Anda di halaman 1dari 14

ABSTRAK

Perkembangan teknologi pencitraan dalam bidang diagnostik menggunakan fasalilitas


radiasi pengion sangat pesat, salah satu inovasi teknologi pencitraan yang terus berkembang
adalah Computed Tomography Scan (CT Scan). CT Scan merupakan salah satu alat sarana
penunjang pelaksanaan pencitraan diagnostik yang paling umum tersedia di rumah sakit
bekerja dengan menggunakan gabungan dari sinar-X dan komputer untuk mendapatkan citra
atau gambar variasi irisan tubuh manusia secara melintang berdasarkan penyerapan sinar-x
pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor tv hitam putih (sc: CT Scan). CT
mempunyai keunggulan dalam hal efisiensi pencitraan dan biaya. Prosedur pemeriksaan CT
Scan menjadi sebuah pemeriksaan radiodiagnostik yang mampu menampilkan gambar bagian
dalam tubuh manusia yang tidak terpengaruh oleh superposisi dari struktur anatomi yang
berbeda. CT Scan dapat digunakan menilai struktur tulang, memeriksa kelainan paru,
memeriksa pembuluh darah, koroner jantung, usus besar, saluran nafas dan struktur
pembuluh darah . Selain sebagai alat diagnostik alat ini pada umumnya juga dapat digunakan
dalam dunia kedokteran sebagai pemandu untuk interventional prosedur. Teknik pencitraan
pada fasilitas CT Scan diperoleh dari seluruh informasi obyek yang diproyeksikan pada
bidang dua dimensi dengan menggunakan teknik algoritma rekonstruksi gambar dan diolah
dengan bantuan komputer sehingga diperoleh citra gambar melintang tubuh pasien.

Kata Kunci: CT-Scan, Diagnostik, Pencitraan


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam bidang medis, fasilitas diagnostik serta keakuratannya sangat
membantu dalam menggambarkan keadaan tubuh pasien dan penyakit yang berada di
dalamnya tanpa melakukan pembedahan agar bisa tepat tindakan yang harus
dilakukan terhadap pasien dan langkah-langkah penyembuhannya. Oleh karena itu
diperlukan langkah yang membantu menyediakan informasi yang akurat. Informasi
ini sangat membantu tenaga medis secara objektif dan akurat untuk melakukan
diagnosis. Dari hasil diagnosis yang tepat dapat bermanfaat dalam langkah analisis,
perencanaan pengobatan, dan tindakan medis yang diperlukan.

Setelah puluhan tahun sinar-X ini mendominasi dunia kedokteran, terdapat


kelemahan yaitu objek organ tubuh kita 3 dimensi dipetakan dalam gambar 2 dimensi.
Sehingga akan terjadi saling tumpang tindih stukur yang dipetakan, secara klinis
informasi yang direkam di film dapat terdistorsi (Pawiro, 2009).

Teknologi radiodiagnostik dengan teknologi rontgen (radiografi konvensional)


masih membutuhkan peningkatan fungsi diagnosisnya agar diperoleh citra yang lebih
kompleks, lengkap, dan lebih rinci, tetapi tetap aman pada paparan dosis radiasi yang
diterima pasien karena rontgen hanya dapat memindai dari satu sisi saja. Apabila
dibutuhkan pemindaian yang kompleks dan rinci menggunakan teknologi rontgen
saja, maka pasien harus di pindai berkali-kali yang akan berjalan sangat lama.

