Anda di halaman 1dari 54

PERBANDINGAN TEHNIK KV TINGGI DENGAN KV STANDAR

TERHADAP NILAI EKSPOSE INDEKS PADA PEMERIKSAAN


THORAX DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTER RADIOGRAPHY
(CR)

SKRIPSI

NURIANI NAINGGOLAN
110821025

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN

2013
Judul : PERBANDINGAN TEHNIK KV TINGGI DENGAN KV
STANDAR TERHADAP NILAI EKSPOSE INDEKS PADA
PEMERIKSAAN THORAX DENGAN MENGGUNAKAN
COMPUTED RADIOGRAPHY

Kategori : SKRIPSI

Nama : NURIANI NAINGGOLAN

Nomor Induk Mahasiswa : 110821025

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA MEDIK

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Disetujui oleh

Pembimbing

Drs. Sahrul Humaidi, M.Sc

Medan, Mei2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jurusan : S1 Fisika Medis

Ketua Departemen Fisika

(Dr. Marhaposan Situmorang)


NIP : 19551030 199803 1 003
BAB I

PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang

Penemuan sinar-X merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran

karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh

manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvesional.

Perkembangan ilmu teknologi dibidang Radiologi berkembang begitu pesat, dengan

perkembangannya teknologi imaging yang terbukti sangat membantu diagnosa

berbagai macam penyakit, khususnya radiodiagnostik. Di Indonesia pemamfaatan

radiasi untuk bidang kesehatan khususnya dibidang diagnostik menjadi semakin luas

dan penting. Oleh karena itu berbagai jenis peralatan sinar-X semakin hari semakin

berkembang mulai dari pesawat yang konvesional sampai pesawat yang system

komputerisasi yaitu seperti Computed Radiography (CR).

Sistem Computed Radiography (CR) memanfaatkan kemajuan teknologi

dengan adanya Imaging Plate (IP) sebagai detector digital Photostimulable Phosphor

(PSP) atau storage phosphor screen dalam menggantikan kombinasi system film

Intensifying screen konvesional radiography untuk menghasilkan citra. Didukung

aspek pengolahan citra dengan image reader dalam membaca Imaging Plate (IP)

sehingga data dapat ditampilkan dalam Liquid Crystal Display (LCD) atau Cathoda

Ray Tube (CRT), juga memiliki system pengolahan citra menggunakan metode dry
processing yang merubah data digital menjadi data analog dengan hasil berupa film

laser imaging. Penggunaan Photostimulable Phosphor (PSP) memungkinkan Imaging

Plate (IP) untuk dapat dipakai berulang kali . Salah satu kelebihan citra digital system

CR adalah citra soft copy yang dapat dimanipulasi terang gelap untuk menghasilkan

kontras citra kualitas tinggi. Karakteristik PSP yang memiliki rentang sensitivitas

terhadap paparan sinar-X yang lebar dan aplikasi perangkat lunak memungkinkan

penyesuaian hasil citra terhadap kondisi eksposi.

Suatu unit pesawat sinar-X yang dilengkapi system CR diantaranya harus

mampu memproduksi sinar-X sesuai uji fungsi dan citra yang dihasilkannya dapat

digunakan untuk menegakkan diagnose. Oleh karena itu , semua perangkat penghasil

citra pesawat sinar-X dan system CR harus berfungsi sesuai standar yang

diisyaratkan, sehingga kemampuan kerjanya akan menentukan apakah sinar-X yang

dikeluarkan dari pembangkitnya akan berguna untuk diagnosa suatu penyakit atau

tidak. Jika tidak maka dapat mengakibatkan terjadinya penyinaran ulang yang berarti

akan memberikan dosis yang tidak bermanfaat dan akan merugikan pihak terkait

dalam pemeriksaan terutama pasien yang diperiksa. Dengan dasar ini peneliti

melakukan pemeriksaan thorax dengan faktor eksposi yaitu teknik kV tinggi dan

teknik kV standar dimana pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan Computed

Radiography harus mampu memproduksi sinar-X untuk menghasilkan kontras foto

kualitas tinggi yang digunakan untuk menegakkan diagnosa.

Salah satu kuantitas radiasi yang sering digunakan dalam acuan batasan dosis

adalah pengukuran dosis masuk permukaan atau yang lebih umum di kenal dengan

ESD ( Entrance Surface Dose) yang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung
menggunakan TLD ( Thermoluminecence Dosimeter ) dan pengukuran tidak

langsung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diteliti dapat

dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana pengaruh teknik kV tinggi dan teknik kV

standar terhadap nilai ekspose indeks untuk menghasilkan kualitas citra yang tinggi

pada pemeriksaan thorax yang digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit.

Reseptor yang digunakan adalah Computed Radiography ( CR ).

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan,

maka perlu ada pembatasan masalah penelitian yaitu dibatasi pada pembahasan

mengenai evaluasi terhadap kualitas citra radiografi thorax dewasa dan evaluasi

Entrance Surface Dose ( ESD ) dengan citra reseptor menggunakan Computed

Radiography ( CR ) Kodak.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah :

1. Untuk mendapatkan dosis yang optimal dengan kualitas citra radiografi yang

baik.

2. Melakukan evaluasi kualitas citra radiografi thorax dengan citra reseptor

menggunakan CR Kodak.
3. Menentukan hubungan antara kondisi eksposi dengan indeks ekspose untuk

menghasilkan foto thorax yang berkualitas untuk mendapatkan diagnosa yang

akurat.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau salah satu refrensi dalam penentuan

kondisi eksposi foto thorax dengan reseptor Computed Radiography (CR)dalam

tindakan diagnostik untuk mendapatkan dosis yang optimal dengan kualitas citra

radiografi yang baik dalam upaya penegakan diagnosa.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

a. Uji kesesuaian pesawat sinar-X

Kesesuain pesawat sinar-X dimaksudkan untuk memastikan bahwa peralatan

yang digunakan dalam prosedur radiologi diagnostik berfungsi dengan benar

sehingga pasien tidak mendapat paparan yang tidak diperlukan dan menerapkan

Program Jaminan Mutu untuk radiologi diagnostik

Beberapa parameter yang digunakan untuk pengujian pesawat sinar-X diagnostic

yang berkaitan dengan dosimetri dan kualitas citra antara lain keakurasian

tegangan kerja, akurasi waktu, keluaran dan linearitas keluaran radiasi, kualitas

berkas radiasi ( HVL ), akurasi kolimasi dan tes iluminasi cahaya lampu

kolimator.

b. Uji kesesuaian Computed Radiography ( CR )

Pada penelitian ini prosesing citra menggunakan reseptor CR ( Computed

Radiography ) Kodak. Uji fungsi CR ini di maksudkan agar diperoleh kepastian


bahwa CR berfungsi sesuai dengan spesifikasi, menentukan CR layak dipakai

dan telah memenuhi standar yang ditetapkan, dengan melihat hasil uji kaset Cr

dan kinerja Reader CR. Tes dimaksudkan untuk melihat artifact dan kualitas citra

dan sensitifitas. Pengujian dilakukan dengan mengacu pada standar dari Leeds

Test Objecs CR dan DDR.

c. Pengambilan data

Proses pengambilan data meliputi

1. Melakukan penyinaran citra thorax dengan menggunakan penyinaran rutin

dengan variasi dua kondisi eksposi yaitu kondisi kV tinggi dan kondisi kV

standar.

