Anda di halaman 1dari 37

PROSEDUR PEMERIKSAAN MRI LUMBOSACRAL PADA KASUS HERNIA

NUKLEUS PULPOSUS (HNP) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI

NUSA TENGGARA BARAT

Laporan kasus

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Laporan Kasus PKL V Program Studi Sarjana

Terapan Teknologi Radiologi Pencitraan

Diajukan oleh:

Amathyas Dimas Sthy Danu (022104395)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI BALI

(ATRO) BALI

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disetujui sebagai laporan kasus untuk menyelesaikan tugas

Praktek Kerja Lapangan VI Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radoterapi

Bali (ATRO) Bali di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

Nusa Tenggara Barat.

Nama : Amathyas Dimas Sthy Danu (022205442)

Judul Laporan : “Prosedur Pemeriksaan MRI Lumbosacral Pada Kasus

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa

Tenggara Barat”

Mataram, 7 Januari 2027

Ka. Instalasi Radiologi


Clinical Instruktur RSUD PROVINSI NTB

I Kadek Agus Mahendra Dwipayana, S.ST dr. Dewi Anjarwati, M.Kes, Sp.Rad
NIP. 199104112014021002 NIP. 196703081996032002

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Kasus tentang “Prosedur Pemeriksaan MRI

Lumbosacral Pada Kasus Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Di Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat”.

Penyusunan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat

Praktek Kerja Lapangan VI Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radoterapi

Bali (ATRO) Bali di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

Nusa Tenggara Barat.

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat

bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak

lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. dr. Dewi Anjarwati, M.Kes, Sp.Rad Selaku Kepala Instalasi Radiologi.

2. I Kadek Agus Mahendra Dwipayana, S.ST Selaku Clinical Instruktur (CI).

3. Seluruh Radiografer di Instalasi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa

Tenggara Barat.

4. Keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan, semangat dan doa tanpa

henti.

5. Rekan-rekan mahasiswa Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radoterapi Bali

(ATRO) Bali.

6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penyusunan laporan kasus ini selesai tepat pada waktunya.

iii
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan

jauh dari kata sempurna, Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat

bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................3
C. Tujuan Penelitian................................................................................................3
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................5


A. Anatomi dan Fisiologi Lumbosacral...................................................................5
B. Tinjauan Umum Tentang Hernia Nucleus Pulposus (HNP)............................7
C. Prinsip Dasar MRI..............................................................................................9
1. Pengertian MRI.............................................................................................9
2. Kualitas MRI..................................................................................................9
3. Pembobotan Kotras Gambar.....................................................................11
4. Pulsa Sekuens...............................................................................................12
5. Teknik Pemeriksaan MRI Lumbosacral....................................................18

BAB III PEMAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN...........................................21


A. Pemaparan Kasus..............................................................................................21
B. Hasil Interpretasi Dokter..................................................................................27

BAB IV PENUTUP........................................................................................................28
A. Kesimpulan.........................................................................................................28
B. Saran...................................................................................................................29

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Irisan Sagital Vetebrae Lumbal......................................................5

Gambar 3.1 Formulir Edukasi Pemeriksaan MRI...........................................................22

Gambar 3.2 Pesawat MRI Philips 1,5 Tesla....................................................................23

Gambar 3.3 Control Table...............................................................................................23

Gambar 3.4 Filming........................................................................................................26

Gambar 3.5 Hasil Interpretasi Dokter.............................................................................27

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................30

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan radiologi mencakup dua bidang penting yaitu

radiodiagnostik dan radioterapi. Makna radioterapi dalam kamus berbahasa Indonesia

diartikan sebagai pengobatan penyakit dengan menggunakan radiasi. Penyakit yang

banyak ditangani dengan radioterapi adalah tumor dan kanker. Berbeda dengan

radioterapi, radiodiagnostik bukan tindakan terapi namun dimaknai sebagai diagnosis

menggunakan sinar pengion/sinar-X. untuk menghasilkan gambar yang berkualitas

untuk menegakkan diagnosa dengan pemberian radiasi kepada pasien seminimal

mungkin. (Asih Puji Utami, 2018)

MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah teknik diagnostik yang

menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar rinci

jaringan lunak tubuh dan tulang. MRI membuat pencitraan tulang dengan

menggunakan magnet yang terbentuk di sekitar tubuh untuk merangsang atom

hidrogen. Setelah atom kembali ketingkat rangsang normal, mereka memancarkan

energi yang terdeteksi pada scanner. MRI umumnya dianggap sebagai studi

pencitraan yang terbaik. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran

potongan coronal, sagittal, axial dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien.

Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detail tubuh manusia akan

tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat di evaluasi secara

teliti. Untuk itu perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan prosedur teknik MRI

dan tindakan penyelamatan bila terjadi keadaan darurat. (Nadia Aspah, 2020)

1
MRI lumbosacral merupakan pemeriksaan tulang pungguang bagian bawah

yang memiliki struktur tulang yang kompleks, yang terdiri dari persendian, syaraf,

dan otot yang saling berhubungan, memberikan dukungan (penyokong) kekuatan dan

fleksibilitas. Namun struktur yang kompleks ini juga membuat punggung rentan

terhadap luka dan nyeri. Ada banyak kelainan yang menyebabkan nyeri pada daerah

pinggang yang biasa disebut Hernia Nucleus Pulposus (HNP).

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau nyeri pinggang adalah suatu sindroma

klinik yang ditandai dengan gejala utama rasa nyeri di daerah tulang punggung

bawah dan sekitarnya. Secara umum penyebab Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama rasa nyeri didaerah

tulang punggung bawah dan sekitarnya.

Secara umum penyebab Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah trauma

akibat Lumbosacral Strain, radang yang berupa radang spesifik (kronis), gangguan

metabolisme, Hernia Nucleus Pulposus (HNP), dan tumor (Bontrager, 2014).

Pada dasarnya keluhan nyeri pada tulang lumbosacral dapat terjadi pada

bangunan neuro muskuloskletal yang mana dari tubuh manusia, diantaranya nyeri

punggung bawah, dalam dunia medis disebut low back pain yang terjadi karena

Hernia Nucleus Pulposus (HNP). Dimana orang awam menyebutnya dengan

sebutan encok. Berbagai macam bentuk keluhan di daerah lumbosacral dapat timbul

karena berhati-hati dan sikap yang kurang memperhatikan segi keamanan dalam

beraktifitas (Nugroho et al, 2015).

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus Hernia Nucleus

Pulposus (HNP) di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB?

2. Sejauh mana informasi diagnosa yang diperoleh dari prosedur pemeriksaan MRI

lumbosacral pada kasus Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah Sakit Umum

Daerah Provinsi NTB?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar prosedur pemeriksaan MRI

lumbosacral pada kasus Hernia Nucleus Pulposus (HNP).

b. Untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja Lapangan VI.

2. Tujuan Khsusus

a. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB.

b. Untuk mengetahui sejauh mana Informasi diagnosa yang diperoleh dari

prosedur pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus Hernia Nucleus Pulposus

(HNP) di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB.

3
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi Rumah Sakit

Memberi masukan dan saran -saran yang berguna bagi rumah sakit,

dalam hal ini instalasi radiologi umumnya dan radiografer pada khususnya

mengenai teknik pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus Hernia Nucleus

Pulposus (HNP) di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber pustaka bagi mahasiswa Akademi Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi ( ATRO ) Bali.

3. Bagi Penulis

Menambah dan memperdalam pengetahuan penyusun tentang teknik

pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Lumbosacral

Gambar 2.1 Anatomi irisan sagital vetebrae lumbal


(Moeller, 2007).

Keterangan gambar :

1. Spinal cord 12. Cauda equina


2. Conus medularis 13. Basivetebra vein
3. Abdominal aorta 14. Epidural eatty tissue
4. Ligamentum flavum 15. Left common iliac vein
5. Lumbal vertebra 16. Posterior ligament
6. spinosus process 17. Sacral canal
7. Intervetebra disk 18. The cal sac
8. Interspinosus ligament 19. Promontory of sacrum
9. Anterior ligament 20. Dura mater
10. suprapinosus 21. Sacrum
11. Intervetebra disk 22. Median sacral
Columna vertebra merupakan pilar utama tubuh yang berfungsi menyangga

5
cranium, ekstremitas superior dan dinding thorax serta melalui gelang panggul

meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongga columna

vertebra terletak medulla spinalis, radix nervi spinalis dan lapisan penutup

meningen. Masing–masingnya dipisahkan oleh diskus fibrokartilago yang disebut

discus intervertebralis. Vertebra dikelompokkan sebagai berikut : cervical (terdiri

dari 7 ruas), thoracal (terdiri dari 12 ruas), lumbal (terdiri dari 5 ruas), sacral

(terdiri dari 5 ruas), coccygis (terdiri dari 4 ruas), (Snell, 2011).

Bagian dari tulang vertebra lumbal, yaitu :

a. Corpus
Corpus tiap vertebra bersifat masif dan berbentuk ginjal, pedikel kuat

dan mengarah ke belakang, lamina tebal dan foramen vertebra berbentuk

segitiga. Processus spinosus pendek, rata, dan berbentuk segiempat, dan

menjulur lurus ke belakang.

b. Diskus intervertebralis

Diskus intervertebralis menyusun seperempat panjang columna

vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat terjadi

banyak gerakan columna vertebralis. Struktur ini dapat dipandang sebagai

diskus semi elastis, ciri fisiknya memungkinkan mereka berfungsi sebagai

peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak bertambah,

tetapi daya pegas ini berangsur hilang dengan bertambahnya usia. Setiap

diskus terediri atas bagian tepi yang disebut anulus fibrosus dan bagian pusat

yang disebut nucleus pulposus. Anulus fibrosus terdiri atas jaringan

fibrokartilago.

c. Ligamentum

Ligamentum longitudinal anterior dan posterior berjalan turun sebagai

6
suatu pita utuh menyusuri permukaan anterior dan posterior columna

vertebra, dari cranium sampai sacrum. Ligamentum longitudinal anterior lebar

dan menempel kuat pada tepi depan sisi corpus vertebra dan pada diskus

intervertebra. Ligamentum longitudinal posterior lemah dan sempit, melekat

pada tepi posterior diskus. Ligamentum flavum menghubungkan dua lamina

berdekatan.

d. Medulla Spinalis

Medulla spinalis adalah struktur putih yang berawal dari foramen

magnum, tempat medulla spinalis bersambung dengan medulla oblongata, dan

berakhir setinggi tepi bawah lumbal 1 ( pada orang dewasa). Medulla spinalis

berbentuk hampir selinder, ke inferior medulla spinalis meruncing menjadi

conus medularis, dan dari apeksnya berjalan turun lanjutan pia mater yaitu

filum terminale yang kemudian melekat pada punggung coccygis.

e. Liquor Cerebro Spinalis (LCS)

Liquor cerebro spinalis dihasilkan oleh plexsus choroideus, dalam

ventrikel lateral, tertius dan quartus. Keluar dari sistem ventrikel melalui tiga

foramen yang terdapat pada atap ventrikel quartus, dan masuk ke cavum sub-

arachnoid. Cavum sub-aracnoidpars spinalis meluas ke bawah sampai batas

bawah sacrum. Liquor cerebro spinalis merupakan cairan yang melindungi

medulla spinalis, cairan ini bersama dinding tulang dan ligamentum canalis

vetebralis, secara efektif melindungi medulla spinalis terhadap trauma.

B. Tinjauan Umum Tentang Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

7
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) disebut juga disc yaitu patologi tulang

belakang yang umumnya sekitar 95% terjadi pada l4-l5 atau l5-s1. Puncak HNP

terjadi pada usia 30-55 tahun. Kebanyakan herniated disc terjadi pada bagian

posterolateral, menekan nervus root S1 sebelah kiri (Strayer dan J Neuroses.

2005).

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) paling sering terjadi pada orang dewasa,

muda dan setengah baya. Perubahan degenerative pada tulang belakang

menambah kemungkinan untuk terjadinya HNP. Hal ini dikarenakan inti ditengah

dari diskus mengering, sehingga kemungkinan untuk menekan hingga keluar.

Diskus bisa pecah tiba-tiba karena terlalu banyak tekanan sekaligus. Misalnya,

jatuh dari tangga dan mendarat dalam posisi duduk dapat menyebabkan sejumlah

besar tekanan terjadi ditulang belakang. Bila tekanan ini cukup kuat, dapat

mematahkan atau diskus bisa pecah. Jika membungkuk dan mencoba untuk

mengangkat sesuatu yang terlalu berat, juga dapat menyebabkan hal tersebut.

Selain itu diskus juga bisa pecah karena melemahnya annulus dari cedera berulang

yang menambahkan dari waktu ke waktu. Annulus menjadi lemah, di beberapa

titik disebabkan mengangkat atau membungkuk sehingga terlalu banyak tekanan

di diskus. Hak ini disebabkan oleh efek penuaan pada tulang belakang, alasan

yang paling umum untuk herniasi dibagian tulang belakang lumbosacral. (The

American Assosiacion Of Neurological Surgeon, 2013)

Pada umumnya HNP terjadi akibat cedera fleksi, meski penderita tidak

menyadari adanya trauma sebelumnya. Trauma yang terjadi dapat berupa trauma

tunggal uang berat maupun akumulasi dari trauma ringan yang berulang. Berat

badan maksimal yang ditanggung oleh daerah lumbal adalah 11,3 kg. pengulangan

8
mengangkat beban lebih dari 25 kali cenderung 3 kali lipat sering menimbulkan

HNP (Widhiana. 2002).

Menurut gradasinya, herniasi dari nucleus pulposus dibagi menjadi :

1. Protruded intervertebral disc yaitu nucleus terlihat menonjol ke satu arah

tanpa kerusakan annulus fibrosus

2. Prolapsed intervertebral disc yaitu nucleus berpindah tetapi masih didalam

lingkaran annulus fibrosus

3. Sequestrated intervertebral disc yaitu nucleus telah menembus ligamentum

longitudinal posterior. (Widhiana. 2002).

C. Prinsip Dasar MRI

1. Pengertian MRI

Pencitraan resonansi magnetik atau lazim disebut MRI (singkatan dari

Magnetic Resonance Imaging) awalnya disebut NMR (Nuclear Magnetic

Resonance). Hal ini disebabkan dasar pencitraan bersumber pada pemanfaatan inti

atom (Nucleus) positif (proton) yang berinteraksi dengan radiofrekuensi dalam

medan magnet yang kuat Namun karena presepsi masyarakat luas yang negatif

jika menggunakan istilah “nuklir“ yang merupakan dampak dari trauma pada

penggunaan energi nuklir dalam bidang militer maka NMR tidak dipopulerkan

dan diganti menjadi MRI. Saat ini pemeriksaan MRI berkembang sangat pesat

karena selain mampu menyajikan informasi diagnostik dengan tingkat akurasi

yang tinggi, juga bersifat non-invasive (Non-Traumatis), tidak ada bahaya radiasi

(Radiation Hazard) serta menyuguhkan gambar-gambar organ dari berbagai irisan

(Multi planar) tanpa memanipulasi tubuh pasien (Blink, 2004)

2. Kualitas Citra MRI

9
Kualitas citra pada MRI ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya:

Signal to Noise Rasio (SNR), Contras to Noise Rasio (CNR), Spatial Resolusion,

Scan Time (waktu scanning) (Westbrook, 2014).

1. Signal to Noise Rasio (SNR)

Dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara amplitudo sinyal yang

diterima terhadap amplitude noise. SNR dapat ditingkatkan dengan

menggunakan :

a) Pulse sekuens SE dan FSE

b) TR panjang dan TE pendek

c) Flip angle 90

d) Ukuran koil yang tepat

e) FOV besar

f) Slice tebal

g) Receive bandwidth

h) Matriks kasar

i) NEX dan NSA yang memungkinkan

2. Contrasto Noise Rasio (CNR)

Merupakan perbedaan SNR diantara duaarea yang berdekatan,

ditentukan oleh faktor-faktor yang sama yang mempengaruhi SNR. Semua

pemeriksaan harus mampu menggambarkan CNR yang baik antara patologi dan

di sekitar anatomi normal. Ada beberapa cara untuk menggambarkan patologi

10
dengan baik agar CNR antara patologi dan struktur lain dapat ditingkatkan

yaitu sebagai berikut:

a) Penggunaan kontras agen

b) Pemanfaatan sekuen dengan pembobotan T2

c) Supresi jaringan normal dengan tissue suppression atau sekuens dengan

sinyal null pada jaringan tertentu. T1 inversion recovery pendek (STIR), jika

cairan dengan fluid alternated inversion recovery (FLAIR)

d) Penggunaan sekuen yang dapat meningkatkan enhancement aliran

pembuluh darah, contoh time of flight (TOF)

3. Spatial Resolution

Spatial resolution adalah kemampuan untuk menampilkan batas atau

jarak yang memisahkan dua obyek yang berdekatan. Spatial resolution

ditentukan oleh ukuran voxel. Spatial resolution dapat ditingkatkan dengan

memilih :

a) Irisan tipis

b) Fine matriks (512x512)

c) FOV yang kecil (kurang dari 18 cm)

4. Scan Time

Scan time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan akuisisi

data secara lengkap. Scan time dapat diturunkan dengan menggunakan :

a) TR pendek

b) Jumlah phase matriks NEX / NSA serendah mungkin

3. Pembobotan Kontras Gambar

a) Kontras T1
11
Sebagai waktu T1 lemak lebih pendek daripada air, vektor lemak diatur

kembali dengan Bo lebih cepat dari vektor air. Komponen longitudinal

magnetisasi lemak oleh karena itu lebih besar dari air. Setelah TR tertentu

yang lebih pendek dari total waktu relaksasi dari jaringan, selanjutnya eksitasi

pulsa RF diterapkan. Sudut eksitasipulsa RF komponen longitudinal

magnetisasi dari kedua lemak dan air ke dalam bidang transversal (dengan

asumsi pulsa 90° diterapkan (Westbrook et al, 2011).

b) Kontras T2

Waktu T2 lemak lebih pendek dari pada air, sehingga komponen

magnetisasi transversal lemak meluruh cepat. Besarnya magnetisasi

transversal dalam air adalah besar. Air memiliki sinyal yang tinggi dan

muncul terang pada gambar kontras T2. Namun besarnya magnetisasi

transversal lemak kecil. Oleh karena itu lemak memiliki signal rendah dan

tampak gelap pada gambar kontras T2 disebut pembobotan citra T2 (T2

Weighted Image) (Westbrook et al, 2011).

4. Pulsa Sekuens

1) Spin Echo

Pulse sequence SE ini merupakan pulse sequence yang sering

digunakan dalam pencitraan MRI. Pulse sequence ini mempunyai urutan

sequence 90°-phase enchode 180°-frekuensi encode. Dua parameter yang

berpengaruh secara langsung terhadap pengaturan kontras adalah parameter

TR dan TE. TR dan TE yang pendek akan menghasilkan gambar T1w dan

12
pemilihan TR dan TE yang panjang akan menghasilkan gambar T2w

(Westbrook, 2014).

Untuk mendapatkan sebuah kontras gambar pada pembobotan T1 pada

pencitraan MRI dengan menggunakan pulse sequence spin echo diperoleh

dengan pengaturan TR pendek (250-700 ms) dan TE pendek (10-25 ms). Pada

pembobotan T1, TR pendek akan memaksimalkan T1w (Westbrook, 2014)

Kontras gambar pada pembobotan T2 dengan menggunakan pulse

sequence spin echo diperoleh dengan pengaturan TR panjang (2000 ms+) dan

TE panjang (60 ms+). Pada pembobotan T2, TE pendek akan meminimalkan

T2w dan TE Panjang akan memaksimalkan T2w (Westbrook, 2014).

2) Sekuens Invesion Recovery

Sekuen Inversion recovery (IR) digunakan untuk T1-weighted atau fat

suppressed imaging tetapi dapat juga digunakan untuk citra T2-weighted.

Sekuens IR adalah sekuen SE dengan penambahan pulse inversi 180°

yang biasanya didahului dengan pulsa eksitasi 90° dan pulse rephasing dari

sekuen SE konvensional. Sudut pulsa inverse magnetisasi longitudinal dari

arah-z positif kearah-z negatif, yang diindikasikan dengan vector

magnetisasi longitudinal yang berlawanan arah. Yang bukan komponen

vektor magnetisasi adalah bidang transversal, tidak ada sinyal yang dibentuk

setelah pemberian pulsa RF 180°. Vektor magnetisasi longitudinal bergerak

ke bidang transversal kemudian kembali lagi ke asal. Setelah beberapa kali

terjadi relaksasi, pulsa 90° dari sekuen SE diaplikasikan. Waktu antara pulsa

180° dan pulsa RF 90° disebut time invertion (TI).

13
Image contrast dapat dimanipulasi dengan mengubah time invertion.

Dengan T1 pendek dan diberi pulsa eksitasi 90° setelah pulsa inversi 180°,

semua magnetisasi longitudinal disudutkan ke bidang transversal. Dengan

interval yang panjang, magnetisasi longitudinal dapat berkurang

kemiringannya menuju bidang transversal dan sinyal akan bergerak.

1) STIR Sequence / Sekuen STIR

Sekuens short T1 inversion recovery (STIR) lebih luas

digunakan untuk fat suppression karena lebih dapat mengurangi sinyal

dari lemak (fat) pad semua medan magnet kuat. Sekuen STIR

menginversi magnetisasi longitudinal dari lemak dan air dengan

memberi pulsa 180°, yang akan diikuti oleh T1 beberapa ratus

milisekon. Untuk menekansinyal lemak, T1 diatur pada pulsa RF 90

pada saat lemak berada pada nilai nol. T1 untuk fat suppression kira-

kira 150 msec pada medan kuat 1,5 T dan 100 msec pada 0,5 T.

2) FLAIR Sequence / Sekuens FLAIR

Fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) adalah teknik

inversion recovery tetapi perbedaannya dengan STIR yaitu

mempunyai harga T1 yang sangat Panjang (2000msec) Perbedaan

yang lain adalah sekuens FLAIR adalah sekuen FSE dengan time

inversion yang panjang, ada penekanan yang lengkap di daerah yang

dekat dengan cerebro spinal fluid (CSF). Sekuens FLAIR sangat

berguna untuk mendeteksi lesi dengan kontras rendah yang berada di

sekitar jaringan otak.

3) Gradient Echo (GRE) Sequences

14
Sekuens gradient echo juga dikenal sebagai sekuens gradient

recalled echo atau fastfield echo (FFE). Gradient coil pada sekuens

GRE berfungsi untuk mengasilkan echo berpasangan pada pulsa RF.

Ini terjadi pada saat aplikasi frekuensi pertama gradient encoding

dengan polaritas negatif untuk merusak phase koheren dari presisi spin

(dephasing). Setelah itu gradient kembali dan spin rephase

membentuk gradient echo.

Pulsa refocusing 180° dibutuhkan untuk menghasilkan

gradient echo dengan time repetition (TR) yang sangat pendek. TR

merupakan faktor utama dari scan time pada sekuens GRE dan hampir

pada semua sekuen yang lain, seperti faster imaging yang

dibandingkan dengan sekuens SE dan IR, hampir semua merupakan

keuntungan dari GRE imaging. Sekuens GRE mempunyai frekuensi

kesalahan yang lebih sedikit terutama yang disebabkan oleh motion

artefact. Kekurangan dari TR pendek adalah bahwa waktu yang ada

untuk T1 relaksasi juga pendek. Hal ini mempunyai peranan penting

dalam hal saturasi dan penurunan SNR ketika sudut kemiringan yang

digunakan besar. Ketika pulsa RF180° dikirim, medan static

inhomogen tidak bisa mengkompensasi dan sinyal decay dengan T2*.

Contrast image dihasilkan dari perbedaan T2* decay dari variasi

jaringan yang disebut T2* contrast. T2* contrast pada citra GRE

dipengarui oleh TE, yang mana dipilih sependek mungkin untuk

mencapai T1 weighting yang optimal (untuk meminimalkan T2+

contrast dan mengurangi efek yang lemah). Sebaliknya, TE yang

panjang dipilih untuk menonjolkan T2 contrast. Efek 11 diminimalkan


15
dengan menggunakan TR yang panjang. Citra T2* weighted

digunakan untuk mendeteksi kalsifikasi dan deposit produksi darah

dalam jaringan. Sekuens GRE juga digunakan sebagai penghubung

saat menggunakan kontras media.

Sedangkan menurut Westbrook (2014), GRE mampu

menampilkan darah, CSF dan cairan sendi dengan gambaran terang

seperti gambaran angiografi, myelografi atau arthrografi. Dengan TR

yang pendek, sekuens ini lebih utama untuk pemeriksaan dengan tahan

nafas atau akuisisi volume. Jika TR dipanjangkan maka akan diperoleh

akuisisi multi-slice dengan kontras yang sangat bagus. Cara ini biasa

digunakan untuk pemeriksaan spinal dan sendi.

4) Teknik Fat Suppression

Menurut Weishaupt, dkk (2006), ada beberapa teknik dalam

mengurangi atau menekan sinyal lemak, yaitu :

(a) Chemical Shift Imaging

Inti atom yang sama bisa memiliki resonansi yang berbeda

ketika terikat pada molekul yang berbeda. Jenis perbedaan

frekuensi resonansi ini dikenal sebagai chemical shift. Chemical

shift dapat diberikan dalam Hertz (Hz), yang sebanding dengan

kekuatan medan magnet eksternal yang mengenai proton atau

“parts per million" (ppm), suatu unit yang tidak tergantung pada

kekuatan medan magnet. Chemical shift yang paling penting

dalam pencitraan adalah antara proton dalam lemak dan air. Jika

16
proton lemak dan air dalam voxel yang sama, perbedaan

presesiakan menjadi jelas sebagai fase difference. Seiring waktu,

proton lemak dan air turun bergantian masuk dan keluar dari fase

satu sama lain. Mereka dikatakan berada dalam fase yang

bertentangan ketika perbedaan fase adalah 180°. Pada 1,5 T

proton lemak dan air 180° pada fase setelah eksitasi 2,2 msec dan

kembali lagi setelah 4,4 msec. Setelah 2,2 msec mereka akan

keluar dari fase dan seterusnya. Secara klinis pencitraan MR,

waktu fase dependen bergeser antara dua proton yang

dieksploitasi untuk menekan sinyal lemak atau air secara selektif.

(b) Fat Saturation

Air dan lemak memiliki frekuensi resonansi yang berbeda,

sehingga hal ini memungkinkan untuk secara selektif

menjenuhkan puncak spectrum air atau lemak dengan menerapkan

pulsa RF frekuensi-selektif sebelum pencitraan. Pulsa 90° RF

frekuensi-selektif yang pendek digunakan untuk memutar lemak

magnetisasi ke bidang transversal. Sedangkan dibidang

transversal, magnetisasi lemak dephased oleh penerapan gradient

spoiler, meninggalkan magnetisasi longitudinal air untuk untuk

eksitasi berikutnya. Fat saturation direkomendasikan untuk

menekan sinyal dalam jumlah yang besar dari lemak dan

aquisisinya dapat dibuktikan pada gambaran enhance media

kontras. Fat saturation juga bermanfaat untuk menghindari

terjadinya misregistration artefak, sehingga dapat digunakan

17
dalam berbagai macam imaging sekuens. Salah satu keunggulan

fat saturation adalah waktu yang digunakan lebih cepat.

(c) STIR Sekuen

STIR merupakan sekuens fat suppression pada semua

kekuatan medan magnet. Teknik ini terutama digunakan untuk fat

suppression pada kekuatan medan magnet yang rendah.

(d) SPIR

SPIR mirip dengan STIR karena merupakan teknik inversi

untuk penekanan lemak. Namun, STIR menggunakan pulsa

saturasi awal 180°. Sedangkan SPR menggunakan pulsa inversi

awal dan membalikkan magnetisasi lemak. SPIR bukan pulsa

urutan tetapi hanya sebuah modul tambahan yang dapat diterapkan

sebelum urutan pulsa yang lain. Modul SPIR biasanya digunakan

untuk mengurangi lemak gambar dalam hubungannya dengan

urutan T1W.

5. Teknik Pemeriksaan MRI Lumbosacral

a. Indikasi pemeriksaan MRI Lumbosacral (Shrinuvasan, 2016)

1) Hernia Nucleus Pulposus

2) Tumor vertebra dan medulla spinalis

3) Kelainan kongenital

4) Evaluasi pasca operasi

5) Trauma

b. Alat yang digunakan (Westbrook, 2014)

1) Posterior spinal coil phased array spinal coil.

2) Pengganjal lutut dan tutup telinga (ear plug)


18
c. Teknik Pemeriksaan MRI Lumbosacral

1) Posisi Pasien

Lembar persetujuan tindakan (informed concent) diberikan kepada pasien

atau keluarga pasien dengan memberikan penjelasan rincian dan konten.

Form harus dibaca dengan teliti, semua pertanyaan harus dijawab dengan

jawaban yang jelas seperti "Ya atau Tidak," dan klarifikasi tambahan harus

ditulis. Ini harus ditandatangani oleh pasien atau wali hukum dan

dikonfirmasioleh operator MRI. Jika form sudah lengkap dengan semua

informasi, pasien diminta mengganti baju untuk pemeriksaan MRI dan

menanggalkan logam apapun pada tubuh bila ada. Untuk pasien wanita

harus melepaskan bra.

Sebelum pemeriksaan dilakukan, petugas menjelaskan lamanya waktu

pemeriksaan. Jelaskan juga bahwa pasien tidak boleh bergerak selama

pemeriksaan. Pastikan pasien dalamposisi yang nyaman selama

pemeriksaan. Sebagai langkah terakhir untuk meyakinkan patient safety

cek kembali pasien dengan metal detector sebelum pasien masuk ruang

pemeriksaan MRI (Elmaoglu, 2012).

2) Posisi Pasien

Posisi Pasien Supine (Elmaoglu, 2012)

Tempatkan spine coil lurus di tengah meja MRI. Untuk kenyamanan

pasien, letakkan pengganjal pada bagian bawah kaki. Kemudian pasien

diposisikan supine pada coil dan lengan dapat ditempatkan menyamping

atau di atas batas coil. Pertengahan coil harus berada sekitar 5 cm superior

crista iliaca. Jika memiliki body coil dengan cakupan panjang, disarankan

batas atas coil pada cristailiaca.


19
3) Protocol Pemeriksaan

Protokol pemeriksaan MRI lumbal yang dianjurkan oleh Westbrook (2011)

adalah:

a) Sagital/koronal, SE/FSE T1

Dibuat sebagai localizer. Coronal localizer dibuat dengan irisan dan

jarak antar irisan sedang mulai dari aspek posterior processus spinosus

sampai batas anterior tubuh. Pada posisi posterior sampai anterior (A)

30 mm, dengan area pemeriksaan mulai dari konus medularis sampai

sakrum. Demikian juga sagital localizer dibuat dengan tebal irisan dan

31 jarak antar irisan sedang, mulai dari sisi kiri ke kanan pada posisi L

(left) 7 mm sampai R (right) 7 mm.

b) Sagital SE/FSE T1

Dibuat dengan irisan dan jarak antar irisan yang tipis sejajar dengan

garis longitudinal, mulai dari sisi kiri ke kanan batas lateral

vertebralbody, pada sisi L (left) 22 mm sampai R (right) 22 mm

dengan area pemeriksaan mulai dari konus medularis dengan sacrum.

c) Sagital SE/FSE T2

Pengaturan irisan sama dengan dengan pengaturan irisan sagital

pembobotan T1

d) Axial/obliq SE/TSE T1/T2

Dibuat dengan tebal irisan sarta jarak antar irisan tipis sejajar dengan

vertebral disc.Irisan dibuat memulai dari lamina bawah sampai lamina

20
atas diskus. Biasanya pemeriksaan dilakukan di tiga disc bagian

bawah.

BAB III

PEMAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Pemaparan Kasus

Pasien atas nama Ny. DSM datang ke Instalasi Radiologi dengan surat

permintaan pemeriksaan MRI Lumbosacral dengan keluhan nyeri pinggang

bagian belakang selama kurang lebih 1 minggu yang lalu. Dari informed

consent yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pasien pernah ada

riwayat jatuh. Adapun penjelasan lebih rinci mengenai pemaparan kasus

21
pemeriksaan MRI Lumbosacral dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Data Pasien

a) Nama : NY. NMK

b) Umur : 37 Tahun

c) Dokter Pengirim : Dr. SG

d) Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2023

e) Jenis Pemeriksaan : MRI Lumbosacral

f) Diagnosa Klinis : Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

a) Prosedur pemeriksaan MRI Lumbosacral pada kasus Hernia Nukleus

Pulposus (HNP) di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah

Provinsi Nusa Tenggara Barat Persiapan pasien

Pada pemeriksaan MRI Lumbosacral di Rumah Sakit Umum

Daerah Provinsi NTB tidak melakukan persiapan khusus. Pasien

mengsisi formulir edukasi pemeriksaan MRI yang disediakan dengan

penjelasan dari petugas admin radiologi yang berkaitan dengan

prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan. Petugas melakukan

screening terhadap pasien dengan daftar pertanyaan yang sudah

dipersiapkan sebelumnya. Pasien kemudian dipersilahkan untuk

mengganti pakaian dengan menggunakan baju pasien jika terdapat

benda yang mengandung feromagnetik pada pakaian pasien. Setelah

semuanya aman dari bahan feromagentik, kemudian pasien masuk ke

dalam ruang MRI dan dijelaskan kembali tentang prosedur

pemeriksaan

dan kegunaan aksesoris MRI seperti penggunaan tombol

22
emergency ketika pasien membutuhkan bantuan ataupun pertolongan

dari petugas.

Gambar 3.1 Formulir Edukasi Pemriksaan MRI

b) Persiapan Alat dan Bahan

(1) Pesawat MRI

Merk : Philips

Magnet : 1,5 Tesla

23
Gambar 3.2 Pesawat MRI Philips 1,5 Tesla

(2) Control Table

Gambar 3.3 Control Table

(3) Sponge atau busa untuk fiksasi

(4) Ear plught

(5) Coil Array (Koil yang telah terpasang pada meja pemeriksaan)

24
(6) Tombol Emergency

(7) Bantal untuk kepala

(8) Printer

c) Teknik Pemeriksaan

(1) Posisi pasien dan Posisi Objek

Pasien tidur terlentang (Supine) diatas meja pemeriksaan

dengan posisi head first, dengan kedua tangan berada disamping

tubuh. MSP tubuh berada pada pertengahan meja. Landmark

diatur setinggi krista illiaka. Sebelum pemeriksaan dilakukan

pasien diberi penjelasan kembali tentang proses pemeriksaan yang

akan dilakukan.

Pemeriksaan MRI Lumbosacral ini dilakukan menggunakan

Coil Array ( Koil yang telah terpasang pada meja pemeriksaan).

Pasien dibuat senyaman mungkin dan diberikan earphone

ditelinga pasien untuk mengurangi kebisingan alat MRI saat

dilakukan pemeriksaan dan tombol emergency yang diletakkan

pada tangan pasien dan ditekan saat pasien membutuhkan

pertolongan atau keadaan darurat akibat rasa tidak nyaman yang

tidak tertahankan.