Selain itu, teknologi radiografi konvensional memberikan citra gambar bukan


potongan melintang tubuh, maka radiografi kovensional hanya dapat digunakan untuk
melihat dan mendiagnosis penyakit tulang, degenerasi, patah tulang, dislokasi, infeksi,
dan tumor saja, tetapi tidak cukup mampu untuk memindai dengan lebih sensitif
seperti mendeteksi penyakit dalam jaringan tubuh lunak seperti otak, hati, pembuluh
darah, terlebih lagi untuk mendiagnosis kanker, penyakit jantung, radang usus buntu,
gangguan otot dan tulang, trauma, dan penyakit menular.
B. STUDI PUSTAKA
Karya tulis berjudul IMEJING DIAGNOSTIK KANKER ORAL: PRINSIP
INTERPRETASI PADA RADIOGRAF DENTAL, CT, CBCT, MRI, DAN USG
menerangkan bahwa, “Imejing diagnostik merupakan bagian dari protokol diagnosis
dan perawatan pasien kanker oral. Pengetahuan mengenai gambaran kanker oral
menggunakan berbagai modalitas imejing sangat diperlukan oleh dokter gigi dan
radiolog terutama radiolog kedokteran gigi, meskipun ketersediaan alat imejing
modern di Indonesia masih terbatas. Pemeriksaan imejing diagnostik kanker oral
umumnya menggunakan radiografi konvensional, Cone Beam Computed
Tomography (CBCT), Computed Tomography (CT), ultrasonografi (USG), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Positron Emission Tomography (PET), Single-Photon
Emission Computed Tomography (SPECT), dan bone scintigraphy. Pemilihan jenis
imejing pada kasus kanker oral perlu disesuaikan dengan kondisi klinis pasien,
ketersediaan modalitas imejing, dan kemampuan ekonomi pasien. Imejing diagnostik
diperlukan untuk membantu penegakkan diagnosis tumor dan kanker oral secara
akurat. Diagnosis yang akurat mengarah pada perawatan yang tepat dan adekuat,
sehingga kesembuhan dan harapan bertahan hidup bagi pasien kanker oral dapat
ditingkatkan.” (Rini Widyaningrum, dkk., 2018)
C. DASAR TEORI
Tahun 1971, seorang fisikwan bernama Hounsfield memperkenalkan sebuah
hasil invensinya yang dikenal dengan Computerized Tomography atau yang lazim
dikenal dengan nama CT-Scan. Invensi Hounsfield ini menjawab tantangan
kelemahan citra sinar-X konvensional yaitu CT dapat mencitrakan objek dalam 3
Dimensi yang tersusun atas irisan-irisan gambar (tomography) yang dihasilkan dari
perhitungan algoritma komputer (SURYONO, 2011).
Computerized Tomography Scanning atau yang lebih di kenal dengan nama
CT-scan mempunyai prinsip kerja yang sama dengan rontgen, yaitu menggunakan
sinar-X. Perbedaannya terletak pada gambar yang dihasilkan, dan juga cara kerjanya.
Sinar-X mempunyai sifat tidak dibelokkan oleh medan listrik dan magnet serta
mempunyai daya tembus yang sangat besar terhadap suatu benda. Karena itu sinar-X
digunakan dalam alat-alat medis untuk melihat kenampakan tubuh manusia dan
memeriksa kelainan dalam tubuh manusia yang tidak bisa di lihat dengan mata
telanjang (Bushong, 2011).
Sinar-X merupakan salah satu dari aplikasi gelombang elektromagnetik yang
menjadi sebuah fenomena yang ditemukan oleh Roentgen pada laboratoriumnya.
Sebuah fenomena yang kemudian menjadi awal pencitraan medis (medical imaging)
Penemuan ini juga menjadi titik awal perkembangan fisika medis di dunia, yang
menkonsentrasikan aplikasi ilmu fisika dalam bidang kedokteran (Bushong, 2011).
Sinar-X merupakan radiasi yang merambat lurus, tidak dipengaruhi oleh
medan listrik dan medan magnet dan dapat mengakibatkan zat fosforesensi dapat
berpendar. Sinar-X dapat menembus zat padat dengan daya tembus yang tinggi .
Atenuasi sinar-X setelah menembus suatu benda menjadi dasar pengambilan citra
gambar CT-Scan. Intensitas sinar-X setelah menembus suatu benda akan lebih kecil
dibandingkan intensitas sinar-x sebelum menembus suatu benda (Shilo M, Reuveni,
Motiei M, Popovtzer R, 2012). Citra atau gambar yang dihasilkan dari sinar-X ini
sifatnya adalah membuat gambar 2 dimensi dari organ tubuh yang dicitrakan dengan
memanfatkan konsep atenuasi berkas radiasi pada saat berinterakasi dengan materi.
Gambar atau citra objek yang diinginkan kemudian direkam dalam media yang
kemudian dikenal sebagai film. Dari gambar yang diproduksi di film inilah informasi
medis dapat digali sesuai dengan kebutuhan klinis yang akan dianalisis (Rasad,
Sjahriar, dkk., 2005).
Untuk mengetahui seberapa banyak sinar-x dipancarkan ke tubuh pasien,
maka dibutuhkan juga sistem kontrol yang mendapat input dari komputer. Bagian
keluaran dari sistem pemroses citra, adalah sekumpulan detektor yang dilengkapi
sistem akusisi data. Detektor adalah alat untuk mengubah fenomena radiasi menjadi
besaran listrik. Detektor radiasi yang sering digunakan adalah detektor ionisasi gas.
Jika tabung pada detektor ini ditembus oleh radiasi maka akan terjadi ionisasi. Hal ini
akan menimbulkan arus listrik. Semakin besar interaksi radiasi, maka arus listrik yang
timbul juga semakn besar. Detektor lain yang sering digunakan adalah detektor kristal
zat padat. Susunan detektor yang dipasang tergantung pada tipe generasi CT Scanner.
Tetapi dalam hal fungsi semua detektor adalah sama yaitu mengindentifikasi
intensitas sinar-x seletah melewati obyek. Dengan membandingkan intensitas pada
sumbernya, maka atenuasi yang diakibatkan oleh propagasi pada obyek dapat
ditentukan (Bushong, 2011).
D. RANCANGAN DESAIN
Prinsip kerja pada CT Scan meliputi proses akuisisi data, pengolahan data,
tampilan gambar, penyimpanan dan dokumentasi.