Citra kemudian dievaluasi dengan menggunakan standar quality criteria

yang terdapat pada European Commission EUR 16260 EN ( 1996 ).

European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic Radiographic

Images.

2. Evaluasi dosis

Pada saat pengambilan citra dengan objek fantom thorax, dilakukan

pengukuran dosis dengan cara meletakkan TLD ditengah-tengah lapangan

penyinaran pada permukaan pasien.

3. Evaluasi lanjutan dengan menggunakan fantom LEEDS TOR CDR dan TOR

18FG untuk melihat detail kontras, resolusi, grey scale.

Untuk membaca image DICOM digunakan software image.

4. Mengambil sample eksposi teknik kV tinggi pada pasien, yang kemudian

hasil citra thorax dan dosis pada pasien di evaluasi dengan menggunakan

standar quality criteria yang terdapat pada European Guidelines On


Quality Criteria For Diagnostic Radiographic Images dan dosis pasien ESD

dievaluasi dengan membandingkan dengan International Basic Safety

Standart for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety od

Radiation Sources No.115 atau BSS 15.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teori dasar berisi landasan teori sebagai hasil dari literature yang berhubungan

dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan alat dan bahan yang digunakan serata cara atau metode

pengambilan datanya.

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini ditampilkan hasil dari penelitian dan analisi dari data yang diperoleh dari

penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab yang terakhir ini berisi kesimpulan dari analisis hasil pengukuran dan saran

untuk pengembangan lebih lanjut dalam penelitian ini sehingga lebih bermanfaat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi sinar-X

Wilhelm Conrad Rontgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman

pertama kali menemukan sinar Rontgen pada tahun 1895, sewaktu melakukan

eksperimen dengan sinar katoda saat itu dia melihat timbulnya sinar fluorosensi yang

berasal Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri

listrik. Kemudian dia melanjutkan penelitiannya dan menemukan sinar yang

disebutnya sebagai sinar baru atau sinar-X.

Sinar-X merupakan gelembong elektromegnetik, dimana dalam proses

terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada

energi kinetik elektro. Sinar-X yang berbentuk ada yang memiliki energi sangat

rendah sesuai dengan energi electron pada saat timbulnya sinar-X. juga ada yang

berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektro pada saat

menumbuk target anode.

Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung

sinar-X , sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elktrode

dalam tabung sinar-X dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X.

Proses terjadinya sinar-X adalah sebagai berikut Filamen pada katoda

dipanaskan dengan pemberian arus generator sehingga terbentuk elektron - elektron

pada permukaan katoda. Dalam hal ini anoda bermuatan positif terhadap katoda.

Ketrika diberikan beda potensial antara katoda dan anoda, maka elektron akan
menumbuk anoda. Dari tumbukan inilah terbentuk sinar-X 1 % dan 99 % energi

panas.

Gambar 2.1 Produksi Sinar-X

(Sumber: RTEC III, Bushong ch 8&9_Xray Production and Emission_WEB)


2.2 Spektrum sinar-X

Konversi energi kinetik elektron menjadi radiasi sinar-X. sinar-X

Bremsstrahlung berasal dari elektron melintas mendekati inti atom ( nucleus ) target,

gaya tarik coulomb yang kuat menyebabkan elektron mengalami pengereman dan

arah elektron dibelokkan dari lintasan awal dimana hal ini berakibat hilangnya energi

kinetik elektron berubah menjadi sinar-X dengan energi sebanding dengan energi

kinetik yang hilang.

Gambar 2.2 Sinar-X Bremsstrahlung


Terbentuknya sinar-X karakteristik melalui tahapan :

1. Elektron datang berinteraksi dengan elektron kulit K

2. Elektron kulit K keluar dari kulit atom terjadi jka energi elektron yang datang

lebih besar dari energi ikat elektron kulit K meninggalkan kekosongan pada kulit

3. Elektron atom dari tingkat energi yang lebih besar bertransisi mengisi

kekosongan pada kulit K

4. Sinar-X karakteristik terpancar ketika elektron atom mengisi kekosongan kulit K,

dengan energi yang sebanding dengan selisih energi ikat kedua atom.

Gambar 2.3 Sinar-X Karakteristik


2.3 Interaksi Sinar-X Terhadap Materi

Sinar-X merupaka gelombang electromagnet yang tidak memiliki massa,

muatan, dengan daya tembus yang cukup tinggi. Proses interaksi sinar-X dengan

materi meliputi 5 kemungkinan yaitu, hamburan kohern atau hamburan klasik, efek

fotolistrik, hamburan Compton, produksi pasangan dan desintegrasi fotonuklir.

Interaksi sinar-X dengan materi yang penting dalam radiodiagnostik adalah :

1. Efek Fotolistrik

Efek ini merupakan interaksi antara sinar-X ( Foton ) dengan electron yang

terikat kuat, yang energi ikatnya sama atau lebih kecil dari energi foton. Energi

elektron yang datang seluruhnya diserap oleh elektron materi, sebagian energi

digunakan untuk membebaskan elektron dari tenaga ikat inti dan sebagian lagi

menjadi energi elektron.

Gambar 2.4 Efek fotolistrik


2. Efek Compton

Efek Compton merupakan suatu tumbukan lenting sempurna antara foton dengan

electron bebas ( elektron yang energi ikatnya jauh lebih kecil dari energi foton ).

Sebagian energi foton diberikan kepada elektron bebas yang kemudian elektron

dihamburkan sebagai recoil ( Compton ) elektron dan foton terhambur membawa

energi yang berkurang.

Gambar 2.5 Efek Compton

2.4 Dosimeter Diagnostik

Ada berbagai dosimeter yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai ESD

radiografi. Untuk mendapatkan ESD pasien dengan metode langsung umumnya

digunakan Thermoluminescence Dosemeter ( TLD ). TLD yang sering dipakai


berbahan : LiF; Mg, Ti, LiF ; Mg, Cu, P dan Li2B407 : Mn. Sebelum digunakan

TLD terlebih dahulu diannealing untuk menghapus signal yang tersisa.

Prinsip kerja dosimeter ini berdasarkan fenomena Thermoluminescence ( TL ).

Pada saat radiasi pengion berinterkasi dengan Kristal TLD sebagian atau seluruh

energy diberikan keatom-atom Kristal maka electron pada atom-atom Kristal akan

melompat ketingkat energi yang lebih tinggi dan menyebabkan kekosongan ( hole ).

Electron ini akan terperangkap oleh zat pengotor pada Kristal pemanasan TLD

diperlukan pada saat pembacaan TLD, ketika TLD dipanasi menyebabkan electron

pada Kristal kembali kekeadaan awal ( ground state ) sambil memancarkan energy

dalam bentuk cahaya. Cahaya yang terpancar dihitung dengan menggunakan

Photomultiplier ( PMT ) dan intensitas cahaya tersebut diubah menjadi sinyal

elektrik dan dikuatkan. Proses pemancaran foton akibat pemanasan ini disebut

Thermoliminisensi.

