Anda di halaman 1dari 36

TEKNIK PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA DENGAN KLINIS

STROKE NON HEMORAGIC DI INSTALASI RADIOLOGI RS


dr.SUYOTO PUSREHAB KEMHAN RI.
Laporan Kasus

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Kerja Lapangan 3

Disusun Oleh:
IKBAL MAYSARANDI
MUHAMAD.FAZRI AJITAMA
20027
19041
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK RADIOLOGI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
NUSANTARA JAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata
kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) 3 atas mahasiswa Jurusan Radiodiagnostik dan
Radioterapi Akademi Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi Nusantara Jakarta
yang bernama :
Nama : Ikbal Maysarandi
NIM : 20027
Kelas :B

Nama : Muhamad Fazri Ajitama


NIM : 19041
Kelas :B

Dengan judul laporan “ TEKNIK PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA

DENGAN KLINIS STROKE NON HEMORAGIC DI INSTALASI

RADIOLOGI RS DR. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN RI.

Bintaro, Desember
Mengetahui Pembimbing

Ikbal Maysarandi Takhulaeni,S.AB,S.Tr.Rad


Nim: 20027

MUHAMAD FAZRI AJITAMA


Nim : 19041

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “TEKNIK PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA DENGAN
KLINIS STROKE NON HEMORAGIC DI INSTALASI RADIOLOGI
RS DR. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN RI.”

Penulisan laporan kasus tersebut bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik Kerja
Lapangan 3.
Dalam penulisan laporan kasus tersebut, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Siti Nur Hidayati, S.Si., M.Si selaku Direktur Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi akademi Radiodiagnostik dan Radioterapi nusantara Jakarta,
2. Takhulaeni,S.AB,S.Tr.Rad selaku kepala Ruang Instalasi Radiologi RS dr.
Suyoto Pusrehab Kemhan Ri.
3. Seluruh radiografer dan staf karyawan di Instalasi Radiologi RS dr. Suyoto
Pusrehab Kemhan Ri.
4.Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis,
5. Teman sejawat yang telah menjadi sahabat bahkan saudara baru selama
penulis menimba ilmu praktik di RS dr. Suyoto Pusrehab Kemhan Ri.
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat
kekurangan, untuk itu penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa dan
dijadikan studi bersama
Jakarta , 24 Desembe2022

Ikbal Maysarandi

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah....................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................ 3
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................. 3
1.4. Manfaat Penulisan................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 4
2.1. Anatomi dan Fisiologi.......................................................... 4
2.2 Patologi Snh......................................................................... 13
2.3 Komponen CT Scan............................................................. 19
2.4 Parameter CT Scan............................................................... 22
2.5 Teknik pemeriksaan CT Scan Kepala.................................. 28
2.6 Anatomi Otak....................................................................... 30
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 31
3.1. Paparan Kasus...................................................................... 31
3.2. Teknik Pemeriksaan............................................................. 32
3.3. Hasil Radiograf..................................................................... 34
3.4. Evaluasi Hasil Radiograf...................................................... 34
3.5. Pembahasan.......................................................................... 35
BAB IV PENUTUP.................................................................................... 38
4.1. Kesimpulan........................................................................... 38
4.2. Saran..................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 39
LAMPIRAN................................................................................................ 40

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cranium atau tulang tengkorak merupakan puncak dari kolum vertebrae
yang terdiri dari 22 tulang yang berbeda dan dibagi kedalam 2 bagian, yaitu 8
tulang cranial dan 14 tulang facial. Tulang cranial (crani- = mengenai otak)
membentuk cavum cranii yang membungkus dan melindungi otak. Kedelapan
tulang cranial adalah tulang frontal, dua buah tulang parietal, dua buah
tulang temporal, tulang occipital, tulang sphenoid, dan tulang ethmoid.
Tulang facial berjumlah 14 buah yang membentuk wajah. Keempat belas
tulang tersebut adalah dua buah tulang maxilla, dua buah tulang zygomatic,
tulang mandibular, dua buah tulang lacrimal, dua buah tulang palatine, dua
buah tulang conchae nasal inferior, tulang vomer, dan tulang nasal yang
mendasari suatu organ yaitu organ hidung atau dengan nama latin nasal .
Tulang cranial berfungsi sebagai wadah pelindung bagi otak, sedangkan
tulang facial berfungsi sebagai pembentuk tulang wajah sekaligus melindungi
system respiratori dan system digestive bagian atas. (Ballinger, 2016).

Stroke non-hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan


pada pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke
iskemik ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi. Diperkirakan
sekitar lebih dari 80% kasus stroke di seluruh dunia disebabkan oleh stroke
non-hemoragik.

Stroke bisa terjadi ketika suplai darah ke otak terhambat atau sangat
berkurang, sehingga membuat sel-sel otak mati. jenis penyakit stroke, yaitu
stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik. Kedua jenis stroke ini merupakan
kondisi darurat yang perlu segera ditangani

1
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran korban kasus SNH di
yang bertugas perlu lebih mempersiapkan diri dari segi diagnostik dan
tatalaksana melalui gambaran khususnya jenis luka dan lokasi luka yang
diperoleh

Salah satu modalitas imejing yang dapat mendiagnosis adanya cedera


kepala adalah Computed Tomography atau biasa disebut CT Scan. Pada CT-
scan tersebut memiliki prosedur pencitraan diagnostik yang menggunakan
kombinasi dari sinar-x dan teknologi komputer untuk menghasilkan gambar
penampang (yang sering disebut irisan atau slice), baik horizontal maupun
vertikal dari tubuh. Generasi terbaru dari CT-scan yaitu MSCT-scan (Multi
Slice Computed Tomography Scanning) yang mampu menghasilkan gambar
secara detail dari bagian tubuh manusia
seperti cranium, cardiovascular, cardiac, otak, abdomen, colon dan
sebagainya. Multi Slice CT-scan dengan kecepatannya merupakan generasi
CT-scan canggih dengan peningkatan kecepatan yang sangat signifikan dari
generasi terdahulu, sehingga penegakan diagnosa dapat lebih akurat (Sofiana,
2013).
Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang pemeriksaan
CT Scan Kepala dengan indikasi SNH dan mengangkatnya sebagai laporan kasus
dengan judul “TEKNIK PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA DENGAN
KLINIS SNH DI INSTALASI RADIOLOGI RS dr.SUYOTO PUSREHAB
KEMHAN RI.”

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana prosedur pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi SNH
di Instalasi Radiologi Rs.Dr.Suyoto Pusrehab Kemhan Ri?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum :
Memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan 3
b. Tujuan khusus

2
Mengetahui prosedur pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi SNH
di Instalasi Radiologi Rs.Dr.Suyoto Pusrehab Kemhan Ri
1.4. Manfaat penulisan
a. Manfaat bagi penulis adalah menambah pengetahuan tentang teknik
pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi SNH .
b. Manfaat bagi masyarakat adalah menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi SNH.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1................................................................................................................. Anato
mi dan Fisiologi
Menurut Gray (2004), kepala merupakan bagian terpenting dari tubuh
yang terdiri dari tulang tengkorak (cranium), otak (cerebral), dan organ-organ
penting seperti mata, telinga, hidung dan mulut.
b.1.1 Cranium
Cranium atau tulang tengkorak merupakan puncak dari kolum
vertebrae yang terdiri dari 22 tulang yang berbeda dan dibagi kedalam
2 bagian, yaitu 8 tulang cranial (Gambar 2.1) dan 14 tulang
facial(Gambar 2.2). Tulang cranial berfungsi sebagai wadah pelindung
bagi otak, sedangkan tulang facial berfungsi sebagai pembentuk tulang
wajah sekaligus melindungi system respiratori dan system digestive
bagian atas. (Ballinger, 2016).
Tulang cranial yang berfungsi sebagai pelindung otak atau cerebral
dibagi atas 2 bagain, yaitu calvarium (tutup kepala) dan base (dasar
kepala).

4
Gambar 2.1 Tulang Cranial (Ballinger,2016)

Gambar 2.2 tulang facial (Ballinger,2016)

b.1.2 Cerebral (Otak)


Menurut Damasio (2005), cerebral atau otak merupakan struktur pusat
pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100
juta sel saraf atau neuron. Cerebral mengatur dan mengkoordinir
sebagian besar gerakan, prilaku, dan fungsi tubuh seperti detak
jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.
Cerebral terdiri dari dua bagian utama yaitu Cerebrum (otak besar) dan
Cerebellum (otak kecil). Adapun penjelasan kedua bagian tersebut
ialah:
a. Cerebrum
Cerebrum, bagian terbesar otak manusia, dibagi menjadi dua
bagian yang sama, hemisfer serebri kiri dan kanan (Gambar 2.3).

5
Keduanya saling berhubungan melalui korpus kalosum, suatu pita
tebal yang diperkirakan terdiri dari 300 juta akson neuron yang
berjalan di antara kedua hemisfer. Korpus kalosum adalah "jalan
layang informasi" tubuh. Kedua hemisfer berkomunikasi dan saling
bekerja sama melalui pertukaran informasi instan lewat koneksi
saraf ini. (Sherwood, 2011).

Gambar 2.3 Hemisfer Serebrum (Sherwood,2011)


Berdasarkan sistem fungional nya, yang dijelaskan oleh
Sherwood (2011), cerebrum dibagi kedalam lobus-lobus yang
dinamakan berdasarkan letak anatomisnya dengan tulang cranium.
Masing-masing lobus memiliki fungsional kerja masing-masing
(Gambar 2.4), seperti:
1) Lobus oksipitalis yang terletak di posterior (di kepala
belakang), melaksanakan pemrosesan awal masukan
penglihatan.
2) Lobus temporalis yang terletak di lateral (di kepala samping)
mempresepsikan sensasi suara.
3) Lobus parietalis yang terletak di belakang sulkus sentralis di
masing-masing sisi. Lobus ini berperan dalam menerima dan
memproses masukan sensorik.

6
4) Lobus frontalis yang terletak di kepala bagian depan. Lobus
parietalis terutama berperan dalam tiga fungsi utama:
(1) aktivitas motorik volunter, (2) kemampuan berbicara, dan
(3) elaborasi pikiran.

Gambar 2.4 Pembagian lobus dalam cerebrum(F.Netter,2014)


b. Cerebellum
Sherwood (2011) juga menjelaskan di serebelum ditemukan
lebih banyak neuron individual daripada di bagian otak lainnya,
dan hal ini menunjukkan pentingnya struktur ini. Serebelum terdiri
dari tiga bagian yang secara fungsional berbeda dengan peran
berbeda yang terutama berkaitan dengan kontrol bawah sadar
aktivitas motorik (Gambar 2.5). Secara spesifik, bagian-bagian
screbelum melakukan fungsi-fungsi berikut:
1) Vestibuloserebelum penting untuk mempertahankan
keseimbangan dan kontrol gerakan mata.
2)  Spinoserebelum meningkatkan tonus otot dan
mengoordinasikan gerakan volunter terampil. Bagian otak ini
sangat penting dalam memastikan waktu yang tepat kontraksi
berbagai otot untuk mengoordinasikan gerakan yang
melibatkan banyak sendi. Sebagai contoh, gerakan sendi bahu,

7
siku, dan pergelangan tangan anda harus sinkron bahkan ketika
anda melakukan gerakan sederhana seperti mengambil pensil.
Ketika daerah-daerah korteks motorik mengirim pesan ke otot-
otot untuk mengeksekusi gerakan tertentu, spinoserebelum
diberi informasi tentang perintah motorik yang diinginkan.
Bagian ini juga menerima masukan dari reseptor-reseptor
perifer tentang gerakan tubuh dan posisi yang sebenarnya
terjadi.
3) Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi
aktivitas volunter dengan memberikan masukan ke daerah
motorik korteks. Ini juga merupakan bagian serebelum yang
menyimpan ingatan procedural.

Gambar 2.5 Pembagian Cerebelum ( Merah =


vestibuloserebelum,ungu = spinoserebelum, hijau =
serebroserebelum) (Sherwood,2011)
c. Meninges (Lapisan Otak)
Meninges, adalah tiga membran yang membungkus susunan saraf
pusat, dari lapisan terluar hingga terdalam; dura mater, arakhnoid mater,
dan pia mater. (Gambar 2.6). Berikut ini penjelasn dari ketiga membrane
pembungkus saraf pusat:

8
1) Dura mater adalah pembungkus inelastik kuat yang terdiri dari dua
lapisa (dura artinya "kuat"). Lapisan-lapisan ini biasanya melekat
erat, tetapi di beberapa tempat keduanya terpisah untuk
membentuk rongga berisi darah, sinus dural, atau rongga yang
lebih besar, sinus venosus. Darah vena yang berasal dari otak
mengalir ke sinus ini untuk dikembalikan ke jantung. Cairan
serebrospinal juga masuk kembali ke darah di salah satu dari sinus-
sinus ini. (Sherwood, 2011)
2) Arakhnoid mater adalah lapisan halus kaya pembuluh darah
dengan penampakan "sarang laba-laba' (arahhnoid artinya "seperti
labalaba'). Ruang antara lapisan arachnoid dan pia mater di
bawahnya, ruang subarakhnoid, terisi oleh CSS. Penonjolan
jaringan arakhnoid, vili arakhnoid, menembus celah-celah di dura
di atasnya dan menonjol ke dalam sinus dura. CSS direabsorpsi
menembus permukaan vilus-vilus ini untuk masuk ke sirkulasi
darah di dalam sinus. (Sherwood, 2011)
3) Pia mater, adalah yang paling rapuh (pia artinya "lembut").
Lapisan ini memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke
permukaan otak dan medula spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan
lekukan. Di daerah-daerah tertentu, lapisan ini masuk jauh ke
dalam otak untuk membawa pembuluh darah berkontak erat
dengan sel-sel ependim yang melapisi ventrikel. Hubungan ini
penting dalam pembentukan CSS, suatu topik yang kini akan kira
bahas. (Sherwood, 2011)

9
Gambar 2.6 Lapisan Otak (Sherwood,2011)
d.  Sistem Ventrikel
Ventrikel terdiri dari empat rongga yang saling berhubungan di
dalam interior otak serta juga bersambungan dengan kanalis sentralis
sempit yang membentuk terowongan di bagian tengah medulla spinalis
(Gambar 2.7). Sel-sel ependim yang melapisi ventrikel ikut membentuk
cairan serebrospinal. Sel-sel ependim adalah salah satu dari beberapa jenis
sel yang memiliki silia. Gerakan silia sel ependim ikut berperan
mengalirkan cairan serebrospinal di seluruh ventrikel. Sel ini berfungsi
sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk tidak saja sel glia
lain tetapi juga neuron. (Sherwood, 2011).

