UNIVERSITAS INDONESIA
PROPOSAL PENELITIAN S2
EDDY KURNIAWAN
1706081334
DEWAN PENGUJI
i Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................3
1.3 Batasan Masalah ......................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian .....................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................4
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Kelenjar Getah Bening ............................................................................5
2.2 Citra CT ...................................................................................................8
2.3 Prinsip Dasar CADe Berbasis Citra CT ................................................12
2.4 3D Convolutional Neural Networks (CNN) ..........................................16
2.5 Metode Evaluasi Performa Sistem CADe .............................................18
3 METODOLOGI PENELITIAN 21
3.1 Alat dan Bahan ......................................................................................21
3.2 Metode ...................................................................................................21
3.3 Tempat Penelitian ..................................................................................29
3.4 Jadwal Penelitian ...................................................................................29
ii Universitas Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Frontal view lokasi rongga tubuh. (a) superior mediastinum, (d) inferior
mediastinum (Betts dkk., 2018)
5 Universitas Indonesia
6
Gambar 2.2 IASLC mediastinal lymph node station map (Jiamin Liu dkk., 2016)
KGB berfungsi untuk menyaring racun dan pathogen sebelum racun ataupun
pathogen tersebut menginfeksi bagian lain pada tubuh. KGB dapat membesar
apabila KGB sedang berfungsi atau terinfeksi. Adapun pembesaran KGB
mediastinal disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti tuberculosis, kanker
esophageal, dan kanker paru. (Mallick dan Paul, 2018).
Pada umumnya, sel kanker dari paru terperangkap pertama kali di KGB
mediastinal sehingga akan membuat KGB mediastinal membesar. Oleh karena itu,
pembesaran KGB mediastinal digunakan oleh dokter untuk mengetahui apakah
terjadi penyebaran kanker paru atau tidak. Lokasi dan jumlah KGB mediastinal
yang terpengaruh oleh sel kanker paru menjadi salah satu acuan dalam menentukan
stadium kanker paru tersebut (Mallick dan Paul, 2018).
Penentuan stadium kanker paru berdasarkan sistem TNM yang diadopsi oleh
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2017) salah satunya
mempertimbangkan metastase pada KGB. Tingkatan metastase pada KGB sesuai
sistem TNM untuk kanker paru ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Universitas Indonesia
7
Tabel 2.1 Tingkatan metastase pada KGB regional dalam penentuan stadium kanker
paru (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.3 Citra CT axial yang menunjukkan beberapa KGB mediastinal
(Smithuis, 2010)
Universitas Indonesia
8
2.2 Citra CT
Computed Tomography (CT) merupakan salah satu modalitas pencitraan yang
sering digunakan dalam bidang diagnostik dan terapi. Keunggulan CT
dibandingkan dengan modalitas pencitraan lain, seperti MRI atau PET, yaitu lebih
sensitif, memerlukan waktu yang cepat dalam pegambilan data, lebih murah, dan
lebih mudah diperoleh (G. Zhang dkk., 2018). Oleh karena keunggulannya tersebut,
CT dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diagnostik, seperti pemeriksaan daerah
thorax, abdomen, pelvis, cranium, dan lumbal.
Prinsip kerja CT didasari oleh perumusan matematis yang dikembangkan oleh
Radon pada tahun 1971. Radon menyatakan bahwa citra dari objek yang tidak
diketahui dapat diperoleh apabila seseorang memiliki proyeksi tak berhingga dari
objek tersebut (Bushberg dkk., 2002). Saat sinar X dipaparkan pada suatu material
dengan intensitas mula – mula 𝐼0 , maka sinar X tersebut akan mengalami
pelemahan intensitas (atenuasi) sehingga setelah melewati material tersebut
intensitasnya menjadi 𝐼(𝑑), dengan 𝑑 adalah tebal material. Pelemahan yang terjadi
sesuai dengan Hukum Beer pada persamaan (2.1) (Dance dkk., 2014).
