Anda di halaman 1dari 10

NAMA : YULIA IRDAWATI

NIM : 24040117420014
MATKUL : FISIKA RADIO IMAGING II

REVIEW JURNAL
Judul Dynamic Contrast – Enhanced MRI of Orbital and Anterior Visual Pathway
Lesions
Jurnal Magnetic Resonance Imaging
Volume dan Volume 51 dan Halaman 44-50
Halaman
Tahun 2018
Penulis Nutchawan Jittapiromsak, Ping Hou, Ho-Ling Liu, Jia Sun, Jade S.
Schiffman, T. Linda Chi
Reviewer Yulia Irdawati
Tanggal 15 September 2018

Abstrak Jurnal yang berjudul “Dynamic Contrast – Enhanced MRI of Orbital and
Anterior Visual Pathway Lesions” ini berisi tentang pengaruh penambahan
kontras pada MRI secara dinamis yang bertujuan sebagai akurasi diagnosis
lesi jinak dan ganas yang tampak pada orbital dan anterior dengan
menggunakan metode independent dan dependent.
Pendahuluan Pada paragraf pertama, penulis menegaskan bahwa lesi atau kelainan yang
nampak pada orbital dan anterior terdiri dari luas spektrum entitas jinak dan
ganas. MRI konvensional memiliki peran dalam karakterisasi lesi tersebut.
Munculnya lesi pada pencitraan mencerminkan komposisi jaringan mereka
(Tailor, et al., 2013) seperti Hemangioma Kavernosa yang biasanya muncul
sebagai massa intraconal ovoid dengan batas yang jelas pengisian kontras
secara progesif dari massanya (Shields, etal., 2004; Tanaka, et al., 2004),
sedangkan melanoma okular sering menunjukkan sinyal yang hyperintense
pada pencitraan T1-weighted dan sinyal hypointense pada pencitraan T2-
weighted dikarenakan T1 dan T2 mengalami pemendekan akibat melanin
(Tailor, et al., 2013). Beberapa fitur imaging yang membantu diagnosa
terkait keganasan terlihat dari bentuk yang tidak teratur, adanya filtratif ,
invasi perineural dan destruktif tulang (Tanaka, et al., 2004). Namun pada
MRI tidak ada fitur yang spesifik pada lesi yang tampak pada orbital dan
anterior sehingga diagnosa yang dilakukan menjadi kurang akurat. Teknik
biopsi terbuka merupakan standar emas diagnosis namun tidak dapat
diaplikasikan pada semua jaringan seperti apeks orbital dan sinus kavernosa
karena bisa mengakibatkan kehilangan penglihatan. Oleh karena itu pada
jurnal ini digunakan metode MRI Dynamic Contrast-Enhanced (DCE) untuk
diagnosis lesi yang tampak pada orbital dan anterior.
Paragraf selanjutnya penulis menjelaskan bahwa DCE merupakan teknik
pencitraan noninvasif yang dapat digunakan untuk memperoleh paramater
yang mencerminkan mikrosirkulasi struktur dan fungsi jaringan (Paldino, et
al., 2009; Tofts et al., 2013). Sehingga membeikan informasi lebih lanjut
mengenai tumor angiogenesis dan permeabilitas kapiler yang merupakan
penanda keganasan, tingkat tumor dan prognosis. Teknik analisis data MRI
DCE menggunakan model independent dan model dependent. Model
indepndent mencirikan peningkatan jaringan dan mengambil parameter
semikuantitatif dari Time Intensitas Curve (TIC). Sedangkan untuk model
dependent itu lebih kompleks yaitu menggunakan parameter kuantitatif yang
berasal dari 2-kompartemen model farmakokinetik. Dalam model ini agen
kontras didistribusikan ke kompartemen sentral yang terdiri dari ruang
plasma dan didistribusikan ke kompartemen periferal yang terdiri dari
ekstravaskular ekstraseluler space (EES). Kompartemen tersebut memiliki
alur transfer maju (dari ruang plasam ke EES) dan alur transfer mundur (dari
EES ke ruang plasma) yang konstan, dimana hal tersebut merupakan ciri dari
endotilium kapiler.
Pada paragraf selanjutnya penulis menjelaskan mengenai tujuan dari
penelitiannya yaitu untuk mengevaluasi kegunaan MRI DCE sebagai
tambahan pada MRI konvensiaonal dalam penilaian lesi yang tampak pada
orbital dan anterior , kemudia untuk menentukan ambang batas yang sesuai
nilai-nilai parameter DCE dalam membedakan lesi jinak dan ganas dan untuk
menentukan metode analisis data DCE yang terbaik.
Material dan Material dan metode dalam jurnal ini terdiri dari beberapa sub bab:
Metode 1. Pasien
Kriteria pasien memiliki: peningkatan lesi yang tampak pada orbital dan
anterior, imaging yang termasuk DCE MRI, pencitraan diperoleh
sebelum biopsi atau pengobatan, konfirmasi patologi lesi dan pencitaan
selama periode 1 tahun dan pasien menjalani DCE MRI karena adanya
lesi yang tampak pada orbital dan anterior pada januari 2010 sampai
Desember 2016.
2. MRI
Kriteria MRI yng digunakan medan magnetnya ukuran 3 T dengan
menggunakan muttichannel phase-array head coil. Standart protokol MRI
yang digunakan yaitu T1-weighted terdiri dari axial dan coronal images,
T2-weighted juga terdiri dari axial dan coronal images dengan
meniadakan fat, postcontras T1-weighted terdiri dari axial, coronal dan
sagital images dengan meniadakan fat. Akuisis DCE MRI menggunakan
axial 3D fast-spoiled gradien echo (SGE) diman T1-weighted sudah
diakuisisi sebelumnya, selama dan sesudah diberikan agen kontras.
Parameter DCE terdiri dari TR 5.2 ms, TE 1.2 ms, matrik ukuran
256x128, field of view 22 cm, ketebalan irisan 2 mm dan total waktu scan
5 menit yang terdiri dari 40 phase yang berarti waktu scan per phasenya
10 detik
3. Image Processing dan analisis
Pada jurnal ini pengukurab diameter axial maksimum untuk setiap
penambahan lesi pada gambar postcontrast, data diproses menggunakan
independent model yang bergantung pada TIC dan dependent model
yang bergantung pada farmakokinetik 2-kompartemen. Penentuan ROI
secara manual ditarik pada seluruh lesi, menghindari bagian pembuluh
dan kistik. ROI pada setiap lesi diduplikasi pada setiap peta parameter
oleh peragkat lunak. Kemudian analasis data pada jurnal ini terdiri dari:
a. Analisis DCE independent model
TIC diperoleh dari ROI yang ditentukan, dan diperoleh pola TIC seperti
pada gambar 1:
Gambar 1. Klasifikasi TIC (a) Tipe 1, upslope dan washout cepat (b)
Tipe 2, upslope cepat dan washout lambat (c) Tipe 3, upslope
cepat dan plateau meningkat terus menerus (d) Tipe 4,
upslope lambat dan plateau meningkat terus menerus.

Pada Tipe 1 rasio washout (WR) ≥ 10%, Tipe 2 WR < 10% dan pada tipe
3 dan 4 idak terjadi washout tapi plateau. Kemudian untuk parameter
semikuantitatif berdasarkan dari TIC yang terdiri dari AUC (Area Under
Curve), TTP (Time To Peak), SER (Signal Enhanced Ratio), Slope maks
dan WR (Wahout Ratio), dapat dilihat seprti pada gambar 2:

Gambar 2. Hubungan antara waktu dan signal intensity dan parameter


semikuantitaif

b. Analisis DCE dependent model


Data DCE MRI diproses secara offline menggunakan software nordicICE
versi 2.3.14. Fungsi masukan arteri didefinisikan secara manual dengan
menempatkan ROI pada ipsilateral arteri karotis interna ke lesi. Nilai T1
ditetapkan pada 1000 ms untuk semua voxels. 3 paramemer kuantitatif
yaitu transfer volume transfer konstan antara plasma darah dan EES
(Ktrans), laju konstan antara EES dan plasma darah (kep) dan volume
EES per satuan volume jaringan (Ve).
4. Analisis statistik
Hasil dari 2 metote analisis DCE dibandingkan dengan diganosis akhir.
Untuk menganalisis asosiasi klasifikasi TIC berbagai jenis lesi
menggunakan uji eksak Fisher dan untuk membandingkan nilai-nilai
parameter lesi jinak dan ganas menggunakan uji Wilcoxon. Perbandingan
antara setiap pasangan dalam analisis subkelompok menggunakan uji
Kruskal-Wallis dengan Dwass-Steel-Critchlow-Fligner
multplemcomparison prosedur. Kemampuan gabungan parameter untuk
memprediksi keganasan menggunakan regresi logistik ganda. Receiver
Operating Characteristic (ROC) digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan diagnostik masing-masing parameter. Jumlah maksimum
dari sensitivitas dan spesifitas digunakan untuk menentukan nilai cut-off
untuk memprediksi keganasan. Analisis statistik menggunakan software
SAS versi 9.2 dan dikatakan signifikan ketika P < 0.05.
Hasil Hasil dari penelitian pada jurnal ini adalah:
1. Demografi dan patologi pasien
Terdapat 27 pasien yang sesuai kriteria yang terdiri dari 11 pasien laki-
laki dan 16 pasien perempuan dengan kisaran umur pasien 40 tahunan.
Lesi terdiri dari optic pathway glioma (n= 3), meningioma (n= 6),
neurofibroma (n= 6), carvenous hemangioma (n= 3), schwannoma (n=
1), lymphoma (n= 1), metastasis dari melanoma (n= 3), metastasis dari
kanker payudara (n= 3) dan neuropati optik yang diinduksi radiasi (n= 5).
Berdasarkan histopatologi untuk 14 lesi (38% lesi adalah lesi ganas) dan
23 lesi (62% lesi) masih ditindak lanjuti. Lokasi lesi yang paling sering
adalah pada intra dan atau ekstrasonal ruang pada orbit (n= 17.46%), saraf
optik (n= 17.46%) dan saraf optik dengan kiasme optik (n= 3.8%). Rata-
rata maksimum diameter untuk lesi jinak adalah 15.5 mm (n= 30) dan
untuk lesi ganas 15 mm (n= 7). Diameter tumor maksimal tidak berbeda
secara signifikan antara lesi jinak dan ganas (P= 0.68).
2. Membedakan lesi jinak dan ganas
Stratifikasi lesi jinak dan ganas dengan kalsifikasi TIC dapat dilihat pda
tabel 1:

Tabel 1. Tipe TIC berdasarkan diagnosis histopathologi


Berdasarkan pada tabel 1, lesi jinak menunjukkan semua jenis TIC. TIC
tipe 1 (n= 4;13%), tipe 2 (n= 3;10%), tipe3 (n= 5;17%), dan tipe 4 (n=
18; 60%). Lesi ganas menunjukkan TIC tipe 2 (n=1; 14%) dan tipe 3
(n=6; 86%). Lesi jinak secara signifikan terkait dengan TIC tipe 4 (p=
0.008) dan lesi gnas terkait TIC tipe 3 (P= 0.001). pada jurnal ini TIC tipe
1,2 dan 4 menjadi lesi jinak dan TIC tipe 3 menjadi lesi ganas ketika
sensitivitasnya 86%, spesifitasnya 83%, akurasi 84%, nilai prediksi
positif 55% dan nilai prediksi negatif 96%. Hal tersebut bisa dilihat pada
gambar 3:

Gambar 3. MRI konvensional (baris atas) dan DCE MRI (baris bawah),
citra diperoleh dari pria berusia 78 tahun dengan riwayat
melanoma ganas. MRI konvensional menunjukkan
menunjukkan batasan yang baik pada lesi (panah hitam) dan
melibatkan proses clinoid anterior kiri, kanal optik kiri dan
sinus kavernosus kiri. Lesi menyempit pada saluran optik dan
memampatkan segmen intracanalicular dari saraf optik kiti
(panah putih). Lesi menunjukkan (a) isointensitas pada
gambar T1=Weighted, (b) isointensitas pada gambar T2-
weighted dengan meniadakan fat dan (c) peningkatan
intensitas pada penambahan kontras gambar T1-Weighted
dengan meniadakan fat. Berdasarkan MRI konvensianal
didiagnosis adanya melanoma metastatik atau meningioma.
Kemudian untuk gambar (d-f) DCE MRI mendemonstrasikan
massa hypervascular (anak panah) dengan upslope cepat dan
washout cepat (TIC Tipe1 (f)). Berdasarkan DCE MRI,
diagnosis yang diperoleh juga meningioma. Pasien diamati
dengan seksama dan tindak lanjut klinis dan pencitraan
menunjukkan penyakit yang stabil.

Hasil parameter semikuantitatif dan kuantitatif untuk lesi jinak dan ganas
dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2. Parameter DCE MRI untuk membedakan lesi jinak dan ganas

Nilai AUC60, AUC90 dan AUC120 dari metode model independent dan
nilai kep dari metode model dependent secara signifikan lebih rendah lesi
jinak dibandingkan lesi ganas dan untuk masing-masing nilai P= 0.020;
P= 0.018; P= 0.015 dan P=0.018). untuk nilai SER, TTP, SLOPEmaks
atau WR tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara lesi
jinak dan ganas, dan nilai P untuk masing-masing adalah (P= 0.461; P=
0.846; P= 0.102 dan P= 0.484) atau pada Ktrans dan ve (P= 0.057 dan P=
0.103). kotak plot dari parameter yang signifikan ditunjukkan pada
gambar 4:

Gambar 4. Kotak plot (a) AUC60 (b) AUC90 (c) AUC 120 dan (d) kep
untuk lesi jinak dan ganas. Korelasi signifikan secara statistik
(P<0.05).

Kurva ROC pada AUC60, AUC90 dan AUC120 dan kep dalam
membedakan lesi jinak dan ganas ditunjukkan pada gambar 5:
Gambar 5. Kurva ROC menunjukkan akurasi pada AUC60, AUC90 dan
AUC120 dan kep dalam membedakan lesi jinak dan ganas.

Dari gmabar diatas AUC120 memberikan akurasi diagnostik terbaik


(AUC 0.80; 95% CI; 0.64-0.96) dalam membedakan antara lesi jinak dan
ganas. Nilai cut-off pada AUC120 adalah 194.1, sensitivitasnya 86%,
spesifitasnya 70%, akurasinya 73%, nilai prediksi positif 40% dan nilai
prediksi negatif 95%. Nilai cut-off dan akurasi diagnostik semikuantitatif
dan kuantitatif yang signifikan ditunjukkan pada tabel 3:

Tabel 3. Parameter DCE MRI untuk lesi jinak dan ganas


3. Perbedaan subgrup pada lesi
Untuk analisis subgrub, lesi jinak diklasifikasikan lebih lanjut
menggunakan AUC120, bisa dilihat pada tabel 4 dan gambar 6:

Tabel 4. AUC120 oleh subgrub


Gambar 6. Kotak plot dari subgrub lesi AUC120. Korelasi signifikan
secara statistik (P< 0.05). N.S. =tidak korelasi signifikan.

AUC120 mampu membedakan meningioma dari lesi jinak lainnya (P=


0.010), mengioma dari neuropati optik yang diinduksi radiasi (P=0.031), lesi
ganas dari lesi jinak lainnya (P= 0.022) dan lesi ganas dari neuropati optik
yang diinduksi radiasi (P= 0.023), tetapi tidak dapat membedakan
meningioma dari lesi ganas (P= 0.663) atau lesi jinak lainnya dari neuropati
optik yang diinduksi radiasi (P=0.205). Namun, klasifikasi TIC secara
siginifikan berbeda (P<0.001) pada lesi mengioma dan lesi ganas.TIC tipe 1
adalah spesifik untuk mengioman sendangkan TIC tipe 3 sugestif lesi ganas.
Penggunaak gabungan TIC tipe 3 dan AUC120 untuk memprediksi
keganasan meningkatkan akurasi diagnostik, selama (AUC 0.93; 95% CI,
0.85-1.00) dengan sensitivitas 100%, spesifitas 80%, akurasi 84%, nilai
prediksi positif 54%, dan nilai prediksi negatif 100%.
Pembahasan Pembahasan awal pada jurnal ini menunjukkan bahwa DCE MRI berguna
sebagai tambahan untuk MRI konvensional dalam evaluasi lesi yang tampak
pada orbital dan anterior. TIC diklasifikasikan berdasarkan lesi sifat
mikrovaskuler dan jaringan. Yabuchi et al., mempelajari hubungan antara
parameter TIC dan temuan histopatologi. Ditemukan bahwa TTP memiliki
inverse dengan vaskularisasi tumor (hitung histologi mikro) dan WR korelasi
dengan seluler kelas stroma. Sehingga dapat dikatakan bahwa TTP dan WR
berkorelasi dengan TIC. Lesi yang jinak menunjukkan semua jenis TIC
bergantung pada derajat vaskulatur dan jaringan seluler-stroma grade.
Secara khusus, lesi jinak hypevascular dengan vaskularisasi dan stroma
seluler tinggi seperti meningioma, memiliki TTP dan WR tinggi (TIC Tipe
1), dan sebaliknya lesi jinak hypovaskular dengan vaskularisasi dan
seluleritas rendah menunjukkan TTP panjang dan tidak ada washout (TIC
tipe 4). Menariknya karakteristik hemodinamik dari lesi ganas tampaknya
terletak diantara lesi jinak hypevascular dan lesi jinak hypovaskular. Dalam
penelitian jurnal ini, TIC Tipe 3 secara signifikan terkait dengan lesi ganas,
namun satu-satunya lesi jinak yang ditunjukkan pada TIC Tipe 3 adalah
glioma jalur optik, hal tersebuk mungkin dikarenakan riwayat variabel dari
tumor tersebut, yang secara klinis merupakan tumor yang lebih agresif
dibandingkan tumor lesi jinak lainnya. Namun demikian, 7 dari 9 jalur optik
glioma menunjukkan karakteristik jinak melalui semikuantitatif dan
parameter kuantitatif DCE.
Pembahasan pada paragraf selanjutnya yaitu bahwa AUC60, AUC90 dan
AUC120 dan kep secara signifikan berbeda antara lesi jinak dan ganas.
Independent model AUC120 menghasilkan kinerja diagnostik terbaik dalam
membedakan lesi jinak dan ganas karena AUC120 dapat mengeksploitasi
banyak deret waktu dari akuisisi data dan menguragi pengaruh keseluhan
kebisingan. Hasil mencerminkan perbedaan dalam pola hemodinamik lesi,
dimana AUC adalah indikator karakteristik tumor vaskular, memberikan
pengukuran kedatanganagen kontras awal dalam jaringan yang diinginkan
dan dengan mencerminkan aliran darah, permeabilitas pembuluh darah dan
interstisial volume ruang. Hal tersebut juga mencerminkan tingkat
kebocoran kontras dini de dalam EES. Lesi ganas memiliki nilai yang lebih
tinggi akibat hipervaskularitas dan neoangiogenesis mereka.
Pada paragraf selanjutnya membahas mengenai model farmakokinetik.
Berdasarkan model farmakokinetik 2-kompartemen, Ktrans ve telah
berhubungan dengan fisiologi fundamental dan memerlukan pengetahuan
mengenai T1 dan relaksasi jaringan untuk menentukan nilai mutlak kontras
konsentrasi agen. Kep adalah parameter yang sederhanan untuk diukur (kep=
Ktrans/ve) dan dapat diturunkan dari penambahan bentuk pada kurva. Tofts
dan Kermode menunjukkan bahwa 3 parameter tersebut berkolaborasi
dengan kurva waktu terhadap konsentrasi agen kontras. Initial slope
bergantung pada Ktrans, nilai puncak bergantung pada ve dan bentuk kurva
ditentukan oleh kep. Jika Ktrans meningkat sementara kep tetap seperi awal
maka kurva akan meningkat amplitudo sedangkan bentuknya sama.
Parameter kuantitatif yang terbaik di penelitian ini adalah kep.
Selanjutnya untuk parameter semikuantitatif memiliki kelebihan
dibandingkan kuantitatif, karena lebih mudah untuk ditentukan,
membutuhkan waktu sebentar, dan memiliki reproductibilitas yang baik
kemudian parameter semikuantitatif juga tidak terlibat dalam proses seperti
model farmakokinetik sehingga tidak kurang rawan dari eror. Namun
parameter semikuantitatif ini tunduk pada signifikansi variabilitas yang
disebabkan oleh perbedaan fisiologi jantung pasien, penggunaan berbagai
scanner dan rangkaian MRI dan hubungan nonlinier antara konsentrasi agen
kontras dan intensitas sinyal. Parameter-parameter tersebut mencerminkan
kombinasi dari karakteristik perfusi dan makna fisiologis, yang mana dapat
menghambat interpretasi mereka. Analisis model dependent pada DCE MRI
memilikimkelebihan lebih dari analisis model independent dalam parameter
tersebut dapat diajadikan pengganti fisiologi yang sebenarnya dari pathologi,
pada prinsipnya parameter tersebut tidak bergantung pada pemindai MRI
individual dan urutan berkas. Namun kenyatannya, parameter model
dependent adalah diekstrak dari data yang menggangu persyaratan kualitas
data, sehingga metode dependent lebih rentang terhadap noise dan error
dibandingkan metode independent.
Paragraf selanjutnya yaitu mengenai beberapa penelitian yang menerapkan
DCE MRI pada orbit yaitu Xian et al. dan Yuan dkk. mengevaluasi bahwa
melaporkan bahwa TIC washout-type dikaitkan dengan tumor ganas.
Sebaliknya, penelitian pada jurnal ini Studi DCE pada kepala dan leher juga
menemukan pola washout TIC dilesi jinak, perbedaan tersebut mungkin
dikarenakan karena lebih banyak variasi patologi yang digunakan.
Ditemukan kebanyakan lesi dengan pola TIC washout yang jinak dan
sebagian besar meningioma, yang merupakan tumor hypervascular.
Hypervascular jinak lainnya dilaporkan menunjukkan pola washout
termasuk oncocytoma dan tumor berserat soliter. Mengenai kuantitatif
parameter, Ro et al. melaporkan bahwa Ktrans dan kep berada secara
signifikan lebih tinggi pada massa orbital ganas daripada yang jinak. Dan
ditemukan bahwa Ktrans dan kep lebih tinggi pada lesi ganas daripada di lesi
jinak, tetapi hanya perbedaan dalam kep mencapai signifikansi statistik.Hasil
ini mungkin terkait dengan ukuran sampel kecil kami yang ganas lesi;
Meskipun demikian, itu menunjukkan bahwa kep adalah parameter yang
mungkin lebih kuat.
Kesimpulan Pada bagian kesimpulan penulis menjelaskan dan membuktikan bahwa DCE
MRI merupakan teknik pencitraan noinvasif yang berguna untuk evaluasi
lesi yang tampak pada orbital dan anterior. Lesi gnas dan jinak dapat
dibedakan berdasrkan karakteristik perfusi masing-masing. Analisis model
independent dan dependent setara dalam membedakan lesi orbital jinak dan
ganas. Namun model independent lebih sederhana dibandingkan model
independent.
Kelebihan 1. Penulis sangat detail dalam memberikan hasil yang didapat dalam
Penelitian penelitiannya.
2. Penulis dapat secara lengkap dalam menyimpulkan isi jurnal.

Kekurangan 1. Penulis kurang menampilkan contoh DCE MRI pada lesi ganas.
Penelitian 2. Dari banyak pasien Cuma mengambil satu pasien untuk di teliti sehingga
akurasi datanya lebih akurat

Anda mungkin juga menyukai