mengakibatkan lapisan tipis antara crystal dengan housing akan
bergetar. Getaran dari crystal tersebut akan menghasilkan sinyal berupa tegangan
yang nantinya akan diteruskan keprosesor.Jadi USG menampilkan citra dari suara
yang ditangkap.Jadi mungkin untuk saat ini hasil dari USG belum termasuk dalam
karya fotografi. Berbeda dengan Scanner dan kamera lubang jarum yang masih
“melukis dengan cahaya”.

3. Jelaskan prinsip dan proses pemeriksaan CT-Scan sehingga terjadi suatu


imaging ?
Jawab :
Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih
umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi
terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan
antara keduanya adalah padateknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada
citra yangdihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik
radiografi,informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih
(overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada
bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen),citra CT scan dapat
menampilkan informasi tampang lintang obyek yangdiinspeksi. Oleh karena itu, citra
ini dapat memberikan sebaran kerapatanstruktur internal obyek sehingga citra yang
dihasilkan oleh CT scan lebihmudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh
teknik radiografikonvensional.
CT Scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan
komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scanuntuk memperoleh
gambaran panampang-lintang dari badan. Pasiendibaringkan diatas suatu meja khusus
yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT Scan. Scanner berputar
mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu yang
digunakansampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit sampai1
jam, tergantung pada jenis CT scan yang digunakan( waktu ini termasuk waktu check-
in nya).
Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan scanning pada
pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam
sebelum proses scanning.Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula
prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan
kontras yang mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk
daerah perut.

4. Jelaskan prinsip dan proses pemeriksaan MRI sehingga terjadi suatu imaging ?
Jawab :

Pembentukan Citra MRI

Berdasarkan sifat magnetiknya inti atom terdiri dari proton dan neutron.
Proton memiliki pergerakan presisi pada sumbu (spinning) muatannya
seperti bumi, sehingga mempunyai kutub utara dan kutub selatan yang akan
menghasikan medan magnet eksternal. Spinning inilah yang menghasilkan
moment dipole magnetic disebut juga dengan spin (Brown dan Samelka,

2003), seperti titunjukan pada gambar 2.1.


Gambar 2.1 Rotasi Nukleus Menghasilkan Moment Dipole Magnetic(11)

Pada MRI atom hidrogen dipilih untuk digunakan menghasilkan sinyal


resonansi. Atom hidrogen selain berlimpah dalam jaringan biologi juga
mempunyai moment dipole magnetic yang kuat, sehingga akan
menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal
tersebut menyebabkan sinyal hidrogen yang dihasilkan 1000 kali lebih besar dari
lainnya. Dalam keadaan normal, spinning proton atom hidrogen adalah acak
sehingga orientasi dalam jaringan tubuh manusia tidak menimbulkan nilai
magnetisasi atau sama dengan nol.

Jika spinning proton diletakkan dalam medan magnet eksternal yang


sangat kuat, akan dihasilkan suatu orientasi proton yang searah (proton
dengan kuat energi yang lebih rendah) dan proton yang berlawanan arah
orientasinya (proton dengan kuat energi lebih tinggi), sehingga terbentuk suatu
nilai magnetisasi longitudinal (searah sumbu z) dan gerakan presisis proton
terhadap sumbunya seperti tampak pada gambar 2.2. Proton individual
setiap inti tidak berorientasi pada sumbu z, tapi pada dirinya sendiri
sementara kecepatan frekuensi presisi proton atom H tergantung pada kuat
medan magnet eksternal semakin kuat medan magnet eksternal, semakin cepat

presisi proton.

Kecepatan atau frekuensi presisi proton atom hidrogen tergantung pada kuat
medan magnet yang diberikan pada jaringan dan nilai gyromagnetic inti
atom. Semakin besar kuat medan magnet dan nilai rasio gyromagnetic maka
semakin cepat presisi proton. Frekuensi presisi atom dapat diketahui melalui
sebuah persamaan yang disebut persamaan Larmor, seperti pada persamaan
2.1.
Keterangan :

ω : Frekuensi Larmor proton γ :


Koefisien gyromagnetic B0 :
Medan magnet eksternal

Frekuensi Presesi disebut juga dengan frekuensi Larmor yang merupakan

dasar terjadinya resonansi pada MRI(11).

Keterangan :

B0 : Arah medan magnet eksternal x


: Magnetisasi arah sumbu x

y : Magnetisasi arah sumbu y z


: Magnetisasi arah sumbu z ω0 :
Frekuensi lamour proton

Gambar 2.2 Gerakan Presesi Proton pada Sumbu z yang Paralel Medan

Magnet (11).

Resonansi terjadi apabila pada obyek diberikan gangguan berupa


gelombang radio yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi presisi
Larmor obyek. Pembentukan gambaran diagnostik didasarkan pada pemanfaatan
atom hidrogen dalam tubuh dengan kata lain agar fenomena resonansi terjadi
gelombang radio (RF) yang diberikan harus mempunyai frekuensi Larmor yang
sama dengan frekuensi Larmor hidrogen, yaitu 42,6MHz. Pengaplikasian
gelombang radio (RF) yang menyebabkan resonansi sebagai hasil dari fenomena
resonansi Nett Magnetitation Vector (NMV) menjadi terotasi dari bidang
longitudinal (z) ke bidang transversal xy. Magnetisasi pada bidang ini dikenal
dengan magnetisasi transversal (Mxy) seperti tampak pada gambar 2.3.

Sedangkan besarnya sudut rotasi dikenal dengan flip angle.


Keterangan :

B0 : Arah magnetisasi eksternal z


: Arah magnetisasi longituninal

(x-y) : Bidang magnetisasi

transversal

Gambar 2.3 Arah Magnetisasi Longitudinal dan Transversal

Hasil resonansi adalah adanya perubahan arah NMV pada magnetisasi


longitudinal ke arah magnetisasi transversal dan momen magnetik pada
magnetisasi transversal dalam keadaan in phase. Jika coil receiver ditempatkan
pada area medan magnet yang bergerak (NMV pada bidang transversal) maka
voltage akan terinduksi dalam coil receiver. Voltage ini merupakan sinyal MR,
bila masih banyak NMV akan menimbulkan signal yang kuat dan tampak
terang pada citra. Bila NMV lemah akan sedikit menimbulkan signal MR
dan akan tampak gelap pada citra. Pada saat pulsa RF dihentikan magnetik
momen pada bidang transversal yang dalam keadaan in phase akan berubah
menjadi dephase yang menyebabkan magnitude magnetisasi pada bidang
transversal akan menurun sehingga induksi pada coil penerima juga akan
semakin melemah yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID)
seperti tampak pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Sinyal Free Induction Decay(20)


Teknik pemeriksaan MRI abdomen menggunakan prosedur pemeriksaan
sebagai berikut:

a) Posisi pasien :

1) Menggunakan coil abdomen

2) Pasien supine pada meja MRI, dengan posisi feet first

3) Pasien dipasang ear plug / earphone

4) Kedua tangan ke atas untuk menghindari artefak b)


Pengambilan Citra

1) Localizier

Irisan yang diambil koronal dan sagital (three plane localizier jika
mampu), digunakan untuk perencanaan irisan aksial. Perencanaan irisan
seperti tampak pada gambar

2) Aksial T2 WI

Diambil dari bagaian superior hepar sampai bifurcatio aorta


abadominalis. Menggunakan parameter sebagai berikut :

TR : 1666 -2500 ms

TE : 100 ms
Tebal irisan : 8 mm Slice
gap : 10–20%
FOV : 360–400 mm

Dapat digunakan teknik breath-hold atau respiratory gating untuk


mereduksi artefak gerak nafas.

3) Aksial T1 WI

Menggunakan daerah irisan yang sama dengan aksial


T2, menggunakan parameter sebagai berikut:

TR : 500–600 ms TE
: 10–20 ms Flip angle :
90°

Sedangkan parameter yang lain sama dengan aksial T2. Dapat digunakan
teknik breath-hold atau respiratory gating untuk mereduksi artefak gerak
nafas.

4) Koronal T2 WI

Perencanaan irisan koronal dilakukan seperti tampak pada gambar


2.10. Parameter yang digunakan sebagai berikut : TR / TE :
1900–2300 ms / 100 ms

Flip angle : 90°

Tebal irisan : 8 mm

Slice gap : 0 (3-D) – 20% (TSE)


FOV : 380–400 mm

Dapat digunakan teknik breath-hold atau respiratory gating untuk


mereduksi artefak gerak nafas.

5. Jelaskan dan sebutkan jenis-jenis pemeriksaan Rontgen, USG, CT-Scan dan


MRI ?
Jawab :
JENIS – JENIS PEMERIKSAAN RONTGEN
Pemeriksaan rontgen terdiri dari:
• Rontgent Thorax
Proyeksi:
o Posisi PA (Posterior Anterior)
Merupakan proyeksi yang umum di gunakan. Yaitu film
diletakkan pada bagian depan pasien dan sinar x-ray berasal
dari arah belakang pasien
o Posisi AP (Anterior Posterior)
Digunakan pada kasus emergensi/keadaan pasien yang tidak
mampu bangun. Pada posisi ini film diletakkan pada bagian
belakang dan sinar x-ray diarahkan dari arah depan pasien.
Proyeksi gambar yang dihasilkan dari posisi AP sebaiknya
tidak di gunakan untuk menilai ukuran jantung dikarenakan
jantung yang normal akan terlihat mengalami pembesaran
karena posisi jantung terletak jauh dari film.
o Lateral
o Lateral Dekubitus
Pasien Tidur Miring, foto dengan sinar AP/PA untuk melihat
efusi pleura yang minimal
o Oblique
Untuk melihat posisi jantung
o Top Lordotik
Untuk melihat lesi di apex
.
• Rontgent Abdomen
Proyeksi:
o Proyeksi AP (Antero Posterior) dengan posisi tidur terlentang,
sinar datang dari arah vertikal
o Proyeksi AP (Antero Posterior) dengan posisi duduk atau
setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, sinar datang
dari arah horizontal
o Proyeksi AP dengan posisi tiduran miring kekiri (Left Lateral
Decubitus), dengan sinar horizontal.

• Rontgent Cranium
Proyeksi:
o Proyeksi PA (Postero Anterior)
o Lateral View
o Caldwell View
o PA Axial Skull Caldwell
o Towne View
o Waters View
o Submentovertex view

• Rontgent Vertebra
Proyeksi:
o Antero Posterior
o Lateral
o Cervical
• Lateral Servikalis
• Anteroposterior Servikalis
• AP Open Mouth Cervical
• Anterior dan Posterior Oblique Cervical
• Lateral Cervicothoracalis (Swimmer’s}
• Lateral Hiperekstensi dan Hiperfleksi
o Thoracal
• AP Thoracalis
• Lateral Thoracalis
• Oblique Anterior atau Posterior Thoracal
o Lumbosacrum
• AP / PA Lumbal
• Oblique Posterior atau Anterior Lumbal
• Lateral Lumbal
• Lateral L5 – S1
• AP Aksial L5-S1
• AP Aksial Sakrum
• AP Aksial Tulang Ekor
• Lateral Tulang Sakrum dan Tulang Ekor
o Serial Skoliosis
• Proyeksi PA
• Lateral Errect
• PA Metode Fergusson
• AP Bending Kanan Kiri

JENIS – JENIS PEMERIKSAAN USG

a. Ultrasonografi Doppler
USG Doppler adalah pemeriksaan non-invasif yang dapat digunakan untuk
memperkirakan aliran darah yang melalui pembuluh darah dengan cara
memantulkan gelombang suara frekuensi tinggi dari sirkulasi sel darah merah.
USG biasa akan menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar,
tetapi tidak dapat menunjukkan aliran darah seseorang.

USG Doppler dapat membantu untuk mendiagnosis berbagai macam kondisi,


seperti:

1. Gumpalan darah.
2. Katup yang berfungsi buruk di pembuluh darah kaki yang dapat
menyebabkan darah atau cairan lain menggenang di kaki (insufisiensi
vena).
3. Cacat katup jantung dan penyakit jantung bawaan.
4. Arteri yang tersumbat (oklusi arteri).
5. Sirkulasi darah menurun ke kaki (penyakit arteri perifer).
6. Arteri bulging (aneurisma).
7. Penyempitan arteri, seperti pada leher seseorang (stenosis arteri karotis).
Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai alternatif untuk prosedur yang lebih
besar lagi, seperti angiografi. Yaitu suatu pengobatan yang melibatkan suntikkan
zat pewarna ke dalam pembuluh darah, sehingga pembuluh darah tersebut terlihat
dengan jelas ketika menggunakan sinar-X. Selain itu, tes dengan USG Doppler
juga dapat membantu dokter untuk memeriksa cedera pada arteri seseorang atau
untuk memantau perawatan tertentu yang berhubungan dengan pembuluh darah
atau arteri.

USG Doppler dibagi menjadi 3 jenis yaitu :


• Color Doppler, yaitu USD Doppler menggunakan komputer untuk
mengubah pengukuran Doppler menjadi berbagai warna. Visualisasi warna
ini dikombinasikan dengan gambar USG standar pembuluh darah untuk
menunjukkan arah alirah darah dan kecepatan aliran darah melalui
pembuluh darah.
• Power Doppler, teknik USG digunakan untuk memperoleh gambar yang
sulit atau tidak mungkin didapatkan menggunakan color Doppler. Jenis
Doppler ini lebih sensitif, tapi tidak bisa mendeteksi aliran darah.
• Spectral Doppler, teknik USG Doppler yang menampilkan pengukuran
alirah darah secara grafis, USG ini menampilkan kecepatan aliran darah
yang direkam dari waktu ke waktu.

b. Ultrasonografi – Fast
Ultrasonografi (US) pertama kali digunakan pada pasien trauma di Eropa
tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an di Amerika, penggunaan US pada trauma
telah digunakan secara luas dan banyak menggantikan Diagnostic Peritoneal
Lavage (DPL) di kebanyakan trauma center. Pemeriksaan FAST (Focused
Assessment Sonography for Trauma) telah dimasukkan dalam bagian dari
Advanced Trauma Life Support sejak tahun 1997.
Tujuan pemeriksaan FAST adalah untuk mendeteksi cairan bebas
intraperitoneal dan pericardial dalam kasus trauma. DPL lebih sensitif dalam
mendeteksi adanya darah intraperitoneal dibanding US (100.000 sel darah
merah/mm3 dianggap positif dengan perbandingan 20 cc dari 1 liter cairan
lavase), namun DPL mempunyai kelemahan yaitu bersifat invasif yang dapat
mempunyai komplikasi pada pasien hamil, pembedahan sebelumnya, dan
operator yang kurang berpengalaman, serta tidak sensitif untuk trauma yang
melibatkan organ retroperitoneal dan pada kondisi hemodinamika tidak stabil.
Dibanding DPL, US merupakan pemeriksaan yang murah, cepat dan dapat
diulang, serta mempunyai spesifisitas lebih tinggi untuk laparotomi terapeutik.
US dapat mendeteksi minimal 250 mL cairan bebas Morisson’s pouch.
Sensitifitas FAST untuk mendeteksi cairan bebas intraperitoneal dari berbagai
penelitian adalah 64-98%, sedangkan spesifisitasnya 86-100%. Variasi yang
besar dalam hasil tersebut disebabkan adanya perbedaan tingkat pengalaman
operator (sonografer berpengalaman, ahli radiologi, ahli bedah dan residen) dan
standar referensi yang digunakan. Walaupun FAST umumnya digunakan untuk
metode imejing diagnostik pada pasien dengan trauma abdomen, namun
diagnosis cedera organ solid abdomen sangat terbatas.
Kecepatan sangat penting karena jika perdarahan intraabdominal ada,
probabilitas kematian akan meningkat sekitar 1% tiap 3 menit penundaan
dilakukannya intervensi. Tempat akumulasi cairan jika ada cedera organ solid,
adalah : Hepatorenal recess (Morisson’s pouch), Splenorenal recess, Paracolic
gutter, Retrovesical pouch (pada pria) dan Pouch of Dauglas (pada wanita).
Ultrasonografi FAST juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
cedera pada jantung dan pericardium, namun kurang tepat untuk mendeteksi
cedera usus, mesenterium, dan vesika urinaria, dimana CT merupakan modalitas
yang tepat.
Keuntungan FAST yang paling penting yaitu US merupakan metode
imejing bedside yang cepat dan dapat diintegrasikan dalam resusitasi.
Kemampuan ini sangat membantu terutama pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil dimana ahli bedah traumatologi dapat membuat keputusan
klinik yang cepat. Sebagai tambahan, US bersifat non-ionisasi dan tidak
menggunakan kontras nefrotoksik sehingga merupakan prosedur tindakan yang
aman. DPL juga memiliki peranan dalam diagnosis trauma abdomen pada
pasien hemodinamik yang tidak stabil yang tidak dapat dimobilisasi ke scanner
CT, namun tidak banyak dilakukan lagi karena prosedur invasif memiliki angka
kekerapan terjadi komplikasi antara 0,6-2,3% dan dikontraindikasikan pada
pasien post-surgical, terlalu gemuk, atau sedang hamil, serta memakan waktu.

Indikasi FAST

• Trauma tumpul abdomen


• Trauma penetrasi stabil
• Penilaian tingkat cairan bebas intraperitoneal, pericardial, dan rongga
pleura.
• Trauma extraabdomen (orthopaedic, spinal, chest) yang memerlukan
operasi darurat
• Trauma abdomen dengan hemodinamika tidak stabil.

Manfaat dari pemeriksaan FAST meliputi berikut ini:

• Mengurangi waktu untuk diagnosis cedera perut akut pada Trauma tumpul
abdomen
• Membantu akurat mendiagnosis hemoperitoneum
• Membantu menilai tingkat hemoperitoneum di trauma tumpul abdomen
secara non-invasif
• Dapat diintegrasikan ke dalam survei primer atau sekunder dan dapat
dilakukan dengan cepat, tanpa melepas pasien dari arena klinis
• Dapat diulang untuk pemeriksaan serial
• Aman pada pasien hamil dan anak-anak, karena membutuhkan radiasi
kurang dari CT
• Mengarah ke DPL lebih sedikit; dalam pengaturan klinis yang tepat, dapat
menyebabkan scan CT lebih sedikit (pasien yang dirawat di layanan
trauma dan menerima pemeriksaan abdominal).

c. Ultrasonografi Abdomen
Ultrasonography adalah teknik diagnostik invasif dimana gelombang suara
frekuensi tinggi yang masuk ke struktur tubuh internal dan gemaultrasonik dicatat
pada osiloskop karena mereka menyerang jaringan kepadatan yang berbeda.
USG merupakan suatu prosedur diagnosis yang dilakukan diatas permukaan
kulit atau diatas rongga tubuh untuk menghasilkan suatu ultrasound di dalam
jaringan. Hal ini sangat berguna dalam mendeteksi sebuah kantong empedu yang
membesar atau pankreas, adanya batu empedu, ovarium membesar, kehamilan
ektopik, atau usus buntu. Baru-baru ini teknik ini telah terbukti bermanfaat dalam
mendiagnosis di verticulitis kolon akut.
USG menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi yang dihasilkan
oleh kristal piezo-elektrik pada transduser gelombang tersebut berjalan melewati
tubuh dan dipantulkan kembali secara bervariasi, tergantung pada jenis jaringan
yang terkena gelombang. Alat ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
membantu menegakkan diagnosis penyakit dalam, terutama pemeriksaan organ2
tubuh bagian dalam.

1. Tujuan Pemeriksaan USG Abdomen


Mendeteksi kelainan pada empedu, kandung kemih, dan pankreas yang
memungkinkan adanya pembesaran ovarium kehamilan, atau usus buntu.
Keuntungan ultrasonografi abdomen mencakup tidak adanya radiasi
pengion, tidak ada efek samping terlihat, biaya yang relatif rendah, dan hasil
hampir segera. Hal ini tidak dapat digunakan untuk memeriksa struktur yang
ada di balik jaringan tulang karena tulang mencegah gelombang suara dari
bepergian kestruktur yang lebih dalam.

d. Ultrasonografi toraks
Ultrasonografi (USG) sudah digunakan sebagai alat untuk membantu
menegakkan diagnosis sejak tahun 1940an, namun demikian penggunaan USG di
bidang ilmu penyakit paru masih minimal. USG tidak mampu menembus ke
dalam jaringan yang terisi udara, namun demikian USG sangat baik dalam
menggambarkan dinding toraks, pleura dan jaringan paru yang berbatasan dengan
pleura. Dalam tinjauan kepustakaan dari Xirouchaki disebutkan bahwa sudah
menjadi pengetahuan yang umum bahwa USG tidak dapat melewati jaringan
yang terisi udara, namun demikian kelemahan ini tidak menjadi halangan untuk
dapat menegakkan diagnosis beberapa kondisi klinis seperti efusi pleura,
pneumotoraks, konsolidasi, atelektasis, edema paru dan lain-lain.
Keunggulan USG pleura adalah biaya yang murah, radiasi kecil, mudah
dibawa, waktu pemeriksaan yang singkat dan memiliki aspek dinamis yang bisa
dilihat pada saat pemeriksaan. Saat ini penggunaan USG pleura telah semakin
banyak digunakan dalam tindakan intervensi seperti thoracocentesis, biopsi
dinding toraks, pleura dan jaringan paru yang berbatasan dengan pleura hingga
pemasangan selang dada. Tinjauan Kepustakaan ini bertujuan untuk mempelajari
kembali prinsip-prinsip dan teknik-teknik dasar USG toraks dari pandangan
seorang dokter ahli paru dalam menegakkan diagnosis beberapa kelainan pada
paru.

e. Ultrasonografi mamae dan mammografi


Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk memantau adanya kemungkinan
perubahan pada payudara. Khususnya ukuran dan bentuk benjolan payudara yang
bisa dirasakan, tetapi tidak terlihat jelas pada mammogram. Dilansir
dari American Cancer Society, USG mammae juga dapat mencari tahu apakah
benjolan yang ada di payudara berisi cairan atau jaringan padat.
Secara umum, USG payudara juga kerap dilakukan untuk:
• Mengecek penyebab keluarnya cairan dari puting yang tidak biasa
• Memeriksa mastitis atau peradangan pada jaringan susu
• Memantau kondisi implan payudara
• Melihat penyebab nyeri, kemerahan, dan pembengkakan pada payudara
• Memeriksa perubahan warna kulit payudara
• Memverifikasi hasil tes pencitraan lainnya, seperti MRI atau
mammogram
Selain itu, USG payudara juga dapat membantu untuk mengarahkan
jarum biopsi ke area yang tepat, sehingga dapat meminimalisasi salah ambil
sampel sel dan jaringan yang akan diuji di laboratorium. Telah disebutkan bahwa
USG juga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kanker pada payudara. Berbeda
dengan pemeriksaan mammografi yang menggunakan sinar x. Pemeriksaan USG
dilakukan dengan gelombang ultrasound dan bisa dilakukan berulang
ulang. Selain itu USG sangat baik untuk membedakan massa padat dan cair yang
menjadi kekurangan pada mammografi.
Namun, dibandingkan dengan mammografi ,USG juga memiliki
kekurangan dalam hal resolusi citra yang dihasilkan sangat tinggi. Sedangkan
dengan menggunakan USG diperlukan frekuensi diatas 10 MHz untuk
menghasilkan citra dengan resolusi mumpuni.
Diantara cara-cara deteksi dini tersebut, ternyata yang memiliki angka ketepatan
tinggi untuk mendeteksi kanker payudara ukuran kecil adalah dengan mamografi.
Pemeriksaan klinis USG saja spesifitas dan sensitivitasnya sekitar 40-50% ,
sedangkan mamografi sensitivitas dan spesifitasnya mendekati 80-90% .Namun,
dalam pelaksanaannya tidak jarang kedua metode ini digabungkan secara
bersama. Dari hasil penelitian Sachin et.al (2007) dengan menggabungkan
mammografi dan USG akurasi pencitraan meningkat menjadi 97%.

f. Ultrasonografi traktus urinarius


USG traktus urinarius merupakan pemeriksaan yang relatif mudah, cepat,
aman, tanpa persiapan, tidak mempunyai efek samping dan relatif murah. USG
traktus urinarius bisa dilakukan pada orang dewasa, anak-anak, orang tua, bayi,
dan janin di dalam kandungan.
Kelebihan pada pemeriksaan usg traktus urinarius :
• Tanpa radiasi
• Tidak menimbulkan rasa sakit (non traumatik)
• Tidak menimbulkan efek samping (non invasif)
• Relatif murah dan cepat
• Persiapan pasien serta peralatannya relatif mudah.
Kelemahan pada pemeriksaan usg traktus urinarius :
• Kesulitan pada orang gemuk
• Organ yang mengandung udara dan organ di bawah tulang tidak dapat
dicitrakan.
• Tidak bisa menilai fungsi
• Pada luka/infeksi rasa sakit

g. Ultrasonografi appendicitis
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis
appendisitis akut adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan USG apendisitis:
• Pemilihan transduser linier frekuensi tinggi 5-7,5 MHz atau 2-4 MHz
transduser kurve frekuensi rendahdisesuaikan keadaan/kondisi penderita.
• Lakukan pemeriksaan dengan teknik kompresi menggunakan
transduser linier resolusi tinggi (> 7,5 MHz). Posisi penderita supinasi dan
transducer diletakkan pada lokasi/titik pada abdomen yang dirasa paling nyeri
(Sonography Self Localization) dan tangan pemeriksa diletakkan diposterior
(regio flank atau pinggang) penderita.Transducer dikompresikan di daerah
RLQ secara bertahap dan identifikasi arteri atau vena femoralis, ileum terminal,
sekum dan apendiks berada di sekitar daerah tersebut . Awalnya kita lakukan
teknik kompresi bertahap dengan transduser pada dinding anterior abdomen
secara pelan tetapi tegas.Bila apendiks tervisualisasi, diameter dinding
apendiks diukur secara teliti dengan potongan longitudinal dan transversal.
Gambaran USG apendiks normal terlihat sebagai tabung yang buntu (blind
ended tubular) dengan diameter kurang dari 6 milimeter dan tampak adanya
peristaltik. Bila dilakukan dengan teknik kompresi bertahap (grade
compression) appendiks tersebut ikut tertekan dan struktur lemak
periappendiceal tidak mengalami echogenitas.
Gambaran apendiks pada potongan transversal tampak echogenitas yang
berbeda dengan lapisan lapisan hipoechoic yang concentric (melingkar), hal
ini berhubungan dengan macam-macam lapisan dinding usus. Lapisan
dinding usus yang tervisualisasi pada USG ada 5 yaitu:
1) Lapisan dalam tampak hiperekoik yang terletak antara mucosa dan
intraluminal pada lapisan paling dalam.
2) Lapisan hipoekoik yang merupakan lapisan muskularis mukosa
3) Lapisan tengah hiperekoik yang merupakan submukosa
4) Lapisan diluarnya yang hipoekoik merupakan muskularis propria
5) Lapisan terluar yaitu hiperekoik yang merupakan lapisan serosa. Cairan
intraluminer tampak central hipoekoik sonolusen.

JENIS – JENIS PEMERIKSAAN CT-SCAN


1. Ct-scan otak

Potongan axial dari OM Line/Reids base line sampai vertex, tebal


potongan : 4 – 5 mm infratentorial, 8-10mm supratentorial atau semua
rata 7mm. Lesi dimidline sebaiknya dibuat potongan coronal sebagai
tambahan. Kondisi tulang pada kasus trauma/ suspect fraktur tulang
kepala. Indikasi kontras: tumor, infeksi, kelainan vaskuler mencari
AVM, aneurysma.
2. Ct-scan hypofise

Potongan coronal 1-5mm tanpa dan dengan bolus kontras,


dilanjutkan dengan axial scan 2-5mm dari OM Line sampai supraseller
distren (2mm bila lesi kecil/mikroadenoma atau kelenjar hipofise normal
; 5mm bila tumor besar/ makroadenoma) F.O.V kecil (160-200) mulai
dari procesus clinoideus anterior sampai dorsum sellae.
3. Ct-scan telinga / Os Petrosum

Teknik : High Resolusi CT / kondisi tulang kasus non-tumor/trauma


basis cranii: potongan axial dan coronal 2mm sejajar dengan axis
os.petrosum. mencakup seluruh tulang os.petrosum, tanpa kontras,
kondisi tulang (WW dan WL yang tinggi) kasus tumor / infeksi (abses )
potongan axial 2-5mm mencakup seluruh os.petrosum tanpa dan dengan
kontras, kondisi tulang dan soft tissue. Potongan coronal 2-5mm
sebagai tambahan, dalam kondisi tulang dan soft tissue.
Mencakup seluruh os.petrosum dan proses abnormalnya.
4. Ct-scan orbita

Tumor/ infeksi: Potongan axial 3-5mm dari dinding inferior sampai


dinding superior cavum orbita, sudut sejajar dengan N.opticus atau
menggunakan garis infraorbito meatal line, tanpa dan dengan kontras.
Setelah itu dibuat potongan coronal 3-5mm mencakup seluruh cavum
orbita. Fractur orbita : potongan coronal dan axial 2-4mm tanpa kontras,
dicetak dalam kondisi soft tissue dan tulang pada daerah fraktur. F.O.V.
kecil (160-200).
5. Ct-scan nasopharynx, lidah

Nasopharynx: potongan axial 3-5mm, FOV 250mm, kondisi dengan


filter agak tinggi (lebih tinggi dari otak) dan pallatum sampai sinus
frontalis, sudut sejajar pallatum. Tanpa dan dengan kontras bolus,
kemudian dilanjutkan dengan potongan axial 5mm sejajar corpus
vertebrae cervicalis dari C2 s/d C6 F.O.V 200mm untuk mencari
pembesaran kelenjar. Setelah itu dibuat potongan coronal 3-5mm,
tergantung besar –kecilnya kelainan dari choana sampai cervical
vertebrae sejajar dengan dinding posterior nasoprynx F.O.V. 250mm,
potongan coronal kadang perlu dibuat dalam kondisi tulang apabila ada
destruksi basis cranii. Oropharynx: sama dengan nasopharynx hanya
mulainya agak rendah, garis axial dimulai dari mandibula keatas. Lidah:
pasti harus diganjal gigi/rongga mulutnya dengan sepotong gabus, agar
pada potongan coronal lidah tidak menyatu dengan pallatum. Teknik
hamper sama dengan nasopharynx, hanya axial dan coronalnya harus
mencakup seluruh daerah lidah.
Bila tumor diduga berada di 2/3 depan lidah lebih baik dibuat
coronal dahulu tanpa dan dengan bolus kontras, baru kemudian dibuat
axialnya. Sedangkan untuk tumor dipangkal lidah, sebaiknya dibuat axial
dahulu baru cornal. Kontras diberikan pada potongan yang diperkirakan
akan memberi informasi baik.
6. Ct-scan larynx / pita suara

Potongan pre kontras : axial 5mm dari epiglottis sampai cincin


trachea 1-2, sejajar dengan pita suara. Potongan dengan kontras : axial
2-3mm didaerah pita suara, mulai dari batas atas sampai batas bawah
lesi. Bila ada kelenjar membesar, dibuat potngan leher 5mm post bolus
kontras (delayed scan) F.O.V. 160-200mm, tanpa dan dengan bolus
kontras.
7. Ct-scan thyroid

Potongan axial 3-5mm dari bagian atas kelenjar thyroid samapi


bagian bawah biasanya mulai setinggi C5-6 sampai thoracic inlet, tanpa
dan dengan bolus kontras, kemudian di ulang / delayed scan untuk
mendapatkan batas lesi dan tambahan informasi yang lebih baik setelah
seluruh kelenjar mengalami penyengatan merata, F.O.V. 160-200mm.
Catatan : untuk CT-Scan pita suara dan thyroid dapat dibuatkan
teknik MPR (Multiplanar Rekontruksi) untuk menghasilkan potongan
coronalnya, untuk itu harus dibuat potongan 1-2mm pada waktu bolus
kontras sepanjang daerah yang diperlukan untuk potongan coronalya.
8. Ct-scan sinus paranasalis

Teknik High Resolusi

Sinusitis: Potongan coronal 2mm di1/2 bagian depan dan 4mm 1/2
bagian posterior, mulai dari os.nasale sampai dengan nasopharynx,
potongan axial dari dasar sinus maxillaries sampai sinus frontalis 3-
5mm, tanpa bahan kontras, kondisi soft tissue (WW diatas 2000, WL
diatas 200) F.O.V 200-250mm
Tumor sinus : Potongan coronal 3-5mm dari dinding depan sinus sampai
nasopharynx / tumor habis tanpa dan dengan kontras, kemudian axial 3-
5mm dari dasar sinus sampai sinus frontalis / mencakup seluruh tumor,
kondisi soft tissue / tulang dan kondisi massa tumor dengan WW yang
rendah.
9. Ct-scan thorax

(bila memungkinkan sebaiknya dipakai teknik high resolusi).


Potongan axial prekontras/ polos dari puncak paru sampai diafragma,
tebal potongan 10, index 10-15. Bolus kontras diberikan mulai dari arkus
aortae sampai hilus inferior, tebal potongan 5-8mm. Bila proses
dibawah hilus potongan post kontras diteruskan kebawah sampai
mengenai seluruh proses terpotong. Kondisi dicetak dalam 2 macam:
kondisi parenkim paru dan kondisi mediastinum. Permintaan khusus
untuk parenkim paru dapat dibuat sbb: biasanya pada indikasi
parenchymal lung disease / emphysema. Axial scan tanpa kontras filter
high resolusi, tebal potongan 2mm dengan index potongan 8-10mm dari
puncak paru sampai diafragma.
Tumor esophagus : pemeriksaan thorax scan sambil minum oral
kontras sampai didapatkan lumen tumor yang sempit / batas antara
esophagus yang lebar dan yang sempit sebagai batas atas tumor.Bolus
kontras diberikan pada daerah tumor mulai batas atas sampai batas
bawah, dicetak dalam kondisi mediastinum. Potongan coronal dan
sagital dapat diperoleh melalui MPR (untuk itu perlu dibuat potongan
tipis 2-3mm sewaktu dibolus).