Apabila material yang dilewati oleh sinar X tidak homogen, maka terjadi
distribusi nilai 𝜇 di dalam material tersebut. Sebagai contoh, Gambar 2.4
menunjukkan gambaran ketika suatu sinar X menembus material yang tidak
homogen (heterogen). Pada kasus seperti pada Gambar 3, maka persamaan (1)
berubah menjadi persamaan (2.2) untuk merepresentasikan atenuasi sinar X pada
tiap – tiap nilai 𝜇. Nilai 𝐼0 dan 𝐼𝑑 dapat diukur sehingga apabila proyeksi dilakukan
dari berbagai sudut, maka dapat diperoleh persamaan linear dengan variabel 𝜇𝑖 .
Dengan demikian, persamaan linear tersebut dapat diselesaikan untuk memperoleh
distribusi nilai 𝜇 yang merupakan dasar dari citra CT.
𝑖=4
𝐼(𝑑) = 𝐼0 𝑒 − ∑𝑖=1 𝜇𝑖 ∆𝑥 (2.2)
Universitas Indonesia
9
Gambar 2.4 Skema paparan sinar X pada material heterogen (Dance dkk., 2014)
Metode yang menjadi standard dalam proses rekonstruksi citra CT saat ini
adalah filtered back projection (FBP). Gambar 2.5 menunjukkan skema proses FBP
yang meliputi 5 tahap sebagai berikut (Dance dkk., 2014).
1. profil intensitas sinar X yang melewati material 𝐼(𝑑) dari berbagai sudut
diolah menggunakan transformasi Radon sehingga membentuk citra ruang
Radon atau yang biasa disebut Sinogram.
2. citra ruang Radon kemudian diolah menggunakan transformasi Fourier 1D
untuk memperoleh citra ruang Fourier
3. citra ruang Fourier kemudian difilter menggunakan high pass filter
4. citra ruang Fourier yang telah difilter kemudian ditransformasi Fourier balik
sehingga menjadi citra ruang Radon yang terkoreksi
5. terakhir, dilakukan backprojection (transformasi balik Radon) dari citra
ruang Radon sehingga diperoleh citra tomografi.
Universitas Indonesia
10
FBP yang dilakukan secara suksesif (berulang – ulang secara berurutan) dapat
meningkatkan kualitas citra hasil rekonstruksi. Semakin banyak perulangan yang
dilakukan maka kualtias citra yang dihasilkan semakin baik. Gambar 2.6
menunjukkan efek jumlah perulangan FBP terhadap kualitas citra rekonstruksi.
Gambar 2.6 Citra hasil FBP yang dilakukan secara suksesif. Masing – masing
gambar secara berurutan menunjukkan jumlah perulangan FBP
sebanyak 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 256, dan 1024 kali di berbagai sudut
(Dance dkk., 2014)
Universitas Indonesia
11
Citra CT akhir tidak dinyatakan dalam bentuk matriks distribusi nilai 𝜇, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.3, melainkan ditransformasi menjadi matriks
Hounsfield Units (HU) atau CT number. HU merupakan besaran tak berdimensi
yang digunakan untuk menyatakan nilai 𝜇 suatu material dalam bentuk yang
standard. Nilai 𝜇 air dan udara dalam kondisi standard temperature and pressure
(STP) dijadikan sebagai nilai referensi dalam perhitungan HU, yaitu 𝜇𝑎𝑖𝑟 = 0 dan
𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = −1000. Dengan demikian, nilai HU untuk suatu material dapat diperoleh
melalui persamaan (2.3) (Dance dkk., 2014).
Nilai HU untuk setiap material (kecuali air dan udara) akan bervariasi
tergantung dari komposisi material, tegangan tabung sinar X, dan temperatur. Hal
ini disebabkan nilai 𝜇 yang juga bervariasi terhadap faktor – faktor tersebut. Oleh
karena itu, setiap material akan memiliki rentang nilai HU seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2.2 (Dance dkk., 2014).
Tabel 2.2 Nilai HU yang umum dimiliki suatu material beserta rentang nilainya
(Dance dkk., 2014)
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Saat ini, telah cukup banyak sumber data yang dapat diakses dengan bebas di
internet, misalnya sumber data dari Lung Image Database Consortium (LIDC) yang
menyediakan data citra CT pada pemeriksaan daerah thorax untuk keperluan
penelitian CADe nodul paru.