(2) Registrasi Pasien

Setelah pasien diatur dalam isosenter dan pintu ruangan

MRI ditutup, data pasien dimasukkan dengan cara, Klik new

patient registration pasien pada monitor lalu masukkan data pasien

seperti Nama pasien, ID, Berat badan dan tinggi badan pasien,

Jenis Kelamin, Tanggal lahir dan Patient Comment yang diisikan


25
diagnosa klinis pasien serta jenis pemeriksaan yang akan

dilakukan.

(3) Protokol Scanning

Protokol scanning pemeriksaan MRI Lumbosacral pada

kasus Hernia Nukleus Pulposus (HNP) yang dilakukan di Rumah

Sakit Umum Daerah Provinsi NTB adalah dengan membuat 3-plane

lokaliser yaitu lokaliser axial, sagital dan coronal untuk

menentukan potongan yang akan diambil berikutnya, kemudian

sekuen yang digunakan adalah :

1 Survey

2 T2W_TSE_COR COR

3 T2W_TSE_SAG SAG

4 T1W_TSE_SAG SAG

5 T2W_SPIR SAG

6 T2W_TSE_TRA TRA

7 T1W_TSE_TRA TRA

8 MYELO_Radial myelo

(4) Rekonstruksi dan Processing Film

Rekonstruksi dan processing film pada pemeriksaan MRI

26
Lumbosacral pada kasus Hernia Nukleus Pulposus (HNP) yang

dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dengan

menggunakan 1 film berukuran 14 x 17B untuk sekuen

T2_TSE_Cor T2_TSE_Tra dan T2_TSE_Sag (kemudian potongan

T2_TSE_Sag digabung dengan Myelo_Sag

Gambar 3.4 Filming

27
(5) Hasil Interpretasi Dokter

Gambar 3.7 Hasil Interpretasi Dokter

28
BAB IV

PUNUTUP

A. KESIMPULAN

MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah teknik diagnostik

yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk

menghasilkan gambar rinci jaringan lunak tubuh dan tulang. MRI

membuat pencitraan tulang dengan menggunakan magnet yang terbentuk

di sekitar tubuh untuk merangsang atom hidrogen. Setelah atom kembali

ketingkat rangsang normal, mereka memancarkan energi yang terdeteksi

pada scanner. Dan untuk teknik pemeriksaan MRI Lumbosacral dengan

klinis HNP di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB tidak ada perbedaan dari segi persiapan pasien, persiapan alat dan

protokol scanning pemeriksaan MRI Lumbosacral pada kasus Hernia

Nukleus Pulposus (HNP) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Provinsi NTB adalah dengan membuat 3-plane lokaliser yaitu lokaliser

axial, sagital dan coronal untuk menentukan potongan yang akan diambil

berikutnya, kemudian sekuen yang digunakan adalah Survey,

T2W_TSE_COR, T2W_TSE_SAG, T1W_TSE_SAG, T2W_SPIR,

T2W_TSE_TRA, T1W_TSE_TRA, MYELO_Radial

29
B. SARAN

Berdasarkan penelitian ini saran dari penulis yaitu adanya

pemberian edukasi prosedur pemeriksaan MRI lumbal yaitu

mempersilahkan pasien untuk buang air kecil dahulu sebelum pemeriksaan

MRI lumbal dengan kasus Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dan

pentingnya patient safety dengan menggunakan metal detectoragar pasien

aman dan tidak terjadi artefak serta memberikan alat fixsasi pada lutut

sehingga memberikan kenyaman pada pasien pada saat pemeriksaan

berlangsung agar dapat mengahasilkan citra gambar yang baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Amrin. 2018. Prosedur Pemeriksaan MRI Lumbal Pada Kasus Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) Di Instalasi Radiologi RSUD Prof. DR.
Margono Soekarjo Purwokerto. Politeknik Kesehatan Semarang.
https://repository.poltekkes.smg.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=16958&keywords=HNPAsih Puji Utami, S. D.
(2018). Radiologi Dasar 1. Magelang: Inti Medika Pustaka.

Nadia Aspah. (2020). Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pekanbaru.


Indonesia https://www.coursehero.com/file/61982586/Nadia-Aspa-
tugas-MRIdocx/

Bontrager, 2014., Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy,


Eighth, Mosby Inc, St. Louis, Amerika

Nugroho, D.S & Maheswara, A. 2013. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus


HNP Denganmodalitas Shortwave Diatermy, Traksi Lumbal dan Mc.
Kenzie Exercise Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Pekalongan.

Moeller, 2007. Anatomi gambaran sagital vertebra lumbal.


Snell, Richard S. 2008. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem, Alih Bahasa ;
dr. Liliana Sugiharto, M.S, PAK(K), Jakarta : EGC
Blink, Ever J. 2004. MRI Phisics for anyone who does not have a degree in
physics. Germany
Westbrook, Catherine, kaut, Carolyne and Jhon Talbot 2011, MRI in Practice
Fourth Edition, Blackwell Science Ltd United Kingdom
Westbrook, Chaterine, 2014, Handbook of MRI Technique, Second Edition.
Blackwell Science Ltd

31

Anda mungkin juga menyukai