2.5 Pengukuran ESD

Didalam IAEA technical report series No. 457 memberikan penjelasan tentang

pengambilan nilai ESD pemeriksaan radiografi, dimana ESD dapat diperoleh dengan

1. Metode langsung menggunakan TLD

2. Metode tidak langsung dengan perhitungan ( kalkulasi )

Pengukuran yang dilakukan dengan penelitian ini dilakukan hanya dengan

metode langsung yakni menggunakan TLD. Metode langsung merupakan metode

pengukuran ESD yang dilakukan dengan meletakkan thermoluminescence dosimeter


pada central point ( titik pusat ) lapangan radiasi dan dosimeter akan merekam

jumlah dosis permukaan pasien termasuk radiasi hamburan baik tubuh pasien.

2.6 Computed Radiography ( CR )

Computed Radiography (CR) merupakan suatu system atau proses untuk

mengubah system analog pada konvensional radiografi menjadi digital radiografi.

Posisi film dan kaset sebagai reseptor pada radiografi konvensional pada CR

digantikan oleh imaging plate. CR mempunyai kelebihan dalam proses lokalisasi

objek yang akan diamati. Hal tersebut disebabkan dalam proses lokalisasi objek yang

akan diamati. Hal tersebut disebabkan karena citra pada CR dapat diatur sesuai

dengan keperluan. CR mempunyai perlengkapan operasional terdiri dari :

2.6.1 Imaging Plate

Image Plate merupakan media pencatat sinar-X pada CR yang terbuat dari

photosimulable phosphor tinggi, dengan Imaging Plate memungkinkan processor

gambar untuk memodifikasi kontras. Image Plate berada dalam kaset imaging.

Fungsi dari Image Plate adalah sebagai penangkap gambar dari objek yang sudah

disinar ( ekspose). Prosesnya adalah pada saat terjadi penyinaran Image Plate akan

menangkap energi dan disimpan oleh phosphor yang akan dirubah sinyal elektronik

dengan laser scanner dalam image reader.

Imaging terdiri dari beberapa lapisan yang dirancang merekam dan

meningkatkan transmisi gambar gambar berkas ionisasi terdiri dari:

Protective layer/ lapisan pelindung


Lapisan ini berfungsi melindungi IP dari benturan kerusakan pada saat

proses handling dan transfer, goresan, kontraksi, pecah akibat

temperature dan kelembaban. ( Ballinger 2003)

Phosphor layer/ lapisan fosfor

Lapisan yang paling aktif dalam IP. Lapisan fosfor IP adalah lapisan

Kristal Europium-doped Barium Fluorohalide (BaFX;Eu2+) atau

Photostimulable Phosphor. Saat menumbuk Kristal ini, BaFX:Eu2+

berubah menjadi bentuk gambar laten. Standar resolusi spatial dari IP

kira-kira 2.5lp/mm yang terdiri dari 150 nm lapisan BaFX:Eu2+.

Support layer/ lapisan penyokong

Lapisan peyokong adalah lapisan dasar yang melapisi lapisan lain yang

terbuat dari polyester.

Conductor layer/ lapisan konduktor

Lapisan konduktor berfungsi mengeliminasi masalah-masalah

elektrostatik dan menyerap cahaya untuk meningkatkan ketajaman.

Light shield layer / lapisan pelindung cahaya

Lapisan ini berfungsi untuk mencegah cahaya masuk saat proses

penghapusan data dari IP, kebocoran, dan menurunkan spasial.


Gambar 2.6 Lapisan Photostimulable Phosphor Imaging Plate

Gambar 2.7 Imaging Plate

2.6.2 Image Reader

Image Reader berfungsi sebagai pembaca dan mengubah gambar yang

diperoleh dari Image Plate. Semakin besar kapasitas memorinya maka semakin cepat

waktu yang diperlukan untuk proses Image Plate, dan mempunyai daya simpan yang

besar. Waktu tercepat yang diperlukan untuk membaca Image Plate pada Image

Reader yaitu selama 64 detik. Selain tempat dalam proses pembacaan, Image Reader

mempunyai peranan yang sangat penting juga dalam proses pengolahan gambar,
system transportasi Image Plate serta penghapusan data yang ada di Image Plate.

Image Reader sudah dilengkapi dengan monitor yang berfungsi untuk menampilkan

gambar yang sudah dibaca oleh Image Reader disebut Image Console.

Image Console berfungsi sebagai media pengolahan data, berupa computer

khusus untuk medical imaging dengan touch screen monitor. Image Console

dilengkapi oleh berbagai macam menu yang menunjang dalam proses editing dan

pengolahan gambar sesuai dengan anatomi tubuh, seperti pada kondisi hasil

gambaran organ tubuh, kondisi tulang dan kondisi jaringan lunak.


Gambar 2.8 Image Reader

2.6.3 Image Recorder

Image Recorder mempunyai fungsi sebagai proses akhir dari suatu pemeriksaan

yaitu media pencetakan hasil gambaran yang sudah diproses dari awal penangkapan

sinar-X oleh Image Plate kemudian dibaca Image Reader dan diolah oleh Image

Console terus dikirim ke Image Recorder untuk dilakukan proses output dapat berupa
media compact disc sebagai media penyimpanan atau dengan printer laser yang

berupa laser Imaging Film.

2.7 Fantom Leeds

Fantom leeds pertama kali dibuat pada tahun 1955, fantom leeds telah menjadi

terkenal didunia sebagai standar klinis untuk membangun kinerja operasional yang

baik dari pesawat sinar-X. Tampilan fisis fantom leeds ditunjukkan pada gambar.

Fantom leeds adalah alat jaminan kualitan untuk perangkat pencitraan medis.

Perangkat ini sebagian besar berkaitan dengan tehnik pencitraan sinar-X seperti

fluoroscopy, radiografi digital, mamografi, dan computed tomografi (CT) walaupun

leeds fantom juga biasa digunakan dalam Quality Ansurance radioterapi dan untuk

tehnik lain seperti MRI.

2.8 Anatomi Thorax

Thorax atau rongga dada adalah rongga berbentuk kerucut, dimana pada sisi

bawah lebih lebar dari sisi atas dan bagian belakang lebih panjang dari bagian depan.

Thorax pada bagian belakang terbentuk dari dua belas vertebra thorakalis ( tulang

belakang thoracal ), pada bagian depan oleh tulang sternum, pada sisi samping

terbentuk dari dua belas pasang iga, yang melengkapi badan mulai dari belakang dari

tulang belakang thoracal sampai tulang sternum dibagian depan. Batas bawahnya

terdapat diafragma yang membatasi dengan rongga abdomen.

Rongga thorax terdiri dari dua bagian utama yaitu paru-paru dan mediastinum.

Paru-paru merupakan bagian dari saluran pernafasan. Saluran pernafasan terdiri dari

laring, trakea, bronkus, dan paru-paru mediastinum terletak diantara paru kiri dan

kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting seperti jantung, aorta,
esofagus, duktus torasika, aorta descenden, vena cava superior, saraf fagus, fenikus

dan sejumlah besar kelenjar limfe.

Fungsi paru-paru adalah sebagai tempat dimana terjadinya pertukaran gas

oksigen dan karbondioksida.