(a) (b)
Gambar 2.8 Citra CT lobus paru sebelum dilakukan vessel elimination (a) dan
sesudah dilakukan vessel elimination (b) menggunakan Gaussian
kernel (σ = 1,5) (Jiang dkk., 2018)
Universitas Indonesia
14
Pada tahap deteksi objek, sistem CADe terbagi menjadi dua kategori, yaitu
sistem CADe yang berbasis metode rekayasa sifat (feature engineering based) dan
yang berbasis deep learning (deep learning based) (J. Zhang dkk., 2018). Perbedaan
dari sistem CADe berbasis deep learning dan rekayasa sifat terletak pada proses
pemerolehan sifat yang hendak dijadikan parameter klasifikasi. Pada sistem CADe
berbasis rekayasa sifat, ekstraksi dan pemilihan sifat dilakukan secara manual oleh
user menggunakan berbagai macam metode. Di sisi lain, pada sistem CADe
berbasis deep learning, user menyerahkan kepada komputer itu sendiri dalam
menentukan sifat apa yang akan dipilih dan digunakan dalam proses klasifikasi.
Gambar 2.9 Alur deteksi objek pada sistem CADe berbasis rekayasa sifat
Universitas Indonesia
15
(a) (b)
Gambar 2.11 Citra CT yang memuat beberapa daerah usus besar. Dinding usus
besar ditunjukkan dengan garis merah dan kandidat polip ditunjukkan
dengan lingkaran hijau (a). Segmentasi kandidat polip untuk
kemudian dianalisa lebih lanjut (b) (Tulum dkk., 2017)
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
Skema CNN yang ditunjukkan pada Gambar 2.12 berlaku baik untuk 2D CNN
maupun 3D CNN (Yamashita dkk., 2018). 3D CNN adalah perkembangan dari 2D
CNN yang menggunakan 3D kernels untuk menganalisa citra volumetrik, seperti
citra CT dan MRI (Pezeshk dkk., 2018). Pada 3D CNN, citra input, lapisan
convolution, dan pooling yang digunakan juga dalam 3D. Salah satu contoh skema
3D CNN ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Saat ini 3D CNN telah diaplikasikan dalam sistem CADe, khususnya CADe
nodul paru. Huang dkk. (2017) menggunakan 3D CNN serta teknik data
augmentation dan regularization untuk mendeteksi nodul paru pada citra CT.
Kedua teknik tersebut digunakan untuk memperoleh training samples yang banyak
dan menghindari overfitting. Kandidat nodul dideteksi menggunakan local
geometric-model sehingga dihasilkan 3D cubes yang kemudian diinput kepada deep
3D CNN. Performa sistem CADe dari penelitian ini merupakan state-of-the-art dari
sistem CADe nodul paru saat itu yang mencapai sensitivitas 90% / 5 FP per scan.
Universitas Indonesia
18
Tabel 2.3 Performa sistem CADe nodul paru Dai dkk. (2018)
Pezeshk dkk. (2018) juga menggunakan 3D CNN untuk mendeteksi nodul paru
dari dataset LIDC. Mereka mengagas dua tahap deteksi nodul paru, yaitu (1)
penentuan kandidat nodul menggunakan 3D fully convolutional networks (FCN)
kemudian (2) klasifikasi nodul paru menggunakan 3D CNN. Strategi yang mereka
terapkan agar tahap kedua “belajar” dengan sudut pandang berbeda dari tahap
pertama adalah 3D CNN tahap kedua dilatih menggunakan false positive patches
yang diperoleh dari tahap pertama namun dengan threshold dan jenis augmentasi
data yang berbeda. Berdasarkan metode tersebut, sistem CADe dari hasil penelitian
ini memiliki sensitiitas 91% / 2FP per scan.