Gambar 2.7 Sistem Ventrikel (F.Netter,2014)

10
e. Catatan Klinis
Meskipun banyak bahan dalam darah tidak pernah berkontak langsung
dengan jaringan otak, namun otak, dibandingkan dengan jaringan lain,
sangat bergantung pada pasokan darah yang konstan. Otak akan
mengalami kerusakan jika organ ini tidak mendapat pasokan O, lebih dari
4 sampai 5 menit atau penyaluran glukosanya terputus lebih dari 10
sampai 15 menit. (Sherwood, 2011).

2.1.1. Patologi SNH


Menurut Grace, Pierce A & Borley (2007), lesi ekstrakranial paling sering
adalah plak aterosklerotik pada percabangan karotis. Agregasi platelet dan
selanjutnya embollisasi platelet menyebabkan gejala kular atau serebral.
Gejala
akibat berkurangnya aliran jarang terjadi pada daerah karotis, namun gejala
vertebrobasilar biasanya berhubungan dengan aliran. Aalirn balik pada
arteri
vertebralis pada keadaan oklusi arteri subklavia ipsilateral menyebabkan
gejala.
serebral seperti tangan ‘mencuri’ darah dari serebelum – sindrom mencuri
subklavia (subclavian stea syndrome).
2.1.2. Klasifikasi SNH
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam
waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah defisit neurologik fokal akut karena

11
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
10
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah defisit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa hari
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau
secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa
jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik
dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran
biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada
organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,
minggu atau bulan.

2.1.3. Patofisiologi
Adanya stenosis arteri dapatmenyebabkan terjadinya turbulensi
aliran

12
darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankankegiatan neuronal
berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam
bentukglukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1
menit. Bila tidak ada alirandarah lebih dari 30 detik gambaran EEG
akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitasjaringan otak berhenti, bila
lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bilalebih
dari 9 menit manusia dapat meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa
yang diperlukanuntuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi
penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehinggamembran potensial akan
menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion
Nadan
Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel
menjadi
lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.7 Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel,tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang
batas kematian jaringan,yaitu bila aliran darah berkurang hingga
dibawah
10 ml / 100 gram / menit.
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan
menyebabkan iskemia disuatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di
sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokalberupa vasodilatasi,
memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini (Wijaya,
2013):
17
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu
singkat dikompensasidengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi
lokal. Secara klinis gejala yang timbuladalah transient ischemic

13
attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis
yangmenghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan
CBF regional lebihbesar, tetapi dengan mekanisme kompensasi
masih mampu memulihkan fungsineurologik dalam waktu
beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin padapemeriksaan
klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut
RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang
luas sehinggamekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat
mengatasinya. Dalam keadaan ini timbuldefisit neurologi yang
berlanju.
2.1.4. Pencegahan

Cegah stroke non hemoragik dengan cara ini


Stroke non hemoragik adalah penyakit yang berbahaya. Oleh karena itu, Anda
perlu melakukan serangkaian cara untuk mencegahnya. Berikut ini, pencegahan
stroke yang juga dapat meningkatkan kondisi kesehatan Anda secara umum.
Rutin memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter
Berolahraga secara teratur
Mengonsumsi makanan yang sehat
Menjaga berat badan ideal
Menghindari kebiasaan merokok atau menjadi perokok pasif
Melihat riwayat stroke dalam keluarga. Jika ada, periksakan diri ke dokter
Beristirahat dengan cukup
Mengonsumsi obat sebagai langkah pencegahan, hanya atas anjuran dokter
Komponen CT Scan
Menurut Bontrager’s (2018) Sistem CT terdiri dari tiga komponen utama
yaitu gantry, komputer, dan operator console. Sistem ini mencakup perangkat
komputasi dan pencitraan yang sangat kompleks. Bagian berikut ini
memberikan pengantar yang luas untuk topik yang sangat teknis.

14
2.1.5. Gantry
Gantry terdiri dari tabung sinar-x, detektor array, dan kolimator.
Bergantung pada spesifikasi teknis unit, gantry biasanya dapat
disudutkan 30 ° ke setiap arah, seperti yang dibutuhkan seperti
pemeriksaan CT kepala atau tulang belakang. Bukaan tengah di
gantry adalah aperture. Meja CT (kadang-kadang disebut
couchpasien) dihubungkan secara elektronik ke gantry atau gerakan
terkontrol selama pemindaian. Anatomi pasien di dalam aperture
adalah area yang sedang dipindai pada saat itu.

2.1.6. X-Ray Tube


Tabung sinar-x mirip dengan tabung radiografi umum dalam
konstruksi dan operasi. Namun, modifikasi desain sering diperlukan
untuk memastikan bahwa tabung mampu menahan kapasitas panas
tambahan karena waktu exposure yang meningkat.

2.1.7. Detektor array


Detektor padat dan terdiri dari dioda ditambah dengan bahan kristal
scintillator (cadmium tungstate atau rare earth oxide ceramic crystals).
Detektor solid state mengubah energi sinar-x yang ditransmisikan
menjadi cahaya, yang diubah menjadi energi listrik dan kemudian
menjadi sinyal digital. Rangkaian detektor mempengaruhi dosis pasien
dan efisiensi unit CT.

2.1.8. Kolimator
Kolimasi pada CT penting karena mengurangi dosis pasien dan
meningkatkan kualitas gambar. Pemindai CT generasi sekarang
umumnya menggunakan satu kolimator-prepatient (pada tabung sinar-
x), yang membentuk dan membatasi sinar. Ketebalan slice pada unit

15
CT multidetektor modern ditentukan oleh ukuran pada baris detektor
yang digunakan.

2.1.9. Komputer
Komputer CT membutuhkan dua jenis monitor yang sangat
canggih-satu untuk sistem operasi dan satu untuk aplikasi.
Sistem operasi mengelola perangkat keras, sedangkan aplikasi
mengelola preprocessing, rekonstruksi gambar, dan berbagai macam
operasi pasca-pengolahan. Komputer CT harus memiliki kecepatan
dan kapasitas memori yang besar.
2.1.10. Operator Console
Komponen operator console mencakup monitor single atau dual ,
keyboard, mouse, , tergantung pada sistem . Konsol operator
memungkinkan teknolog untuk mengontrol parameter pemeriksaan,
yang disebut protokol, dan melihat atau memanipulasi gambar yang
dihasilkan. Protokol, yang telah ditentukan atau setiap prosedur,
mencakup faktor seperti kilovoltage, milliamperage, pitch, field of
view, slice thickness , pengindeksan tabel, rekonstruksi algoritma, dan
jendela display. Parameter ini dapat dimodifikasi oleh teknologi, jika
diperlukan, berdasarkan presentasi pasien atau riwayat klinis.

2.1.11. Jaringan dan Pengarsipan


Jaringan workstation komputer, sebuah setup dimana workstation
berada di lokasi lain atau digunakan oleh ahli radiologi atau teknolog.
Workstation ini mungkin berada dalam departemen pencitraan atau
mungkin berada di daerah terpencil dengan transmisi data secara
elektronik.
Pengarsipan gambar atau sebagian besar sistem CT melibatkan
penggunaan media digital yang tersimpan dalam arsip PACS (picture
archiving and communications system). Gambar yang tidak tersimpan
pada PACS dapat menggunakan kombinasi optical disk dan hard disk

16
drive atau penyimpanan data berkapasitas tinggi secara permanen.
Printer laser juga bisa digunakan untuk mencetak gambar atau
penyimpanan hard copy. Interpretasi temuan pemeriksaan umumnya
dilakukan oleh radiologis pada workstation beresolusi tinggi.
2.2. Parameter CT Scan
Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas sinar-X yang
mengalami perlemahan setelah menembus obyek, ditangkap detektor dan
dilakukan pengolahan dalam komputer. Penampilan gambar yang baik
tergantung kualitas gambar yang dihasilkan sehingga aspek klinis dari gambar
tersebut dapat dimanfaatkan untuk menegakkan diagnosa.
Pada CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan
output gambar yang optimal (Bushberg,2003). Adapun parameter tersebut
adalah :

2.2.1. Slice thickness


Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari obyek
yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 mm – 10 mm sesuai
dengan keperluan klinis. Slice thickness yang tebal akan
menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah sebaliknya dengan
slice thickness yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail
yang tinggi. Slice thickness yang tebal akan menimbulkan gambaran
yang mengganggu seperti garis-garis dan apabila slice thickness
terlalu tipis akan menghasilkan noise yang tinggi

2.2.2. Scan Range


Scan range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice
thickness, yang bermanfaat untuk mendapatkan ketebalan potongan
yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

17
2.4.3. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
eksposi, meliputi tegangan tabung (KV), arus tabung (mA) dan waktu
(s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada
setiap pemeriksaan (Jaengsri, 2004).
Tegangan tabung (KV) yaitu beda potensial antara tabung katoda
dan anoda. Semakin tinggi awan elektron yang dihasilkan maka akan
semakin kuat menembus anoda sehingga daya tembus yang
dihasilkan akan semakin besar.
Arus tabung (mA) yaitu kuat lemahnya arus yang dihasilkan
sinar-X, apabila arus tabung besar maka elektron yang dihasilkan akan
semakin besar.
Waktu (s) yaitu lamanya waktu eksposi, sangat berpengaruh
terhadap jumlah elektron. mAs berpengaruh terhadap jumlah elektron
dan kuantitas sinar-X.