Gambar 2.9 Rongga Thorax

(Sumber : Akshanur Blogs_Anatomi Paru-Paru_WEB)

Dari gambaran radiografi rongga thorax memiliki kontras gambaran yang

cukup tinggi dikarenakan perbedaan materi penyusun ataupun perbedaan nomor


atom masing-masing penyususn organ di thorax. untuk Pada paru-paru yang kaya

akan oksigen dan karbondioksida akan memberikan gambaran radio paque ( densitas

tinggi / hitam ), sedangkan pada daerah mediastinum akan memberikan gambaran

radiolucent ( densitas rendah / putih )

Gambar 2.10 Gambaran Radiografi Thorax

(Sumber : Qucams_Teknik Radiografi Thorax_dan_Anatomi Paru-Paru_WEB)


2.9 Radiografi Thorax Antero Posterior ( AP ) / Postero Anterior ( PA )

Pemeriksaan radiografi thorax ditujukan untuk menilai terutama organ paru-

paru dan jantung. Untuk mendapatkan gambaran radiografi thorax dewasa secara

baik dari segi kualitas gambaran maupun dosis yang dihasilkan maka perlu

diperhatikan :

Posisi pasien berdiri posisi Postero Anterior terhadap bucky wall

stand, kedua tangan rileks disamping tubuh

Mengatur tinggi kaset sehingga batas atas kaset bergerak 3-5 cm

diatas shoulder. Posisikan Mid Sagital Plane ( MSP ) tubuh tepat

pada garis tengah kaset. Posisikan pasien berdiri tegak lurus

dengan berat tubuh tertumpuh pada kedua kaki dengan seimbang,

menaikkan dagu pasien diatas bucky wall stand dan mengatur Mid

Sagital Plane ( MSP ) kepala vertical

Mengatur kedua lengan pasien pada posisi prone, kemudian

meletakkan punggung ( bagian belakang ) kedua tangan pada

pinggul. Mengatur shoulder berada pada kedua bidang tranfersal

yang sama, dorong dan rotasikan shoulder kedepan

Instruksikan pasien untuk menarik nafas dalam dan kemudian

menahan nafas beberapa detik pada saat ekposi

Central ray diatur tegak lurus bidang kaset tepat pada pertengahan

kaset dengan central point pada vertebrae thoracal tujuh.

Batasi luas penyinaran sesuia dengan besarnya objek dengan

menggunakan kolimator
Menggunakan jarak fokus ke film ( FFD ) 150 cm

Gambar 2.11 Tehnik Radiografi Thorax PA


BAB III

METODOLOGI PENILITIAN

3.1 Tempat Penilitian

Penilitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Materna

Medan

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Pesawat Sinar-X

Pesawat sinar-X dengan spesifikasi sebagai berikut :

Nama Pesawat : General Elektric ( GE )

Pabrik Pembuat : New York, U.S

Max kV : 150 kV

Tahun Pemasangan : Tahun 2009

Model : 5183243

No. Seri : 57720 HL5

Gambar 3.1a Pesawat General Electric


Gambar 3.1b Kontrol panel Pesawat GE Gambar 3.1c Tabung Pesawat GE

3.2.2 Computed Radiography

Reseptor citra yang digunakan adalah Computed Radiography ( CR )

dengan spesifikasi sebagai berikut :

Nama Reseptor : Kodak DirectView CR 850

Tahun Pemasangan : Tahun 2007

Model : Classic CR

Printing : Kodak DryView 8900

Gambar 3.2a Kodak CR 850 Gambar 3.2b Kodak Dry View 8900
3.2.3 Dosimeter

Pengukuran pada uji pesawat sinar-X menggunakan dosimeter Unfors Xi.

Unfors Xi adalah salah satu merek multimeter keluaran Unfors Instrument Inc, yang

digunakan untuk mengukur karakteristik dari suatu pesawat sinar-X mulai dari kVp,

mAs, waktu, dosis dan laju dosis.

3.2.4 Thermo Luminescent Dosimeter ( TLD )

Thermo Luminescent Dosimeter ( TLD ) yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Thermo Luminescent Dosimeter terbuat dari lithium Fluoride : Magnesium,

Copper, Phospor ( LiF : Mg, Cu, Ti ) yang memiliki nomor atom efektif 8.2 dan

ukuran fisik 3,1 x 3,1 mm2 dengan ketebalan 0,9 mm. Thermo Luminescent

Dosimeter ini dapat untuk mengukur dosis dalam ukuran 10 mGy hingga 10 Gy

dengan respon dosis linear.

3.2.5 Fatom Leeds

Fatom leeds yang digunakan dalam penelitian ini :

a. TOR CDR

Fantom ini terdiri dari disk ( cakram ) Perspex datar berisi 4 ( empat ) tipe

dari test pattern, 1 ( satu ) untuk penilaian dengan pengukuran ( objective )

dan 3 ( tiga ) dengan tinjauan mata pembaca ( subjective ). Fantom digunakan

dengan melakukan 2 ( dua ) kali penyinaran pertama dengan kondisi 66 kVp,

8 mAs dan kondisi 109 kVp, 2,2 mAs dengan penambahan 1 mm Cu sebagai

filter tambahan.

TOR CDR berfungsi untuk mengevaluasi pengukuran sensitifitas ( 10 test

point details , berdiameter 5,6 mm ), batas resolusi ( 0,5 sampai 14,3 LP/mm
) dan mendeteksi low-contrast large-detail juga mendeteksi High Contras

small detail.

Gambar 3.3a Fantom CDR

b. TOR 18 FG

TOR 18FG berfungsi untuk mengevaluasi penyesuaian level kontras (

highlight and low light details ), batas resolusi ( 0,5 sampai 14,3 LP/mm ) dan

mendeteksi low contrast large detail

Gambar 3.3b Fantom TOR 18FG


3.3 Metadologi

3.3.1 Uji Fungsi Pesawat Sinar-X

Sebelum pengambilan data ESD, maka terlebih dahulu dilakukan uji fungsi

pesawat sinar-X. Tujuan dari uji fungsi pesawat sinar-X ini agar diperoleh kepastian

bahwa pesawat sinar-X berfungsi sesuai dengan spesifikasi, menentukan pesawat

sinar-X benar-benar layak dipakai dan telah memenuhu standar yang telah di

tetapkan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan formulir dari NSW EPA dan

dosimeter Unfors Xi.

Uji fungsi pesawat radiografi dilakukan dengan mengacu pada standar dari

Radiation Safety Act 1975, Workbook 3 Diagnostic X-Ray Equitment Compliace

Testing dari Radiation Council of Western Australia yang prinsipnya sama dengan

AAPM report No. 74.

a. Uji keakurasian tegangan kerja

Tujuan uji keakurasian ini untuk mengetahui kebenaran dan konsistensi

tegangan pesawat sinar-X. standar RCWA menyatakan bahwa error

maximum kVp yang diperbolehkan untuk pesawat radiografi adalah

dibawah 5,5,%. Error maximum adalah selisih antara setting dengan

kVp terbaca dibagi setting kVp. Error maximum ini menjadi tolak ukur

dalam keakurasian kVp.

(kVp terbacakVp setting)


Error max = .100%
kVp setting

Dalam uji keakurasian tegangan kerja pesawat sinar-X diagnostic ini

tabung pesawar diposisikan tidak menggunakan filter, dosimeter unfors

Xi diletakkan pada jarak 100 cm dari kolimator pesawat dan berkas


penyinaran kolimator oada posisi dosimeter Unfors Xi. Dosimeter

Unfors Xi di papari dengan tegangan sekitar 40 125 kVp dan 5 mAs

b. Uji akurasi waktu

Tujuannya untuk mengetahui kebenaran dan konsistensi waktu pada

pesawat sinar-X.

c. Uji Kedapatulangan

Kedapatulangan atau reprodccibility adalah kemampuan untuk

mendapatkan nilai yang sama atau mendekati sama ketika dilakukan

pengujian pada factor ekposi yang sama. Tahan uji kedapatulangan

adalah untuk mengetahui kVp dapat bernilai sama dari satu paparan ke

paparan berikutnya. Dalam uji kedapatulangan pesawat sinar-X , tabung

pesawat diposisikan tidak menggunaklan filter, dosimeter Unfors Xi

diletakkan pada jarak 100 cm dari kolimator pesawat dan berkas

penyinaran tepat pada posisi dosimeter Unfors Xi. Memapari dosimeter

Unfors Xi dengan tegangan 70 kVp dengan 10 mAs, paparan dilakukan

sebanyak 5x.

3.3.2 Uji Fungsi Computed Radiography

Uji fungsi CR ini dimaksudkan agar di peroleh kepastian bahwa CR

berfungsi sesuai dengan spesifikasi, CR layak dipakai dan telah memenuhi

standar yang ditetapkan, dengan melihat hasil uji kaset CR dan kinerja

Reader CR. Tes dimaksudkan untuk melihat artifact dan kualitas citra dan

sensitifitas. Pengujian dilakukan dengan mengacu pada standar dari Leeds

Test Object CR dan DDR.

a. Dark Noise
Tujuan pengukuran Dark Noise adalah untuk menilai tingkat Noise

dalam system. Uji Dark Noise untuk menilai Exposure CR Kodak dari

kaset dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : kaset CR dihapus

terlebih dahulu tanpa memberikan paparan radiasi pada kaset kemudian

kaset di scan dengan Imaging Processing Mode Pattern, mengevaluasi

citra untuk melihat ada tidaknya ketidak seragaman, mencatat nilai

exposure index dan nilai rata-rata pixel dengan menggunakan Region

Of Interest ( ROI). Toleransi nilai exposure CR Kodak yang kurang dari

80, untuk kaset General Purpose ( GP )

b. Dosimetri

Tujuan pengukuran dosimetri adalah untuk mengukur penerimaan dosis

yang dibutuhkan untuk test Linearitas dan system Transfer, Kalibrasi

indicator dosis pada reseptor ( Exposure Index ), konsistensi detector

indicator dosis ( Exposure Index ) dan ketidakseragaman

Uji dosimetri dimulai dengan memposisiskan Unfors Xi pada jarak 1.2

m dari focus dan 30 cm berada diatas meja. Nilai mAs yg tepat dicari

agar mendapatkan reseptor entrance airkerma 10 Gy, dengan menyinari

0.5 mm Cu pada tabung sinar-X, selanjutnya mencari nilai mAs untuk

mendapatkan nilai receptor entrance 5 Gy, 12 Gy, 20 Gy, dan

50Gy.

c. Linearitas dan Sistem Transfer


Tujuan pengukuran adalah membuat hubungan antara dosis reseptor dan

nilai pixel, sehingga hubungan ini dapat dikoreksi dalam tes efisiensi

siklus penghapusan dan ketidakseragaman dan juga membuktikan

bahwa exposure indek linear terhadap kenaikan dosis.

Dilakukan dengan cara menyiapkan kaset 24cmx30cm dan

meletakkannya pada jarak 150 cm dari focus, atur lapangan penyinaran

seluas kaset . kemudian untuk mendapatkan dosis 5Gy kaset disinari

dengan 81 kVp 1 mAs. Setelah 5 menit, kaset di scan dengan mode

image processing pattern. Catat nilai Exposure index, nilai pixel pada

tengah-tengah citra. Kemudian di ulangi dengan kondisi penyinaran 81

kV dengan variasi mAs masing-masing kaset 2.5 mAs, 4mAs dan

10mAs.

Grafik hubungan antara nilai pixel dengan dosis reseptor, di buat untuk

mencari persamaan Sistem Transfer Properties ( STP ) yang nantinya

digunakan untuk mengoreksi uji efisiensi siklus Penghapusan dan

Keseragaman.

Toleransi yang diperkenankan untuk semua citra rasio k, indicator

penyinaran ke penyinaran tidak bole lebih besar dari 10% dari nilai

rata-rata k. Nilai R2 pada perhitungan excel lebih besar dari 0,95.

Persamaan STP tidak ada toleransi, grafik hubungan antara nilai pixel

dan dosis merupakan persamaan logaritma.

d. Efisiensi Siklus Penghapusan

Tujuan pengukuran efisiensi siklus penghapusan adalah untuk melihat

minimal sisa sinyal pada kaset setelah proses penghapusan dan


scan.penilaian uji efisiensi siklus penghapusan adalah dengan melihat

ada tidaknya sisa sinyal dari citra yang diperoleh dengan melakukan

penyinaran pada kaset yang diletakkan diatas meja dengan jarak 150 cm

dari focus, dengan lapangan penyinaran 14cm x 14 cm dan meletakkan

material attenuasi pada tengah-tengah kaset CR dengan kondisi 80 kVp,

25 mAs tanpa penambahan filter pada tabung, kemudia kaset di scan.

Pada kaset yang sama dilakukan penyinaran dengan luas lapangan

penyinaran 8cm x 8cm dengan kondisi penyinaran 80 kVp, 0,5 mAs

tanpa filter. Kemudian kaset di scan dengan mode processing pattern.

Dengan mengatur windows sedimikian sempit, kemudian citra di

evaluasi apakah ada sisa gambaran dari penyinaran yang pertama. Hasil

uji dinyatakan lulus jika tidak terdapat gambaran bayangan, tetapi jika

masih terdapat gambaran bayangan di perlukan analisa ROI. Sisa

gambaran harus lebih kecil dari 1% antara koreksi STP nilai pixel pada

area bayangan dan area sekitarnya.

e. Kalibrasi Indikator Dosis Pada Reseptor ( Exposure Index )

Tujuannya adalah untuk menilai ke akurasian perhitungan nilai eksposi

kaset dengan menggunakan indicator ekposi. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah meletakkan kaset 24 cm x 30 cm dengan jarak 150 cm

dari focus, lapangan penyinaran diatur seluas kaset. Kemudian

menyinari kaset dengan kondisi ekposi 81 kVp dengan 3,2 mAs. Setelah

15 menit penyinaran kaset di scan dengan processing image mode

pattern. Penyinaran dilakukan sebanyak dua kali, untuk mendapatkan


nilai-nilai rata-rata exposure index. Exposure index pengukuran

dibandingkan dengan hasil perhitungan ekposi indicator dengan

persamaan :

Ekodak = 8.7 x 10n = 2

EI2000
Dimana n= ( )
1000

Uji kalibrasi indicator dosis pada reseptor dinyatakan lulus jika nilai

indicator ekposi dari Kodak ( Ekodak ) senilai dengan nilai eksposi hasil

pengukuran, dengan toleransi penyimpangan tidak lebih dari 20%

f. Konsistensi Detektor Indikator Dosis ( exposure index )

Tujuannya adalah untuk menilai variasi sensitivitas antar kaset dan

membuat baseline untuk memonitor system sensitivitas pada QA

mendatang. Untuk mengetahui konsistensi detector indicator dosis

dilakukan dengan cara membandingkan variasi hasil perhitungan

exposure index masing-masing kaset, dengan toleransi variasi

perhitungan exposure index harus tidak lebih besar dari 20% antar

kaset. Kaset yang digunakan ukuran 18 cm x 24 cm, 24 cm x 30cm, 35

cm x 35 cm, 35cm x 43 cm. kaset secara bergantian diletakkan dengan

jarak 150 cm dari focus, dan lapangan penyinaran seluas kaset dan

kemudian menyinari kaset dengan kondisi 81 kVp dengan 3, 2 mAs

agar di dapatkan dosis 10 Gy. Kemudian kaset di scan dengan

processing image mode pattern setelah menunggu 5 menit setelah

penyinaran.

g. Keseragaman
Tujuannya adalah untuk menilai keseragaman sinyal yang terrekam dari

kaset yang terpapar seragam. Respon yang tidak seragam dapat

mempengaruhi klinis kualitas citra. Keseragaman di peroleh dengan

membandingkan nilai rata- rata pixel pada 5 area ROI. Toleransi yang

diperbolehkan yaitu rasio standar deviasi dari ke lima ROI dengan

perhitungan menggunakan persamaan STP tidak lebih dari 9%. Area

dari ROI paling sedikit harus 10000 pixel dan di peroleh dengan

mengukur lima area dari kaset 24 cm x 30 cm yang telah disinari

dengan kondisi penyinaran 81 kVp, 1,6mAs dengan jarak 150 cm dari

fokus. Dari penyinaran posisi pertama dilakukan penyinaran ulang

dengan tujuan menyiadakan ketidakseragaman di karenakan adanya

anoda heal effect. Setelah lima menit penyinaran kaset di scan dengan

mode image processing pattern.

h. Kekaburan ( Blurring )

Tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya distorsi atau kekaburan

dari citra. Uji kekaburan dilakukan dengan menilai dan memeriksa ada

tidaknya gambaran distorsi pada citra.

3.3.3 Pengambilan Data Citra Dan Dosis Pada Pasien

Melakukan pengambilan data radiografi dengan objek thorax

dewasa. Image radiografi thorax diperoleh dengan menggunakan

dua kondisi penyinaran yang berbeda. Kondisi pertama

menggunakan teknik radiografi biasa dengan menggunakan factor

ekposi 66 kVp, 8 mAs dan85 kVp, 6,3 mAs. Kondisi kedua


menggunakan teknik kVp tinggi dengan factor ekposi 109 kVp, 2,2

mAs.

Pada saat pengambilan citra, dilakukan juga pengambilan dosis ESD

pada objek, dengan cara menempalkan TLD di tengah lapangan

radiasi pada permukaan objek. TLD yang sudah terpapari radiasi

kemudian di baca menggunakan TLD Reader dan didapatkan nilai

dalam satuan nanoCoulomb, yang kemudian dikonversikan dalam

satuan dosis ( mGy ). FFD ( Focus Film Distance ) diatur sejauh 150

cm, fungsi film disini digantikan oleh image reseptor sedangkan

FOD ( Focus Objec Distance ) merupakan jarak sumber sampai

dengan permukaan objek.

Evaluasi citra dengan menggunakan standar quality criteria yang

tercatat pada European Commission EUR 16260 EN ( 1996 ).

European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic

Radiographic Image dengan parameter :

Kriteria Citra Thorax :

Eksposi saat inspirasi penuh dan tahan nafas

Thorax tergambar secar simetris ditandai dengan posisi

processus spinosus ditengah-tengah kedua clavikula.

Gambaran tepi medial scapula tidak menutupi paru-paru.

Seluruh tulang iga tergambar diafragma

Tergambar jelas gambaran paru-paru terutama peripheral

vessel.

Terlihat gambaran tajam dari trachea dan proksimal bronkus


Batas jantung dan aorta jelas

Diafragma dan tepi lateral sudu costeoprenicus

Terlihat gambaran retrocardiac paru-paru dan mediastinum

Terlihat gambaran tulang belakang ( vertebrae thoracal )

melalui bayangan jantung.

Evaluasi dosis permukaan yang diterima pada objek

Evaluasi dengan menggunakan fantom LEEDS TOR CDR dan

TOR 18FG untuk melihat detail kontras, resolusi.

Evaluasi hasil image dan ESD dari pasien


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Fungsi Pesawat Sinar-X

Setelah dilakukan pengukuran fungsi pesawat sinar-X dengan menggunakan

Unfors Xi untuk pengukuran kVp, didapatkan error maksimum pesawat sinar-X yang

digunakan dalam penelitian antara 0.1% sampai 2.3% sehingga dinyatakan lulus uji

keakurasian kVp karena nilai error maksimum lebih kecil dari batas yang

diperbolehkan yaitu 5.5% ( RACW ) dan 5% ( AAPM ).

Uji akurasi waktu tidak dapat dilakukan karena paremeter waktu pada panel

control terintegrasi dengan mAs.

Dari uji kedapatulangan didapatkan nilai CV (koefisien variasi) 1.00E-03 untuk

parameter kVp dan output tube 1.70E-03, serta 2.60E-03 untuk parameter waktu

paparan atau time. Dengan standar RCWA yang mensyaratkan nilai CV tidak lebih

0.05 maka untuk uji kedapatulangan pesawat sinar-X yang diuji memenuhi standar.

Pada uji Beam Alignment didapatkan titik berhimpit dengan titik Beam

Aligment Toll, sehingga uji Beam Aligment dinyatakan lulus.

4.2 Hasil Uji Fungsi Computed Radiography (CR)

Hasil uji dari Dark Noise, secara visual tidak terlihat ketidakseragaman yang

dikarenakan Noise bawaan pada citra, nilai indicator dosis dari citra atau Exposure

Index sebesar 22, nilai ini lebih kecil dari nilai toleransi kaset GP ( General Purpose )
Kodak sebesar 80. Sehinggga dapat diartikan uji Dark Noise dinyatakan lulus.

Sedangkan hasil pengukuran nilai pixel dengan menggunakan ROI adalah :

Gambar 4.1 Area Pengukuran Pixel

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Pixel

Lu Mean Standar Min Max

Luas (Pixel Deviasi (Pixel (Pixel Skewness Kurtosis

( mm2) Value) Value) Value)

84767.73 4042.04 23.24 3163 4093 -1.50 42.27

Dari hasil pengukuran area 84767.73 didapatkan mean pixel value 4042.04,

dengan standar deviasi sebesar 23.24.

Pada pengukuran nilai dosis reseptor, untuk memperoleh 10 Gy dengan

81kVp didapatkan nilai mAs sebesar 2 mAs. Dan untuk memperoleh dosis 5, 12, 20,

50 Gy didapatkan nilai mAs masing-masing sebesar 1, 2.5, 4, dan 10 mAs.


Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Dosis dan mAs

No Tegangan tabung Receptor Entrance Beban Tabung

terukur (kVp) air Kerma (Gy) (mAs)

1 81 5 1

2 81 10 2

3 81 12 2.5

4 81 20 4

5 81 50 10

Dari table 4.2 dapat disimpulkan bahwa kenaikan mAs akan menaikkan dosis

reseptor.

Untuk uji linearitas dan system transfer nilai Exposure Index dan Pixel Value

pada masing-masing citra radiografi hasil penyinaran dengan kondisi 81 kVp dengan

variasi mAs 1, 2.5, 4, 10 mAs ditampilkan pada table 4.3.

Dari uji linearitas dan system transfer diperoleh hubungan antara dosis reseptor

dan nilai pixel yang dinyatakan dalam sebuah persamaan yang disebut Sistem

Transfer Properties (STP) ; STP = y = -382.8ln(x) + 2287.3, dan nilai R2 = 0.9976

seperti yang ditampilkan pada gambar 4.2.

Table 4.3. Nilai Exposure Index dan Nilai Pixel

Beban Dosis (Gy) Nilai Pixel Exposure Rasio EI

Tabung (PV) Index (EI) terhadap rata-

(mAs) rata
1 5 1680.830 1522 0.749

2.5 12 1324.981 1895 0.933

4 20 1111.321 2152 1.059

10 50 798.000 2558 1.259

Rata-rata 2031.750

Standar 435.869

Deviasi

Gambar 4.2 Hubungan Antara Dosis dengan Pixel

Gambar 4.3 Hubungan antara Eksposure Index dengan Pixel

Dari grafik hubungan antara dosis dengan pixel dapat diketahui bahwa ketika

nilai pixel semakin kecil maka nilai dosis akan semakin besar, hal yang sama juga

pada grafik hubungan antara exposure index dengan pixel, ketika nilai pixel semakin

kecil nilai exposure index semakin besar.

Gambar 4.4 Hubungan antara Dosis Dengan Eksposure Index


Sedangkan pada grafik hubungan antara dosis dengan Exposure Index,

disimpulkan dosis berbanding lurus dengan Exposure Index. Dengan besar kenaikan

exposure index tidak sama dengan kenaikan dosis, grafik exposure index ketika

melewati nilai 2152 mulai melandai dan mengalami saturasi pada nilai exposure

index 2558 dan dosis 50Gy. Dari ketiga grafik diatas dapat dilihat bahwa plat

detector memiliki batas kemampuan respon terhadap nilai dosis yakni mulai dari 5

Gy sampai 50 Gy.

Uji linearitas dan system transfer ini dinyatakan lulus karena didapatkan bahwa

nilai R2 = 0.9976 dalam hubungan dosis reseptor dan nilai pixel lebih besar dari nilai

toleransi R2 = 0.95 dan rasio masing-masing nilai Exposure Index penyinaran

terhadap rata-rata Exposure Index tidak lebih besar dari 10%, kecuali pada dosis 5

Gy dan 50 Gy melebihi 10%.

Pada uji kalibrasi indicator dosis pada reseptor dengan menggunakan

EI2000
persamaan Ekodak = 8.7x10n dimana n = dengan hasil rata-rata dari nilai EI,
1000

didapatkan Ekodak sebesar 7.451 Gy, bila dibandingkan dengan hasil pengukuran

dosis yakni Epengukuran = 6.4 Gy, maka besar penyimpangan 16.42%. hal ini berarti

uji kalibrasi indicator dosis pada reseptor dinyatakan lulus karena penyimpangan

kurang dari 20%.

Tabel 4.4 Uji Kalibrasi Indikator Dosis

Penyinaran Exposure Index (EI) Ekodak (Gy) EPengukuran (Gy)

1 1939 7.560

2 1929 7.388 6.4

3 1930 7.405
Rata-rata 7.451

Deviasi 0.164

Dari uji konsistensi Exposure Index, untuk mendapatkan dosis 10 Gy pada

jarak 150cm dari focus dengan menggunakan detector diperoleh nilai mAs sebesar

3,2 mAs. Pada ke empat ukuran kaset yang berbeda yang disinari dengan factor

eksposi 81 kV dan 3,2 mAs, selisih perhitungan EI antar kaset, nilai paling besar

adalah 11.9%, dibandingkan dengan nilai toleransi yang sebesar 20% nilai

pengukuran ini lebih kecil, jadi disimpulkan hasil uji konsistensi Exposure Index

dinyatakan lulus karena tidak lebih besar dari nilai toleransi.

Tabel 4.5. Uji Konsistensi Exposure Index

Ukuran Kaset (cm) Exposure Index (EI) Ekodak (Gy)

18 x 24 2061 10.0

24 x 30 2056 9.90

35 x 35 2006 8.82

35 x 43 2039 9.52

Selisih terbesar 1.19

Rasio terbesar 0.119

4.3 Pengambilan Citra Thorax Dewasa

Pengambilan citra Thorax dewasa menggunakan variasi kondisi eksposi

teknik kV standar dan teknik kV tinggi.


Gambar Citra Raddiogarfi Thorax PA Dengan Kondisi Eksposi 66kVp 8mAs
Gambar Citra Radiografi Thorax PA Dengan Kondisi Eksposi 85kVp 6.3mAs
Gambar Citra Radiografi Thorax PA Dengan Kondisi Eksposi 109kVp 2.2mAs

4.4 Evaluasi Citra dan ESD Thorax PA

Evaluasi citra Radiografi Thorax PA sangat bagus dan akurat. Adapun objek

yang difoto adalah pasien langsung dimana dapat inspirasi penuh dan tahan nafas,

gambaran bronkus, vessel juga dapat dievaluasi. Gambaran tepi medial scapula tidak

menutupi area paru-paru.

Kriteria yang dapat dievaluasi adalah sebagai berikut :

Citra thorax tergambar secara simetris ditandai dengan posisi processus

spinosus ditengah-tengah kedua clavikula. Seluruh tulang iga tergambar diatas

diafragma. Terlihat gambaran tajam dari trachea dan proksimal bronkus. Batas

jantung dan aorta tegas, diafragma dan tepi lateral sudut costeoprenikus. Terlihat
gambaran retrocardiac paru-paru dan mediastinum. Terlihat gambaran tulang

belakang ( spine ) melalui bayangan jantung.

Dari ketiga citra Thorax dengan variasi kondisi penyinaran, kontras antar tulang

dengan udara, baik ditulang iga dan cervical dengan lapangan paru-paru dan trachea,

urutan kontras dari tinggi kerendah yaitu citra dengan kondisi eksposi 66kV 8 mAs,

85 kV 12.5 mAs dan terakhir 109 kV 2.2 mAs. Maka dapat disimpulkan dengan kV

rendah akan menaikkan kontras. Ketiga citra Thorax dengan variasi kondisi eksposi

ketiganya dapat diterima dalam artian tidak dirijek atau ditolak.

Hasil pengambilan ESD pada kedua teknik radiografi Thorax dengan eksposi

biasa dan teknik kV tinggi disajikan pada table 4.7.

Table 4.7. Pengukuran ESD

No Tegangan Beban Pemakaian FFD Ukuran ESD

TLD Tabung Tabung Grid (cm) Kaset (mGy)

(KV) (mAs) (cm)

41 66 8 Y 150 35 x 43 0.442

12 85 6.3 Y 150 35 x 35 0.482

14 109 2.2 Y 150 35 x 35 0.313

Daya penetrasi yang semakin meningkat pada teknik kV tinggi dibandingkan

teknik kV standar menyebabkan berkurangnya variasi absorsi dan menaikkan

hamburan, sehingga kontras yang dihasilkan akan rendah. Sebaliknya pada teknik kV

rendah menyebabkan banyaknya variasi absorsi radiasi dan menurunkan hamburan

sehingga menghasilkan kontras yang tinggi. Pada gambaran citra thorax PA kV


tinggi, kontras yang terlihat antara dua organ jaringan yang memiliki beda kerapatan

atau koifisien atenuasi yang besar dalam hal ini antar tulang iga dan lapangan paru-

paru, detail tulang iga tidak tampak jelas terhadap struktur paru-paru. Namun kontras

citra yang rendah membuat jangkauan kontras lebih rendah atau tinggi antara dua

organ yang memiliki beda kerapatan yang relative lebih kecil atau pada organ yang

sama, dalam hal ini terlihat bronkus pada area paru-paru, retrocardiac, dan juga pada

linear dan reticular area peripheral paru-paru. Dengan kenaikan kV akan menambah

daya penetrasi atau daya tembus berkas keorgan dan sebagai kompensasi kenaikan

kV maka mAs diturunkan dan waktu eksposi menjadi rendah hal ini membuat dosis

pasien menjadi turun.

4.5 Evaluasi Fantom LEEDS TOR 18FG dan TOR CDR

Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan software image-J, citra TOR

18FG dengan kondisi eksposi 109 kV, 2.2 mAs memiliki rentan kontras rendah

sebesar 0.009 sampai 0.123 ini ditandai dengan terlihatnya disc 18 sampai 3, nilai ini

lebih lebar dibandingkan dengan kondisi 66 kV 8 mAs yang memiliki rentan kontras

antara 0.009 sampai 0.086 dengan nomor disc yang terlihat 18 sampai 5. Kondisis

eksposi 109 kV 2.2 mAs dapat menampilkan resolusi sebesar 0.5 sampai 2.8

cycle/mm, hasil ini lebih baik dengan kondisi 66 kV 8 mAs sebesar 0.5 sampai 2.24

cycle/mm. Nilai pixel pada disc yang dapat ditampilkan pada citra TOR 18FG,

kondisi eksposi 109 kV 2.2 mAs memiliki rentan yang lebih lebar dibandingkan

dengan kondisi eksposi 66 kV 8 mAs.

Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan software image-J, citra TOR

CDR dengan kondisi eksposi 109 kV 2.2 mAs memiliki rentan kontras rendah

sebesar 0.002 sampai 0.027 ini ditandai dengan terlihatnya disc 17 sampai 7, nilai ini
lebih lebar dibandingkan dengan kondisi 66 kV 8 mAs yang memiliki rentang

kontras rendah 0.002 sampai 0.045 dengan nomor disc yang terlihat 17 sampai 4.

Sedangkan untuk kontras tinggi kondisi eksposi 109 kV 2.2 mAs memiliki rentang

kontras 0.039 sampai 0.726, yang lebih lebar dari kondisi 66 kV 8 mAs yang

memiliki rentang kontras tinggi sebesar 0.039 sampai 0.167. kondisi eksposi 109 kV

2.2 mAs dapat menampilkan resolusi sebesar 0.50 sampai 2.80 cycle/mm, hal ini

lebih baik dibandingkan dengan kondisi 66 kV 8 mAs sebesar 0.5 sampai 2.24

cycle/mm.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pada radiografi Thorax kontras lebih tinggi pada penggunaan teknik kV standar

dibanding dengan menggunakan teknik kV tinggi, ini terlihat pada gambaran tulang

dan daerah paru karena memiliki kerapatan yang besar. Sedangkan pada jaringan

yang memiliki perbedaan kerapatan yang relative kecil atau sama akan menaikkan

kontras. Ini terlihat pada gambaran daerah paru ditandai dengan gambaran bronkus

yang terlihat pada peripheral.

2. Secara visual terdapat perbedaan gambaran radiografi Thorax dengan

menggunakan kedua teknik penyinaran, penggunaan tehnik kV tinggi menghasilkan

gambaran bronkus paru terlihat tegas dan lebih banyak dibandingkan tehnik kV

standar, hal ini disebabkan rentang kontras gambaran radiografi yang lebih lebar.

Keuntungannya bronkus paru yang tadinya tidak tervisualisasi menjadi tampak pada

gambaran paru, kerugiannya adalah jika radiolog tidak mengetahui atau tidak

terbiasa membaca gambaran radiografi Thorax yang dihasilkan tehnik kV tinggi ,

dapat menyebabkan kesalahan diagnose sehingga perlu sosialisasi kepada radiolog

sebelum menerapkan penggunaan tehnik kV tinggi.

3. Pada penggunaan tehnik kV tinggi dosis yang diterima pasien lebih rendah

dibanding penggunaan tehnik kV standar, kenaikan kV maka mAs diturunkan dan

waktu eksposi menjadi rendah hal ini membuat dosis pasien menjadi turun.
4. Kualitas citra dari tehnik kV tinggi lebih optimal dibanding tehnik kV rendah,

sehingga jangkauan objek yang diamati pada tehnik kV tinggi lebih lebar dan lebih

banyak.

5. Hasil evaluasi citra pada TOR 18FG dan TOR CDR didapatkan sensitifitas kontras

lebih rendah dan resolusi pada tehnik kV tinggi lebih besar dan lebih baik daripada

tehnik kV standar.

5.2 Saran

Sebelum melakukan tehnik radiografi Thorax, pemilihan penggunaan tehnik kV

tinggi dan tehnik kV standar perlu dikonsultasikan/ disosialisasikan dengan radiolog

terlebih dahulu, dan harus mempertimbangkan kemampuan dari pesawat sinar-X

yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Philips W. Ballinger, M.S., R.T.(R). (1995), Merrills Atlas of Radiographic


Positions and Radiologic Prosedures. Ohio : Mosby-Year Book.
2. CR and DDR user manual. http ://www.leedstestobjects.com/ didowload pada 2
April 2013 pukul 21.30wib
3. DeWerd, L.A., Bartol L., & Davis, S. (n.d). Thermoluninescence dosimetry.
http://www.aapm.org/mettings/o0ss/documents/24DeWerd-TLDs.pdf
4. Diagnostik X-Ray Unit QC Standart in British Colombia
5. European Commission EUR 1620 EN. (1996). European Guidelines On Quality
Criteria For Diagnostik Radiographic Images.
6. International Atomic Energy Agency. (2004). Optimization of the radiological
protection of patients undergoing radiography, fluoroscopy and computed
tomography. TECDOC-1423 Vienna: IAEA.
7. International Atomic Energy Agency. (2007). Dosimetry in diagnostic radiology:
An international code of practice. Technical Report Series No. 457, Vienna:
IAEA
DAFTAR ISI

Anda mungkin juga menyukai