Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI TEXT BOOK READING

GAMBARAN DIGITAL SUBTRACTION ANGIOFRAPHY (DSA) PADA


ARTERIOVENOUS MALFORMATION (AVM) DAN CEREBRAL VENOUS
THROMBOSIS (CVT)

Pembimbing :
dr. Hernawan, Sp.S

Disusun Oleh :
Titik Fadhilah
1810221003

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD Prof. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
PURWOKERTO
2018
LEMBAR PENGESAHAN
TEXT BOOK READING

Telah dipersembahkan dan disetujui text book reading dengan judul

GAMBARAN DIGITAL SUBTRACTION ANGIOGRAPHY (DSA) PADA


ARTERIOVENOUS MALFORMATION (AVM) DAN CEREBRAL VENOUS TROMBOSIS
(CVT)

Diajukan sebagai syarat


Mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Di bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipersentasikan


Pada tanggal : November 2018

Disusun oleh:
Titik Fadhilah 1810211003

Purwokerto, November 2018


Pembimbing

dr. Hernawan, Sp,S


TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
1. Gambaran Umum DSA
Angiografi adalah tehnik pemeriksaan yang digunakan untuk melihat lumen atau
permukaan bagian dalam pembuluh darah dan organ. Angiografi/DSA merupakan
gold standar untuk mendiagnosis dan evaluasi angiografi pada otak seperti pada kasus
arterivenous malformasi dan dura arteri venous fistul (Samuel, K 2017, hlm 313).
DSA dengan melakukan seluruh proses akuisisi dan pengurangan citra ini dalam
sistem komputerisasi/media digital. Tehnik angiografi lainnya seperti CT dan MR
angiografi. Tindakan pencitraan medis sering digunakan untuk memeriksa kondisi
pembuluh darah arteri vena, organ jantung, otak, prosedur tindakan untuk
menggambarkan aliran darah dari dan ke otak menemukan adanya penyempitan areri
vena pembuluh darah. Gambaran angiografi diambil 2-3 frame perdetik untuk
mengevaluasi aliran darah dengan tepat menggunakan DSA.
Digital Subtraction angiography (DSA) merupakan teknologi terbaru yang
digunakan untuk membantu mendiagnosis berbagai macam penyakit vaskuler. DSA
suatu pemeriksaan yang memberikan gambaran lumen bagian dalam pembuluh darah
termasuk arteri, vena, dan atrium jantung. Gambaran ini diperoleh dengan
menggunakan mensin sinar x bantuan computer yang rumit. Media kontras khusus
atau ‘dye’ (cairan bening dengan lepadatan tinggi) biasanya disuntikkan agar
persendian darah ke kaki, jantung atau organ tubuh lainnya mudah dilihat. DSA dapat
digunakan untuk mendapatkan gambaran dari arteri pada berbagai tempat di tubuh
dan sangat kontras dengan jaringan tulang dan jaringan lunak diskitarnya. DSA
terbukti dapat mengidentifikasi adanya abnormalitas vaskular seperti sumbatan,
stenosis, plak ulserasi dan aneurisma (Princeton University, 2000, hlm.15).

Penggunaan DSA
DSA awalnya tehnik yang dilakukan untuk menggambarkan pembuluh darah
dengan menyemprotkan zat kontras khusus/dye/ iodine agar bisa dideteksi oleh alat
X ray melalui film. Diaplikasikan pada berbagai macam penyakit vaskuler seperti
pada pembuluh kepala, kaki, jantung, perut, hati dan lain-lain. Penggunaan media
kontras iodine dikarenakan cairan tersebut terlihat jelas pada X-ray, serta dengan
mudah diserap dan dikeluarkan oleh tubuh. Peneliti pada Universitas Wisconson
menggunakan DSA sebagai standar pemeriksaan arteriografi pada anomali arcus
aorta, koartasio aorta dan prosedur pada anomali arcus aorta, koartasio aorta dan
prosedur bypass vascular. DSA juga dapat digunakan untuk menggambarkan
pembuluh darah abdomen/ viseral, jantung, paru intracerebral dan perifer (Princeton
University, 2000 hlm.16).
Keunggulan DSA komparatif dapat menurunkan morbiditas, lebih nyaman murah
dan kegunaan pada pasien dengan akses ateri terbatas dan resolusi terbaik sebab
penting untuk mencari pembuluh darah yang sangat halus. Dibandingkan dengan
arterigrafi konvensional kelayakan lebih selektif dan visualisasi pembuluh darah
lebih kecil. Pada DSA konvensional untuk menggambarkan pembuluh otak. Cairan
kontras disemprotkan melalui pembuluh darah leher sebagai pembuluh terdekat. Film
yang digunakan berlapis-lapis dengan tekhnologi terkini sistem digital yang
terkomputerisasi. DSA dapat mendeteksi abnormalitas pada pembuluh darah secara
jelas dan terukur. Serta penggunaan kontras seminimal mungkin. Kemajuan
signifikan dibandingkan sistem konvensional adalah penggunan kateter (selang kecil
dengan diameter lebih dari 2 mm) melalui pembuluh darah kaki (femoral). Selain
lebih nyaman ,prosedur yang juga dikenal sebagai Trans Femoral Cerebral
Angiography (TFCA) ini juga lebih aman bagi pasien, karena pembuluh leher
(karotis) memiliki sensivitas yang vital bagi lancarnya darah dari dan menuju otak.
Sehingga tindakan invasive seminimal mungkin hasil yang dicapai lebih baik.

Tujuan DSA
Tujuan DSA secara garisbesar ada dua :
1. Media diagnosis, yaitu untuk mendeteksi kelaiann pembuluh darah,
vaskularisasi tumor dan lain-lain. Pasien hanya perlu melakukan persiapan
berupa puasa 4 jam pengecekan Hb dan leukosit, fungsi ginjal dan hati. Pasien
dengan diabetes melitus sebaiknya menghentikan pemakaina obat sehari
sebelum tindakan DSA.
2. Terapeutik yaitu untuk tindakan pengobatan abnormalitas pada pembuluh
darah dengan cara memasukan obat, alat maupun implant pada pembuluh
yang dituju. DSA juga digunakan sebagai terapi pelengkap sebelum
menjalankan operasi.
DSA sebagai screening test pada penyakit serebrovaskular pada pasien risiko
tinggi dan bruit asimtomatik. DSA juga dapat memberikan informasi anatomis pre-
operatif pada pasien yang akan dilakukan reseksi aorta abdomen aneurisma. Pada
prosedur post operatif DSA juga dapat digunakan untuk mengakses penyebab dari
disfungsi transplantasi ginjal.
Teknik pemeriksaan DSA pada umumnya digunakan untuk mendiagnosis
berbagai penyakit pembuluh darah, penyakit vaskuler obstruktif yang disebabkan
oleh penyumbatan atau penyempitan dalam lumen arteri dan vena, Aneurisma otak
(khususnya Aneurisma Intrakranial), pendarahan pada pembuluh darah,
Arteriovenous malformations (hubungan abnormal antara arteri dan vena), serta
memeriksa vaskularitas tumor kanker. Angiography juga memberikan panduan visual
untuk prosedur intervensional yang dibutuhkan untuk menguraikan atau membuka
kembali arteri yang tersumbat, seperti prosedur angioplasti, arterial stent,
nephrostomi dan biliari. Pada saat menjalani DSA tidak menutup kemungkinan
pasien yang bertujuan diagnostik harus langsung menjalani tindakan terapeutik.
Tindakan DSA pada sistem saraf manusia dikenal dengan istilah neurointervensi,
banyak digunakan pada kasus stroke dan anurisma, karena penggunaan obat lebih
tepat sasaran.
Kontraindikasi DSA pada pemeriksaan DSA adalah pasien dengan alergi
terhadap zat kontras dan tingkat kreatinin yang melebihi 2.5 mg/dL. Efek samping.
Efek samping DSA adalah resiko tindakan saat ini jauh lebih kecil dibandingkan
dengan prosedur yang harus ditempuh sebelum teknologi ini berkembang dimana
pasien harus menjalani operasi vital sperti pembukaan tengkorak ynag juga dapat
berisiko infeksi. Saat ini resiko yang mungkin adalah pergesekan pembuluh dengan
kateter atau robeknya pembuluh darah DSA kini jauh lebih minimal risiko.
Komplikasi DSA
Komplikasi dari penggunaan DSA adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada
daerah puncture, reaksi alergi terhadap kontras, gagal ginjal, hematom, dan stroke
(Kumar, 2011). Kegagalan dalam prosedur DSA mungkin terjadi apabila terdapat
kebocoran media kontras diluar vena, refluk vena media kontras masuk kedalam
vena arah kea rah yang salah.

2. Anatomi Sistem Vaskularisasi Otak


Anatomi vascular otak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu anterior (carotid
system) dan posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi otak
terdapat tiga komponen ,yaitu :
a. Arteri arteri ekstrakrania,
Contohnya arteri carotis communis mempunyai struktur trilaminar (tunika
intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh darah
kepasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai anastomosis yang terbatas.
b. Arteri-arteri intracranial berdiametes besar
Contohnya arteri serebri media secara bermakna mempunyai hubungan
anatomosis di permukaan piameter otak dan basis cranium melalui sirkulasi
Willisi dan sirkulasi Khoroid. Tunica adventisia pembuluh darah ini lebih tipis
daripada pembuluh darah ekstrakranial dan mengandung jaringan elastic yang
lebih sedikit. Selain itu, dengan diameter yang sama pembuai struktur dan
fungsi luh darah intracranial ini lebih kaku daripapda pembuluh darah
ekstrakranial.
c. Arteri-arteri perforantes berdiameter kecil.
Arteri arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak superfisialis
maupun profunda, secara dominan merupakan suatu end artery dengan
natomosis yang sangat terbatas dan merupakan pembuluh darah resisten.
Komponen-komponen arteri tersebut mempunyai struktur dan fungsi yang
berbeda sehingga infark yang terjadi pada komponen tersebut memiliki
etiologi yang berbeda.
Gambar 1. Area yang diperdarahi Circulus wilisi dan potongan coronal cerebri
1. Anterior Choroidal Arteri
Arteri carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari
arkus aorta sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan
dari a. innominata (Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC
bercabang menjadi a. carotis interna (ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang
mana ACI terletak lebih posterior dari ACE. Percabangan a. carotis communis
ini sering disebut sebagai Bifurkasio carotis mengandung carotid body yang
berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran
darah, pH arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh. Arteri karotis
komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh karena itu lesi
pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus) mampu
menyebabkan paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah. Arteri
karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan
didaerah bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi
kavum timpani dan akan beranastomisis dengan arteri maksilaris interna, salah
satu cabang ACE. Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan
a. ophtalmika untuk n. optikus dan retina kemudian akhirnya bercabang
menjadi a cerebri anterior dan a. cerebri media. Keduanya bertanggungjawab
memvaskularisasi lobus frontalis, parietal, dan sebagian temporal. Arteri ini
sebelum bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media akan
bercabang menjadi a. choroid anterior (AChA). AChA mempunyai fungsi
memvaskularisasi pleksus choroid, juga memberikan cabangnya ke globus
pallidus, hipokampus anterior, uncus kapsula interna bagian posterior serta
mesensefalon bagian anterior. AChA ini akan beranastomisis dengan a. choroid
posterior (cabang dari a. cerebri posterior).
2. Anterior Cerebral Anteri
Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah
prosesus clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian
proksimal a. cerebri anterior kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican
anterior, bagian medial dan distal arteri ini akan memberikan cabangnya menjadi
a. pericallosum anterior dan a. callosomarginal. Arteri cerebri anterior mempunyai
cabang-cabang kecil yang berupa arteri-arteri perforantes profunda, arteri-arteri
ini sering disebut sebagai arteri medial striata yang bertanggungjawab terhadap
vaskularisasi corpus striatum anterior, capsula interna bagian anterior limb,
comisura anterior dan juga memvaskularisasi traktus serta kiasma optika. Oklusi
arteri-arteri medial striata ini menyebabkan kelemahan wajah dan lengan.

3. Middle Cerebral Arteri


Arteri cerebri media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi
menjadi beberapa bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap
lobus medial dan lantai lobus frontalis hingga mencapai fissure lateralis
Sylvian. Arteri-arteri lenticulostriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini.
Arteri Lenticulostriata merupakan arteri-arteri perforasi profunda yang
merupakan cabang arteri cerebri media, arteri ini berjumlah antara 6 dan 12
arteri. Arteri ini berfungsi memvaskularisasi nukleus lentifromis, nukleus
caudatus bagian caput lateral, globus pallidus dan kapsula interna bagian
bawah. Oklusi salah satu arteri lenticulostriata akan menimbulkan infark
lakuner karena tidak adanya anastomosis fungsional antara arteri-arteri
perforasi yang berdekatan.
Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang
menjadi devisi superior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai
ke lobus frontal dan lobus parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai
ke lobus temporal. Bagian terakhir dari a. cerebri media atau arteri-arteri
perforantes medullaris akan dipercabangkan di permukaan hemisfer cerebri,
yang akan memvaskularisasi substansia alba subkortek.

4. Posterior Cerebral Arteri/ sistem Vertebro Basiler


Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan
dan kiri yang berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium
melalui kanalis transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk
ke rongga cranium akan melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan
mempercabangkan sepasang a. cerebelli inferior.
Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi
akan bersatu menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon
akan mempercabangkan a. labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica,
kemudian yang terakhir akan menjadi sepasang cabang a. cerebri posterior yang
memvaskularisasi lobus oksipitalis dan bagian medial lobus temporalis.
Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris. Bagian
proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican
Posterior (ACoP) akan bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a.
thalamik-subthalamik yang akan memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a.
cerebri posterior akan mempercabangkan a. thalamogeniculatum dan a. choroid
posterior, yang mana juga akan memvaskularisasi thalamus. ACP ini setelah
berjalan kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang menjadi
devisi anterior memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi
posterior (memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).

Arteri yang memvaskularisasi cerebellum


divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri ini berjalan
melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:
a. Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas
cerebellum, dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang
menjadi a. cerebri posterior.
b. Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi permukaan
anterior, dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau
dipercabangkan oleh a. basilaris tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis
kanan dan kiri.
c. Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi permukaan
inferior, dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum bergabung
menjadi a. basilaris.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada tiga sistem kolateral
antara sistem carotis da sistem vertibrobasiler yaitu :
1. Sirkulus wilisi merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk oleh
a.cerebri media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri posterior
kanan dan kiri oleh a. comunican posterior sedangkan a cerebri anterior kanan
dengan kiri akan dihubungkan oleh communicant anterior
2. Anatomosis a carotis interna dan a carotis eksterna di daerah orbital
3. Hubungan antara sistem vertebra dengan a. carotis extterna

Arteri yang memvaskularisasi Talamus


Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari beberapa grup arteri.
a. Aa. Thalamik-subthalamik (dikenal juga sebagai aa. Paramedian,
thalamoperforantes, dan internal optikus posterior): Arteri-arteri ini
dipercabangkan dari arteri cereberi posterior bagian proksimal. Arteri ini
memvaskularisasi area thalamus posteromedial, fasikulus longitudinal
medialis, dan nukleus intralaminar.
b. Aa. Polaris (dikenal juga sebagai a. internal optikus anterior dan
tuberothalamik): Dipercabangkan dari a. communican posterior. Arteri ini
memvaskularisasi area anteromedial dan anterolateral termasuk juga
nukleus dorsomedialis, nukleus retikularis, traktus mamilothalamikus, dan
sebagian nukleus ventrolateral.
c. Aa. Thalamogenikulatum: Arteri ini terdiri dari 5-6 cabang yang
dipercabangkan dari arteri cerebri posterior bagian distal, sama seperti aa.
Lentikulostriata yang dipercabangkan oleh arteri cerebri media. Arteri ini
memvaskularisasi nukleus ventro-postero-lateral (VPL) dan ventro-
postero-medial (VPM)
d. Aa. Choroidal Posterior Media dan Lateral, yang mana juga
dipercabangkan oleh a. cerebri posterior. Arteri ini memvaskularisasi
thalamus posterior, pulvinar, dan corpus geniculatum.
Arteri-arteri yang memvaskularisasi thalamus ini merupakan suatu end-
artery, namun anastomisis bisa terjadi. Oleh karena anastomisis ini adanya lesi
patologi thalamus mempunyai gejala lebih bervariasi daripada infark lakuner
(connecrtopedia knowledge database, 2014 vascularisation of brain)
B. Arteriovenous Malformation (AVM)
1. Definisi
Malformasi arteri vena serebral merupakan suatu keabnormalan pembuluh darah
bertekanan tinggi yang menyebabkan manifestasi klinis neurologis seperti kejang,
iskemik, atau perdarahan (Samuel, K, 2017 hlm.314). AVM adalah kelainan
kongenital dimana arteri dan vena pada permukaan otak dan parenkim saling
berhubungan secara langsung tanpa melalui pembuluh kapiler.
Pada umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah primitive
pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun dan
melibatkan region permukaan otak dengan subtansia alba. Pada gestasi minggu ke 3
mulai tampak sistem vaskuler yang terdiri dari jaringan yang menjalin ruang-ruang
darah pada masenkim primitive. Saat ini darah belum bersirkulasi dan pembuluh
darah vena belum dapat diidentifikasi. Selanjutnya sistem vaskuler berkembang
secara bertahap dengan proses penggabungan dan diferensiasi seluler dan sebagai
klimaks terjadi pemisahan arteri-vena.
AVM serebral diklasifikasikan berdasarkan risiko ukuran nodus, lokasi
kedalaman dan tidak teratur pola jaringan drainase vena versi dalam/superfisial.
Penghapusan AVM diperlukan untuk mengurangi risiko perdarahan dan untuk
mengurangi risiko kelainan neurologis seperti kejang dan stroke. Ketiga bagian pada
kelainan AVM terdiri dari feeding arteri (memiliki lapisan otot yang tidak adekuat),
nidus (disebut juga sarang atau tampak seperti sarang karena seperti pembuluh adarh
yang terlilit-lilit), dan draining vein cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan
aliran darah yang melaluinya. Beberapa orang lahir dengan nidus yang seiring dengan
waktu cenderung melebar karena tekanan yang besar pada pembuluh darah besar
tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan di masa yang akan datang.
Gambar : (A) pada pencitraan; anomali vena, perkembangan yang sering muncul sebagai
saluran lurus seperti feeding vein. (B) ilustrasi/gambaran khas malformasi carvenous sepeti
berry (pada panah) kedalam, ukuran dan lokasi (dikutip Barrow Neurologikal institute,
Phoenix, Arizona, B; Samuel, Kalb, 2017)

2. Manifestasi Klinis
- Nyeri kepala hebat
- Serangan kejang mendadak
- Penurunan kesadaran
- Vertigo
- Tuli progresif
- Penurunan penglihatan
- Kebingungan/confusion
- Demensia
- Halusinasi
- 15% dari populasi tidak menunjukan gejala (asimptomatis)
- Hidrosefalus (gejala yang timbul jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM
dapat menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat sehingga terjadi akumulasi
cairan dalam tengkorak)
- Kaku kuduk positif (terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial yang
mengiritasi dan mengenai rangsangan meningens)
- Stroke Hemoragik (merupakan kasus yang berat pada AVM sehingga
bermanifestasi seperti penurunan kesadaran, sakit kepala tiba-tiba dan hebat, mual
muntah, hemiparesis/kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh, defisit
kemampuan dalam memproses bahas/afasia dan ekskresi yang tidak dapat
dikendalikan)
- Variasi gejala berjalan dengan tipe kerusakan serebrovaskular.

3. Diagnosis Gambaran AVM


Diagnosis ditegakan dengan menggunakan neuroimaging. DSA (digital substraction
angiography) merupakan gold standar dari pemeriksaan AVM. Pemeriksaan terhadap
saraf dan pemeriksaan lainnya. Terdapat beberapa tehnik :
a. CT angiografi
b. MR angiografi

Untuk mendapatkan gambaran spesifik dari pembuluh darah AVM dapat


menggunakan zat kontras radioaktif yang disuntikan ke dalam pembuluh darah yang
disebut computed tomography angiogram dan gambaran terbaik cerebral angiography.
Petunjuk diagnostic tebaik “bag of black worm” pada MR dengan minimal atau tanpa
efek masa. Lokasi yaitu bila terjadi dimanapun di otak dan medulla spinalis, 85% di
supratentorial, 15% di fosa posterior, 98% soliter, sporadic, jarang multiple AVM.
Ukuran bervariasi mulai dari mikroskopik hingga besr pada umumnya yang
menimbulkan gejala adalah 3-6 cm, morfologi yang ditemukan membentuk masa yang
terdiri dari pembuluh darah. Imaging rekomendasi terbaik adalah DSA dengan
superselektive kateterisasi. Saran prosedur pada pemeriksaan standar MR termasuk
contras enhanced, GRE sequences.
(Cheng Y, 2014, hlm)
(Samuel ,K 2017, hlm.316)
Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler Martin
Parameter Skor
Ukuran nidus
< 3 cm 1
3-6 Cm 2
>6 cm 3
Drainase Vena
Superficial 0
Profunda 1
Kelancaran berbicara
Tidak lancar 0
Lancar 1

Pengobatan farmakologi dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami pasien


seperti sakit kepala hebat dan kejang. Terapi juga diberikan pada pasein yang diterapi
operatif karena resiko terlalu besar. Terapi fenitoin dapat diberikan untuk memperbaikki
kejang. Operasi reseksi merupakan tindakan operatif pada AVM yang rupture dan
diperkirakan memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan unruptured
AVM. Intervensi bedah merupakan terapi definitive pada AVM. Ukuran lokasi dan
perlekatan dengan daerah sekitar serta konfigurasi vascular menentukan pertimbangan
intervensi bedah. Skala spetzler martin juga dapat digunakan untuk melihat pertimbangan
risiko dan manfaati operasi. Interpretasi derajat rendah bila grade 1- 2, derajat tinggi grade 4-
5 dan inoperable grade 6.

C. Cerebral Venous Trombosis (CVT)


1. Definisi
CVT merupakan penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan edema serebral
fokal, vena serebral infark, kejang dan hipertensi intracranial (Scheffer 2017, Lou
Y,2018 pp1). Sinusdura atau sinus venosus merupakan aliran dari vena-vena
superfisialis dan profunda serebri. Sinus dura terdiri dari : sinus venosus kranialis,
sinus sagitalis superior, sinus rectus, sinus transverses, sinus sigmoides, sinus
kavernosus. Terjadinya oklusi pada salah satu daerah sinus venosus yang disebabkan
oleh thrombus disebut dengan cerebral sinus venosus thrombosis. Bagian sinus yang
paling sering terkena adalah sinus sagitalis superior (72%) dan sinus lateral (70%).
Sepertiga kasus lebih dari satu sinus yang terlibat namun juga dapat melibatkan
vena-vena serebri. Nama lain yang juga sering digunakan untuk menyebutkan
cerebral sinus venosus thrombosis yaitu : cerebral venous thrombosis (CVT), cerebral
vein trombhosis, cerebral venous and sinus thrombosis, cerebral vonous sinus
thrombosis (CVST), cerebral sinovenous thrombosis (CSVT), cerebral vein and dural
sinus thrombosis dan sinus and cerebral vein thrombosis.
Dura arteri vena serebral fistula (Cerebral Dural Arteriovenous Fistula/ dAVF)
adalah penyakit serebrovaskular yang menghubungkan arteri meningeal dan dura
vena sinus atau vena leptomeningeal (Samuel, K 2017, hlm.313). Penyebab dan
faktor predisposisi pada kasus cerebral vanous thrombosis yaitu kondisi lokalis
seperti cidera otak, infeksi regional intracranial, kondisi sistemik seperti kehamilan,
terapi kortikosteroid, imobilisasi bedah, kelainan darah dan koagulan, keganasan,
infeksi sistemik dan dehidrasi dan penyebab lain diopatik/tidak dapat diketahui
penyebabnya kasus terjadi sekitar 12,5%.
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari CVT sangat bervariasi tergantung pada lokasi dan luas
oklusi vena, proses terjadinya oklusi serta tingkat drainase kolateral yang tersedia.
Pada satu pasien, oklusi yang relative terbatas dapat menimbulkan perdarahan
intraparenkimal luas, sedangkan pada pasien lain, oklusi yang luas dapat hampir
tidak menimbulkan gejala. Pada gangguan nervus kranialis dapat ditemukan
papiledema , hemianopia dan parese abducens, kelemahan wajah dan keadaan tuli.
Jika thrombosis menyebar ke vena jugular, dapat berkembang melibatkan nervus
kranialisa IX, X, XI, dan XII dengan sindrom vena jugular.
Thrombosis pada sinus sagitalis superior dapat menimbulkan paralisis unilateral
yang kemudian dapat menyebar ke sisi bagian yang lain (paraplegia). Thrombosis
sinus cavernosus dapat menghambat vena optalmika yang berhubungan dengan
proptosis dan edema periorbital ipsilateral. Perdarahan retina dan papiledema juga
dapat terjadi. Paralisis dari gerakan ekstraokular, ptosis dan menurunkan sensasi rasa
adalah bagian pertama dari gangguan nervus trigeminal. Secara umum berikut
beberapa gejala yang mungkin terjadi :
- Onset dapat tiba-tiba atau perlahan –lahan selama beberapa jam atau beberapa
hari
- Sakit kepala, mual, muntah, pandangan kabur
- Defisit neurologis fokal seperti : hemisparese dan hemisensoris, kejang,
kelemahan berbicara (afasia), heminanopia, konfuse, penurunan kesadaran,
peningkatan tekanan intrakrania contohnya seperti ada papiedema.
Pada kasus-kasus thrombosis sinus venosus, perburukan klinis yang nyata dapat
terjadi pada waktu yang sangat singkat, kemungkinan dalam beberapa jam. Keadaan
tersebut biasanya diakibatkan keterlibatan vena interna serebri atau perdarahan
intraparenkim yang luas. Cerebral dAVF diklasifikasikan oleh risiko dapat
menyebabkan hipertensi vena atau perdarahan karena ada tidaknya drainase vena
kortikal.
3. Gambaran Diagnostik dengan DSA
Diagnosis thrombosis sinus venosus umumnya sulit bahkan bila menggunakan
metode pencitraan modern – CT, MRI dan digital substraction angiography (DSA).
a. Computed Tomography (CT)
Kasus akut yang klasik dapat didiagnosa dengan CT, terutama bila
menggunakan CT venografi dengan medium kontras. Masalah sering
disebabkan oleh varian congenital pada anatomi vaskuler, oklusi yang tidak
terlalu luas, dan oleh thrombosis sinus rectus dan vena internae serebri.
Trombosis sinus venosus yang lama juga sulit dinilai dengan CT.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI saat ini merupakan teknik diagnostic terpenting untuk evaluasi aliran
vena di otak. Pemeriksaan ini menunjukkan vena pada berbagai bidang,
dan dilakukan dengan sekuens sensitive-aliran untuk memperlihatkan aliran
intravena. Resolusinya cukup tinggi sehingga vena internae serebri dapat
terlihat dengan baik. MRI juga memungkinkan visualisasi parenkim otak.
Lokasi dan gambaran lesi parenkimal dapat memberikan petunjuk
mengenai lokasi obstruksi vena: oklusi venae interna serebri, misalnya
menimbulkan lesi talamik yang khas, sedangkan thrombosis sinus
tranversus menimbulkan lesi khas di lobus temporalis. Namun, kekuatan
diagnostic MRI oleh varian anatomi pembuluh darah otak (seperti pasa CT)
dan juga oleh beberapa efek yang berkaitan dengan aliran yang hingga saat
ini belum dipahami. Karena itu, MRI tidak dapat mendeteksi semua kasus
thrombosis sinus venosus, dan kadang-kadang dapat memberikan hasil
positif palsu. Selain itu, pemindaian MRI pada pasien yang tidak kooperatif
atau tidak sadar kadang-kadang sangat sulit dan hasil gambarannya
memiliki makna diagnostic yang rendah. Pada kasus ekstrim, pasien harus
dilakukan pemeriksaan dengan anastesia umum.
c. Digital Substraction Angiography (DSA) intra-arterial.
Angiografi atau DSA intraarterial dulu datu-satunya metode diagnosis
thrombosis sinus venosus dengan pasti. Namun kegunaan metode ini
terbatas pada kondisi persis sama dengan metode lain gagal menunjukan
temuan yang konklusif. DSA tidak lagi digunakan untuk diagnosis
thrombosis sinus venosus kecuali pada kasus-kasus yang jarang karena
menimbulkan komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan MRI.
Gambar : normal sinovenous anatomy. Axial MIP CT menunjukan
ketidaksimetrisan sinus transverse (TS). Sinus sigmoid (SS)
Gambar : pada gambaran DSA kiri pasien dengan DAVF, Perhatikan hubungan langsung
diantara percabang dari arteri karotid eksternal dan sinus transversa (pada panah biru). Pada
gambar DSA kanan dengan

Gambar : pada gambar digital substrasi angiografi hanya dilakukan pada kasus kasus yang berat,
ketika intervensi direncanakan. Pada gambar sebelah kiri pasien dengan vena thrombosis, pasien
yang tidak sadar dan tidak berespon terhadap terapi antikoagulan. Thrombosis ada pada bagian
sinus sagital superior (panah merah), straight sinus (panah biru) dan sinus transversal dan
sigmoid (panah kuning)
Case : image thrombosis of the superior sagital in a 31 years old woman. (A). coronal
reformatted 2D MIP CT image shows the empty delta in the superior sagitals sinus with
enlargement and a vascular defect of the adjacent cortical vein. Note the small collateral vein
(arrow) under the enlarge thrombosis cortical vein (b). three dimensional integral image from
CT venougraphy superir view show thrombosis of the arterior part of the superior sagital sinus
with extension ti the lefg frontoparietal cortical vein. (C) three dimentional volume
redendered image from CT venography with an inferior cut (same projection is in show the
collateral pathway along the superioe sagital sinus and under the enlarged trombois cortical
vein (arrow).
DAFTAR PUSTAKA

Aoki, S, Yoshikawa, M,Hori, K, Istigamr, A, Nambu, Kumagai, T, Araki (2000). TWO


dimensimal Thick slide MR digital substraction Angiography For Assesment of
ceerebrovaskular occlusive disease. Neuroradiology, Yamayashi University. Vol
10(2): 1859-1860. Available at:
http://link.spinger.com/article/10.1007/30033300000584/
Brass LM. Stroke: Anatomi Vaskularisasi Otak. Available at
http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Cheng ching,Yu, Huang Cheh chen , Chen Hao Wu ect. (2014). Magnetic Resonance
Angiograpy in the Diagnosis of cerebral Arteriovenous Malformation and Dural
Arteriovenous Fistulas: Comparasion of Time Resolved Magnetic Resonance
Angiograpy. Iran Journal Radiology; available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5036458/
Hasegawa, S, Hanakita, Shin,Kawa shima, Kin, T, Takahashi, ect. (2014) Integrating 3D
rotational Angiographhy into Gamma knife planning, ANJR America Journal
Neuroradiol 39: 1867 . available at
http://www.ajnr.org/content/39/10.complete-issue.pdf
Kumar, S. 2011. Patient Resources: Digital Subtraction Angiography (DSA).
http://neurointervention.blogspot.com/2011/09/digital-subtraction-angiography.html.
Diakses pada 27 Oktober 2018.
Kevin Royalty, Pengfei Yang, David Niemann, Azam Ahmed, Beverly Aagaard-Kienitz,
Mustafa K Başkaya, Sebastian Schafer, Charles Strother (2014). 4D DSA a new
technique for arteriovenous malformation evaluation: a feasibility study Carolina
https://jnis.bmj.com/content/8/3/300.long Accessed on 5 november 2018
Samuel ,Kalb, Bradley A, Gross, Peter Nakaji (2017). Vaskular Malformation (arteri venous
malformation and dural arteriovenous fistulas). Available at
https://www.sciencedirect.com/sdfe/pdf/download/eid/3-s2.0B9780323/first-page-pdf
Yaxi ,Lou, Xian Tian and Xuang Wang (2018). Diagnosis and Treatment OF Cerebral Venous
Thrombosis :A review. Frountier in Aging Neuroscience: Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5797620/

Anda mungkin juga menyukai