2.4.4. Field of View (FOV)


Field of View (FOV) adalah diameter maksimal dari gambar yang
akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada
rentang 12 cm sampai dengan 50 cm. Field of View (FOV) kecil
akan meningkatkan detail gambar (resolusi) karena field of view
(FOV) yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam
rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti.
Field of View (FOV) kecil, antara 100 mm sampai dengan 200 mm
akan meningkatkan resolusi sehingga detail gambar dan batas objek
akan tampak jelas. Field of View (FOV) kecil akan menyebabkan
noise meningkat (Nesseth, 2000).
Field of View (FOV) sedang, yaitu 200 mm diharapkan gambar
yang dihasilkan memiliki spasial resolusi yang baik, noise serta
artefak sedikit.

18
Field of View (FOV) besar, antara 350 mm sampai dengan 400
mm akan menghasilkan spasial resolusi yang rendah karena pixel
menjadi besar akibat dilakukannya magnifikasi. Field of View (FOV)
besar akan menyebabkan noise berkurang dan kontras resolusi
meningkat serta dapat dihindari munculnya streak artifact (Genant,
1982).

2.4.5. Gantry Tilt


Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal
dengan gantry (tabung sinar-X dengan detektor). Rentang gantry tilt
antara -300 sampai +300. Gantry tilt bertujuan untuk keperluan
diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi.

2.4.6. Pitch
Pitch adalah jangka waktu yang berhubungan dengan suatu
kecepatan dan jarak. Pada CT Scan helical, pitch didefinisikan sebagai
jarak (mm) pergerakan meja CT Scan selama satu putaran tabung
sinar-X. Pitch digunakan untuk menghitung pitch ratio, yang mana
merupakan suatu rasio pada pitch untuk slice thickness/beam
collimation.
Saat jarak pergerakan meja selama satu putaran penuh, tabung
sinar-X sama dengan slice thickness/ beam collimation, pitch ratio
(pitch) yaitu 1:1 atau sederhananya 1. Suatu pitch dengan nilai 1
menghasilkan kualitas gambar terbaik dalam CT Scan helical. Pitch
ditingkatkan untuk meningkatkan volume coverage dan kecepatan
proses scanning. Nilai pitch berada dalam range 0 sampai dengan 10,
sedangkan pitch faktor antara 1 dan 2.

2.4.7. Rekonstruksi Matriks


Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture
element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi

19
matriks ini merupakan salah satu struktur elemen dalam memori
komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada
umumnya matriks yang digunakan berukuran 512x512 yaitu 512 baris
dan 512 kolom. Pada pemeriksaan CT Scan ukuran matriks
disesuaikan dengan alat yang tersedia. Rekonstruksi matriks
berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang
dipakai maka semakin tinggi detail gambar yang dihasilkan.
(Bushberg, 2003)

2.4.8. Rekonstruksi Algorithma


Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang
digunakan dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan
karakteristik dari gambar CT Scan tergantung dari kuatnya algorithma
yang dipilih. Semakin tinggi rekonstruksi algorithma yang dipilih
maka semakin tinggi resolusi gambar yang dihasilkan. Dengan adanya
metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-
jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.

2.4.9. Window Width


Window Width adalah nilai computed tomography yang dikonversi
menjadi gray scale untuk ditampilkan ke TV monitor. Setelah
komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi
matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala
numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai
ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit).
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU, jaringan
lunak 140 HU sampai dengan 400 HU, untuk tulang mempunyai nilai
+1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara
nilai yang dimiliki -1000 HU. Jaringan atau substansi lain dengan
nilai yang berbeda tergantung dari nilai perlemahannya. Jadi
penampakan tulang pada monitor menjadi putih dan udara menjadi

20
hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-
abu bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah yang
semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih
apabila diberi media kontras (Rasad, 2011).

2.4.10. Window Level


Window Level adalah nilai tengah dari window yang digunakan
untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada
karakteristik perlemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window
Level menentukan densitas (derajat kehitaman) gambar yang
dihasilkan. Untuk jaringan lunak 30 HU sampai dengan 40 HU,
sedangkan untuk tulang 200 HU sampai dengan 400 HU.

Gambar 2.8. Hubungan antara nomor CT dan gray scale(Seeraam,2009)

2.5. Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala


Letakan pasien pada posisi supine dengan penahan kepala.
Pastikan pasien tersebut tidak berrotasi atau miring. Atur meja
pemeriksaan sehingga coronal alignment light tepat berada pada
pertengahan midcoronal plane. Lakukan topogram. Tentukan

21
lokasi scan dari basis cranii ke vertex. Sudut gantry disesuaikan
dengan basis cranii (tulang occipital) (foramen magnum) dan
tulang frontal ( roof of orbit) (Ballinger, 2013).

2.5.1. Indikasi ( Bontrager,2018)


Indikasi umum untuk pemeriksaan CT Scan Kepala dalah sebagai
berikut:
a. Tumor – lesi metastasi,meningioma,glioma
b. Sakit kepala
c. Patologi peredaran darah - cerebrovascular accident(CVA),
aneurysm, arteriovenous malformation (AVM)
d. Inflamasi atau infeksi – meningitis , abses
e. Trauma – epidural dan subdural hematoma, fraktur
f. Gangguan degeneratif – brain atrophy
g. Kelainan bawaan
h. Hidrosefalus
i. SNH
2.5.2. Parameter scan
a. Rentang anatomical scan : Basis cranii hingga ke vertex
b. Tipe scan : Axial sequential
c. Lokalisir scan : Anteroposterior atau lateral
d. kVp : 120
e. mAs : 125 otomatis
f. Field of view : 20 cm
g. Ketebalan irisan scan : 5 mm
h. Ketebalan irisan recon : 1.25 mm
i. Kemiringan gantry : Sejajar dengan basis cranii
j. Inti recon : Medium average

22
2.6. Anatomi Otak
Ini adalah salah satu anatomi otak dengan potongan axial.

Gambar 2.10. Anatomi otak potongan axial (T.B. Moeller,2007)

23
BAB III

Profil Kasus dan Pembahasan

3.1. Profil Kasus


Pada tanggal 23 Desember 2022, pasien dengan inisial Tn. M
datang ke Instalasi Radiologi Rs.Dr.Suyoto Pusrehab Kemhan Ri dengan
di antar oleh perawat menggunakan brankart. Pada lembar permintaan tersebut
tertulis permintaan pelayanan radiologi untuk di lakukan pemeriksaan CT
Scan Kepala(Lampiran 1).
Prosedur pemeriksaan ct-scan kepala yang dilakukan Rs.Dr.Suyoto
Pusrehab Kemhan Ri dibedakan atas dua SPO, yaitu pada pemeriksaa non
kontras dan dengan kontras. Pada kasus SNH, diperlukannya rekonstruksi
gambar untuk penambahan informasi diagnostic, seperti perhitungan volume
perdarahan dan pembuatan tampilan 3D dari struktur tulang. Oleh sebab itu,
penulis bermaksud untuk membahas prosedur dan teknik pemeriksaan CT-
Scan Kepala dengan klinis SNH . Berikut adalah identitas pasien :
Nama : Tn. M

Umur : 75 th

Jenis Kelamin : Pria

Alamat : Kampus uin

Tanggal pemeriksaan : 23 Desmber 2022

Unit : Pasien ICU

Diagnosa : Klinis SNH

24
Pemeriksaan : CT-Scan Kepala

3.2. Prosedur Pemeriksaan


3.2.1. Perisiapan Alat dan Bahan
a. Pesawat CT-Scan
Merk : HITACHI SCENARIA
  Jumlah slice : 128
Printer film radiografi
Merk                  : Dry
Model                : 
b. Film radiografi
Merk : Agfa
ukuran : (35 x 43 cm)
c. Hand dan Body starp
d. Head cleam
e. Pengganjal kepala
f. Selimut

3.2.2. Persiapan Pasien


Tidak ada persiapan khusus, hanya saja pasien harus melepaskan
benda logam di sekitar kepala agar tidak mengganggu hasil gambaran
radiograf. Instruksikan kepada pasien agar tidak selama pemeriksaan
berjalan.

3.2.3. Teknik Pemriksaan

25
a. Posisi paien : Posisi pasien supine (head first) dan menempatkan
kepala pasien pada head holder. Kedua lemgan di letakkan di
samping tubuh.
b. Posisi Objek : Tempatkan kepala pasien pada head holder. Atur
kepala sehingga MSP kepala sejajar dengan lampu indikator
longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi MAE. Kepala
di fiksasi dengan head cleam. Central point lampu indikator 3 jari
superior kepala. Tubuh pasien di fiksasi dengan body strap agar
selama pemeriksaan tidak bergerak. Dan pasien diberi selimut agar
lebih nyaman mengingat ruangan pemeriksaan yang ber-AC
c. Parameter Scaning
Protocol : Helical Head
Range : Range 1(Basis Cranii sampai Vertek)
Slice thickness : Base (5.0 mm)
Kv : 120 kV
mA : 125
Scan time : 25 s
Pitch : 5.0 mm

3.3. Hasil Radiograf

3.4. Pembahasan
Prosedur Teknik pemeriksaan CT Scan dengan klinis SNH di
Rs.Dr.Suyoto Pusrehab Kemhan Ri hampir sama dengan prosedur yang ada
dalam teori. Perbedaan yang ada di lakukan karena kondisi alat dan pasien.
Secara umum teknik pemeriksaannya sama dengan Ballinger (2016) yaitu
Posisi pasien supine (head first) dan menempatkan kepala pasien pada head
holder. Kedua lemgan di letakkan di samping tubuh. MSP kepala sejajar
dengan lampu indikator longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi
MAE. Kepala di fiksasi dengan head cleam. Central point lampu indikator 3

26
jari superior kepala. Tubuh pasien di fiksasi dengan body strap agar selama
pemeriksaan tidak bergerak. Dan pasien diberi selimut agar lebih nyaman
mengingat ruangan pemeriksaan yang ber-AC.
Proses scaning dilakukan setelah radiografer memasukan data pasien dan
mengatur parameter yang akan digunakan. Protokol yang digunakan adalah
Head Routin. Dengan parameter antara lain slice thickness untuk base 5.0 mm
dan cerebrum 10.0 mm, 120 kVp, mAs 125, scan time 25 s.
Setelah selesai scaning selanjutnya gambar di rekontruksi dengan 3D-
MPR dengan slice thickness 1.5 mm, recon increment 1.0 mm dan kernel
H31s medium smooth+ . Untuk range 1 (basis cranii sampai petrosum)
menggunakan window base orbita sedangkan range 2 ( petrosum sampai
vertex) menggunakan window cerebrum. Citra yang sudah di recon kemudian
di masukan ke dalam 3D MPR. Tujuannya adalah untuk mensimetriskan citra
dan objek. Setelah semua simetris kemudian di buatlah scanogram.
Ada perbedaan pada pemeriksaan CT Scan Kepala biasanya dengan
pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi SNH. Ternyata terdapat
gumpalan darah pada pasien tersebut. Sehingga perlu di hitung volume
darahnya..

27
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan laporan kasus “ Teknik Pemeriksaan CT Scan
Kepala dengan Indikasi SNH di Instalasi Radiologi Rs.Dr.Suyoto Pusrehab
Kemhan Ri” penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
4.1.1. Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala dengan Indikasi SNH di
Instalasi Radiologi Rs.Dr.Suyoto Pusrehab Kemhan Ri menggunakan
protocol Helical head Posisi pasien supine (head first). Scaning
menggunakan yaitu range (basis cranii sampai ke vertex) dengan slice
thickness 5.0 mm.
4.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan pada laporan kasus ini yaitu untuk
mahasiswa praktik agar dapat memahami dengan seksama teknik pemeriksaan
CT Scan Kepala dengan indikasi SNH untuk bekal saat penanganan pasien
kedepannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bruce W. Long. 2016. Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning and


Procedure. Volume 2. Edisi 13. Elsevier. USA

John P. Lampignano. 2018. Radiographic Positioning and Related Anatomy. Edisi


8. Mosby. USA

Rasad, Sjahrir. 2011. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi: 6.


Terjemahan: dr. Brahm U. Pendit. Editor: dr. Nella Yesdelita. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Netter, Frank H. 2014. Atlas of Human Anatomy. Six Edition. Philadelphia, USA:


Saunders Elsevier.
Damasio, Hanna. 2005. Human Brain Anatomy in Computerized Images. Second
Edition. New York, USA: Oxford University Press.
Neil R.Sims. 2010. Mitochondria, oxidative metabolism and cell death in strok.
Diakses tanggal 22-09-2017 pukul 21:30 WIB

Mergenthaler P. 2004. Pathophysiology of stroke: lessons from animal


models.Diakses tanggal 22-09-2017 pukul 21:56 WIB

Sauerbeck LR. 2006. Primary stroke prevention. Diakses tanggal 22-09-2017


pukul 22:17 WIB

29
Seeram, Euclid. Computed tomography : Physical principles, Clinical
applications, and Quality control.3rd ed. Philadelphia , 2009, Saunders
Elsevier
T.B Moeller. 2007. Pocket Atlas Of Sectional Anatomy. Volume 1. Edisi 3.
Thieme. New York

LAMPIRAN

30
Lampiran 1

31
Lampiran 2

EVALUASI HASIL BACAAN

32

Anda mungkin juga menyukai