Universitas Indonesia
19
Tabel 2.4 Parameter utama dalam proses evaluasi performa sistem CADe
(Gonçalves dkk., 2014)
Universitas Indonesia
20
(a) (b)
Gambar 2.14 Contoh grafik ROC (Miyake dkk., 2013) (a) dan FROC (Jianfei Liu
dkk., 2015) (b)
Universitas Indonesia
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.2 Metode
Metode deteksi KGB mediastinal yang akan digunakan dalam penelitian ini
mengadopsi metode yang digunakan oleh Pezeshk dkk., (2018) untuk mendeteksi
nodul paru. Metode tersebut dianggap cukup sesuai untuk mendeteksi KGB
mediastinal mengingat nodul paru juga berada di daerah thorax dan sampai saat ini
metode tersebut adalah metode yang paling baik dalam 3D CNN pada topik CADe.
Adapun metode deteksi KGB mediastinal yang akan dilakukan dibagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap 1: screening dan tahap 2: pengurangan false positive
Universitas Indonesia
21
22
mediastinal yang telah ditentukan oleh dokter radiologi. Ukuran VOI positive
samples maupun negative sample dibuat sama, yaitu 64 × 64 ×16 voxel. Hounsfield
Unit (HU) setiap voxel pada positive dan negative samples kemudian dinormalisasi
menggunakan persamaan (3.1) (Pezeshk dkk., 2018).
′
𝑉𝑖,𝑗,𝑧 − 𝑚𝑖𝑛
𝑉𝑖,𝑗,𝑧 = (3.1)
𝑚𝑎𝑥 − 𝑚𝑖𝑛
Dengan 𝑖, 𝑗, 𝑧 adalah koordinat voxel dalam sebuah patch (sample), 𝑚𝑎𝑥 dan 𝑚𝑖𝑛
adalah nilai HU maksimum dan minimum dari citra CT dimana patch tersebut
diekstrak.
Langkah selanjutnya adalah melakukan data augmentation untuk menambah
jumlah positive samples. Setiap positive samples diolah kembali kedalam dua
kelompok. Kelompok pertama adalah kombinasi dari positive samples yang dibalik
(flipped) dengan samples yang dirotasi (90˚, 180˚, dan 270 ˚) sehingga diperoleh 8
artificial positive samples yang baru. Kelompok kedua adalah kombinasi dari
positive samples yang diolah dengan in-plane rotation, shear transform, dan size
scaling. Proses pengolahan ini dilakukan pada setiap slice 2D yang menyusun
sample 3D tersebut sehingga dihasilkan transformasi secara 3D. In-plane rotation
diatur pada sudut antara 15˚ s.d 345˚, horizontal shear transform diatur pada nilai
antara -0,2 s.d 0,2, dan size scaling diatur pada nilai antara 0,75 s.d 1.25. Kelompok
kedua ini akan menghasilkan 20 artificial positive samples yang baru sehingga dari
proses data augmentation ini diperoleh 28 artificial positive samples yang baru
untuk setiap positive samples yang asli.
Setelah diperoleh positive dan negative samples yang cukup, dilakukan proses
training pada arsitektur 3D CNN. Arsitektur 3D CNN yang direncanakan dalam
penelitian ini terdiri dari tiga lapisan konvolusi dan dua lapisan max-pooling
berselang-seling kemudian diikuti dengan dua lapisan fully connected dan diakhiri
dengan lapisan fully connected softmax. Input samples diberikan perlakuan zero
padding untuk mempertahankan sifat tepi. Skema arsitektur 3D CNN yang hendak
digunakan beserta ukuran kernel dan lapisan max pooling-nya ditunjukkan pada
Gambar 3.1. Skema tersebut diadopsi dari Pezeshk dkk. (2018) dengan sedikit
perubahan pada ukuran sample dan kernel.
Universitas Indonesia
23
Gambar 3.1 Skema arsitektur 3D CNN tahap screening (Pezeshk dkk., 2018)
Universitas Indonesia
24
digunakan dalam penelitian ini, yaitu Glorot / Xavier Uniform Initializer dan He
Normal Initializer. Kedua algoritma tersebut menginisialisasi nilai variansi setiap
lapisan sedemikian rupa sehingga setiap neuron menghasilkan distribusi output
yang sama.
Fungsi aktivasi yang akan digunakan setelah proses konvolusi adalah Rectified
Linear Unit (ReLU). ReLU merupakan fungsi aktivasi yang umum digunakan pada
CNN karena fungsi aktivasi tersebut mengatasi permasalahan vanishing gradient
yang sering terjadi pada fungsi aktivasi lainnya. Fungsi aktivasi ReLU hanya berupa
operasi matematis yang membuat nol nilai negatif dan mempertahankan nilai
positif. Secara matematis fungsi aktivasi ReLU dinyatakan sebagai berikut.
(3.1)
Jenis lapisan pooling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah max
pooling. Ukuran operasi 3D max pooling (MP) yang akan digunakan adalah seperti
ukuran 3D MP pada umumnya, yaitu 2 × 2 × 2. Stride pada lapisan MP bernilai 2
agar tidak terjadi overlapping pada operasi MP. Berdasarkan pengaturan demikian,
ukuran data output dari lapisan MP akan menjadi setengah kali dari ukuran data
input-nya.
Skema training yang akan digunakan untuk meng-update nilai bobot kernel
adalah Stochastic Gradient Descent (SGD). SGD merupakan skema yang umum
digunakan dalam proses training CNN. Proses training menggunakan skema SGD
lebih cepat dibandingkan skema batch karena pada skema SGD nilai bobot kernel
di-update setiap satu data training selesai dievaluasi. Adapun perhitungan update
bobot pada kernel menggunakan algoritma back-propagation yang diilustrasikan
seperti pada Gambar 3.2. Algoritma backpropagation adalah sebagai berikut (Kim,
2017).
1. inisialisasi nilai bobot
2. masukkan nilai input dari training data {input, correct output (𝑑)} dan
hitung nilai output (𝑦)
Universitas Indonesia
25
3. hitung nilai error (e) dari output terhadap correct output dan hitung nilai
delta (δ)
𝑒 =𝑑−𝑦 (3.2)
𝛿 = 𝜑 ′ (𝜈)𝑒 (3.3)
𝜑 ′ (𝜈) adalah turunan pertama dari fungsi aktivasi 𝜑 pada nilai 𝜈
𝜈 adalah jumlahan hasil pembobotan dari input
4. rambatkan nilai 𝛿 dari lapisan output secara backward dengan cara
menghitung nilai 𝛿 pada lapisan – lapisan sebelumnya (𝛿 (𝑘) )
𝑒 (𝑘) = 𝑊 𝑇 𝛿 (3.4)
𝛿 (𝑘) = 𝜑 ′ (𝜈 (𝑘) )𝑒 (𝑘) (3.5)
Indeks (𝑘) menyatakan besaran pada lapisan ke – 𝑘 secara backward
𝑊 𝑇 adalah transpose dari matriks bobot
5. ulangi langkah ke-4 hingga mencapai lapisan terakhir sebelum lapisan input
6. atur nilai bobot menggunakan delta rule
Δ𝑤𝑖𝑗 = 𝛼𝛿𝑖 𝑥𝑗 (3.6)
𝑤𝑖𝑗 = 𝑤𝑖𝑗 + Δ𝑤𝑖𝑗 (3.7)
𝛼 adalah learning rate (0 < 𝛼 ≤ 1)
𝑤𝑖𝑗 adalah bobot antara node ke-i pada lapisan input dan node ke-j pada
lapisan output
𝑥𝑗 adalah output dari node ke-j pada lapisan input
Δ𝑤𝑖𝑗 adalah nilai update bobot
7. ulangi langkah 2 s.d. 6 untuk setiap training data
8. ulangi langkah 2 s.d. 7 sampai error dianggap sudah cukup kecil untuk
training data
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
arstitektur 3D CNN yang sama. Variasi threshold dari hard negative samples dan
variasi jenis negative samples dilakukan untuk membentuk negative training
samples yang berbeda. Negative training samples dibedakan menjadi empat
kelompok, yaitu yang terdiri dari 50% random negative dan 50% hard negative
dengan hard negative threshold 0,9 (kelompok 1) dan 0,98 (kelompok 2).
