Anda di halaman 1dari 22

EPISIOTOMI DAN RUPTUR PERINEUM

Disusun Oleh :
Tiara Ayu Pratiwi 1620221229

Pembimbing :
dr. Lucky S. Widyakusuma, Sp.OG (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN
PERIODE 28 JANUARI- 5 APRIL 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyebab perdarahan pasca persalinan adalaj robekan jalan


lahir. Ibu yang mengalami perdarahan pasca persalinan yang tidak mendapat
penanganan yang baik bisa menyebabkan kematian ibu, sekaligus meningkatkan
mordibitas dan mortalitas ibu.. Trauma bisa menyebabkan robekan di daerah
perineum, vagina dan serviks. Trauma juga bisa terjadi akibat tindakan selama
persalinan seperti tindakan episiotomi. Episiotomi harus dilakukan atas indikasi
seperti bayi besar, partus prematurus, perineum kaku, persalinan dengan kelainan
letak, dan persalinan dengan menggunakan alat bantu baik forceps maupun
vakum. Apabila episiotomi tidak dilakukan atas indikasi yang tepat, maka
menyebabkan peningkatan angka kejadian dan derajat kerusakan pada daerah
perineum.1
Ruptur pada daerah perineum merupakan penyebab tersering kematian ibu
dengan persalinan pervaginam. Ruptur pada anal spingter merupakan komplikasi
terbesar yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita. 1,4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien


 Nama Pasien : Ny. HS
 Usia : 37 tahun
 Tanggal lahir : 11 April 1981
 Rekam Medis : 02415067
 Status Pernikahan : Menikah
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Agama : Islam
 Alamat : Cipinang Atas
 Tanggal Periksa : 14 Februari 2019

I.2 Anamnesis
a) Keluhan Utama:
Pasien merasa mulas-mulas sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit
b) Keluhan Tambahan:
Terdapat flek-flek
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Persahabatan dengan keluhan mulas-
mulas sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Selain itu pasien juga
mengatakan terdapat flek-flek sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien hamil 9 bulan, HPHT 3 April 2018, Taksiran persalinan 10 Februari
2019 sesuai dengan usia kehamilan 40 minggu. Pasien rutin ANC di
Puskesmas Pulogadung. Pasien sudah pernah USG 2 kali yaitu pada tanggal
11 November 2018 pada kehamilan 26+4 minggu yang kedua pasien lupa
tanggal berapa dan dikatakan baik. Pasien mengaku tidak keputihan, Keluar
air-air tidak ada, lender tidak ada, gerak janin aktif.
Selama kehamilan tidak ada tekanan darah tinggi. Nyeri kepala,
pendangan mata kabur disangkal. Nyeri ulu hati disangkal. Mual muntah
dan demam disangkal

3
d) Riwayat Kehamilan Saat ini
 HPHT = 3 April 2018
 Usia Kehamilan = 40 minggu
 Taksiran persalinan: 10 Februari 2019
e) Riwayat Menstruasi
Menarche umur 12 tahun, siklus 28 hari, durasi 5 hari, 2-3 kali ganti
pembalut, nyeri saat haid tidak ada.
f) Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali pada tahun 1999
g) Riwayat Obstetri G4P3A0
1. 2000, perempuan, 2100 gram, spontan di bidan
2. 2001, permpuan, 2100 gram, spontan di bidan
3. 2003 perempuan, 2300 gram, spontan dibidan
4. Hamil ini
h) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelum hamil. Diabetes,
Penyakit jantung , gangguan pembekuan darah, asma disangkal.
i) Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi Diabetes, Penyakit jantung , gangguan pembekuan darah, asma
disangkal.
j) Riwayat Sosial Ekonomi
Suami bekerja sebagai buruh , Istri Ibu rumah tangga. Pasien menggunakan
BPJS,
k) Riwayat KB
Pernah menggunakan KB pil dan suntik 2 tahun yang lalu
K) Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

I.3 Pemeriksaan Fisik


 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital
o TD : 110/75 mmHg

4
o Nadi : 90x/menit
o RR : 18x/menit
o Suhu : 36,7ºC
o BB : 58 kg
o TB = 155 cm
o BMI = 24.14
 Status Generalis
o Kepala : tidak ada kelainan
o Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
o Hidung : secret (-), deviasi septum (-)
o Telinga : sekret -/-, serumen -/-, membra timpani intak +/+
o Mulut : bibir sianosis (-), uvula di tengah, faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1
o Leher : Pembesaran KGB (-)
o Thorax : gerakan dinding dada simetris
 Paru : Vesikular (+), Ronkhi (-), Wheezing (-)
 Jantung: BJ 1 BJ 2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
o Abdomen: Membuncit ~ dari usia kehamilan
o Extremitas Superior et Inferior: Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-

 Status Obstetri
Abdomen
o Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+),
luka bekas SC (-)
o Palpasi :
Leopold I : TFU 30 cm, teraba satu bagian besar, lunak, tidak
melenting (bokong)
Leopold II : teraba struktur rata kiri dan keras di kanan
Leopold III : Teraba satu bagian besar, bulat, keras, melenting
(kepala )
Leopold IV : Bagian terendah janin sudahmasuk hodge II-IV
o Auskultasi : DJJ (+) 140 x/menit
o His: 2-3 kali kontraksi dalam 10 menit, lamanya 30 detik

5
o Perlimaan: penurunan kepala 2/5
o Pemeriksaan genitalia
o Inspeksi : Vulva :dan Uretra tenang
o Inspekulo : Tidak dilakukan
o Vaginal Touche :Pembukaan 4, Hodge II-III, ketuban positif, UUK
anterior
I.4 Pemeriksaan Penunjang
o Usg tidak dibawa pasien

I.5 Resume
Ny. HS, 35 tahun,G4P3A0 hamil 40 minggu datang karena mulas-mulas
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.keluar air ketuban disangkal, flek-flek
diakui sedikit. Gerakan janin aktif. Nyeri kepala disangkal. Pandangan mata kabur
disangkal. Nyeri ulu hati disangkal. Mual dan muntah disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi
90x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,7ºC. Status generalis dalam batas normal.
Status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 30 cm, tampak abdomen
membuncit sesuai dari usia kehamilan. His 2-3 kali kontraksi dalam 10 menit,
lamanya 20 detik
Pada saat melakukan inspeksi pada genital vulva dan uretra tenang, pada
pemeriksaan inspekulo tidak dilakukan.

6
I.6 Diagnosis
Persalinan Kala I aktif pada G4P3A0 hamil 40 minggu, Janin presentasi
kepala tunggal hidup

I.7 Penatalaksanaan
• Observasi kemajuan Persalinan pervaginam

7
Follow up Pasien
03.00 S : kontraksi(+), gerak janin aktif,
O : TD : 120/80, FN : 96, RR : 18, S: 36,7
Stat. generalis : dbn
Stat. obst : His 4x/10’/40”, DJJ : 140 dpm
I : v/u tenang
vt : Ø 8, ketuban (-), kepala H III
A : PK I aktif pada G4P3 hamil 40 minggu, Janin presentasi
kepala tunggal hidup
05.00 S : ibu ingin meneran, gerak janin aktif lendir darah(+)
O : TD : 120/80, FN : 96, RR : 18, S: 36,7
Stat. generalis : dbn
Stat. obst : His 4-5x/10’/45”, DJJ : 140 dpm
I : v/u tenang
vt : Ø lengkap, ketuban (-), kepala H III-IV
A : PK I aktif pada G4P3 hamil 40 minggu, Janin presentasi
kepala tunggal hidup
P: Asuhan PK II  pimpin ibu meneran
05.10 - Lahir spontan bayi perempuan, 3100 gr, PB 47 cm, AS 8/9
-bayi dikeringkan dan diselimuti.
- Tali pusat dijepit dan dipotong.
- Ibu disuntik oksitosin 10 IU i.m

05.25 - Lahir spontan plasenta, masase fundus, kontraksi baik.


- Ruptur perineum grade I. Dilakukan haemostasis dan
perineorafi. Perdarahan 100cc

8
Lahir bayi perempuan
BB 3100gr, PB 47cm,
AS 8/9

9
1

10
I.8 Pemeriksaan Penunjang
A. Darah Perifer Lengkap
Hb 12.3 12,0-14,0 g/dL
Ht 37.2 37,0-43,0 %
Eritrosit 4.02 4,00-5,00 juta/uL
Leukosit 9.70 5000-10000 /uL
Trombosit 319000 150.000-400.000 /uL
MCV 90.5 82-92 fL
MCH 32.8 27-31 g/dL
MCHC 36.3 32-36 g/dL
HITUNG JENIS
Basofil 0,4 0-1 %
Eosinofil 1.3 1-3 %
Neutrophil 70.1 52,0-76,0 %
Limfosit 22.6 20-40 %
Monosit 5.6 2-8 %
RDW-CV 13.9 11,5-14,5 %
B. Kimia Darah
GDS 68 70-200mg/dl

C. Urinalisa

Warna Kuning muda Kuning

Kejernihan Agak keruh Jernih

Leukosit 2-4 (N) 0-5

Eritrosit 1-2 (N) 0-2

Silinder Negatif Negatif

Sel epitel 1 (N) Negatif

Kristal Amorf (N) Negatif

11
Bakteria Negatif Negatif

Berat Jenis 1.015 1.006-1.090

PH 7.5 4.6-8.0

Albumin Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Urobilin Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Leukosit Negatif Negatif

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi
Ruptur adalah robeknya pada jaringan. Perineum adalah lantai pelvis dan
struktur yang berhubungan yang menempati pintu bawah panggul; bagian ini
dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber
ischiadikum, dan di sebelah posterior oleh os. coccygeus, dan dibagi kedalam “the
anterior urogenital triangle and the posterior anal triangle”. Ruptur perineum
dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat laserasi yaitu derajat I, derajat II,
derajat III dan derajat IV. Perdarahan post partum sering terjadi pada laserasi
perineum derajat I dan II.5

III.2 Anatomi
A. Segitiga urogenital
Otot-otot di wilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial
(dangkal) dan dalam bergantung pada membran perineal. Bagian
bulbospongiosus, perineal melintang dangkal dan otot ischiocavernosus
terletak dalam bagian terpisah yang superfisial.6 Otot bulbospongiosus
melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa
clitoridis. Di bagian belakang, sebagian serabutnya mungkin menyatu dengan
otot contralateral superfisial transverse perineal (otot yang melintang
contralateral dipermukaan perineal) juga dengan cincin otot anus (sfingter).
3,4,

B. Segitiga anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorektal.3
C. Badan perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara
vagina dan kanal anus. Pada sudut segitiganya terdapat ruang rectovaginal
dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian belakang fouchette
vulva dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber
bulbospongiosus, dataran perineal melintang dan otot cincin anus bagian luar.
3,4,

13
Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo
rektalis, karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis
antara otot levator ani bergantung pada keseluruhan badan perineal. Bagi ahli
kesehatan ibu dan anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada
wilayah fibromuskular antara vagina dan kanal anus. 3,4,

Gambar 1. Anatomi
III.3 Faktor resiko ruptur perineum7
1) Penggunaan forceps
2) Berat bayi lebih dari 4 kg
3) Primiparitas
4) Kala 2 memanjang lebih dari 1 jam
5) Distosia bahu

III.4 Klasifikasi ruptur perineum5


a. Ruptur perineum spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa
dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat
persalinan dan biasanya tidak teratur.
b. Ruptur perineum yang disengaja
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau
perobekan pada perineum. Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada
perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.

14
III.5 Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan.7
a. Tingkat I: robekan yang terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum sedikit
b. Tingkat II: robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai
selaput muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.
c. Tingkat III: robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptur perineum totalis di beberapa
kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk dalam robekan
derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III
menjadi beberapa bagian seperti
o Tingkat IIIa : robekan < 50 % ketebalan sfingter
o Tingkat IIIb : robekan > 50 % ketebalan sfingter ani
o Tingkat IIIc : robekan hingga sfingter ani interna
d. Tingkat IV : robekan hingga epitel anus

III.6 Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum1

III.7 Indikasi episiotomi


Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun
pihak janin. 1
a) Indikasi janin.
1) Sewaktu melahirkan janin premature. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
2) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan
cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.
b) Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti
akan terjadi robekan perineum, misal pada primipara, persalinan
sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.

15
Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat
kemajuan persalinan1

III.8 Teknik6,7
a) Episiotomi medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina
sampai batas atas otot-otot sfingter ani.

Gambar 2: Episiotomi medialis


b) Episiotomi mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju
ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan kearah
kanan atau pun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.
Panjang insisi kira-kira 4 cm.

Gambar 3 : Episiotomi mediolateralis

16
c) Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada
jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Teknik ini sekarang tidak dilakukan
lagi karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat
melebar kearah daerah terdapat pembuluh darah pudendal interna,
sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut
yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

III.9 Mempersiapkan penjahitan4


1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi
tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau
minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap
berada dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum dapat
dilihat dengan jelas.
4. Gunakan teknik aseptic pada memeriksa robekan atau episiotomi,
memberikan anestesi local dan menjahit luka.
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
7. Dengan teknik aseptic, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfektan
tingkat tinggi untuk penjahitan
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan kain atau kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk
menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah
atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/ sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika
laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan
jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari
tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan sfingter ani. Raba tonus

17
atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi
derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika
mengalami laserasi serviks.
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril yang baru setelah melakukan rectum.
12. Berikan anestesi lokal.
13. Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang
kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama, dan paling sedikit menimbulkan
reaksi jaringan.
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan
jepit jarum tersebut.7

III.10 Penjahitan Laserasi Pada Perineum


Penjahitan robekan derajat I dan II :4,5,6
1. Gunakan anestesi lokal dengan lidokain.
2. Jahit mukosa vagina dengan jahitan jelujur menggunakan benang 2-0.
Mulai jahit sekitar 1 cm di atas apeks robekan vagina. Lanjutkan jahitan
sampai lubang vagina. Satukan tepi robekan vagina. Masukkan jarum
ke bawah lubang vagina dan keluarkan melalui robekan perineum
kemudian ikat benang.
3. Jahit otot perineum dengna jahitan putus-putus menggunakan benang 2-
0. Jika robekan dalam, beri lapisan jahitan kedua untuk menutup
robekan.
4. Jahit kulit dengan jahitan putus-putus (atau subkutikular) menggunakan
benang 2-0 yang dimulai pada lubang vagina.
5. Jika robekan dalam, lakukan pemeriksaan rektum. Pastikan bahwa tidak
terdapat jahitan di dalam rektum.

Gambar 4: Penjahitan robekan perineum derajat I dan II 1,4

18
Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV: 4,11,12
1. Penjahitan dapat dilakukan menggunakan anestesi lokal dengan lignokain
dan petidin serta diazepam melalui iv secara perlahan jika semua tepi
robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang sekali.
2. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan benang 3-0 atau 4-
0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa. Tutup lapisan otot
dengan menyatukan lapisan fasia menggunakan jahitan putus-putus.
Oleskan larutan antiseptik ke area yang dijahit dengan sering.
3. Jika sfingter robek, pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis
(sfingter beretraksi jika robek). Selubung fasia di sekitar sfingter kuat dan
tidak robek jika ditarik dengan klem. Jahit sfingter dengan dua atau tiga
jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
4. Oleskan kembali larutan antiseptik ke area yang dijahit.
5. Periksa anus dengan dari yang memakai sarung tangan untuk memastikan
penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti
sarung tangan yang bersih, steril, atau yang didesinfeksi tingkat tinggi.
6. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit, seperti pada ruptur tingkat I
dan II.

Gambar 5: Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV

III.11 Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi
yaitu:6,7
a. Perdarahan

19
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan
yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.
Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,
mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan
lanjutan dan menilai tonus otot1.
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena diperlukan pada
vagina menembus kandung kencing atau rektum. Jika kandung kencing
luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat
menekan kandung kencing atau rektum yang lama antara kepala janin dan
panggul, sehingga terjadi iskemia1
c. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan
varikositas vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan
memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu singkat, adanya
pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah
ruptur perineum.7
d. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genitalia pada
kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman
ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan
meningkatnya suhu tubuh melebihi 38 oC, tanpa menghitung pireksia
nifas.1

20
BAB IV
KESIMPULAN

Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama timbulnya


kematian pada ibu, contohnya dikarenakan adanya ruptur pada perineum. Ruptur
pada daerah perineum penyebab tersering kematian ibu yang dihubungkan dengan
persalinan pervaginam Ruptur perineum memiliki 2 klasifikasi yaitu ruptur
perineum spontan dan ruptur perineum disengaja. Ruptur perineum disengaja atau
episiotomi adalah luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan
atau perobekan pada perineum. Episiotomi memiliki bagian episiotomi medialis,
lateromedialis dan lateralis.
Terapi yang dilakukan yaitu dengan dilakukan penjahitan tergantung dari
derajat kerusakan perineum tersebut. Teknik terbaik yang saat ini dianjurkan
adalah dengan menggunakan teknik overlapping, dimana dengan dilakukannya
teknik ini dapat mengurangi angka komplikasi inkontenensia ani, terutama pada
kasus ruptur perineum derajat 3 dan 4. Prognosa untuk ruptur perineum ini dapat
dikatakan baik, bila penjahitan dilakukan dengan benar dan tindakan aseptik serta
antiseptic dilakukan dengan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Mochamad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno Prabowo. Ilmu Kandungan.


Edisi 3. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo. 2011.
2. Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994
3. Frank. H. Netter. Atlas of Human Anatomy. 4th. United States of America.
2006.
4. Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-
Hill.2005
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 1st ed. 2013.
6. NHS. Perineal tears. Goole:NHS;2016
7. Goh R,Goh D,Ellepola H.Perineal tears-a reaview.Aus Pract. Jan-Feb;47
(1-2):35-38.

22

Anda mungkin juga menyukai