Anda di halaman 1dari 48

Referat

GAMBARAN RADIOLOGI TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh:
Rajib Alfikri 1810311005
Auliza Ramadona 2140312108
Fadhilati Sabrina 2140312056
Salma Adikna Putri 2140312127
Putri Rizki Fitriani 1810311007

Preseptor :

dr. Sylvia Rachman, Sp. Rad (K)

BAGIAN RADIOLOGI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul “Gambaran
Radiologi Tuberkulosis Paru” ini dapat kami selesaikan dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Referat ini ditulis untuk menambah
pengetahuan dan wawasan penulis mengenai gambaran radiologis dalam kasus
tuberkulosis paru serta menjadi salah satu syarat dalam menyelesaikan Siklus
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam pembuatan laporan kegiatan ini, khususnya dr. Sylvia
Rachman, Sp.Rad (K) sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu dan memberikan saran, perbaikan dan bimbingan kepada kami.
Dengan demikian, kami berharap laporan kegiatan ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan serta meningkatkan pemahaman dalam bidang
Radiologi.

Padang, Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL..........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Batasan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3

2.1 Anatomi Paru...................................................................................................3

2.2 Definisi Tuberkulosis Paru................................................................................3

2.3 Epidemiologi.....................................................................................................4

2.4 Etiologi..............................................................................................................4

2.5 Faktor Resiko.....................................................................................................5

2.6 Patogenesis........................................................................................................6

2.7 Manifestasi Klinis..............................................................................................7

2.8 Diagnosis...........................................................................................................7

2.9 Radioanatomi Paru Normal...............................................................................7

2.9.1 Gambaran Foto Polos (X-Ray)..........................................................................7

2.9.2 CT-Scan Toraks...............................................................................................11

2.10 Gambaran Radiologi Tuberkulosis Paru..........................................................13


2.10.1 Tuberkulosis Primer…………………………………………………...14

ii
2.10.2 Tuberkulosis Post Primer…………………………………………….16

2.11 Diagnosis Banding Radiologis……………………………………….19

2.11.1 Pneumonia……………………………………………………………19

2.11.2 Bronkiektasis…………………………………………………………21

2.11.3 Abses Paru……………………………………………………………23

2.12 Tatalaksana………………………………………………………….. 25
BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………29

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..30

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 : OAT lini pertama 26
Tabel 2.2 : Dosis Kombipak 27
Tabel 2.3 : Dosis KDT 28

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 : Anatomi Paru 3
Gambar 2.2 : Gambaran Foto X-ray AP dan PA 8
Gambar 2.3 : Foto pada toraks normal 8
Gambar 2.4 : Gambaran batas jatung pada foto toraks 9
Gambar 2.5 : Hillus paru pada foto polos toraks PA/AP 9
Gambar 2.6 : Diafragma pada foto polos toraks PA/AP 10
Gambar 2.7 : Gambaran foto polos toraks posisi lateral 10
Gambar 2.8 : Potongan bidang axial pada pemeriksaan CT Scan 12
Gambar 2.9 : Potongan bidang coronal pada pemeriksaan CT Scan 12
Gambar 2.10 : Potongan bidang sagital pada pemeriksaan CT Scan 13
Gambar 2.11 : Rontgen toraks: Konsilidasi pada lobus tengah dan bawah 14
paru kanan
Gambar 2.12 : Rontgen toraks kompleks ranke 15
Gambar 2.13 : Rontgen toraks anak usia 5 tahun TB primer (a)AP, (b) 15
lateral dengan konsolidasi dan limfadenopati hilus kanan
Gambar 2.14 : CT Scan toraks potongan axial limfadenopati pada hilus 16
kanan dan subkarina dengan gambaran central hypodens
dan periferal rim echancement
Gambar 2.15 : CT Scan toraks potongan axial dengan gambaran 16
konsolidasi dan limfadenopati hilus kanan dan subkarinal
Gambar 2.16 : Rontgen toraks AP. Gambaran reaktivasi TB post primer 17
dengan konsolidasi heterogen pada seluruh lapangan paru
dan cavitas pada lobus kanan atas
Gambar 2.17 : Rontgen toraks TB post primer, kavitas dengan air fluid 18
level
Gambar 2.18 : CT Scan toraks, gambaran tree in buds sign dan kavitas 18
pada lobus paru atas
v
Gambar 2.19 : CT Scan toraks TB post-primer.(a) kavitas pada lobus kiri 18
atas (b) 6 bulan pengobatan (c) skar 1 tahun post diagnosis
Gambar 2.20 : Gambaran Rontgen toraks PA Bronkopneumonia. 19
Gambaran Infiltrat dan konsolidasi di lapangan paru kanan
Gambar 2.21 : Gambaran CT Scan toraks potongan aksial. Tampak 20
gambaran tree in bud
Gambar 2.22 : Pneumonia lobaris lobus atas paru kanan 21
Gambar 2.23 : Gambaran Honeycomb appreance 22
Gambar 2.24 : Gambaran Tram Line Shadow 22
Gambar 2.25 : Gambaran Penebalan dinding bronkus 23
Gambar 2.26 : Terdapat area berbatas tegas diarea lobus kanan atas paru 24
(panah merah) dengan kavitas diisi oleh cairan dan udara
(air-fluid level) (panah hitam)
Gambar 2.27 : Gambaran CT Scan contras-enhanced axial menunjukkan 25
lesi kavitas dilobus bawah kiri dengan dinding tebal
(panah hitam), terdapat air fluid level (panah putih),
tampak reaksi inflamasi disekitar paru (garis kuning)