Kemudian negative training samples yang hanya terdiri dari hard negative dengan
hard negative threshold 0,9 (kelompok 3) dan 0,98 (kelompok 4) sehingga
dihasilkan empat kelompok 3D CNN (ensemble). Score dari kandidat KGB
mediastinal yang dihasilkan oleh ensemble 3D CNN kemudian dirata-rata untuk
dihasilkan score akhir.
Pada proses training baik pada tahap screening maupun pengurangan false
positive dilakukan evaluasi score yang dihasilkan oleh sistem baik untuk positive
maupun negative samples menggunakan metode cross-validation. Langkah
melakukan cross-validation adalah sebagai berikut (Kim, 2017).
1. bagi training data menjadi training set dan validation set. Berdasarkan rule
of thumb porsi training set terhadap validation set adalah 8:2. Skema
pembagian data pada proses cross validation ditunjukkan pada Gambar 3.3
2. lakukan proses training menggunakan training set (misalnya, menggunakan
algoritma backpropagation) yang dipilih secara acak untuk setiap proses
training
3. Evaluasi performa dari model yang telah dibuat menggunakan validation set
(yang juga dipilih secara acak)
a. jika model tersebut telah memberikan performa yang memuaskan, maka
proses validasi dan training telah selesai
b. jika model tersebut belum memberikan performa yang memuaskan,
maka modifikasi model tersebut dan ulangi kembali dari langkah 2.
Gambar 3.3 Skema pembagian data pada proses cross validation (Kim, 2017)
Universitas Indonesia
28
Adapun diagram alir metode penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.4
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Jadwal penelitian
30
Universitas Indonesia
31
DAFTAR PUSTAKA
Betts, J. G., College, T. J., DeSaix, P., Johnson, J. E., Korol, O., Kruse, D. H.,
Poe, B., Wilse, J. A., dan Young, A. (2018): 1.6 Anatomical Terminology,
Anatomy and Physiology, OpenStax College.
Bray, F., Ferlay, J., dan Soerjomataram, I. (2018): Global Cancer Statistics 2018 :
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36
Cancers in 185 Countries, Ca Cancer J Clin, 1–31.
https://doi.org/10.3322/caac.21492
Bushberg, J. T., Seibert, J. A., Leidholdt Jr., E. M., dan Boone, J. M. (2002): The
Essential Physics of Medical Imaging, Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.
Chin, C., dan Lin, B. (2017): An Automated Early Ischemic Stroke Detection
System using CNN Deep Learning Algorithm, IEEE 8th International
Conference on Awareness Science and Technology (iCAST), 368–372.
Chmelik, J., Jakubicek, R., Walek, P., Jan, J., Ourednicek, P., Lambert, L.,
Amadori, E., dan Gavelli, G. (2018): Deep convolutional neural network-
based segmentation and classification of difficult to define metastatic spinal
lesions in 3D CT data, Medical Image Analysis, 49, 76–88.
https://doi.org/10.1016/j.media.2018.07.008
Dai, C., Xiao, B., Chen, Y., Du, Y., Liang, Y., Zhao, K., dan Yan, L. (2018):
Automated Detection of Lung Nodules in CT Images with 3D Convolutional
Neural Networks, Proceedings of IC-NIDC, 55–59.
Dance, D. R., Christofides, S., Maidment, A. D. A., Mclean, I. D., dan Ng, K. H.
(2014): Diagnostic Radiology Physics: A Handbook for Teachers and
Students, Vienna, International Atomic Energy Agency.
Eisenhauer, E. A., Therasse, P., Bogaerts, J., Schwartz, L. H., Sargent, D., Ford,
R., Dancey, J., Arbuck, S., Gwyther, S., Mooney, M., Rubinstein, L.,
Shankar, L., dan Dodd, L. (2008): New response evaluation criteria in solid
tumours : Revised RECIST guideline ( version 1 . 1 ), European Journal of
Cancer, 45(2), 228–247. https://doi.org/10.1016/j.ejca.2008.10.026
Feuerstein, M., Deguchi, D., Kitasaka, T., dan Iwano, S. (2009): Automatic
Mediastinal Lymph Node Detection in Chest CT, Proc. of SPIE, 7260, 1–11.
https://doi.org/10.1117/12.811101
Gonçalves, V. M., Delamaro, M. E., dan Lourdes dos Santos Nunes, F. De (2014):
A systematic review on the evaluation and characteristics of computer- aided
diagnosis systems, Rev. Bras. Eng. Bioméd., 30(4), 355–383.