Gambar: Diagram Blok Sistem CT-Scan (Daniel Kartawiguna, dkk., 2017)

a. Akuisisi Data

Akusisi data berarti kumpulan hasil penghitungan transmisi sinar-X setelah


melalui tubuh pasien. Sekali sinar-X menembus pasien, berkas tersebut diterima oleh
detektor khusus yang menghitung nilai transmisi atau nilai atenuasi (penyerapa)
(Nariswari, 2018).
Tahap pertama pada akuisisi data adalah proses scanning. Selama scanning
tabung sinar-x dan detektor berputar mengelilingi pasien untuk mendapatkan data
atenuasi sinar-x setelah melalui tubuh pasien. Detektor menangkap radiasi yang
diteruskan melalui pasien dari beberapa lokasi dan sudut (Nariswari, 2018).

Gambar: Prinsip Kerja CT-Scan (Daniel Kartawiguna, dkk., 2017)

Sinar-X yang mengalami atenuasi setelah menembus objek akan ditangkap


oleh detektor yang berhadapan dengan sumber sinar dan terletak di belakang objek.
Pada saat yang bersamaan detektor menerima berkas sinar-X yang langsung berasal
dari sumber, berkas radiasi tersebut oleh detektor diubah dalam bentuk sinyal listrik
yang akhirnya oleh analog digital converter diubah dalam bentuk digital. Selanjutnya
data tersebut dikirim ke komputer untuk diolah melalui proses matematis. Data-data
tersebut direkonstruksi dan ditampilkan kembali pada layar monitor berupa citra
dengan skala keabuan (Ramadhani, 2006).

Terdapat 2 metode akuisisi data, yaitu metode konvensional slice by slice atau
metode aksial dan metode spiral atau helical. Metode konvensional slice by slice,
tabung sinar–x dan detektor bergerak mengelilingi pasien dan mengumpulkan data
proyeksi pasien. Saat pengambilan data proyeksi, posisi meja berhenti. Kemudian
meja pasien bergerak untuk menuju posisi kedua dan dilakukan proses scanning
berikutnya. Sedangkan metode spiral atau helical tabung sinar–X bergerak
mengelilingi pasien yang juga bergerak. Pada metode ini, berkas sinar-x membentuk
pola spiral atau helical. Data untuk rekonstruksi citra pada setiap slice diperoleh
dengan interpolasi (Nariswari, 2018).
b. Pengolahan Data

Suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan
dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan
detektor.

Gambar 3. Collimator dan Detektor (Ramadhani, 2006).

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi
arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal pulsa
tegangan.

Gambar 4. Proses Pengiriman Sinyal (Ramadhani, 2006).