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberkulosi complex. TB merupakan salah satu penyakit
infeksi tertua yang melekat sepanjang sejarah peradaban manusia dan masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia hingga hari ini.1
Menurut WHO 2020, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
beban TB terbesar kedua diantara 8 negara yaitu India (26%), Indonesia (8,5%),
China (8,4%), Philippina (6%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh
(3,6%), dan Afrika Selatan (3,6%). Sebanyak 8,2 % kasus TB adalah HIV positif.
Tahun 2019 diperkirakan sebanyak 3,3% dari TB paru kasus baru dan 18% dari
TB paru dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya merupakan TB multidrug-
resistant atau rifampicin-resistant (TB MDR/RR) dengan jumlah absolut sebanyak
465.000 kasus.2
Upaya pemerintah dalam mengendalikan TB hingga saat ini masih
menggunakan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang
berfokus dalam upaya penemuan dan pengobatan terhadap pasien TB. Hal ini
dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari
penularan dari kontak orang yang termasuk infeksi subklinikal. Penemuan
penderita TB paru dalam strategi DOTS dilakukan secara pasif. Penjaringan
tersangka dilaksanakan hanya pada penderita yang berkunjung ke puskesmas
sehingga penderita yang tidak datang masih menjadi sumber penularan yang
potensial.3
Pengobatan TB paru pada fase intensif, klien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi setiap hari untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Apabila
pengobatan pada fase ini dilakukan secara tepat maka klien TB paru menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu, dan sebagian besar klien TB paru BTA
(Bakteri Tahan Asam) positif menjadi BTA negatif dalam waktu 2 bulan,
sehingga klien tidak mengalami drop out dan pengobatan ulang.3

1
Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya drop out adalah pengetahuan,
motivasi, peran PMO, akses, dukungan keluarga, jarak, motivasi penderita dan
efek samping obat. Peran PMO dalam mengawasi penderita TB sangatlah penting
dikarenakan jangka waktu yang diperlukan dalam pengobatan TB cukup lama,
dalam jangka waktu lama tersebut sering kali didapatkan klien tidak mau minum
obat, merasa bosan dan mual dalam minum obat setiap harinya dan ada juga klien
yang memberi alasan bahwa dirinya sudah merasa sembuh.3

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam referat ini antara lain membahas anatomi, radio
anatomi, definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi dan prognosis pada
tuberkulosis paru.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami mengenai
tuberkulosis paru serta sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik pada bagian radiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang, Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru


Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus
tersebut dapat dilihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi menjadi beberapa
sub bagian yang menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronkopulmoner segmen.4
Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu
selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu
selaput yang menempel pada rongga dada. Di antara kedua pleura terdapat
rongga yang disebut kavum pleura.4

Gambar 2.1 Anatomi Paru

2.2 Definisi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis complex. TB merupakan salah satu penyakit
infeksi tertua yang melekat sepanjnag sejarah peradaban manusia dan masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia hingga hari ini. 1

2.3 Epidemiologi
Pada tahun 1993, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan

3
TB sebagai Global Emergency. Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2020
yang diterbitkan oleh WHO, diperkirakan tahun 2019 terdapat 10 juta insiden
kasus, 1,2 juta diantaranya kasusu meninggal dengan HIV negative dan 208.000
kasus meninggal dengan HIV positif.2
Menurut WHO 2020, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
beban tuberculosis terbesar kedua diantara 8 negara yaitu India (26%), Indonesia
(8,5%), China (8,4%), Philippina (6%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,4%),
Bangladesh (3,6%), dan Afrika Selatan (3,6%). Sebanyak 8,2 % kasus TB adalah
HIV positif. Tahun 2019 diperkirakan sebanyak 3,3% dari TB paru kasus baru dan
18% dari TB paru dengan riwayat pengobatan tb sebelumnya merupakan tb
multidrug-resistant atau rifampicin-resistant (TB MDR/RR) dengan jumlah
absolut sebanyak 465.000 kasus.2

2.4 Etiologi
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae merupakan spesies
patogen yang termasuk dalam agen penyakit infeksius pada manusia yang paling
umum dan penting yaitu Mycobacterium tuberculosis. M. Tuberculosis adalah
bakteri aerobik tipis berbentuk batang (basil), tidak membentuk spora, berukuran
0,3 µm dengan 3 µm. Mycobacteria, termasuk M. Tuberculosis, seringkali bersifat
netral pada pewarnaan Gram. Namun, setelah diwarnai, pewarnaan tidak dapat
dihilangkan dengan alkohol asam; karakteristik ini membenarkan klasifikasi
mereka sebagai basil tahan asam.5
Daya tahan terhadap alkohol asam terutama disebabkan oleh tingginya
kandungan asam mikolik pada organisme, asam lemak rantai panjang, dan dinding
sel lipid lainnya. Di dinding sel mikobakteri, lipid (mis., Asam mikolik) terkait
dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan yang mendasarinya. Struktur ini
memberikan permeabilitas dinding sel yang sangat rendah, sehingga mengurangi
efektivitas sebagian besar antibiotik. Molekul lain di dinding sel mikobakteri,
lipoarabinomannan, terlibat dalam interaksi patogeninang dan memfasilitasi
kelangsungan hidup M.tuberculosis dalam makrofag.5

2.5 Faktor Risiko


a. Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh
4
Sistem kekebalan yang sehat sering berhasil melawan bakteri
tuberkulosis, tetapi tubuh tidak dapat melakukan pertahanan yang
efektif jika daya tahan rendah. Sejumlah penyakit, kondisi, dan obat-
obatan dapat melemahkan sistem kekebalan Anda, termasuk:
 HIV / AIDS;
 Diabetes;
 Penyakit Ginjal;
 Kanker & Perawatan kanker, seperti kemoterapi
 Obat untuk mencegah penolakan organ yang ditransplantasikan
 Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati rheumatoid
arthritis, penyakit Crohn dan psoriasis
 Malnutrisi
 Usia sangat muda atau lanjut
b. Bepergian atau tinggal di daerah tertentu
Risiko tertular TBC lebih tinggi bagi orang yang tinggal di
atau bepergian ke daerah yang memiliki tingkat TBC yang tinggi dan
TBC yang resistan terhadap obat, seperti: Afrika, Asia, dan Amerika
Latin
c. Kemiskinan dan Penggunaan Zat atau Obat-obatan terlarang
 Kurangnya ketersediaan perawatan medis. Memiliki
penghasilan rendah atau tetap, tinggal di daerah terpencil, atau
kehilangan tempat tinggal, memungkinkan kekurangan akses
ke perawatan medis yang diperlukan untuk mendiagnosis dan
mengobati tuberkulosis.
 Penggunaan zat atau obat-obatan. Penggunaan obat-obatan
intravena atau alkohol berlebihan dapat melemahkan sistem
kekebalan tubuh dan membuat lebih rentan terhadap infeksi
tuberkulosis.
d. Wilayah Pekerjaan dan Tempat Tinggal
 Bekerja di lingkungan kesehatan. Kontak rutin dengan orang
yang sakit meningkatkan insidensi terpapar bakteri
tuberkulosis.
5
 Menggunakan masker dan sering mencuci tangan sangat
mengurangi risiko kejadian tuberkulosis.
 Tinggal atau bekerja di fasilitas perawatan.
 Orang-orang yang tinggal atau bekerja di penjara, tempat
penampungan tunawisma, rumah sakit jiwa atau panti jompo
semuanya berisiko lebih tinggi terkena tuberkulosis. Itu karena
risiko penyakit ini lebih tinggi dimana pun ada kepadatan dan
ventilasi yang buruk.
e. Tinggal atau beremigrasi dari negara tempat insidensi
tuberkulosis umum terjadi.
Orang-orang dari negara dimana tuberkulosis umum terjadi
berisiko tinggi terhadap infeksi tuberkulosis. Tinggal dengan
seseorang yang terinfeksi tuberkulosis meningkatkan risiko
terhadap paparan tuberkulosis.6

2.6 Patogenesis
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menular melalui udara
(airborne disease) yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis
complex. Partikel yang menular melalui udara tersebut disebut droplet nuklei.
Droplet nuklei memiliki sifat aerodinamis yang memungkinkan masuk ke dalam
saluran napas melalui inspirasi hingga mencapai bronkiolus respiratorius dan
alveolus. Bila inhalasi droplet nuklei yang terinhalasi berjumlah sedkit, kuman TB
yang terdeposisi pada saluran napas akan segera difagosit dan dierna oleh system
imun nonspesifik yang diperankan oleh makrofag. Namun jika jumlah kuman TB
yang terdeposit melebihi kemampuan makrofag untuk memfagosit dan mencerna,
kuman TB dapat bertahan dan berkembang biak secara intraseluler di dalam
makrofag hingga menyebabkan pneumonia tuberkulosis yang terlokalisasi.
Kuman yang berkembang biak di dalam makrofag ini akan keluar saat makrofag
mati. Sistem imun akan merespons dnegan membentuk barrier atau pembatas di
sekitar area yang terinfeksi dan membentuk granuloma. Jika respons imun tidak
dapat mengontrol infeksi ini, maka barrier dapat ditembus oleh kuman TB.
Kuman TB, dengan bantuan system limfatik dan pembuluh darah dapat tersebar

6
ke jaringan dan organ yang lebih jauh misalnya kelenjar limfatik, apeks paru,
ginjal, otak dan tulang.7
Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan membentuk sarang pnemoni yang disebut fokus primer.
Melalui fokus primer akan terjadi peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis local) yang akan diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama limfadenitis regional dikenal
sebagai kompleks primer kompleks primer dapat sembuh, sembuh dengan
meninggalkan bekas, ataupun menyebar.7

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala utama pasien TB adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti denga gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Pada pasien HIV positif, batuk sering kali bukan gejala TB
yang khas.7

2.8 Diagnosis
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologis, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah kasar/halus, dan/atau tanda-tanda penarikan
paru, diafragma, dan mediastinum. Pemeriksaan biakan bakteri merupakan baku
emas (gold standard) dalam mengidentifikasi M. tuberculosis. Pada pemeriksaan
radiologis dilakukan dengan proyeksi postero anterior. Pemeriksaan lain atas
indikasi klinis misalnya foto toraks proyeksi lateral, top-lordotik, oblik, CT-scan.
Pada meperiksaan foto toraks, tuberkulosis dapat menghasilkan gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).7

2.9 Radioanatomi Paru Normal


2.9.1 Gambaran Foto Polos (X-Ray)

7
Foto polos toraks adalah salah satu tes pencitraan yang paling umum
dilakukan. Foto polos memberikan informasi klinis yang signifikan dengan cepat,
biaya rendah, dan paparan radiasi rendah.8
Foto polos toraks standar pada dada terdiri dari tampilan postero-anterior
(PA), antero-posterior (AP) dan lateral. Tampilan depan disebut tampilan PA
karena pasien diorientaskan dengan film yang bersentuhan dengan perumukaan
anterior toraks. Tampilan lateral diambil dengan cara yang sama tetapi pasien
berdiri dengan sisi tegak lurus terhadap film. Pada tampilan AP, pasien
diorientasikan dengan film yang bersentuhan dengan permukaan posterior toraks.
Sinar x-ray melewati dada anterior, pasien menghadap ke arah sumber sinar-x
menjauhi film.8,9

Gambar 2.2 Gambaran Foto X-ray AP dan PA


a. Radioanatomi Toraks Proyeksi PA/AP

Gambar 2.3 Foto polos toraks normal

Foto toraks proyeksi PA/AP memiliki beberapa ciri-ciri yaitu:8,9

8
 Trakhea di tengah. Trakhea dan bronkus terlihat sebagai lesi
lusen yang superposisi dengan vertebra
 Jantung berukuran kurang dari setengah diameter transversal
dari rongga toraks. Mediastinum berukuran kurang dari 8 cm,
dan arkus aorta terlihat jelas. Batas jantung kanan dibentuk
oleh atrium kanan yang bersambung dengan mediastinum
superior yang dibentuk oleh vena cava superior. Batas jantung
kiri dibentuk oleh arkus aorta, pinggang jantung, ventrikel kiri,
dan apex jantung.

Gambar 2.4 Gambaran batas jantung pada foto polos toraks

 Pada foto AP bayangan jantung akan termagnifikasi dan


menutupi Sebagian paru karena letak jantung jauh dari film.
 Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe.

Gambar 2.5 Hillus paru pada foto polos toraks PA/AP

 Fissure minor tidak terlihat atau terlihat halus


 Diafragma tampak licin. Perbedaan tinggi kedua diafragma
normal adalah 1-1,5 cm. tinggi kubah diafragma tidak boleh

9
kurang dari 1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka diafragma
dikatakan mendatar.
 Sudut yang dibentuk ileh diafragma dengan bayangan jantung
disebut sinus kostofrenikus.
 Tulang tampak tidak ada fraktur ataupun lesi litik

Gambar 2.6 Diafragma pada foto polos toraks PA/AP


b. Radioanatomi Toraks Proyeksi Lateral
Foto toraks proyeksi lateral memiliki ciri-ciri sebagai berikut:8,9
 Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh
ventrikel kanan yang merupakan lengkungan dari sudut
diafragma depan ke arah kranial.
 Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri.
Atrium kiri ini menempati sepertiga tengah dari seluruh
batas jantung sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat
ventrikel kiri yang merupakan batas bawah jantung
 Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai
ventrikel kiri berada di depan kolumna vertebralis. Ruangan
di belakang ventrikel kiri disebut retrocardiac space yang
radiolusen karena adanya paru-paru

10
Gambar 2.7 Gambaran foto polos toraks posisi lateral
2,9.2 CT-Scan Toraks10
Pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT) menggabungkan
serangkaian gambar X-ray yang diambil dari berbagai sudut di sekitar
tubuh danmenggunakan pemrosesan komputer untuk membuat gambar
penampang (irisan) tulang, pembuluh darah dan jaringan lunak di dalam
tubuh. Gambar CT scan memberikan informasi yang lebih detail daripada
sinar-X biasa.
CT scan memiliki banyak kegunaan, tetapi sangat cocok untuk
memeriksa dengan cepat orang yang mungkin mengalami cedera internal
akibat kecelakaan mobil atau jenis trauma lainnya. CT scan dapat
digunakan untuk memvisualisasikan hampir semua bagian tubuh dan
digunakan untuk mendiagnosis penyakit atau cedera serta merencanakan
perawatan medis, bedah atau radiasi. Dengan gambaran dari CT scan, paru
dapat divisualisasikan dalamberbagai bidang, namun yang paling banyak
digunakan adalah tampilan bidang aksial, sagital, dan koronal.
CT scan dada adalah jenis rontgen dada yang lebih rinci. Tes
pencitraan tanpa rasa sakit ini mengambil banyak gambar terperinci, yang
disebut irisan, paru-paru dan bagian dalam dada. Komputer dapat
menggabungkan gambargambar ini untuk membuat model tiga dimensi
11
(3D) untuk membantu menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi paru-paru
dan struktur di dada. Tes pencitraan ini sering dilakukan untuk
menindaklanjuti temuan abnormal dari sinar x dada sebelumnya. CT scan
dada juga dapat membantu menentukan penyebab gejala paru-paru seperti
sesak napas atau nyeri dada, atau periksa untuk melihat apakah ada
masalah paru-paru tertentu seperti tumor, kelebihan cairan di sekitar paru-
paru yang dikenal sebagai efusi pleura, emboli paru, emfisema, TBC, dan
pneumonia.

Gambar 2.8 Potongan bidang axial pada pemeriksaan CT Scan

Gambar 2.9 Potongan bidang coronal pada pemeriksaan CT Scan

12
Gambar 2.10 Potongan bidang sagital pada pemeriksaan CT Scan
2.10 Gambaran Radiologi Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan radiologi toraks adalah tes yang digunakan di banyak
tempat untuk penderita batuk karena merupakan alat yang berguna untuk
mengidentidikasi orang yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan penyebab kelainan, termasuk tuberkulosis. Dengan demikian,
pemeriksaan radiografi toraks atau tempat lain yang dicuragi terlibat dapat
berfungsi sebagai titik masuk untuk evaluasi diagnostic tuberkulosis.
Pemeriksaan radiologi toraks juga berguna untuk mengevaluasi orang terduga
menderita tuberkulosis tetapi memiliki apusan dahak negated dan/atau Xpert
MTB negatif.11
Menurut International Standard for Tuberculosis Care, pada standar 2
mengatakan bahwa semua pasien, termasuk anak-anak dengan batuk yang tidak
dapat dijelaskan yang berlangsung dua minggu atau lebih atau dengan temuan
yang menunjukkan tuberkulosis pada radiografi toraks harus dievaluasi untuk
tuberkulosis. Radiografi berguna untuk menemukan bukti tuberkulosis paru dan
untuk mengidentifikasi kelainan lain yang mungkin bertanggung jawab atas
gejala tersebut. Namun, diagnosis tuberkulosis tidak dapat ditegakkan dengan
radiografi saja. Meskipun sensitivitas radiografi toraks untuk tuberkulosis tinggi,
tetapi spesifitasnya rendah.11
Tuberkulosis paru umumnya dibagi menjadi tuberkulosis primer dan
tuberkulosis post primer. Masing-masing menunjukkan gambaran radiologis
yang khas. Namun, dalam praktiknya sangat sulit untuk dibedakan.
13
2.10.1 Tuberkulosis Primer
TB primer disebabkan oleh paparan pertama kali terhadap
Mycobacterium tuberculosis. Biasanya terjadi pada anak-anak. Pada
gambaran radiologi, TB primer bermanifestasi sebagai empat entitas utama
yaitu kelainan pada parenkim, limfadenopati, efusi pleura, dan penyakit
milier.12
Kelainan pada parenkim biasanya bermanifestasi sebagai konsolidasi di
setiap lobus, dengan dominasi di lobus tengah dan bawah. Dalam kasus ini,
infeksi bakteri jauh lebih mungkin menjadi penyebab gambaran radiologis
tersebut. Konsolidasi multilobar dapat terlihat pada hampir 25% kasus. Pada
sekitar dua pertiga kasus, lesi parenkim sembuh tanpa gejala sisa. Sisanya,
jaringan parut tetap ada yang dapat terkalsifikasi gingga 15%.12

Gambar 2.11 Rontgen toraks. Konsolidasi pada lobus tengah dan bawah
paru kanan
Sementara kekeruhan seperti massa yang persisten yang disebut
tuberculoma terlihat pada 9% kasus. Seringkali, satu-satunya bukti radiologis
yang menunjukkan TB sebelumnya adalah adanya kompleks Ranke, yaitu
kombinasi jaringan parut parenkim, terkalsifikasi atau tidak (lesi Gohn), dan
kalsifikasi kelenjar getah bening hilus dan/atau paratrakeal.12

14
Gambar 2.12 Rontgen Toraks Kompleks Ranke

Kelainan yang paling umum pada anak-anak adalah pembesaran kelenjar


getah bening yang terlihat pada 90-95% kasus, sebagai perbandingan pada
orang dewasa persentasinya mencapai hingga 43%. Kelenjar getah bening
paratrakeal kanan dan hilus adalah tempat yang sering mengalami
pembesaran, meskipun keterlibatan bilateral pada sepertiga kasus.
Pemeriksaan CT Scan lebih sensitive daripada radiografi polos dalam
mendeteksi limfadenopati tuberkulosis. Gambaran CT Scan pada
limfadenopati adalah ditemukannya ‘rim sign’ yaitu hipodens pada daerah
sentral dan penebalan pada tepi perifer.11,12

Gambar 2.13 Rontgen toraks anak usia 5 tahun TB primer: (a) AP, (b)
lateral dengan konsolidasi dan limfadenopati hilus kanan

15
Gambar 2.14 CT Scan toraks potongan aksial. limfadenopati pada hillus
kanan dan subkarina dengan gambaran central hypodens adan periferal rim
enchancement

Gambar 2.15 CT Scan toraks potongan aksial dengan gambaran konsolidasi


dan limfadenopati hilus kanan dan subkarinal

2.10.2 Tuberkulosis Post-primer


Tuberkulosis post-primer adalah salah satu dari banyak istilah termasuk
reaktivasi, sekunder, atau dewasa. Tb post-primer adalah reaktivasi dari lesi
TB primer, berhubungan dengan imunodepresi dan malnutrisi. Bakteri TB
yang bersifat dormant aktif kembali dari lesi fibrotic dan menyebabkan ineksi
granulomatosa kronik.Manifestasi radiografi yang utama adalah nsolidasi
heterogen fokal atau menyeluruh yang melibatkan segmen apical dan
posterior lobus atas serta bagian superior lobus bawah. Distribusi ini khas
diakibatkan tingginya konsentrasi oksigen pada daerah ini dan drainase
16
limfatik yang lebih rendah sehingga menyebabkan virulensi yang lebih tinggi.
Pada umumnya melibatkan lebih dari satu lobus paru.13,14
Kavitas merupakan gambaran umum yang ditemukan pada TB post
primer (20-45%). Kavitas dapat tunggal atau banyak dengan dinding yang
tebal dan tepi yang tidak beraturan. Pada kavitas dapat ditemukan cairan
dengan gambaran ‘air fluid level’. Ditemukannya air fluid level dapat menjadi
salah satu indikasi superinfeksi oleh bakteri lain. Pada 5% pasien dapat
ditemukan tuberkuloma dengan gambaran berupa lesi bulat atau lonjong
dengan diameter 0,5-4,0 cm.13,14
Gambaran CT-Scan pada TB post primer adalah ditemukannya gambaran
‘tree in bud’ berupa struktur liner bercabang mewakili gambaran penyebaran
penyakit secara bronkogenik dengan nekrosis caseasi pada saluran pernafasan
dan bronkiolus terminal. Pada TB post primer limfadenopati jarang
ditemukan. Tb paru post primer dapat sembuh dengan meninggalkan scar dan
nodul parenkim.12-14

Gambar 2.16 Rontgen toraks AP. Gambaran reaktivasi TB post primer


dengan konsolidasi heterogen pada seluruh lapangan paru dan cavitas pada
lobus kanan atas

17
Gambar 2.17 Gambaran Rontgen toraks TB post-primer. kavitas dengan air
fluid level

Gambar 2.18 CT Scan toraks. Gambaran tree in buds sign dan kavitas pada
lobus paru atas

Gambar 2.19 CT-Scan toraks TB post-primer. (a) kavitas pada lobus kiri
atas (b) 6 bulan pengobatan (c) skar 1 tahun post diagnosis

18
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto polos.
Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan, yaitu:15
a. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya
tidak tegas dengan densitas rendah
b. Sarang produktif, berbentuk butir butir bulat kecil yang batasnya
tegas dan densitasnya sedang
c. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau
pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi
d. Kavitas (lubang)
e. Sarang kapur (kalsifikasi)
Cara pembagian ini masih banyak digunakan di Eropa, tetapi di lndonesia
hampir tidak dipergunakan lagi. Yang mulai lebih banyak dipergunakan di
lndonesia dan menurut hemat penulis juga memang lebih praktis, ialah cara
pembagian yang lazim dipergunakan di Amerika Serikat, yaitu:15
a. Sarang-sarang berbentuk awan (konsolidasi) atau bercak-bercak
(infiltrat) dengan densitas rendah atau sedang dengan batas tidak
tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa proses
aktif.

Gambar 2.20 Rontgen Toraks PA. Gambaran konsolidasi di


apeks lobus atas paru kanan
b. Lubang (kavitas) ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang
sudah sangat kecil, yang dinamakan lubang sisa (residual cavity)
19
Gambar 2.21 Rontgen Toraks PA. Gambaran kavitas di apeks
paru kiri
c. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur
(kalsifikasi) yang biasanya menunjukkan bahwa proses telah tenang.

Gambar 2.22 Rontgen Toraks PA. Gambaran fibroinfiltrat di


apeks kedua paru
2.11 Diagnosis Banding Radiologis
Secara radiologis, diagnosis banding untuk tuberkulosis paru adalah:
2.11.1 Pneumonia
20
Definisi:
Pneumonia atau peradangan paru dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, protozoa, jamur, bahan komoa, lesi kanker, dan
radiasi ion. Pada foto toraks, semua pneumonia memperlihatkan
tanda-tanda radiologis yang positif. Tetapi karena meliputi banyak
faktor penyebab, maka hampir tidak mungkin untuk menarik
kesimpulan penyebab yang tepat hanya berdasarkan tanda-tanda
radiologis yang ditemukan. Kelainan ini dapat melibatkan sebagian
atau seluruh lobus (pneumonia lobaris) atau berupa bercak yang
mengikut sertakan alveoli secara tersebar (bronkopneumonia).15
Gambaran radiologi:
f. Bronkopneumonia
Foto polos:
Gambaran pneumonia pada foto toraks sama seperti gambaran
konsolidasi radang. Jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat
radang, maka bagian paru tersebut akan tarnpak putih pada foto
Rontgen. Gambaran bronkopneumonia pada foto polos akan
didapatkan tampak infiltrat.

Gambar 2.20 Gambaran Rontgen toraks PA Bronkopneumonia. Gambaran


infiltrat dan konsolidasi di lapangan paru kanan16

 CT scan
Gambaran CT Scan dapat menunjukan beberapa fokus opasitas

21
dapat dilihat dalam pola lobular, berpusat di bronkiolus sentrilobular.
Hal ini dapat mengakibatkan munculnya gambaran ‘tree in bud’. 16

Gambar 2.21 Gambaran CT Scan toraks potongan aksial. Tampak


gambaran tree in bud16
g. Pneumonia Lobaris17
Foto polos:
 Pneumonia adalah bayangan opak rongga udara pada
suatu lobus paru.
 Gambaran opak disertai dengan adanya air bronchogram
yang tampak seperti cabang pohon yang tidak berdaun
 Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada
percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan
opak rongga udara.
 Gambaran yang paling umum ditemukan adalah
konsolidasi memenuhi lobus paru.

22
Gambar 2.22 Pneumonia Lobaris Lobus atas Paru Kanan17

2.11.2 Bronkiektasis
Definisi:
Bronkiektasis juga didefinisikan sebagai penyakit yang terjadi pada
saluran pernafasan, bersifat jangka panjang atau kronik yang permanen,
ditandai dengan pelebaran dan kerusakan bronkus yang irreversibel yang
disebabkan oleh infeksi saluran napas berulang.18-19

Gambaran Radiologi:
a. Foto Polos
- Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat
mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan
cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’.
Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada
bronkus.20

23
Gambar 2.23 Gambaran Honeycmb appearance20

- Tramline shadow 
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru.
Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan
tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.20

Gambar 2.24 Gambaran Tram Line Shadow


- Tubular shadow
 bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm.
24
gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh
dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran
ini khas untuk bronkiektasis.20
- Glove finger shadow
Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat
seperti jari-jari pada sarung tangan.20

b. CT-scan
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui
lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah
diperlukan pembedahan.20

Gambar 2.25 Gambaran Penebalan dinding bronkus.

2.11.3 Abses Paru


Definisi:
Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah
(pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.21
Gambaran Radiologi:23

a. Foto Polos

25
- Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya
menggambarkan gambaran opak dari satu ataupun lebih
segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas
homogen yang berbentuk bulat.22
- Selanjutnya bila abses tersebut mengalami ruptur sehingga
terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam
bronkus, maka akan tampak kavitas irregular dengan batas
cairan dan permukaan udara (air-fluid level) di dalamnya.
- Khas pada paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang
biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan
abses paru sekunder (aerobik, nosokomial atau hematogen)
lesinya bisa multiple.

Gambar 2.26 Terdapat area berbatas tegas di area lobus kanan


atas paru (panah merah) dengan kavitas diisi oleh cairan dan
udara (air-fluid level) (panah hitam).23

b. CT Scan
- Pada gambaran CT Scan, Kavitas terlihat bulat dengan
dinding tebal, tidak teratur dan terdapat air fluid level
terletak di daerah jaringan paru yang rusak.
- Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara
mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah
letak.
26
- Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan
dinding dada.

Gambar 2.27 Gambaran CT Scan contrast-enhanced axial


menunjukan lesi kavitas dilobus bawah kiri dengan dinding tebal
(panah hitam), terdapat air fluid level (panah putih), tampak
reaksi inflamasi disekitar paru (garis kuning)23

2.12 Tatalaksana24
a. Tujuan Pengobatan TB adalah:

1. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas


hidup.
2. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak
buruk selanjutnya.
3. Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
4. Menurunkan risiko penularan TB.
5. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.

b. Prinsip Pengobatan TB
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB. Pengobatan yang
adekuat harus memenuhi prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi.
2. Diberikan dalam dosis yang tepat.

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO


(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam
27
dua tahap Yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai pengobatan
yang adekuat untuk mencegah kekambuhan.

c. Tahapan Pengobatan TB

1) Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan tahap awal


pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan
2) Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa
sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

d. Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


OAT LINI pertama

Daftar tabel 2.1

d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan yang digunakan adalah ;

1) Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3 atau 2(HRZE) / 4(HR).

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S /


(HRZE) / 5(HR)E.
3) Kategori Anak : 2(HRZ) / 4(HR) atau 2HRZE(S) / 4-10HR.
28
4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT
lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin,
Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya
serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.

e. Dosis OAT

Dosis Kombipak

Daftar Tabel 2.2

Dosis KDT

29
Daftar Tabel 2.3

2.13 Komplikasi TB Paru


a. Empiema Tuberkulosis

Empiema tuberculosis adalah terbentuknya pus pada rongga pleura akibat


komplikasi dari infeksi MTB.
Pemeriksaan radiologi :
- Foto rontgen toraks 2 posisi dapat digunakan untuk mengevaluasi
adanya efusi atau empiema. Jika dicurigai adanya efusi, diperlukan
foto lateral dekubitus.
- CT scan dapat menggambarkan cairan, loculasi dan perlengketan
lapisan pleural. CT scan dan ultrasonografi juga digunakan sebagai
pemandu dalam penempatan kateter untuk drainase.

30
Gambar Kalsifikasi Empyema Tuberculous. Adanya
penebalan dan kalsifikasi ireguler pada pleura (panah
kuning) pada hemithoraks kanan dengan pergeseran
jantung dan organ mediastinum ke kanan.

Gambar ditemukan 2 empiema pada pleura kanan (E)


yang dibatasi panah putih dan panah kuning. Serta
gambaran atelectasis pada panah merah

b. Destroyed Lung
Destroyed lung adalah komplikasi akhir dari TB paru berupa destruksi dari
paru unilateral muncul akibat dari fase akhir dari prose yang progresif dan
reaktivasi penyakit TB.25
Pemeriksaan Radiologi :
- Rontgen thoraks menunjukkan gambaran opasitas yang memenuhi
hemithoraks dengan deviasi mediastinum serta gambaran collaps paru.
31
- CT scan menggambarkan pengurangan diameter artery pulmonal dan
vena pulmonal, anterior dan posterior (retrocardiac) herniasi kea rah
hemithoraks kontralateral dan hipertropi dari iga dan/ atau
bertambahnya lemak ektrapleura.

Gambar laki-laki 58 tahun dengan riwayat TB paru 20 tahun dengan gejala


dyspnea (a) Paru kiri yang kehilangan volume dan menunjukkan lesi
hiperlusen (panah) serta herniasi pada paru kontralateral ke hemithoraks kiri
(b) unenhancment pada CT scan menggambarkan destruksi total pada paru
kiri dengan sisa cysta bronkiektasis (panah) dan herniasi paru kanan ke
hemithoraks kiri (c) unenhancment pada CT scan menggambarkan herniasi
paru kanan ke hemithoraks kiri yaitu bagian anterior dari lobus superior dan
posterior menglamai herniasi (panah)

c. TB Muskuloskeletal

TB Musculoskeletal terjadi sekitar 1-3% infeksi TB. Umumnya bentuk


dari TB ini adalah spondylitis (50%). Manifestasi ekstra spinal pada
sebagian kecil kasus berupa artritis perifer 60%, osteomyelitis 38% dan
tenosynovitis dan bursitis 2%.26

Gambar Pseudarthrosis dari humerus sebagai komplikasi dari TB kronik


osteomyelitis pada fraktur. Rontgen humerus kanan (A) menggambarkan
32
sclerosis irregular pada diafise humerus bagian proksimal dan
pseudoartritis diafise disertai destruksi parsial dari humerus proksimal
akibat sekuele dari TB artritir pada bahu. Rontgen thoraks (B) tampak
gambaran kalsifikasi granuloma bilateral pada paru.

Gambar tuberculous artritis pada Hip kanan (A) Hip kanan


menggambarkan periauticular osteopenia, ketigaksegarisan dari pinggir
permukaan dan erosi pada femoral head and neck (asterisks). Coronal T1W
MRI (B) menampilkan erosi pada femoral neck (panah putih) dan
hipointens bone marrow edema pada acetabulum dan lateral dari femoral
head. Axial fat-suppressed T2W MRI (C) menampilkan hyperintense bone
marrow edema pada femoral head dan acetabulum kanan. Axial fat-
suppressed T1W MRI (D) setelah dimasukkan gadolinium menampilkan
enhancement perofer pada erosi di femoral neck (panah putih)

d. TB Milier
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Akibat
penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1-2 mm, atau sebesar
kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru.
Pada foto, toraks tuberkulosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran
‘badai kabut’ (snow storm appearance), penyebaran seperti ini juga dapat
terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput otak (menings), dan sebagainya.26
Lesi halus milier paling baik digambarkan dalam film-film yang
sedikit di bawah penetrasi, terutama ketika area paru-paru di antara tulang
33
rusuk secara hati-hati diteliti. Pada sekitar 10% kasus, nodul mungkin
lebih besar dari 3 mm. Film polos dada biasanya normal pada permulaan
gejala, dan temuan paling awal, terlihat dalam 1-2 minggu, mungkin
hiperinflasi. Sebagai perubahan khas berevolusi selama perjalanan
penyakit, memperoleh radiografi toraks secara periodik pada pasien yang
datang dengan pireksia yang tidak diketahui asalnya mungkin bermanfaat.
Pada era pra-CT scan, diagnosis TB milier sering tidak terjawab pada
radiografi toraks dan terbukti hanya pada otopsi.26
Tuberkulosis milier terlihat pada 8% kasus, biasanya dalam
kelompok usia muda karena fungsi kekebalan tubuh yang belum matang.
Tidak ada temuan patognomonik untuk tuberkulosis kecuali tuberkulosis
milier, dan dapat dilihat pada penyakit primer dan pascaprimer. Dalam 25-
40% kasus, radiografi toraks awalnya normal. CT lebih sensitif untuk
penyakit milier sebelum menjadi jelas radiografi. Nodul kecil dapat
didefinisikan dengan tajam atau buruk, dan terlihat dalam distribusi acak,
difus, sering dengan penebalan septal intra-dan interlobular.26
Pola milier pada rontgen dada merupakan tanda klasik TB milier,
terlihat pada sebagian besar pasien. Sekitar 10% dari kasus, nodul
mungkin lebih besar dari 3 mm. Kadang-kadang, opasitas bercabang (tree
in bud appearance).26

34
Gambar Pola milier dengan opasitas melingkar pada lobus
superior kanan.

e. Meningitis TB
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis.
Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul
pada penyakit tuberkulosis paru.27
Pemeriksaan CT Scan Kepala dapat menentukan adanya dan luasnya
kelainan di daerah basal serta adanya komplikasi pada meningitis TB.
Pada pemeriksaan CT Scan atau MRI gambaran yang ditemukan adalah
normal pada awal penyakit, seiring berkembangnya penyakit gambaran
yang umum ditemukan adalah penyengatan meningeal, hidrosefalus,
eksudat di basal, infark dan tuberkuloma. Infark sering bermanifestasi
sebagai vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah pada Circle of Willis,
cabang arteri serebral tengah dan sirkulasi pada vertebrobasilar.27