Gu, Y., Lu, X., Yang, L., Zhang, B., Yu, D., Zhao, Y., Gao, L., Wu, L., Zhou, T.,
Lu, X., Yang, L., Zhang, B., Yu, D., Zhao, Y., Gao, L., Wu, L., dan Zhou, T.
(2018): Automatic lung nodule detection using a 3D deep convolutional
neural network combined with a multi-scale prediction strategy in chest CTs,
Computer in Biology and Medicine.
https://doi.org/10.1016/j.compbiomed.2018.10.011
Universitas Indonesia
32
Huang, X., Shan, J., dan Vaidya, V. (2017): Lung Nodule Detection in CT Using
3D Convolutional Neural Networks, IEEE, 379–383.
Jacob, C. (2016): Lung Nodule Detection in CT Images using Deep Convolutional
Neural Networks, International Joint Conference on Neural Networks
(IJCNN), 243–250. https://doi.org/10.1109/IJCNN.2016.7727205
Jiang, H., Qian, W., Gao, M., dan Li, Y. (2018): An Automatic Detection System
of Lung Nodule Based on Multigroup Patch-Based Deep, IEEE Journal of
Biomedical and Health Informatics, 22(4), 1227–1237.
https://doi.org/10.1109/JBHI.2017.2725903
Kim, P. (2017): MATLAB Deep Learning: With Machine Learning, Neural
Networks and Artificial Intelligence, Seoul, Apress.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2017): Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Kanker Paru, Jakarta, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Liu, J., Hoffman, J., Zhao, J., Yao, J., Lu, L., Kim, L., Turkbey, E. B., dan
Summers, R. M. (2016): Mediastinal lymph node detection and station
mapping on chest CT using spatial priors and random forest, Med. Phys.,
43(7), 4362–4374.
Liu, J., Wang, S., George, M., Yao, J., dan Summers, R. M. (2015): Computer-
aided detection of exophytic renal lesions on non-contrast CT images,
Medical Image Analysis, 19, 15–29.
https://doi.org/10.1016/j.media.2014.07.005
Mallick, I., dan Paul, D. (2018): Mediastinal Lymph Nodes in the Chest, diperoleh
melalui situs internet: www.verywellhealth.com/mediastinal-lymph-nodes-
2252159.
Martin, L., Jendeberg, J., Thunberg, P., Lout, A., dan Lid, M. (2018): Computer
aided detection of ureteral stones in thin slice computed tomography volumes
using Convolutional Neural Networks, 97(April), 153–160.
https://doi.org/10.1016/j.compbiomed.2018.04.021
Miyake, M., Iinuma, G., Taylor, S. A., dan Halligan, S. (2013): Comparative
performance of a primary-reader and second-reader paradigm of computer-
aided detection for CT colonography in a low-prevalence screening
population, Jpn J Radiol, 31, 310–319. https://doi.org/10.1007/s11604-013-
0187-7
Petrick, N., Sahiner, B., Iii, S. G. A., Bert, A., Correale, L., Delsanto, S.,
Freedman, M. T., Fryd, D., Gur, D., Morra, L., Paquerault, S., Samuelson, F.,
Summers, R. M., dan Zheng, B. (2013): Evaluation of computer-aided
detection and diagnosis systems, Med. Phys., 40(8), 1–17.
https://doi.org/10.1118/1.4816310
Pezeshk, A., Hamidian, S., Petrick, N., dan Sahiner, B. (2018): 3D convolutional
neural networks for automatic detection of pulmonary nodules in chest CT,
IEEE Journal of Biomedical and Health Informatics.
https://doi.org/10.1109/JBHI.2018.2879449
Rafael, I., Valente, S., César, P., Cavalcanti, E., Marques, J., Hugo, V.,
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia