Anda di halaman 1dari 25

PENGANTAR DIAGNOSIS EKOKARDIOGRAFI

Ali Ghanie
A. Pendahuluan
Ekokardiografi merupakan alat diagnostic di bidang kardovaskular dengan
prinsip dasar gelombang suara frekuensi tinggi. Dengan transmisi gelombang
suara, diharapkan terjadi pantulan gelombang yang akan memberikan kontur
yang sesuai dengan jaringan yang memantulkan transmisi gelombang.
Sehingga dengan alat ekokardiografi akan diperoleh kontur dinding pembuluh
darah, ruang-ruang jantung, katup-katup jantung serta selaput pembungkus
jantung. Pencitraan akan tergambar dalam bentuk satu dimensi (m-mode) dua
(2-D) bahkan dimensi tiga (3-D) atau empat (4-D).
Adanya dopler pada alat eko yang yang menggunakan prinsip transmisi
pantulan gelombang suara oleh sel darah merah, akan memungkinkan
pengukuran kecepatan (velositas) dan arah aliran darah dalam jantung dan
pembuluh. Oleh karena itu dapat dipakai untuk pengukuran hemodinamik
jantung seperti isi sekuncup, curah jantung, tekanan, dan pressure gradien.
Sementara sistem warna pada eko (color flow mapping) memungkinkan
untuk menentukan arah dan sifat aliran darah baik yang stream line atau
turbulen. Oleh karena itu dengan modalitas tersebut pengukuran dopler dapat
diarahkan melalui bimbingan aliran yang berwarna (color guided dopler),
selain dapat dengan mudah melihat adanya aliran-aliran turbulen akibat
regurgitasi, stenosis maupun aliran abnormal melalui defek pada septum atrial
atau ventrikel.
Pada awalnya pemeriksaan eko bersifat noninvasive, karena pemeriksaan
dilakukan dengan transduser (sumber: dan penerima gelombang suara) melalui
dinding dada, dikenal sebagai pemeriksaan eko transtorakal (ETT). Namun
ada beberapa keterbatasan ETT pada keadaan tertentu seperti pasien
emfisema, gemuk, serta tidak mampu dalam evaluasi ruang seperti apendik
atrium.
Untuk mengatasi hal tersebut belakangan muncul eko transesofageal
(ETE) yang bersifat invasive, di mana transduser dilekatkan pada ujung alat
endoskopi. Dengan cara ini transduser dimasukkan melalui esophagus sampai
kelambung, dan evaluasi jantung dilakukan dari belakang, sehingga limitasi

TTE dapat diatasi karena jarak yang lebih dekat dengan target, serta jaringan
pemisah antara transduser dan target dapat diabaikan.
Selain daripada itu dikenal beberapa prosedur eko invasive yang lain yaitu
introperatif, dengan meletakkan transduser langsung ke permukaan jantung
pada saat operasi jantung, serta pemeriksaan eko intravascular (intravascular
ultrasound = IVUS) di mana transduser diletakkan pada ujung kateter pada
prosedur angiografi coroner.
Dengan perkembangan teknologi di bidang ultrasound belakangan dikenal
pula pemeriksaan eko dengan kontras untuk melihat adanya defek pada sekat
maupun dalam evaluasi kinesis gerakan dinding jantung, sementara itu
pemeriksaan tissue dopler lebih diarahkan untuk mendeteksi kinesis jantung
yang dapat dikaitkan dengan penyakit jantung iskemia, dan diastologi.
B. Instrumentasi
1. Transduser
Merupakan kelengkapan alat eko berupa sumber: gelombang suara
ultra yang berasal dari Kristal piezoelektrik, sehingga memungkinkan
terjadinya pencitraan. Melalui transduser, gelombang suara dapat
diarahkan secara elektronik atau mekanikal ke arah target sasaran yang
dikehendaki.
Pilihan transduser tergantung dengan frekuensi, semakin tinggi
frekuensi semakin besar kemampuan resolusi (kemampuan memisahkan
dua objek yang berdekatan), namun kedalaman penetrasi akan berkurang.
Oleh karena itu dalam pemeriksaan eko diupayakan menggunakan
frekuensi yang paling tinggi tetapi masih mempunyai kemampuan
penetrasi yang maksimal. Biasanya pada satu transduser telah dilengkapi
dengan multi frekuensi, sementara kedalaman dapat diukur.
Dikenal dua macam transduser yaitu transduser uuntuk pemeriksaan
melalui dinding toraks, dan transduser untuk pemeriksaan melalui
esophagus.

Gambar 1. A. Transduser linear untuk pemeriksaan vascular.


B. Transduser eko transtorakal (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 2. Transduser Ekokardiografikardiografi transesofagel. Sumber :


A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya
University Palembang.
2. Oskiloskop
Merupakan layar dengan berbagai ukuran, menampilkan hasil proses
pengolahan gelombang suara yang diterima oleh transduser setelah melalui
berbagai proses perubahan sifat gelombang suara, amplifikasi serta
prosedur teknis lain yang tidak menjadi topik dalam bab ini.
3. Printer
Dapat dilakukan dokumentasi dengan printer hitam putih, berwarna,
dengan video maupun sistem digital. Pada rekaman gambar/foto (stop
picture) terdapat beberapa kendala kelengkapan gambar yang barangkali
tidak dianggap penting oleh ekokardiografer. Oleh karena itu sebaiknya
dilakukan dokumentasi dengan video sehingga diperoleh kondisi yang
menyerupai real time, akan tetapi menyita waktu dan terjadi penurunan
gradasi kualitas gambar. Sistem digital dapat mengatasi masalag kualitas
gambar sama dengan aslinya dan memudahkan sistem arsip.
C. Teknik Pemeriksaan

Hasil gambar eko sangat subjektif tergantung keterampilan dan pengalaman


dari ekokardiografer. Oleh karena itu seorang ekokardiografer dituntut
mempunyai kompetensi pengetahuan dasar mengenai gelombang suara ultra
dan karakteristik kemampuan mesin eko dalam pengaturan gambar, sehingga
dapat dibuat gambar yang standar, informative dan dapat diulang dengan
kualitas gambar yang sama. Selain itu dibutuhkan pengetahuan anatomi
jantung normal beserta varian normal, kelainan yang berhubungan dengan
anatomi maupun hemodinamik akibat kelainan yang didapat maupun
kongenital.
D. Modalitas Eko dan Perannya Dalam Diagnosis Kardiovaskular
1. Ekokardiografi M-Mode
Merupakan eko satu dimensi, di mana dilakukan pencitraan sat ugaris
dari anterior sampai ke posterior bidang jantung yang kemudian dengan
waktu akan tampak pada layar sebagai gerakan dari kiri ke kanan (motion
mode=M-mode). Walaupun merupakan modalitas yang pertama di bidang
eko, kemampuan resolusi spatial jelek, namun mempunyai kelebihan
dalam resolusi temporal karena frame rate yang cepat, oleh karena itu
sangat baik untuk objek yang bergerak.
Agar gambar dan pengukuran akurat, dibutuhkan potongan tegak lurus
terhadap struktur yang akan diambil. Saat ini dengan adanya sistem digital,
potongan tegak lurus dapat dilakukan pasca pengambilan gambar,
walaupun dengan posisi yang kurang baik.
Beberapa informasi yang dapat diperoleh dengan modalitas M-mode ini
antara lin :
a. Pengukuran dimensi ventrikel, tebal dinding ventrikel atau septum,
atrium, aorta
b. Pengukuran fungsi jantung dengan fraksi ejeksi, bila kondisi gambar
memungkinkan untuk melakukan potongan yang perpendikuler.
c. Estimasi masa ventrikel kiri dengan menggunakan formula, misalnya
formula pen
d. Gambaran pericardium
e. Kejadian waktu di jantung, misalnya waktu relaksasi isovolemik, waltu
ejeksi
f. Bersama dengan eko warna dapat menentukan gambaran aliran

g. Beberapa rujukan parameter ukuran normal pada pemeriksaan Mmode dapat dilihat pada table 1,2 demikian pula beberapa contoh kasus
yang dapat dievaluasi dengan modalitas M-mode.
Table 1. Parameter Ekokardiografi Normal Laki-laki (n=79)
Parameter

Range

Rata-rata

ekokardiografi
EDD
3.10 4.90
4.02
ESD
1.50 3.30
2.069
IVS
0.70 1.00
0.844
PW
0.70 0.90
0.772
FS
28.0 58.0
48.25
EF
63.0 90.0
80.307
A0
2.20 3.60
2.867
LA
1.70 3.00
2.217
LVM
53.53 177.41
106.087
LVMI
36.42 101.12
67.4192
RWT
0.23 0.53
0.388
BW
47.0 72.00
59.33
H
154.0 179.0
163.359
BSA
1.34 1.80
1.6213
Sumber : A. Ghanie. Parameter echo normal. Unpublished.
Keterangan :
EDD: End Diastolic Diameter, ESD: End Systolic Diameter, IVS:
Interventricular Septum, PW: Post Wall, FS: Fractional Shortening, E:
Ejection Fraction, AO: Aorta, LA: Left Atrium, LVM: Left Ventricular
Mass, LVMI: Left Ventricular Mass Index, RWT: Relative Wall Thickness,
BW: Body Weight, H: Height, BSA: Body Survace Area.
E. Eko Dua Dimensi (Eko 2-D)
Lebih mampu melihat struktur dan fungsi secara real time, mempunyai
resolusi spasial lebih baik dari M-mode.
Target adalah jaringan, sehingga lebih berperan dalam evaluasi
morfologi jantung.
1. Mencerminkan gerakan dan anatomi jantung
2. Pengukuran ventrikel kiri dan tebal dinding pada keadaan di mana Mmode tidak memenuhi syarat
3. Pemgukuran isi sekuncup
4. Pengukuran fraksi ejeksi dan volume

Standar deviasi
0.4580
0.3799
0.07
0.078
7.93
4.07
0.245
0.412
29.5619
17.5942
0.05326
8.033
5.98
0.1042

5. Pengukuran area mitral dengan planimetri.


Tabel 2. Parameter Eko Normal pada Wanita (n=79)
Parameter

Range

Rata-rata

Ekokardiografi
EDD
3.20 4.60
3.9353
ESD
1.50 3.30
2.1324
IVS
0.60 1.00
0.8147
PW
0.50 0.90
0.7176
FS
27.00 57.00
46.0294
EF
61.00 90.00
81.2941
A0
2.00 3.10
2.7088
LA
1.80 3.00
2.2324
LVM
35.01 157.85
95.0418
LVMI
23.34 108.82
61.1988
RWT
0.30 0.45
0.3761
BW
48.00 70.00
55.6029
H
153.00 180.00
163.4412
BSA
1.42 1.77
1.5718
Sumber : A. Ghanie. Parameter echo normal. Unpublished

Standar deviasi
0.3549
0.3607
8.214E-02
8.338E-02
7.2007
5.9520
0.2927
0.4290
29.4444
18.8395
4.199E-02
7.1189
7.2329
8.266E-02

Gambar 3. Ekokardiografikardiografi M-mode pada orang normal


dengan bimbingan 2-D melalui katup mitral menunjukkan titik
pembukaan katup mmitral fase cepat, plateu (F), pembukaan fase
lambat (A), penutupan mitral (CD), Ventrikel kanan (RV), septum
ventrikel (IVS), vntrikel kiri (LV). (Sumber: A. Ghanie, Div.
Cardiologgy, Dept. int. med. Faculty Medicine, Sriwijaya University
Palembang)

Gambar 4. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan menunjukkan


gambaran katup aorta yang normal berdasarkan gambaran jajaran
genjang pada saat sistol dab berupa gambar diastole Di sini terlihat
atrium kiri membesar 4,7. (Sumber: A.Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med. Faculty Medicine, Sriwijaya Unersity Palembang)

Gambaran 5. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan 2-D pasien gagal


jantung kongesti (kardiomiopati dilatasi), terlihat dilatasi ventrikel kiri
pada saat diastole dan sistol, septum dan dinding belakang ventrikel
terlihat hipokinesis (tidak ada perubahan ketebalan septum dan dinding
belakang sepanjang fase). (Sumber: A.Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med.Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 6. Ekokardiografi Mmode dengan bimbingan 2-D pada pasien


efusi pericardium, hipertensi dan gagal ginjal kronik, terlihat daerah
posterior yang bebas ekokardiografi, penebalan septum ventrikel (IVS)
dan dinding posterior ventrikel kiri (LVPW). (Sumber: A.Ghanie, Div.
Cardiology, Dept.int.Med.Faculty of Medicine, Sriwijaya University
Palembang)

Gambar 7. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan 2-D pada pasien


dengan kardiomiopati hipertrofik obstruktif, terlihat gerakan katup mitral
ke anterior pada saat sistol (SAM= systolic anterior motion). (Sumber:
A.Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med.Faculty of Medicine, Sriwijaya
University Palembang)

Gambar 8. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan 2-D pasien


hipertensi dengan dengan hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri.
Septum ventrikel (IVSD: 2,27 cm) normal <1 cm, dinding posterior
(LVPWd= 1,16 cm) normal < 1 cm. (Sumber: A.Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med.Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 9. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan 2-D pasien stenosis


mitral, EF slope mendatar, katup posterior bergerak ke anterior sejajar
dengan

katup

anterior

(Sumber:

A.Ghanie,

Div.

Cardiology,

Dept.int.Med.Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 10. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan 2-D melalui aorta


terlihat separasi daun katup aorta anterior (AAC) dan posterior (PAC)

aorta Stenosis. (Sumber: A.Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med.Faculty


of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 11. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan 2-D dari katup


pulmonal

normal.

(Sumber:

A.Ghanie,

Div.

Cardiology,

Dept.int.Med.Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 12. Ekokardiografi M-mode dengan bimbingan 2-D pasein


regurgitasi mitral potongan perpendicular sempurna melalui ujung katup
mitral, terlihat hipertrofi septum dan dilatasi ventrikel kiri dengan fungsi
pompa yang masih baik.. (Sumber: A.Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med.Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

1. Bidang Penyitraan
a. Pengambilan gambar eko dilakukan melalui suatu celah sempit yang
disebut acoustic windows atau jendela eko pada sela iga III garis para
sternal kanan, apeks, melalui suprasternal, atau subcostal.
b. Pada dasarnya ada tiga bidang utama dalam pengambilan gambar eko:
c. Sumbu panjang (long axis), merupakan bidang tegak lurus dengan
permukaan anteroposterior dada dan sejajar dengan sumbu panjang
jantung. Pada bidang ini secara anatomi akan tergambar dinding depan
ventrikel kanan, ventrikel kanan, septum ventrikel, ventrikel kiri, serta
dinding posterior ventrikel kiri.

Gambar 13. Ekokardiografi 2-D sumbu panjang menunjukkan


potongan ventrikel kanan (RV), ventrikel kiri (LV), septum ventrikel
(IVS), Aorta (Ao), Atrium kiri (LA), katup mitral dalam hal ini

stenosis (MV). (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med.


Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)
d. Sumbu pendek (short axis), merupakan bidang tegak lurus
permukaan anteroposterior dada dan tegak lurus dengan bidang sumbu
panjang jantung. Pada bidang ini akan tergambar struktur jantung
sesuai dengan daerah potongan. Pada dasar jantung akan tergambar
atrium, sekat atrium, pembuluh darah besar, katup tricuspid serta
pulmonal. Pada bagian tengah akan tampak katup mitral, ventrikel
kanan.
e. Septum ventrikel, dan ventrikel kiri, dan katup mitral. Sedangkan
potongan setinggi apeks akan menampilkan ventrikel kiri, septum
ventrikel, sebagian ventrikel kanan dan muskulus papilaris.
f. Bidang empat ruang (apical four chamber), merupakan bidang sejajar
dengan permukaan
g. Anteroposterior melalui potongan dari apeks ke dasar jantung. Pada
bidang ini akan tergambar kedua ventrikel, atrium, sekat atrium dan
ventrikel, serta kedua katup mitral dan tricuspid.
h. Ada juga bidang-bidang lain yang dipergunakan dalam pemeriksaan
sehari-hari seperti bidang dua ruang yang menggambarkan atrium,
katup mitral dan ventrikel kiri. Bidang lain yang juga sering dipakai
adalah bidang lima ruang sama seperti empat ruang dengan tambahan
aorta.
i. Namun adakalanya pada pasien tertentu dibutuhkan posisi lain yang
tidak standar untuk dapat memberikan informasi yang kita kehendaki
j. Dengan kemajuan dibidang teknologi (second harmonic imaging),
dimungkinkan untuk membuat gambar itu menjadi lebih baik,
sehingga delineasi endocardium menjadi lebih tegas.

Gambar 14. Ekokardiografi 2-D sumbu pendek setinggi aorta. Terlihat


aorta (ao), muara ventrikel kanan ke pulmonal (rvot), arteri pulmonalis
utama (mpa), atrium (la), atrium kanan (ra), katup tricuspid (tv).
(Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of
Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 15. Ekokardiografi 2-D sumbu pendek setinggi katup mitral.


Terlihat area mitral yang kecil (stenosis), ventrikel kiri (LV), septum
ventrikel (IVS), ventrikel kanan (RV). (Sumber: A. Ghanie, Div.
Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University
Palembang)

Gambar 16. Ekokardiografi 2-D suhu pendek setinggi m. papilaris.


(Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of
Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 17. A). Ekokardiografi 2-D potongan apeks 4 ruang pasien


normal, terlihat ventrikel kiri (LV), serambi kiri (LA), ventrikel kanan
(RV), serambi kanan (RA), septum ventrikel (IVS), septum atrial
(IAS). B). Ekokardiografikardiografi 2-D potongan apeks 5 ruang
sama seperti gambar A dengan tambahan aorta (Ao) (Sumber: A.
Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya
University Palembang)

Gambar 18. Ekokardiografi 2-D potongan 4 ruang menunjukkan


kemampuan teknologi harmonic dalam meningkatkan kemampuan
pencitraan ekokardiografi (A. tanpa tissue harmonic, B. dengan
harmonic terlhat deniasi endocardium lebih jelas) (Sumber: A. Ghanie,
Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya
University Palembang)

Gambar 19. Pengukuran fraksi ejeksi dengan pengukuran area, pada


kondisi di mana pemeriksaan dengan M-mode tidak memenuhi syarat.
Terlihat fraksi ejeksi 32%. (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 20. Ekokardiografi 4 ruang apical pada gagal jantung


kongestif jantung kanan menunjukkan thrombus multiple pada
ventrikel kanan (tanda panah). (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 21. Ekokardiografi 2-D sumbu panjang melalui apeks pada


pasien hipertrofi kardiomiopati obstruktif, terlihat katup mitral
bergerak menutup left ventrikel out flow tract (LVOT) (tanda panah)

(Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of


Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 22. Ekokardiografi 2-D sumbu panjang pasien stenosis mitral


berat, terlihat penebalan daun katup (A), pada potongan pendek terlihat
area mitral secara planimetri sangat sempit 0.57 cm2 (B). (Sumber: A.
Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya
University Palembang)

Gambar 23. Ekokardiografi 2-D potongan pendek setinggi mitral


pasien gagal jantung dan infark anteroseptal, terlihat akinesis dari
daerah anterior pada saat sistol (tanda panah). (Sumber: A. Ghanie,
Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya
University Palembang)

Gambar 24. Ekokardiografi 2-D sumbu panjang pasien miksoma pada


atrium kiri yang bergerak keluar masuk ventrikel kiri melalui mitral

pada setiap siklus (M). (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology,


Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 25. Ekokardiografikardiografi 2-D sumbu panjang pasien


miksoma atrium kiri dengan tangkai yang jelas (tanda panah).
(Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of
Medicine, Sriwijaya University Palembang)
F. Eko Dopler
Seperti disebutkan pada pendahuluan, konsep eko dopler adalah
menangkap sinyal yang dipantulkan oleh sel darah merah, sehingga dapat
ditentukan adanya aliran darah, arah, kecepatan, dan karakteristik aliran.
Dikenal dua modalitas dopler yaitu,
1. Dopler spectrum (spectral dopler) yang terdiri dari pulsed wave dopler
(dopler gelombang pulsasi) dan continuous wave dopler (dopler
gelombang kontinu)
2. Color flow dopler.
Pada saat ini satu transduser memiliki kemampuan sebagai dopler
gelombang pulsasi, sekaligus gelombang kontinyu dan dopler aliran
berwarna.
Belakangan dikenal tisue dopler, bukan seperti dopler yang
menangkap pantulan sinyal sel darah merah tetapi sinyal yang dipantulkan
oleh kinesis jaringan, oleh karena itu dipergunakan untuk mengukur
kinesis jaringan.
G. Pulsed Wave Dopler (PW)
Dengan PW transmisi sinyal gelombang suara dikirim dalam bentuk pulsasi
(pulse). Oleh karena itu dapat dilakukan pemeriksaan pada area tertentu dari
suatu area aliran dengan menggunakan yang disebut sample volume, yang

merupakan marka dari daerah yang diinginkan, pada

alat ekokardiografi

ditandai dengan dua garis sejajar.


Informasi yang dapat diperoleh berupa :
1. Pengukuran fungsi diastolic
2. Pengukuran area mitral atau orifisium aorta
3. Pengukuran isi sekuncup dan curah jantung
4. Mengukur besarnya shunt.

Gambar 26. Doppler normal pengisian ventrikel kiri melalui mitral,


dengan meletakkan sample volume (dua garis sejajar) pada daerah mitral,
terlihat fase pengisian cepat (E) dan fase pengisian lambat kontraksi
atrium (A). (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of
Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 27. Dopler PW normal melalui katup aorta, dengan bimbingan


2-D ekokardiografi warna sample volume diletakkan pada daerah katup
aorta, diperoleh velositas 1.2 m/sec. (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 28. Dopler PW melalui area mitral pada pasien hipertensi


dengan disfungsi diastolic, terlihat gelombang E lebih rendah
dibandingkan dengan gelombang A dengan ratio EA 0.67 (normal 2:1).
(Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine,
Sriwijaya University Palembang)
Dalam prakteknya pengukuran-pengukuran itu dapat dilakukan oleh
alat eko secara otomatis hanya dengan meletakkan marka-marka pada
gambar yang dibuat.
H. Continuous Wave Dopler (CW)
Tidak seperti pulsed wave dopler di sini transmisi gelombang suara
berlangsung kontinu, sehingga spectrum lebih luas dari semua area yang
dilewati gelombang suara. Karena tidak mempunyai sample volume, tidak
bisa melokalisir sinyal aliran sehingga tidak spesifik, dan sering terjadi
kontaminasi aliran dari area yang tidak kita kehendaki. Namun karena
gelombang kontinyu dapat menangkap aliran darah kecepatan tinggi dengan
baik tanpa terjjadi aliasing, yaitu suatu keadaan gambar dopler terputus
akibat terlampauinya batas maksimal kecepatan yang dapat diukur dengan
dopler.
Karena sifatnya, maka CW sangat bermanfaat untuk menangkap sinyal
dari aliran frekwensi tinggi seperti stenosis katup, dan pengukuran semi
kuantitatif dari regurgitasi.
I. Eko Dopler Warna
Prinsip eko dopler warna adalah sama dengan pulsed dopler tetapi
menangkap sinyal pada beberaoa titik sepanjang garis penyitraan. Dengan
kesepakatan diberikan warna merah untuk aliran darah yang mendekati
transduser, dan warna biru untuk aliran yang menjauhi transduser. Pada

keadaan tertentu di mana aliran bersifat turbulen terjadi campuran warna


merah dan biru atau mosaic.
Informasi yang diperoleh :
1. Menentukan arah dan waktu aliran
2. Menentukan sifat aliran laminar atau turbulen
J. Tissue Doppler
Dengan majunya teknologi dapat dilakukan pengukuran kecepatan dopler dari
jaringan miokardium, bukan sel darah merah seperti pada dopler biasa.
Dengan modalitas ini dapat diperoleh informasi mengenai relaksasi abnormal,
pseudonormal, dan kondisi restriktif dari miokardium.
K. Ekokardiografi Trans Esofageal (ETE)
Dengan ETE, transduser dilengkapi dengan frekuensi yang relative lebih
tinggi, karena jarak bukan masalah maka kualitas gambar lebih baik dan
jendela eko lebih luas. Oleh karena itu beberapa informasi dapat diperoleh
sebagai tambahan terhadap informasi yang tidak bisa didapat dengan TTE.

Gambar 29. Dopler PW melalui area mitral pada pasien regurgitasi mitral,
dopler tidak sempurna menuju kedua arah garis Nyhquist dan terputus tanpa
amplop, dikenal sebagai aliasing. (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 30. Eko dopler CW pada pasien yang sama dengan di atas, tetapi
dopler terambil dengan amplop yang sempurna dengan velositas 5.31 m/sec.
(Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine,
Sriwijaya University Palembang)

Gambar 31. Eko dopler CW melalui mitral pada pasien stenosis dan
regurgitasi mitral dengan amplop yang sempurna. (Sumber: A. Ghanie, Div.
Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University
Palembang)

Gambar 32. Eko dopler CW melalui katup mitral yang stenosis, pengukuran area
dengan pressure half time diperoleh area seluas 0,66 cm 2 lebih kurang sama
dengan pengukuran secara planimetri pada gambar 22. (Sumber: A. Ghanie, Div.
Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 33. Eko dopler CW pasien dengan stenosis mitral terlihat gradient 9
mmHg dengan area mitral 1,10 cm 2. (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology,
Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 34. Eko dopler warna pada pasien regurgitasi tricuspid, menunjukkan
velositas 5 m/sec dengan gradient 123 mmHg, dengan asumsi tek ventrikel
kanan 10 mmHg, maka diperkirakan tekanan pulmonal 133 mmHg (hipertensi
pulmonal). (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of
Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 35. Ekokardiografi warna pada orang normal, warna merah


menunjukkan arah aliran dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada saat diastole
(mengarah ke transduser), sementara warna biru menunjukkan aliran dari
ventrikel kiri ke aorta pada saat sistol (menjauhi transduser). (Sumber: A.

Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya


University Palembang)

Gambar 36. Ekokardiografi warna pada pasien regurgitasi mitral, terlihat


gangguan koaptasi katup mitral (pada gambar kiri, a), dan adanya gambaran
aliran balik dengan warna biru mosaic (menjauhi transduser, b) melalui katup
mitral pada saat sistol. (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med.
Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 37. Ekokardiografi dopler warna pasien regurgitasi tricuspid berat,


menunjukkan gambaran aliran mozaik melalui tricuspid pada saat sistol.
(Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine,
Sriwijaya University Palembang)
Beberapa contoh pencitraan dengan ETE yang sulit didapat dengan ETT dapat
dilihat pada gambar 39,40,41.

Gambar 38. Ekokardiografi 2-D dengan warna pada pasien stenosis mitral,
aliran turbulen memberikan warna mosaic (kiri) melalui katup mitral yang
sempit (kanan). (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty
of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Gambar 39. Ekokardiografi transesofageal pasien stenosis mitral dengan


stroke, terlihat thrombus di daerah apendik atrium kiri yang tidak terlihat
dengan eko transtorakal (TH, panah besar). (Sumber: A. Ghanie, Div.
Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University
Palembang)

Gambar 40. Ekokardiografi transesofageal pasien dengan endocarditis, terlihat


vegetasi yang jelas melekat pada katup mitral anterior, (Sumber: A. Ghanie,

Div. Cardiology, Dept.int.Med. Faculty of Medicine, Sriwijaya University


Palembang)

Gambar 41. Ekokardiografi transesofageal pasien klinis dengan regurgitasi


mitral, terlihat rupture daun katup mitral anterior (panah tunggal, koaptasi
mitral dua panah). (Sumber: A. Ghanie, Div. Cardiology, Dept.int.Med.
Faculty of Medicine, Sriwijaya University Palembang)

Anda mungkin juga menyukai