35
Gambar CT Scan Kepala dengan Kontras Potongan Aksial ditemukan
gambaran penyengatan leptomeningen27

CT Scan Kepala tampak gambaran infark dengan manifestasi Vaskulitis 27

MRI lebih sensitif untuk mendeteksi enhancement pada meningeal dan perubahan
yang mungkin terjadi pada parenkim. Pada awal meningitis TB, sering tidak ada atau
sedikit ditemukan adanya kelainan pada MRI. Kelainan yang dapat ditemukan adalah
adanya distensi pada ruang subarachnoid.28
Inflamasi pada awal penyakit dapat juga melibatkan vaskuler yang di asumsikan
sebagai gambaran leptomeningeal enhancement. Gambaran enhancement pada
meningeal dapat berupa perselubungan tebal dengan pinggir irregular. Hal ini
dikarenakan adanya eksudat, yang merupakan manifestasi dari peradangan. Eksudat
ini bersifat kental dan nodular. Enhancement umumnya terdapat di sisterna basalis,
kemudian ke fossa interpeduncular, sisterna pontine, perimesensefal, dan suprasellar
sisterna, dapat juga melebar ke pons dan cerebellum dan fisura sylvii.28

36
Selain eksudat, dapat juga terbentuk tuberkel yang dapat menyebabkan
nekrosis pada jaringan sekitarnya. Oleh karena itu, lebih dari 50% pasien meningitis
TB memiliki gambaran infark pada MRI.11 Pada sequence FLAIR dapat kita temukan
adanya penebalan pada meningeal superior, akan tetapi gambaran T1WI dengan
kontras jauh lebih baik.28

Gambaran tuberkulosis meningitis pada peneriksaan MRI a. T2 -weighted


b. T1-weighted c.T1-weighted dengan kontras

37
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


tuberculosis. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus TB tertinggi
di dunia. Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan bakteriologis, radiologi.
Dokter harus dilatih untuk diagnosis dini TB aktif, mereka harus membedakan
antara tanda-tanda radiologis aktif dan tidak aktif. Dokter harus memberikan
diagnosis infeksi TB laten dan memberikan penatalaksanaan yang tepat.
Algoritma TB harus disederhanakan dan diperbarui secara berkala agar dapat
menyesuaikan dengan perkembangan dari metode diagnostik dan
penatalaksanaan dalam kasus tuberkulosis paru.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Loughed K. Catching breath : the making and unmaking of tuberculosis. 2017.


2. WHO Global tuberculosis report 2020.WHO.World Health Organization; diakses
dari http//www.who.int/tb/publications/global_report/en/
3. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Tuberkulosis. 2018;1-10
4. Carlos AG, John A, David A, Frank H. The Netter Collection OF Medical
Illustrations. 3.
5. Petsonk el, Parker je, Coal worker infectious disease of the lung. In: Fishman ap,
et al. Fishman's pulmonary diseases and disorder. New york. Themcgraw-hill
companies, inc; 2008, p. 2014-17
6. Mayo Clinic. Tuberculosis. 2020;1–6.
7. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2021. PDPI
8. Broder J. Imaging the Chest: The Chest Radiograph [Internet]. Diagnostic
Imaging for the Emergency Physician. Elsevier; 2011. 185–296 p. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-4160-6113-7.10005-5
9. Malueka RG. Radiology diagnostic. 6th ed. Yogyakarta: Marvell FK UGM; 2006.
10. C C, M G. Radiology of chest. 2nd ed. New York: McGraw Hill; 2011.
11. TB CARE I. International Standar for Tuberculosis Care. 3rd ed. The Lancet.
2014.
12. Skoura E, Zumla A, Bomanji J. Imaging in tuberculosis. Int J Infect Dis
[Internet].2015;32:87–93.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijid.2014.12.007
13. Jeong Y LK. Pulmonary Tuberculosis: Up-to-Date Imaging and Management. Am
J Roentgenol. 2008;
14. Bassem Abbas Al U. The Radiological Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis
(TB) in Primary Care. J Fam Med Dis Prev. 2018;
15. Rasad S. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Jakarta: Divisi Radiodiagnostik,
Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
16. Paks, M., Knipe, H. Bronchopneumonia. Reference article, Radiopaedia.org.
(Diakses pada 26 Mei 2022) https://doi.org/10.53347/rID-2756

39
17. Corr, Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (Pattern Recognition in
Diagnostic Imaging). Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 2011
18. Bellelli G, Chalmers JD, Sotgiu G, Dore S, McDonell MJ, Goeminne PC, et al.
Characterization of bronchiectasis in the elderly. Respiratory
Medicine.2016;119;13-19.
19. Hariyanto W, Hasan H. Bronkiektasis. Jurnal Respirasi. 2016
20. Ketai LH. Infection Lung Disease. Fundamental Of Chest Radiology, 2 nd
Edition, Loren H. Ketai Richard Lofgren, AndrewJ. Meholic, Elsevier.
21. Rasyid, A., 2006. Abses Paru. Dalam : Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD FK-UI, Jakarta. Halaman 1052-1055.
22. Garry,dkk. 1993. Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina :
Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma. 119 – 120.
23. Rasad, S., 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua: Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta. Halaman 101-103
24. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI.2021
25. Varona Porres D, Persiva O, Pallisa E, Andreu J. Radiological findings of
unilateral tuberculous lung destruction. Insights Imaging. 2017;8(2):271-277.
26. Vanhoenacker F, Sanghvi D, De Backer A. Imaging features of extraaxial
musculoskeletal tuberculosis. Indian J Radiol Imaging. 2009;19(3):176-186.
27. Jones, Jeremy. Miliary Tuberculosis. Reference article, Radiopaedia.org. (Diakses
pada 12 juni 2022) https://doi.org/10.53347/rID-2456
28. Imaging in Tuberculosis Meningitis.Author: Lutfi Incesu, MD; Chief Editor:
JamesGSmirniotopoulos,MD.Availableat:http://emedicine.medscape.com/article/
341971- overview#a20.Accessed on December 11,2018.
29. Patterns of Contrast Enhancement in the Brain and Meninges, James G.
Smirniotopoulos, MD, Frances M. Murphy, MD, MPH, Radiographics.
30.

40
41

Anda mungkin juga menyukai