10. Ct-scan abdomen atas

Potongan Axial dari diafragma sampai ginjal. Prekontras: tebal


potongan 10, index 10-15mm. Bolus kontras diberikan pada daerah yang
menjadi tujuan pemeriksaan.Organ / kelainannya yang diperiksa besar
(hepar, lien): tebal potongan 10mm, index 8-12mm. Organ / kelainannya
sedang (ginjal, lambung, usus) dipakai tebal potongan 5-8mm. Organ /
kelainannya kecil (pancreas, kandung empedu) tebal potongan 2-5mm.
Pada kasus tertentu seperti tumor yang hipervaskuler/hemangioma
khusus untuk hepar dan ginjal, perlu dibuat delayed scan apabila
dicurigai ada kelainan pada bolus kontras.Pada alat spiral / helical CI,
untuk hepar dan ginjal sebaiknya dipakai program volume/spiral scan
untuk mendapatkan dual phase(fase arterial dan portal pada hepar atau
fase cortex dan medulla pada ginjal), kemudian dibuat lagi delayed scan
untuk mendapatkan fase equilibrium(untuk hepar) dan fase excresi
(untuk ginjal) dimana system pelviocalycesnya terisi penuh. Untuk kasus
CA pancreas pakai kontras negatife (minum air saja).

11. Ct-scan abdomen bawah / pelvic

Potongan axial dari lumbal 5 sampai buli-buli / kelenjar prostate.


Prekontras : tebal potongan 10mm. Bolus kontras didaerah yang ada
kelainan, tebal potongan tergantung besar kecilnya kelainan. Biasanya
dipakai tebal potongan 5mm. Persiapan pasien sering tidak sampai
mengisi baik rectum-sigmoid, untuk itu perlu dimasukkan kontras
rectum. Khusus untuk Ca cervix yang masih stadium II-III, dibuat
potongan 3mm pada waktu bolus kontras. Delayed scan kadang
diperlukan bila: batas tumor tidak jelas. Potongan koronal dan sagital
dapat diperoleh melalui teknik MPR.

12. Ct-scan spine


Potongan axial F.O.V. 160mm, tanpa kontras atau dengan kontras
intrathecal, disebut CT-Myelografi. Untuk kasus HNP: potongan hanya
didaerah ruang discus, sejajar dengan discus, tebal potongan 2-4mm.
Kondisi soft tissue dan tulang bila perlu. Untuk penilaian canal stenosis,
dapat dibuat satu potongan tepat ditengah korpus vertebrae, tegal lurus
dengan axis corpus. Untuk kasus tumor/spondylylitis/metastasis tulang:
potongan sejajar dengan corpus vertebrae didaerah yang ada kelainannya.
Kondisi soft tissue dan tulang . Bila perlu (umumnya harus) diberikan bolus
kontras terutama pada kasus abses paravertebral atau untuk melihat infiltrasi
tumor kedalam canalis vertebralis.

JENIS – JENIS PEMERIKSAAN MRI

Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada : kelenjar pituitary,


lobang telinga dalam, rongga mata dan sinus.
1) Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi
otak, pendarahan, infeksi tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh
darah seperti aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi.
2) Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses degenerasi (HNP),
tumor, infeksi, trauma, kelainan bawaan.

3) Pemeriksaan Musculoskeletal untuk organ : lutut, bahu , siku,


pergelangan tangan, pergelangan kaki, kaki, untuk mendeteksi robekan
tulang rawan, tendon, ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain.
4) Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati , ginjal, kantong dan saluran
empedu, pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli.
5) Pemeriksaan Thorax untuk melihat : paru –paru, jantung.

Selain pemeriksaan diatas juga terdapat pemeriksaan seperti berikut ini :

➢ MRI otak dan saraf tulang belakang

Beberapa kondisi medis yang dapat didiagnosis dengan pemindaian


ini adalah:
• Aneurisma pembuluh darah otak

• Penyakit mata dan telinga bagian dalam

• Multiple sclerosis

• Gangguan saraf tulang belakang

• Stroke

• Tumor

• Cedera otak karena trauma


➢ MRI jantung dan pembuluh darah dapat membantu dokter dalam
menilai :

• Ukuran dan fungsi ruang-ruang jantung

• Ketebalan dan pergerakan dinding jantung

• Luasnya kerusakan yang disebabkan oleh serangan jantung


atau penyakit jantung tertentu
• Gangguan struktural pada pembuluh darah aorta, seperti
aneurisma atau diseksi (robeknya dinding pembuluh darah)
• Peradangan atau sumbatan pada pembuluh darah

➢ MRI organ dalam

MRI dapat memeriksa keberadaan tumor atau kelainan lain dari


banyak organ di dalam tubuh yang meliputi hati, saluran empedu,
ginjal, limpa, pankreas, rahim, ovarium, serta prostat.
➢ MRI tulang dan sendi dapat membantu dokter dalam menilai :

• Kelainan sendi karena trauma atau cedera berulang

• Kelainan pada bantalan saraf tulang belakang

• Infeksi tulang

• Tumor tulang dan jaringan lunak

➢ MRI payudara

Digunakan bersama dengan pemeriksaan mammogram untuk


mendeteksi kanker payudara, terutama bagi wanita dengan jaringan
payudara yang padat atau berisiko tinggi terkena kanker payudara.

6. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan Rontgen, USG, CT-Scan dan


MRI ?
Jawab :
RONTGEN

Indikasi :
Indikasi pemeriksaan rontgen itu banyak, tergantung situasi dan kondisi pasien dan
keluhannya.

Contoh indikasi yang umumnya menjadi pertimbangan adalah:

* Sesak napas pada bayi.

Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada), dokter


membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat.

* Bayi muntah hijau terus-menerus.

Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna, maka


pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter untuk melakukan
tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia, melainkan lebih pada risk and benefit alias
risiko dan manfaatnya.

* Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya .

Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan untuk
mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.

Selain itu:

- Hal yang menyebabkan cedera bukan hal yg sepele ataupun yang kelihatannya sepele
tapi dicurigai mengenai bagian organ2 penting (kecelakaan mobil misalnya)
- Kehilangan kesadaran, rasa sakit yang terus-menerus setelah mengalami suatu trauma
(misalnya setelah jatuh dari tangga)
- Ada parastesia, defisit neurologis fokal
- ROM terbatas/tidak memungkinkan untuk menguji ROM setelah kecelakaan karena
dicurigai terjadi fraktur ataupun dislokasi

Perlu diingat, sinar X yang digunakan untuk foto rontgen merupakan sinar yang dapat
menyebarkan radiasi. Meski demikian, manfaat yang didapat dari teknologi ini lebih banyak
ketimbang risikonya jika dilakukan dengan benar. Itulah mengapa, bila dianggap perlu bayi
yang baru lahir pun bisa menjalani tindakan ini untuk menegakkan diagnosis ada tidaknya
kelainan dalam tubuhnya. Tindakan ini dilakukan semata-mata untuk memudahkan
penatalaksaan selanjutnya. Akan tetapi harus diingat bahwa permintaan foto rontgen harus
berasal dari dokter yang menanganinya, apakah ada indikasi, selain telah mempertimbangkan
masak-masak manfaat dan kerugiannya.

Kontraindikasi : -

USG

Indikasi :

Indikasi pemeriksaan USG merupakan salah satu prasyarat penting yang harus
dipenuhi sebelum pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG janganlah dilakukan
secara rutin atau setiap melakukan pemeriksaan pasien, terutama bila pasien hamil. Banyak
panduan yang telah diterbitkan, misalnya dari ISUOG (International Society of Ultrasound in
Medicine), AIUM (American Institute of Ultrasound in Medicine), RCOG (Royal College of
Obstetrics and Gynecology), atau ASUM (Australian Society of Ultrasound in Medicine).

Untuk mempermudah memilah indikasi pemeriksaan tersebut penulis menyaran-kan


pembagian indikasi sebagai berikut :

- Indikasi obstetric: untuk mengetahui keadaan janin, plasenta dan ketuban


- Indikasi ginekologi onkologi: kecurigaan terhadap tumor seperti miomauteri
dan kistoma uteri
- Indikasi endokrinologi reproduksi: seperti untuk melihat keadaan genitalia
interna pada pasien-pasien infertile
- Indikasi uroginekologi
Indikasi non obstetri ginekologi: pasien dengan kecurigaan metastatis dari organ
ginekologi

Kontraindikasi : -

CT-SCAN

Indikasi :

1. Menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan teknik scanning/pemeriksaan


tanpa mikroskop
2. Menilai kondisi pembuluh darah misalnya pada penyakit jantung koroner, emboli paru,
aneurisma ( pembesaran pembuluh darah) aorta dan berbagai kelainan pembuluh darah
lainnya.
3. Menilai tumor atau kanker misalnya metastase (penyebaran kanker), letak kanker, dan
jenis kanker
4. Kasus trauma/cidera misalnya trauma kepala, trauma tulang belkang dan trauma
lainnya pada kecelakaan. Biasanya harus dilakukan bila timbul penurunan kesadaran,
muntah, pingsan, atau timbulnya gejala gangguan saraf lainnya
5. Menilai organ dalam, misalnya pada stroke, gangguan organ pencernaan dll.
6. Membantu proses biopsi jaringan atau proses drainase/penegluaran cairanyang
menumpuk ditubuh. Disini CT scan berperan sebagai “mata” dokter untuk melihat
lokasi yang tepat untuk melakukan tindakan

Kontraindikasi dilakukan CT-Scan :

1. Pasien tidak mempunyai kesanggupan untuk diam tanpa mengadakan perubahan


selama 25-30 menit
2. Pasien dengan alergi iodine

MRI

Indikasi dilakukan MRI :

1. Neoplasma
2. Infeksi
3. Infarction
4. Dibidang saraf : stroke, tumor otak, kelainan mielinisasi otak, gangguan aliran cairan
otak/hidrocepalus, beberapa bentuk infeksi otak, gangguan pembuluh darah otak,dsb.
5. Dibidang muskuloskeletal : tumor jaringan tulang atau otot, kelainan saraf tulang
belakang, tumor spinal, jeputan akar saraf tulang belakang, dsb.

Kontraindikasi dilakukan MRI :

1. Relatif :
a. Anemia hemolitik
b. Riwayat alergi dengan bahan yodida
2. Mutlak :
a. Kehamilan dan menyusui
b. Gagal ginjal
3. Untuk pasien yang menggunakan alat pacu jantung (pace marker)
Pasien dengan alat bantu dengar pasienyang sedang menjalani kemoterapi, pasien
dengan pompa insulin dimohon untuk melaporkan pada dokter.

7. Sebutkan jenis-jenis proyeksi pada pemeriksaan rontgen ?


Jawab :
1. Rontgent kepala

A. Proyeksi Anteroposterior (AP) Axial (Towne method)

Teknik pemeriksaan cranium proyeksi Antero Posterior Axial adalah


sebagai berikut :
a) Posisi pasien: Atur pasien dalam posisi berdiri atau tidur di meja
pemeriksaan.
b) Posisi objek : Tekan dagu, hingga Orbitomeatal Line (OML) tegak lurus
terhadap meja pemeriksaan. Jika pasien tidak kooperatif tekan leher
pasien sehingga Infraorbitomeatal Line (IOML) tegak lurus dengan meja
pemeriksaan. Tambahkan alat bantu radiolusent dibawah kepala jika
diperlukan. Luruskan midsagital plane (MSP) terhadap sinar pusat
sampai garis tengah grid. Pastikan kepala tidak ada rotasi. Pastikan
vertex tengkorak masuk luas lapangan sinar x
c) Sinar pusat:

• Sudutkan 300 terhadap OML atau 370 terhadap (IOML), jika dagu
pasien tidak memungkinkan untuk ditekan sehingga OML tegak
lurus terhadap kaset bahkan dengan alat bantu yang diletakkan di
kepala, maka IOML dapat di tempatkan tegak lurus terhadap
kaset dengan sinar pusat disedutkan 370 caudad. Sudut 300 antara
OML dan kaset untuk menampakkan gambaran anatomi yang
sama.

• Titik bidik pada MSP 6,5 cm diatas glabella sampai melewati


foramen magnum

• Minimum Source image receptor distance (SID) 100 cmKolimasi


: kolimasi hingga bagian luar tengkorak

• Pernafasan : Pasien menahan nafas selama eksposi berlangsung

• Kreteria radiograf : tampak tulang oksipital, petrosum piramid


dan foramen magnum dengan dorsum sellae dan posterior clinoid
di bayangan foramen magnum

Gambar Proyeksi AP Axial / Towne


method (Bontrager,2010)

Gambar 2.6 Radiograf


Cranium Proyeksi AP
Axial (Bontrager,2010)
B. Proyeksi Lateral

Teknik pemeriksaan cranium proyeksi lateral adalah sebagai berikut :

a) Posisi pasein: Atur pasien dalam keadaan erect, recumbent semiprone

b) Posisi objek:

(1) Luruskan MSP sejajar dengan meja pemeriksaan

(2) Luruskan Interpupillary Line (IPL) tegak lurus dengan meja


pemeriksaan

(3) Fleksikkan leher hingga IOML tegak lurus terhadap tepi depan
meja pemeriksaan
c) Sinar pusat

(1) Arahkan sinar pusat tegak lurus kaset

(2) Titik bidik 5 cm superior EAM

(3) Minimum SID 100 cm

d) Kolimasi

Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

e) Pernafasan

Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

f) Kreteria radiograf : Tampak cranium secara lateral, bagian dalam sella


tursica termasuk anterior dan posterior clinoid dan tampak dorsum sella
(gambar 2.8).

Gambar 2.7 Proyeksi Lateral (Bontrager,2010)


Gambar 2.8 Radiograf Proyeksi Latera (Bontrager, 2010)

C. Proyeki AP

teknik pemeriksaan cranium proyeksi AP adalah sebagai berikut :

a) Posisi pasien : Atur pasien dalam posisi supine

b) Posisi objek: Posisi pasien supine dengan MSP tubuh pada pertengahan
kaset diatas meja pemeriksaan . Memastikan MSP kepala dan OML tegak
lurus kaset
c) Sinar pusat:

(1) Pusat sinar tegak lurus kaset/pada glabela

(2) Minimum SID 100 cm

d) Kolimasi

Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

e) Pernafasan

Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

f) Kreteria radiograf: kreteria radiograf proyeksi AP sama dengan proyeksi


PA. Tampak tulang frontal , crita galli, internal auditory canal, frontal dan
anterior sinus etmoid, petrous ridge, greter dan sayap spenoid dan dorsum
sella (gambar 2.10).
Gambar 2.9 Proyeksi AP (Frank, 2012)

Gambar 2.10 Radiograf Proyeksi


AP (Frank, 2012)

D. Proyeksi posteroanterior (PA) Axial

Teknik pemeriksaan cranium proyeksi PA Axial adalah sebagai berikut :

a) Posisi pasien: Atur pasien dalam posisi berdiri atau prone

b) Posisi objek:

(1) Letakkan hidung dan dahi pasien di atas meja pemeriksaan

(2) Fleksikan leher hingga OML tegak lurus kaset

(3) MSP tubuh diatur tepat dipertengahan meja pemeriksaan

c) Sinar pusat:
(1) Arahkan sinar 15º caudad

(2) Pilihan lain arah sinar pusat 250 terhadap kaset sampai 300 dan titik
bidik keluar dari nasion.Pilihan lainnya penyudutan 250 sampai 300
caudad akan lebih baik menampakkan superior orbital fisura,
foramen magnum dan inferior orbital rim.
(3) Minimum SID 100 cm

d) Kolimasi : Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

e) Pernafasan : Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

f) Kreteria radiograf : Tampak tulang Frontal, Besar dan kecil sayap spenoid,
tampak superior orbital, anterior sinus etmoid jaraksuperior orbital
(Gambar 2.12).

Gambar 2.11 Proyeksi PA Axial (Bontrager,2010)


Gambar 2.11 Proyeksi PA Axial (Bontrager,2010)
Teknik pemeriksaan cranium proyeksi PA adalah sebagai berikut :

a) Posisi pasien: Atur pasien dalam posisi berdiri atau prone

b) Posisi objek:

(1) Letakkan hidung pasien dan dahi pada meja pemeriksaan

(2) Fleksikan leher sehingga OML tegak lurus terhadap kaset

(3) MSP tubuh diatur tepat dipertengahan kaset

c) Sinar pusat:

(1) Pusat sinar tegak lurus kaset/sejajar OML keluar pada glabela

(2) Minimum SID 100 cm

d) Kolimasi : Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

e) Pernafasan : Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

f) Kreteria radiograf: Tampak tulang frontal , crita galli, internal auditory


canal, frontal dan anterior sinus etmoid, petrous ridge, greter dan sayap spenoid
dan dorsum sella (gambar 2.14)

Gambar 2.13 Proyeksi PA (Bontrager,2010)


Gambar 2.14 Radiograf Proyeksi PA
(Bontrager,2010)

2. Rontgent Thorax
1. Posisi PA (Postero Anterior)
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya scapula
tidak menutupi parenkim paru.

2. Posisi AP (Antero Posterior)


Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak
kooperatif. Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula
menutupi parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA.

3. Posisi Lateral Dextra & Sinistra


Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah
proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di
sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan,berarti sebelah kanan
terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri.

4. Posisi Lateral Dekubitus


Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis
diduga ada cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat pada
foto PA atau lateral. Penderita berbaring pada satu sisi (kiri atau kanan).
Film diletakkan di muka dada penderita dan diberikan sinar dari
belakang arah horizontal.

5. Posisi Apikal (Lordotik)


Hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan pada daerah apex kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada
kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex.

6. Posisi Oblique Iga


Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal
pembengkakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak
bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa.
Bahkan dengan foto oblique yang bagus pun, fraktur iga bisa tidak
terlihat.

7. Posisi Ekspirasi
Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu
penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin
gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau
suatu benda asing yang terinhalasi.

3. Rontgent Abdomen

1. Proyeksi pemeriksaan AP

Persiapan pasien = Pasien dianjurkan untuk membuka baju


hanya di sekitar perut saja
PP (Posisi pasien) = Pasien dalam posisi Supine atau tidur terlentang

PO (Posisi Objek) = Pusatkan MSP (Mid Sagital Plane)


pada meja pemeriksaan dan pelvis usahakan tidak terjadi
rotasi (Terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua
sisinya)

Ukuran kaset = 30x40 cm Vertikal

CR = Tegak lurus Vertikal

CP = Pada umbilikus (Pusar) sekitar 3jari di atas Crista iliaca

Luas lapangan kolimasi = Batas atas T11 dan T12 harus


tampak dan batas bawah sympisis pubis harus tampak
FFD = 100cm

Marker = R/L Orientasi AP

Memakai Lysolm/Grid
Intruksi ekposi = Tarik napas,,,,,keluarkan nafas,,,,Tahan napas.

Kriteria gambaran : T11,T12 tampak, Columna Vertebrae, Sympisis


pubis, Crista iliaca, Ischium,Ileum, Vertebrae Lumbal, dan Fisika
urinaria.
Kriteria Evaluasi :
- Tampak kontur liver (Hati), ginjal, dan keadaan dalam abdomen,
tampak sedikit costae dan processus spinosus, columna vertebrae
pada satu garis lurus.
- Kedua SIAS terlihat simetris, os iliaca simetris.

2. Proyeksi pemeriksaan Setengah duduk

PP (Posisi pasien) = Pasien duduk di meja pemeriksaan dengan MSP


(Mid Sagital Plane) tubuh sejajar dengan kaset, kedua tangan lurus
disamping tubuh.
PO (Posisi Objek) = Kaset berada di belakang tubuh pasien, aturlah
batas atas procxypoid dan batas bawah sympisis pubis, pelvis dan
shoulder tidak mengalami rotasi.
Ukuran kaset = 30x40 cm Vertikal

CR = Tegak lurus Horizontal

CP = pada umbilikus (Pusar) atau 3jari di atas crista iliaca

FFD = 100 cm

Luas lapangan kolimasi = Batas atas T11,T12 dan Batas bawah


Sympisis pubis.
Marker = R/L Orientasi AP

Memakai Lysolm/grid

Intruksi ekposi = Tarik nafas,,,,Keluarkan nafas,,,,Tahan nafas.


Kriteria gambaran : Tampak columa vertebrae, T11 dan T12, Sympisis
pubis, Crista iliaca, Vertebrae Lumbal dan Fisika Urinaria

Kriteria Evaluasi :
• Proyeksi ini bertujuan untuk memperlihatkan daerah sekitar diafragma

3. Proyeksi pemeriksaan LLD

Persiapan pasien = Pasien tetap posisi miring (LLD) selama 10 atau 20


menit sebelum dilakukan eksposi untuk memberikan kesempatan udara
bebas agar naik hingga daerah permukaan atas rongga peritoneum.
PP (Posisi Pasien) = Pasien berbaring miring dengan sisi kiri tubuh
menempel pada meja pemeriksaan. kedua lengan ditekuk dengan lutut
diletakkan agak ke depan bidang anterior abdomen.
PO (Posisi objek) = Kaset dan grid dengan ukuran sesuai kebutuhan
dipasang dibelakang punggung secara vertikal dan diganjal agar
posisinya terfiksasi. Pertengahan kaset berada pada garis yang
menghubungkan kedua Crista iliaca. Bidang median sagital (MSP)
berada sejajar dengan meja pemeriksaan dan tegak lurus kaset. Kaset
harus mencakup diafragma
Ukuran kaset = 30x40 cm Horizontal

CR = Tegak lurus Horizontal

CP = Pada Umbilikus (Pusar) atau 3jari di atas Krista iliaca

FFD = 100cm

Marker = L Orientasi AP

Kriteria gambaran : Vertebrae Lumbal, Diafragma, Krista iliaca, T11 dan T12
Kriteria Evaluasi :
• Diafragma dan Abdomen bawah terlihat

• Batas air dan udara (air-fluid level) di abdomen dengan detail soft
tissue tampak di anterior abdomen

4. Rontgent vertebrae

a. Teknik Foto Rontgen Servikalis

4. Posisi Lateral Servikalis


Foto Rontgen pada posisi lateral servikalis dapat dilakukan
dengan posisi erect lateral dan posisi recumbent lateral. Pada posisi
erect lateral pada tulang belakang servikalis ini, seorang pasien yang
melakukan foto Rontgen bisa mengambil sikap berdiri atau duduk.
Posisi kepala tegak ke depan. Arah sinar sentrasi pada tulang
belakang C4 (setinggi dagu). Pada posisi ini dapat dilakukan dengan
leher fleksi untuk memperlihatkan C1 dan C2.
Posisi erect lateral servikalis

Pada posisi recumbent lateral, pasien tidur telentang, film


berada di samping leher dan sinar sentrasi horizontal 2-3 cm caudal
mastoid tip.

5. Posisi Anteroposterior Servikalis


Pengambilan foto pada posisi anteroposterior servikalis dapat
dilakukan pada posisi erect (tegak) atau supine (tidur telentang)
dengan kepala lurus ke depan dan tangan di samping. Sinar sentrasi
terhadap C4 (batas bawah kartilago tiroid) dengan sudut 15-20
derajat cephaled.

6. Proyeksi AP Open Mouth Cervical


Pada pengambilan foto dengan proyeksi AP open mouth
cervical dapat dilakukan pada posisi yang sama dengan posisi AP
servikalis. Bedanya, pada saat eksposur pasien diminta untuk
membuka mulut selebar mungkin dengan hanya membuka rahang
bawah tanpa mengubah kepala dan bilang „aaah‟ agar lidah tetap di
dasar mulut.

Posisi foto Rontgen pada proyeksi AP open mouth cervical.

7. Posisi Anterior dan Posterior Oblique Cervical

Pengambilan foto Rontgen pada posisi anterior dan posterior


oblique cervical, seorang pasien dapat mengambil posisi erect
(duduk atau berdiri) atau recumbent. Namun, posisi erect biasanya
lebih nyaman daripada recumbent. Pasien dapat melakukan rotasi
pada seluruh badan dan kepala dengan sudut 45 derajat. Sinar
sentrasi pada C4 dengan sudut 15-20 derajat cephaled. Pada LPO
dan RPO atau sudut 15-20 derajat caudad pada LAO dan RAO.
Proyeksi jenis ini efektif untuk memperlihatkan foramina umco
intervertebra dan pedikel.

Foto Rontgen pada posisi: (a) anterior oblique cervical dan b.


posterior oblique cervical.

8. Posisi Lateral Cervicothoracalis (Swimmer‟s)


Pada posisi ini, pasien tengkurap (prone) dengan lengan kiri
ke depan dengan membentuk sudut 180 derajat dan lengan kanan di
samping seperti orang berenang. Sentrasi sinar horizontal ke arah
aksial, sedangkan film berada di sebelah kanan. Pada saat
pengambilan gambar, usahakan untuk menjaga toraks dan kepala
dalam posisi lateral.
Tujuan foto pada posisi ini yaitu untuk memperlihatkan
inferior vertebra cervicalis C7, dan superiorvertebra thoracalis T1-
T2. Hasil foto Rontgen pada posisi ini akan tampak korpus vertebra,
diskus intervertebralis, sendi zigapofiseal dari C4-T3.

Hasil foto Rontgen pada posisi lateral cervicothoracalis

9. Posisi Lateral Hiperekstensi dan Hiperfleks

Pada posisi ini, pasien bersikap erect lateral (duduk atau berdiri)
dengan lengan di samping, sentrasi sinar horizontal pada C4. Bila
pada posisi hiperfleksi, dagu pasien ditekan sampai menempel dada
dan bila hiperekstensi, dagu diangkat dan kepala ke arah belakang
sejauh mungkin.

Posisi lateral: (a) hiperekstensi dan (b) hiperfleksi


b. Teknik Foto Rontgen Thorakalis

1. Posisi AP Thorakalis
Pada posisi AP thorakalis, pasien dapat melakukannya dengan sikap
erect atau supine. Pada posisi supine, pasien tidur telentang dengan sedikit
menekuk lutut untuk melihat adanya kifosis normal. Sentrasi sinar
dilakukan secara vertikal ke 3 cm arah posterior dari prosessus xiphoid.
Sementara itu, pada posisi erect, sikap pasien seperti yang terlihat pada
gambar berikut ini.

Posisi AP thorakalis.

2. Posisi Lateral Thorakalis


Pada posisi ini, pasien bisa melakukannya dengan sikap erect atau supine.

Sentrasi sinar diarahkan ke T7 atau T6 dengan sudut 10 derajat cephalad.


3. Posisi Oblique Anterior atau Posterior Thoracal
Pada posisi ini, pasien dapat melakukan dengan sikap lateral erect
atau supine dengan badan rotasi 20 derajat termasuk bahu dan pelvis.
Pasien diminta untuk menekuk lututnya agar stabil. Pada LPO dan RPO,
tangan diletakkan dekat meja dan diangkat ke depan, sedangkan tangan
yang satunya ke bawah. Sementara itu, pada LAO dan RAO, tangan
diletakkan dekat meja dengan arah ke bawah posterior, sedangkan tangan
yang satunya diangkat ke depan.

Hasil foto Rontgen pada posisi ini akan memperlihatkan sendi


apofiseal. Oblique anterior memperlihatkan sendi apofiseal yang terdekat
dengan film, sedangkan pada posisi oblique posterior menunjukkan sendi
yang jauh dari film.

c. Teknik Foto Rontgen Pada Lumbal

1. Posisi AP atau PA Lumbal


Pada posisi ini, pasien dapat melakukannya dengan posisi telentang
dengan lutut ditekuk, tangan dilipat di dada. Selain itu, pasien juga dapat
melakukannya dengan posisi tidur telentang dan kedua lengan diangkat ke
samping kepala. Sentrasi sinar diarahkan pada sentral abdomen setinggi
krista iliaka.
Posisi AP lumbal.

2. Posisi Oblique Posterior atau Anterior Lumbal


Pada posisi ini, pasien dalam posisi semi supine dengan sudut 45
derajat pada RPO/LPO atau semi prone dengan sudut 45 derajat pada
RAO/LAO.Pada posisi ini lutut ditekuk untuk stabilitas, sentrasi
diarahkan pada L3.

Posisi oblique anterior (a) dan posterior (b) lumbal.

3. Posisi Lateral Lumbal

ada teknik ini, posisi pasien lateral recumbent dan lutut sedikit
fleksi. Bila dada terlalu sempit atau pelvis lebar maka perlu sudut kaudad 5
atau 10 derajat. Sentrasi sinar diarahkan pada krista iliaka.
Posisi lateral lumbal.

4. Posisi Lateral L5-S1


Posisi ini dilakukan untuk melihat patologi L5 atau S1, misalnya
pada spondylisthesis L4-5 atau L5-S1. Pasien mengambil posisi lateral
recumbent dan sentrasi sinar pada 4 cm inferior krista iliaca. Hasil foto
Rontgen pada posisi ini akan tampak L4 yang terbuka terhadap L5 dan L5
terhadap S1.

5. Proyeksi AP Aksial L5-S1


Pada proyeksi ini, posisi pasien telentang, sentrasi sinar cephaled
bersudut 30 derajat untuk laki-laki atau 35 derajat untuk perempuan ke arah
garis tengah (midline) setinggi krista iliaka. Film hasil Rontgen akan tampak
L5 terhadap S1 dan sendi sakroiliaka.

Posisi pada proyeksi AP aksial L5-S1.


d. Teknik Foto Rontgen Tulang Sakrum Dan Tulang Ekor

1. Proyeksi AP Aksial Sakrum

Proyeksi AP aksial sakrum dilakukan dengan posisi telentang dengan


lutut sedikit fleksi. Sentrasi sinar pada cephaled 15 derajat ke arah garis tengah
antara simpisis pubis dan SIAS. Bila posisi tengkurap, sinar cauded sebesar 15
derajat. Sebelum difoto, pasien diminta untuk buang air dan disiapkan dengan
lavemant agar udara dan faecal tidak menutupi tulang sakrum.

Posisi pada proyeksi AP aksial sakrum.

2. Proyeksi AP Aksial Tulang Ekor


Proyeksi ini, menempatkan pasien pada posisi telentang dengan lutut
sedikit fleksi. Sentrasi sinar caudad 10-15 derajat pada superior simpisis pubis
agar tulang ekor tidak berposisi di atas pada simpisis pubis. Sebelum difoto,
pasien diminta untuk buang air dan disiapkan dengan lavemant agar udara dan
faecal tidak menutupi tulang ekor. Proyeksi ini digunakan untuk melihat
patologi pada tulang ekor.
Posisi pada proyeksi AP aksial tulang ekor.

3. Posisi Lateral Tulang Sakrum dan Tulang Ekor

Pada posisi ini, sikap tubuh pasien diminta lateral recumbent dan sentrasi
sinar pada posterior SIAS. Pada film akan tampak tulang sakrum dan tulang ekor
dari arah lateral.

(a) Posisi lateral tulang sakrum dan (b) foto pada posisi lateral tulang sakrum.

e. Serial Skoliosis

1. Proyeksi PA (AP)

Pada proyeksi PA, foto dilakukan dalam posisi pasien erect dan recumbent
untuk perbandingan. Saat melakukan posisi erect, kedua kaki pasien harus
berdiri. Film hasil foto Rontgen ini memperlihatkan tulang belakang thorakalis
dan lumbal hingga 3 cm di bawah krista iliaka.
Hasil foto Rontgen pada proyeksi PA (AP).

2. Posisi Lateral Erect

Pengambilan foto dilakukan dalam posisi pasien lateral erect dengan


tangan ke atas dan dipastikan tidak ada rotasi. Film foto Rontgen pada posisi
ini akan tampak thorakalis dan lumbal dalam posisi lateral, batas bawah film
harus tampak krista iliaka.

Hasil foto Rontgen pada posisi lateral erect

3. Proyeksi PA (AP) Metode Ferguson


Untuk proyeksi ini, foto dalam posisi erect dengan berdiri
menggunakan dua kaki kemudian difoto lagi dalam posisi erect dengan satu
kaki (sesuai letak konveksitas vertebra) menginjak balok yang digunakan
sebagai perbandingan. Pada proyeksi ini, pengambilan foto harus tampak
seluruh tulang belakang thorakalis dan lumbal hingga 3 cm inferior krista
iliaka.

Hasil foto Rontgen pada proyeksi PA metode Ferguson

4. Proyeksi AP (PA) Bending Kanan Kiri

Pada proyeksi ini, posisi pasien bisa erect atau supine. Pasien diminta
untuk mengambil posisi lateral fleksi kanan dan kiri sejauh mungkin. Film
foto Rontgen pada posisi ini akan tampak thoracal dan lumbal dalam posisi
lateral fleksi dengan
Posisi badan pada proyeksi AP (PA) bending kanan kiri

e. Rontgent Ekstremitas

Ekstremitas Atas
1. Manus AP/Oblique

2. Wrist Joint AP/Lateral

3. Ekstremitas 6 (Antebrachii AP/Lateral)

4. Ekstremitas 7 (Artic Cubiti AP/Lateral)

5. Humerus AP/Lateral

6. Klavikula

7. Shoulder Joint 1 Posisi AP

8. Shoulder Joint 2 Posisi AP/Lateral

9. Skapula

Ekstremitas Bawah

1. Pedis AP/Lateral

2. Ankle Joint AP/Lateral


3. Kalkaneus Aksial/Lateral

4. Kruris AP/Lateral

5. Genu AP/Lateral

6. Femur AP/Lateral

7. Coxae

8. Coxae AP/Lateral

9. Pelvis AP

Obturator view & alar view

8. Sebutkan peranan pemeriksaan yang menggunakan fluroskopi, sebutkan jenis-jenis


pemeriksaan pada organ traktus digestiveus dan traktus urinarius?
Jawab :
FLUROSKOPI
Fluoroskopi adalah sebuah metode pemeriksaan sinar-X untuk menghasilkan
gambar bersekuel menyerupai video. Metode ini digunakan untuk mengamati kondisi
organ tubuh secara langsung (real time). Serupa dengan CT scan, fluoroskopi
menggunakan pancaran sinar-X dalam menangkap gambar. Namun, perbedaannya adalah
gambar yang dihasilkan fluoroskopi hanya memiliki satu sudut pandang.
Tujuan dilakukannya fluoroskopi bermacam-macam. Di antaranya adalah untuk
penetapan diagnosis penyakit, memeriksa kondisi sebelum dan sesudah terapi
pengobatan, atau untuk menunjang pelaksanaan operasi yang berkaitan dengan saluran
cerna, jantung, pembuluh darah, otot, saluran pernapasan, tulang, persendian, paru-paru,
serta hati.
Pelaksanaan. Terdapat dua jenis perangkat yang digunakan saat pemeriksaan,
yaitu perangkat yang tidak dapat dipindahkan (fixed or permanently installed
fluoroscopic) dan yang bisa dipindahkan (mobile fluoroscopic).

Cara kerja sistem fluoroscopy :


Sinar-x yang dipancarkan dari tabung sinar-x akan diterima oleh screen
fluoroscent, selanjutnya ditangkap oleh kamera (CCTV). Dari kamera sinyal diperkuat
kemudian dimasukan kedalam rangkaian LPF (Low power frekuensi). Keluaran dari
rangkaian LPFyang masih berupa sinyal analog, selanjutnya diperkuat dan dimasukan
kedalam ADC untuk dirubah menjadi sinyal digital. Proses selanjutnya dari ADC
dimasukan ke system komputer untuk diolah menjadi sebuah gambar dari obyek.

Fluoroskopi digunakan untuk beberapa jenis pemeriksaan dan penanganan,


seperti:

• Prosedur ortopedi. Dokter akan menggunakan fluoroskopi untuk membantu mengamati


kondisi patah tulang sebelum operasi perbaikan tulang dilakukan. Selain itu, fluoroskopi
juga dapat digunakan untuk membantu dokter dalam memasang implan tulang pada
posisi yang tepat.
• Pemeriksaan gastrointestinal. Dalam prosedur ini, pasien akan diberikan pewarna kontras
yang diminum untuk membantu pengamatan kerongkongan (esofagus), lambung, usus
kecil, usus besar, anus, hati, kantung empedu, dan pankreas.
• Prosedur kardiovaskular. Fluoroskopi digunakan untuk membantu prosedur tindakan
pada jantung dan pembuluh darah, seperti tindakan untuk menghilangkan gumpalan yang
menghambat aliran darah, angiografi jantung, atau pemasangan ring pada pembuluh
darah.
JENIS PEMERIKSAAN TRAKTUS DIGESTIVEUS DAN TRAKTUS
URINARIUS

1) Tractus Urinarius
a) Intravenous Pyelography
Visualisasi traktus urinarius dalam menilai jaringan hingga morfologi
ginjal dengan menyuntikkan bahan kontras secara intravena dan dilakukan
pengambilan gambar radiologis secara serial yang disesuaikan dengan saat zat
kontras mengisi ginjal, berlanjut ke ureter, dan ke kandung kemih.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah menilai fungsi eksresi ginjal menilai
morfologi dan struktus pelvio-kalises sistem, menilai kemampuan miksi menilai
keadaan parenkim ginjal, sistem pyelokaliks, ureter dan vesica urinaria.
b) Retrogard Pyelography
Visualisasi imagine dari ureter dan pelviokaliks sistem secara retrogard,
melalui sistoskopi dimasukkan ureter kateter ke dalam muara ureter sampai
pelviokalis sistem dan diikuti penyuntikkan kontras
c) Antegrade Pyelography
Teknik atau prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria dengan
menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui kateter yang telah
dipasang dokter urologi dengan cara nefrostomi percutan.
Tujuannya adalah memperlihatkan anatomi dan lesi-lesi tractus urinarius
bagian proximal, dilakukan setelah IVP gagal menghasilkan suatu diagnosa
yang informatif/kurang akurat/metode RPG tidak memungkinkan, Untuk
menunjukkan terutama gambaran renal pelvic dan ureter, Menunjukkan
obstruksi ureter akibat batu.
d) Uretrography Retrograde
Pemeriksaan untuk menilai uretra dengan jalan mengisi uretra dengan
media kontras. Tujuannya adalah melihat struktur anatomi dan kelainan pada
uretra
e) Uretrocystography
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai vesika urinaria, infra vesika
serta urethra dengan jalan mengisi vesika urinaria serta uretra dengan
menggunakan media kontras
f) Micturating cystourethrography
Pemeriksaan utk menilai vesika urinaria sampai uretra, dengan mengisi
kontras ke dalam vesika urinaria secara fisiologis dan dengan melalui proses
berkemih akan tampak pengosongan vesika urinaria. Tujuannya adalah melihat
refluks vesikoureter, memantau uretra ketika sedang miksi, melihat
abnormalitas vesika urinaria melihat stress inkontinensia.
g) Cystography
Tujuannya adalah memperlihatkan struktur vesika urinaria serta struktur
intravesika dan organ-organ sekitarnya. Teknik yang diapakai adalah Media
kontras dimasukkan melalui folley catheter melalui uretra, setelahnya vesica
urinaria dikosongkan.
2) Tractus Digestivus
a) Esofagografi/Esofagogram
Esofagram adalah pemeriksaan radiologis esofagus yang dipandu oleh
fluoroskopi. Ini termasuk evaluasi menelan, pengosongan esofagus, ketika
menggunakan barium swallow waktunya (TBS), morfologi dan motilitas
esofagus, evaluasi persimpangan gastroesofageal (GE), dan penilaian untuk
refluks gastroesofageal (GER). Serangkaian gastrointestinal bagian atas (GI)
adalah pemeriksaan kontras radiologis esofagus (identik dengan esofagram
rutin), lambung, dan duodenum yang dipandu oleh fluoroscopy.
Pemeriksaan kontras tunggal dan kontras ganda (bifasik) terbukti dan
merupakan prosedur yang berguna untuk mengevaluasi esofagus dan saluran GI
atas. Tujuannya adalah untuk menentukan ada atau tidaknya, sifat, dan luasnya
penyakit dengan studi kualitas diagnostik, menggunakan dosis radiasi minimum
yang diperlukan.
b) OMD (Oesofagus Maag Duodenum)
Teknik pemeriksaan radiologi saluran pencernaan yang terdiri dari organ
esophagus, maag, dan duodenum dengan menggunakan media kontras barium
sulfat kemudian diamati dengan fluoroskopi. Tujuannya adalah untuk melihat
kelainan-kelanan pada organ esophagus, maag, dan duodenum.
c) Colon in Loop
Colon in loop adalah pemeriksaan radiologi untuk menampakkan organ
colon dengan menggunakan media kontras.
d) Apendikogram
Apendikografi adalah pemeriksaan radiografi pada bagian apendiks
dengan menggunakan BaSO4 (barium sulfat) yang diencerkan dengan udara
(suspensi barium) dan dipasang secara oral (melalui mulut). Pemeriksaan
anatomi fisiologis dari apendiks atau kelainan pada apendiks merupakan
keberadaan sumbatan atau keberadaan kotoran (skibala) di dalam lumen
apendiks.
e) Barium Follow Through
Barium Follow Through (BFT) adalah pemeriksaan radiografi usus halus
menggunakan media kontras (barium sulfat).

9. Sebutkan syarat-syarat radiografi thoraks yang layak baca ?


Jawab :
Baca mulai dari tengah ke samping atau baca sebaliknya.

1. Cara Baca Jantung :


a) Ukur CTR
Syarat :
✓ Posisi harus PA
✓ Jarak sinar 1,8 – 2 m
✓ Inspirasi harus cukup dalam
✓ Costa harus simetris, tidak boleh ada kelainan tulang (scoliosis, kifosis,
lordosis)
b) Lihat proc transverses, tarik garis tengah lurus ke bawah
✓ Ambil 1 titik bagian jantung kanan paling jauh, lalu kemudian tarik garis
tegak lurus ke garis tengah (C1)
✓ Ambil 1 titik bagian jantung kiri paling jauh, lalu tarik garis tegak lurus ke
garis tengah (C2)
✓ Thoracis : Ambil garis horizontal yang menyinggung permukaan tertinggi
diafragma kanan
✓ Ukur berapa berapa cm (C)
CTR = C1 + C2 x 100%
✓ C : Anak < 14 tahun N 50-55%. Suspect cardiomegali : Dewasa 50 % >
cardiomegali 50%
c) Lihat Arcus Aorta
✓ Dewasa umur 30 Tahun : Normal, jarak 1-2 cm. < Elongation arcus aorta :
1cm
✓ Untuk orang tua > 50 tahun. Ukur dari garis tengah ke lengkung aorta yang
paling jauh. Ambil garis tengah .
o Jika > elongatio arcus aorta : 4 cm
o Kalau ada elongatio arcus aorta, berarti ada hipertensi
o Elongatio arcus aorta baru dapat dinilai pada pasien >30 tahun
o < 30 tahun tidak dinilai karena jantung masih dalam posisi dibawah
d) Lihat Apex Cordis Terjauh
✓ 1-2 cm di atas diafragma kiri
✓ Deviasi ada 2 : laterocaudal, laterocranial, dengan syarat CTR :
Laterocaudal : apex cordis tertanam dalam diafragma >50% atau < LVH :
1cm
Laterocranial : apex cordis di atas diafragma > RV : 2 cm
e) Setelah itu lihat Paru-Paru
✓ Hilus (Kanan & Kiri). Merupakan tempat keluar A & V pulmonalis, kelenjar
limfe
✓ Lihat kanan, karena hilus kiri keluar bertemu tulang.
Cara ukur :
Tarik 2 garis sejajar hilus, kemudian tarik garis tegak lurus dengan garis
sejajar tadi. Pada dewasa : tidak lebih 16 mm. Untuk anak : sulit. Jangan
diukur. Bandingkan dengan traches – harus lebih kecil atau sama dengan dari
trachea. Paling sering disebabkan oleh TBC, ada pembesaran kelenjar limfe di
hilus. Normal perbandingan hilus dengan diameter perifer tidak boleh lebi dari
1 : 5-7 cm. Tanda-tanda pulmonal hipertensi / inverted coma sign (hilus
melebar).
f) Batas Apex
✓ Apakah ada infiltara, kesuraman, perselubungan, konsolidasi
g) Corakan Bronchovaskuler
✓ Pembuluh darah berjalan bersama bronchus
✓ Bronchus infeksi : pembuluh darah membesar juga edema
✓ Bila di daerah lapangan paru atas corakan bronchovaskuler meningkat
disebabkan oleh bendungan bukan oleh infeksi di daerah bronkus.
h) Kemudian lihat Diafragma & Sinus
✓ Diafragma setinggi costa X belakang
✓ Normal inspirasi dalam :
Diafragma kanan lebih tinggi dari kiri karena di sebelah kanan terdapat
organ sehingga waktu inspirasi padat sedangkan di kiri terdapat organ
lunak dalam, diafragma ditekan habis-habisan.
✓ Normal bentuk diafragma cembung, permukaan licin.
✓ Sinus :
Cardiophrenicus – sudut kadang tidak lancip terdapat pericardial fat
(orang gemuk)
Efusi sudah 100-150 cc. Bila sudut costophrenicus tumpul pada posisi
PA/erect.
Disebut phrenicus karena diafragma dipersarafi oleh N.phrenicus – cabang
N.vagus.
Normal cairan pleura = 2 cc. Cara melihatnya, pasien dimiringkan. Bila lebih
dari 2 cc (mis 4 cc) terlihat bayangan opaque. Posisi pasien tidur (LLD /
RLD), arah sinar horizontal. Sinus jangan dinilai karena akan memberikan
gambaran sudut tumpul.
i) Lihat Pleura
✓ Normal tidak bisa terlihat.
Pada keadaan tertentu, pleura visceralis bisa terlihat, bila terlihat maka harus
disebut bagian distal dari pleura apa.
Dari pleural line apakah : Perselubungan homogen (Efusi pleura) atau
Pneumothorax (Gambaran avaskuler )
j) Lihat Tulang
✓ Soft Tissue : Radioopaque : Otot-otot (putih), Radioluscent (Lemak)
Bila ada bayangan hitam di soft tissue : Emfisema subkutis, terjadi akibat luka
tusuk terbuka (berarti ada udara).
✓ Posisi AP :
Clavicula tidak selalu terbuka : bila ada udara berarti pasien kembung. Fundus
tidak ada udara karena pasien tidur. Kerugian : jantung terlihat membesar,
jantung tidak jelas dan sulit dinilai.
✓ Posisi PA
Fundus selalu ada udara, arah sinar dari belakang, dan Clavicula selalu
terbuka.

Perbedaan Foto Posisi PA dan AP

PA AP
Clavicula lebih datar Clavicula lebih menukik
Scapula di luar paru Scapula masuk ke paru
Posisi pasien berdiri tangan Posisi pasien tidur
dipunggung

10. Sebutkan dan jelaskan persiapan pada pasien sebelum pemeriksaan USG, CT-Scan,
MRI, dan tindakan Fluroskopi pada traktus digestiveus dan traktus urinarius?
Jawab :

➢ persiapan pasien sebelum pemeriksaan USG


Persiapan untuk pemeriksaan USG tergantung pada organ atau daerah yang akan
diperiksa. Tidak diperlukan persiapan khusus dalam banyak situasi ini merupakan
kelebihan dari USG dibandingkan dengan modalitas pencitraan lainnya.
Gas pada usus yang berada di atasnya mungkin menjadi penghalang untuk
memindai perut dengan menyebabkan pantulan total ultrasonografi. Bagian pankreas
dan struktur yang terletak di punggung lainnya tidak dapat divisualisasikan, karena
terletak di bayangan akustik usus yang mengandung gas. Untuk menghindari masalah
ini, persiapan dan trik berikut disarankan:
1) Periksa pasien dalam keadaan puasa
2) Memaksakan pembatasan diet (menghindari makanan yang memproduki gas)
3) Latihan fisik (berjalan selama 30 menit sebelum pemeriksaan)
4) Kontras air (isi perut sebagai jendela akustik ke pankreas atau kandung kemih
untuk pemeriksaan panggul kecil)
5) Metode kontras air juga sangat cocok untuk menunjukkan dinding organ
berlubang seperti kandung kemih, kantung empedu, dan perut
6) Posisi khusus

Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang.


Pemindaian tambahan dalam dekubitus lateral dan posisi tengkurap mungkin diperlukan
dan berguna dalam beberapa situasi, terutama pada pasien obesitas atau pasien dengan
deformasi kerangka. Posisi berikut mungkin bermanfaat untuk ujian khusus:
1) Hiperekstensi leher untuk memindai kelenjar tiroid
2) Posisi tegak untuk evaluasi pankreas
3) Posisi tengkurap untuk ginjal, terutama yang kiri
4) Memutar 45◦ ke kiri untuk mengevaluasi hilus hati, saluran empedu umum,
dan kepala pankreas
5) Elevasi panggul untuk memindai panggul kecil.

Ketika melakukan pemeriksaan ultrasonografi, seseorang harus memperhatikan


kemungkinan mentransmisikan materi infeksius dengan transduser atau jeli pada
instrumen dari satu pasien ke pasien lainnya. Transduser dan bagian lain yang memiliki
kontak langsung dengan pasien harus dibersihkan setelah setiap pemeriksaan.
Persyaratan minimum adalah untuk membersihkan transduser setelah setiap
pemeriksaan dan membersihkannya dengan agen desinfektan yang cocok setiap hari dan
setelah pemeriksaan pasien yang jelas-jelas menular.
Metode yang cocok pada pasien infeksi, dan terutama pada pasien dengan luka
terbuka atau kulit lainnya, adalah dengan menggunakan sarung tangan di atas transduser
dengan beberapa jeli pada permukaan aktif. Metode yang sama dengan sarung tangan
steril cocok untuk tusukan dengan petunjuk ultrasonically.

➢ persiapan pasien sebelum pemeriksaan CT-Scan

Persiapan pasien Rawat Jalan untuk dewasa


✓ Dibuat perjanjian dengan radiologi untuk menentukan hari pemeriksaan
✓ Menandatangani surat pernyataan izin tindakan oleh pasien/keluarga pasien.
✓ Puasa 4 jam sebelum pemeriksaan
✓ Pasien boleh melanjutkan pengobatan/minum obat yang diberikan oleh dokter pengirimnya.
✓ Melampirkan hasil pemeriksaan laboratorium (Ureum,Creatine) yang terakhir diperiksa, jika
tidak ada maka harus ada pernyataan dari dokter pengirim yang menyatakan fungsi ginjal
pasien baik.
✓ Pada hari pemeriksaan, harap membawa film x-ray, USG, MRI sesuai dengan jenis
pemeriksaan (bila ada)

Persiapan Khusus
CT Abdomen
✓ Bagian radiologi akan memberikan kontras oral sebanyak 20 CC yang kemudian dilarutkan
dalam air matang menjadi 900 cc kemudian dibagi menjadi 3 gelas, yang masing-masing
diminum pada :1 jam sebelum pemeriksaan untuk minum pertama, ½ jam berikutnya untuk
minum kedua, dan minum ketiga di ruang radiologi saat akan dilakukan pemeriksaan

CT Abdomen-Pelvis atau Pelvis


✓ Minum kontras pertama : 2 jam sebelum pemeriksaan, minum kontras kedua : 1 jam
sebelum pemeriksaan, minum kontras ketiga : sebelum pemeriksaan akan dimulai. Jangan
buang air kecil setelah minum kontras kedua sampai pemeriksaan selesai.
✓ Untuk pasien yang memakai dauer kateter diklem setelah minum kontras kedua oleh
perawat ruangan
✓ Pasien akan diberikan kontras enema (di ruang CT Scan) bila diperlukan.
✓ Bagi pasien wanita (yang sudah menikah) akan dipasang tampon intravagina (di ruang
CT Scan)

Persiapan pemeriksaan CT Scan untuk anak (5 – 8 tahun)


Persiapan sebelum pemeriksaan
✓ Surat persetujuan pemeriksaan dari orang tua / wali pasien
✓ Informasikan kepada bagian radiologi jika ada riwayat alergi / asma

Persiapan pasien rawat jalan untuk Bayi dan Anak


✓ Dibuat perjanjian dengan radiologi untuk menentukan hari pemeriksaan
✓ Surat persetujuan pemeriksaan dari orang tua/keluarga
✓ Radiolog akan menentukan berapa banyak kontras IV yang akan diberikan, Os tidak perlu
puasa.
✓ Radiolog akan memberikan obat penenang atau dilakukan oleh dokter anestesi (bila
diperlukan) agar pemeriksaan berlangsung dengan lancar
✓ Pastikan IV Canular terpasang dengan tepat sebelum dimasukkan kontras
✓ Setelah pemeriksaan selesai maka perawat radiologi harus memperhatikan keadaan umum
pasien
✓ Untuk pemeriksaan yang menggunakan anestesi maka pasien tersebut di bawah pengawasan
dokter anestesi
✓ Pasien dapat pulang setelah dipastikan tidak ada keluhan

Persiapan Pasien Rawat Inap dan UGD


✓ Dibuat perjanjian dengan radiologi untuk menentukan hari pemeriksaan
✓ Surat pernyataan izin tindakan sudah disiapkan oleh perawat ruangan dan perawat UGD
✓ Puasa 4 jam kecuali cito
✓ Di ruangan / UGD sudah terpasang IV canular, dan diberi penenang untuk bayi/anak bila
diperlukan.
✓ Status/file pasien dan hasil pemeriksaan foto X-ray, USG,harus dibawa.
✓ Perawat ruangan / UGD memberitahukan kepada perawat radiologi mengenai keadaan umum
pasien.
✓ Perawat ruangan mendampingi pasien jika keadaan umum lemah.

Persiapan Khusus
CT Abdomen
✓ Bagian radiologi akan memberikan kontras oral sebanyak 20 CC kepada perawat ruangan
dan UGD yang kemudian dilarutkan dalam air matang menjadi 900 cc kemudian dibagi
menjadi 3 gelas, yang masing-masing diminum di ruangan dan UGD pada :1 jam sebelum
pemeriksaan untuk minum pertama, ½ jam berikutnya untuk minum kedua di ruangan dan
UGD, dan minum ketiga di ruang radiologi saat akan dilakukan pemeriksaan

CT Abdomen-Pelvis atau Pelvis


✓ Minum kontras oral pertama di rungan dan UGD: 2 jam sebelum pemeriksaan, minum
kontras kedua di ruangan dan UGD: 1 jam sebelum pemeriksaan, minum kontras ketiga di
radiologi : sebelum pemeriksaan akan dimulai. Jangan buang air kecil setelah minum kontras
kedua sampai pemeriksaan selesai.
✓ Untuk pasien yang memakai dauer kateter diklem setelah minum kontras kedua oleh perawat
ruangan
✓ Pasien akan diberikan kontras enema (di ruang CT Scan) bila diperlukan.
✓ Bagi pasien wanita (yang sudah menikah) akan dipasang tampon intravagina (di ruang CT
Scan) .

➢ persiapan pasien sebelum pemeriksaan MRI

Berikut ini beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh pasien sebelum menjalani
prosedur MRI.

• Melepaskan benda logam yang menempel pada tubuh, seperti perhiasan, alat bantu
dengar, jam tangan, ikat pinggang, peniti, gigi tiruan, kacamata, wig, atau pakaian dalam
yang memiliki komponen logam. Pasien biasanya akan diberikan pakaian khusus untuk
dikenakan selama pemeriksaan.
• Meninggalkan ponsel dan benda elektronik lainnya di luar ruangan.

Pasien umumnya dapat makan dan minum, atau mengonsumsi obat-obatan seperti biasa
sebelum prosedur MRI dilakukan, kecuali bila ada larangan khusus dari dokter.

Bagi pasien yang memerlukan suntikan zat pewarna (kontras) yang mengandung
gadolinium, dokter akan menyuntikkannya ke dalam pembuluh darah lengan, baik sebelum
atau di tengah prosedur. Pasien dapat merasakan sensasi logam di mulut saat obat ini
disuntikkan.

➢ Tindakan Fluroskopi pada traktus digestiveus dan traktus urinarius


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan tes fluoroskopi,
seperti :
1. Perbanyak mengkonsumsi air putih
2. Melepas semua aksesoris yang melekat di tubuh. Contohnya anting, kalung
maupun gelang
3. Gunakan pakaian khusus yang sudah di sediakan oleh rumah sakit
4. Bila akan melakukan pemeriksaan di bagian perut, jangan minum atau makan
apapun sejak malam sebelum pemeriksaan

Dokter akan memberikan

Anda mungkin juga menyukai