c. Rekonstruksi citra, representasi citra dan penyimpanan


Setelah detektor mendapatkan penghitungan transmisi yang cukup, data
dikirim ke komputer untuk untuk merekonstruksi gambar CT menggunakan teknik
matematika khusus. Sebagai contoh, rekonstruksi algoritma yang dipakai oleh
Hounsfield dalam mengembangkan CT Scan pertama dikenal dengan algebraic
reconstruction technique (Daniel Kartawiguna, dkk., 2017).
Setelah komputer melakukan proses rekonstruksi gambar, hasil gambar
tersebut bisa ditampilkan dan disimpan untuk nantinya dianalisis ulang. Biasanya
gambar ditampilkan pada cathode ray tube (CRT), Manipulasi gambar menjadi
popular pada CT, dan banyak software computer tersedia. Gambar-gambar dapat
dimodifikasi untuk membuatnya lebih bermakna bagi yang melihat. Seperti
gambar irisan axial bisa dijadikan irisan coronal, sagital dan paraxial (reformat).
Gambar juga bisa diberi perlakuan smoothing (melembutkan), edge enhancement,
manipulasi gray scale dan proses tiga dimensi. Gambar bisa direkam dan
selanjutnya disimpan dalam beberapa format data. Biasanya dalam bentuk film
sinar-X karena memiliki rentang gray scale yang lebar dibanding film biasa.
Beberapa model perekaman seperti multiformat video camera juga dipakai, meski
sekarang ini laser kamera dikembangkan dan lazim dipakai di radiologi
(Nariswari, 2018).
Kualitas diagnosis CT scan dapat ditingkatkan dengan menggunakan
senyawa pengontras terarah yang lebih spesifik. Dibandingkan dengan radiografi
kovensional, CT dapat lebih baik menentukan atenuasi yang dihasilkan oleh suatu
struktur yang diperiksa. Hasil pengukuran dari atenuasi tersebut digambarkan
dalam Hounsfield Unit (HU). Hounsfield Unit tersebut juga mengarah kepada CT
numbers atau densitas (Jain S, et al., 2012).
Untuk dapat membedakan suatu objek pada gambaran CT dengan struktur
lainnya yang bersebelahan harus terdapat perbedaan densitas antara dua objek
tersebut. Pemberian senyawa pengontras secara intravena sering digunakan untuk
mendapatkan perbedaan kontras antara dua objek yang bersifat tidak permanen.
Senyawa pengontras yang diberikan akan mengisi struktur yang diperiksa dan
harus memiliki densitas yang lebih tinggi daripada struktur tersebut (Jain S, et al.,
2012) (JF, 2006).
E. HASIL PENGUKURAN
Berikut hasil pemindaian organ-organ tubuh manusia dengan menggunakan
CT-Scan,

Gambar: Hasil citra pankreas fase vena porta tanpa dan dengan MinIP pada
CT scan abdomen kontras (Maria Ramandita, Lailatul Muqmiroh, Pramono, 2019).
Gambar: Potongan Axial CT Scan ankle joint antara (A) protokol ankle UHR dan (B)
protokol abdomen (Gunawan Khairul Anam, Bagus Abimanyu, Edy Susanto).

Gambar: Potongan Sagital CT Scan ankle joint antara (A) protokol ankle UHR dan (B)
protokol Abdomen (Gunawan Khairul Anam, Bagus Abimanyu, Edy Susanto).

Gambar: Pemeriksaan CT scan abdomen tanpa kontras tanggal 1 Agustus 2012. Hasil CT
Scan adalah massa soft tissue flank abdomen kiri, ekspansif, inhomogen suspek malignansi
mesenterium, DD malignansi gaster (Evi Christina Lingga and Arif Faisal, 2016).
F. KESIMPULAN
Dengan ditemukannya CT-Scan, pendeteksian penyakit menjadi lebih mudah
tidak hanya penyakit yang sedang diderita saja yang dapat dimunculkan, tetapi
penyakit yang telah lama juga dapat terdeteksi. Tentu saja, dunia kesehatan dan fisika
medis juga mengalami kemajuan dengan adanya alat tersebut. Dalam penerapannya di
dalam ilmu fisika, CT-Scan menggunakan gelombang elektromagnetik untuk dapat
menampilkan citra yang dapat memunculkan gambar tiga dimensi dari tubuh pasien.
CT-Scan ini adalah perkembangan dari sinar-X yang sebelumnya hanya dapat
menampakkan tubuh dalam dua dimensi saja. Dengan menggunakan alat ini, bagian
tubuh yang ukurannya kecil, seperti pembuluh kapiler dapat terlihat dengan jelas.
Selain dapat menyajikan gambar dalam 3 dimensi, keuntungan lain dari CT-Scan
adalah penggunaannya yang relatif mudah dan aman pada batas tertentu.
G. UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan terselesaikannya Karya Ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih
yang sedalam-dalamnya kepada :

a. Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia dan nikmat sehingga penulis
dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan karya ilmiah.
b. Prof. Sunarno selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Instrumentasi Medis atas
bimbingan, arahan dan koreksinya selama penyusunan karya tulis ilmiah.
c. Kedua Orang Tua saya yang telah membantu dan mendukung saya dalam
mengerjakan karya ilmia lmiah ini.
d. Kampus UGM selaku penyedia layanan jurnal bebas akses yang dilanggan
UGM, sehingga bisa diakses oleh mahasiswa.
e. Pejuang penelitian di bidang ilmu-ilmu sains dan teknik yang telah membuat
publikasi/karya tulisnya.
H. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai