Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

TONSILITIS KRONIK

DISUSUN OLEH :

DWI WAHYUNINGSIH,S.Ked

I4061191020

DOSEN PEMBIMBING KEPANITERAAN KLINIK:

Dr.Muslim M Amin, SP.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK-KEPALA LEHER

RUMAH SAKIT DR.ABDUL AZIZ SINGKAWANG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

PERIODE 12AGUSTUS-7SEPTEMBER 2019


LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan Judul:

TONSILITIS KRONIK

Disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian dalam


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok

Telah di setujui

Singkawang, juli 2019

Pembimbing Laporan Kasus, Disusun oleh :

dr. Muslim M Amin,SP.THT-KL Dwi Wahyuningsih,S.Ked


BAB I
PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari


cincin Waldeyer. Cincin waldayer tersusun atas kelenjar limfa yang terdapat
didalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid),tonsil palatina (tonsil
faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah),tonsil tuba Eustachius(lateral band
dinding faring/Gerland’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara,tangan dan
ciuman, dapat terjadi pada semua umur terutama anak-anak. Tonsilitis dibagi
menjadi tiga tonsillitis akut,tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronik.1
Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada
tenggorokan dan didefinisikan secara klinis sebagai infeksi kronis pada tonsil,atau
keluhan berulang tanpa gejala tonsillitis yang berat. Faktor predisposisi timbulnya
kronik ialah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene
mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut
yang tidak adekuat.1 Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh
provinsi di Indonesia, tonsillitis kronis 3,8 % tertinggi setelah nasofaringitis akut
4,6 %. Penelitian Mita, didapatkan 52,5 % dari 789 penderita tonsilitis kronik
dengan higiene mulut yang buruk dan 95 % dari 789 penderita tonsilitis kronik
merupakan perokok akif.2
Tonsilitis kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara per kontinuitatum. Komplikasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis.1
Diamping pemberian terapi lokal dengan berkumur atau obat hisap,
penatalaksanaan tonsilektomi dapat di lakukan pada tonsiltis kronik untuk
mecegah infeksi lebih lanjut.1
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1.Anamnesis
A. Identitas
Nama : Arifin
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 14 tahun
Tanggal lahir : 14 Mei 2005
Status : Pelajar
Alamat :Jln.U.dahlan M.Suka gang. Idi M.soleh 002/001
Sekip lama singkawang tengah.
B. Keluhan Utama
Nyeri menelan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD Abdul Aziz dengan keluhan sakit
saat menelan. Sakit saat menelan sudah dirasakan sejak SD kelas 5
namun sakit dirasakan apabila demam saja dan memberat sejak ± 1
tahun yang lalu dan Pasien juga mengeluh batuk. Batuk dirasakan
sejak 7 hari yang lalu. Batuk berdahak berwarna putih dan tidak ada
darah. Pasien juga mengatakan apabila tidur selalu mengorok sejak ±
1 tahun yang lalu. Keluhan lain disangkal oleh pasien.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah merasakan keluhan tersebut saat kelas 5
SD.
E. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien belum pernah memeriksakan keluhannya tersebut
ke tempat fasilitas kesehatan.
F. Riwayat penyakit keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
G. Riwayat kebiasaan
Dalam satu hari, pasien menyikat gigi 3 kali sehari ( saat mandi
pagi,sore,malam). Pasien tidak merokok. Minum es tiap hari.
H. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara, pasien
tinggal dengan kedua orang tuanya,saat ini pasien bersekolah di
tingkat sekolah menengah pertama. Pasien berobat dengan
menggunakan asuransi kesehatan BPJS.
2.2.Pemeriksaan fisik
A. Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah :120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,0 0C
SPO2 : 99%
BB : 36Kg
TB : 154cm
B. Status Generalis
Kulit Ikterik (-), sianosis (-), Petekie (-)
Kepala Normocephal,wajah sembab (-)
Mata CA (-/-),si (-/-), edema palpebra (-), mata cekung (-)
Telinga AS : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem
AD : sekret (-),meatus tidak eritem, tidak edem
Hidung Rinorrhea (-), edema mukosa (-/-), pernapasan cuping
hidung (-), mimisan (-), deviasi septum(-)sekret(-)
Mulut Muka bibir kering (-),bibir sianosis (-)
Tenggorokan Tampak hiperemis pada dinding arcus faring, uvula tengah
di tengah, tonsil T2-T3 kripta melebar, tonsil lingual
tenang.
Leher Trakea letak tengah, tidak terdapat pembesaran KGB.
Dada Dada kanan kiri simetris. Retraksi (-)
Jantung Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC 5 linea midclavicula
sinistra.
Perkusi : batas jantung tidak melebar
Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-),murmur (-)
Paru Inspeksi :bentuk dada simetris, stasis dan dinamis
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : SND vesikuler (+/+), Rh (-/-),Wh (-/-)
Abdomen Inspeksi :datar,jejas (-)
Auskultasi : BU (+) N, bruit (-)
Palpasi : soepl, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen.
Ekstremitas Akral hangat, edema (-),CRT <2 detik

C. Status lokalis
Gambar 1.1
Pada arcus faring simetris,dinding arcus faring hiperemis, uvula letak
di tengah, tonsil T3/T3 kripta melebar, Tonsil lingual tenang.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Hb Leukosit Trombosit Hematokrit Eritrosit UR CR
pemeriksaan
19/8/2019 13,4 6870 322.000 40,0 5,22 21 0,65

E. Diagnosis
Tonsilitis kronik
F. Tatalaksana
1. Medikamentosa
.Terapi cairan : infus futrolit 16 tpm
.Terapi antibiotik : injeksi Ceftriaxone 1 gr profilaksis 1 jam
sebelum operasi
.Terapi antipiretik :Injeksi ketorolac 1/2 amp/8jam
. Terapi Proton Pump Inhibitor : Omeprazole 1/2 amp /12 jam
2. Non medikamentosa
1. Makanan dan minuman yang tidak boleh di makan dan minum
- Es
- Kerupuk
- Mie instan dan sejenisnya
- Makanan dan minuman dalam kemasan
- Coklat
- Kacang
- Keju
- Sambal
- Gorengan
- Minuman yang mengandung soda
2. Menjaga higiene gigi dan mulut dengan cara sikat gigi teratur
yang baik dan benar
3. Jangan merokok.
G. Prognosis
Ad Vitam : Dubia at Bonam
Ad Functionam : Dubia at Bonam
Ad Sanactionam : Dubia at Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Tonsil


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di
faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual,
dan tonsil tuba. Tonsilla lingualis yang terletak pada radix linguae, tonsilla
palatina yang terletak pada ismus faucium antara arcus glossopalatinus dan
arcus glossopharingicus, tonsilla pharingica yang teretak pada dinding dorsal
dari nasofaring. Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di
sekitar ostium tuba auditiva dan plaques dari peyer terletak pada ileum.3

Gambar 3.1 Tonsil palatina


Gambar 3.2 Cincin waldayer

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil tidak selalu
mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai
fosa supratonsilar.Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
 Lateral – muskulus konstriktor faring superior
 Anterior – muskulus palatoglosus
 Posterior – muskulus palatofaringeus
 Superior – palatum mole
 Inferior – tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah
jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam
stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli
merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di
seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling
menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.4
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu:3
1. arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden.
2. arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden
3. arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal
4. arteri faringeal asenden.
5. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis
dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil
diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan
pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul
tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
Gambar 3.3 vaskularisasi tonsil
3.2 Tonsilitis kronik
3.3.1 Definisi
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada
tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan
peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian
antibiotik pada penderita tonsilitis akut.Tonsilitis kronis timbul karena
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut
yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut
yang tidak adekuat.1
3.3.2 Etiologi
Virus herpes simplex, Group A beta-hemolyticus Streptococcus
pyogenes (GABHS), Epstein-Barr virus (EBV),sitomegalovirus, adenovirus,
dan virus campak merupakan penyebab sebagian besar kasus faringitis akut
dan tonsilitis akut.Bakteri menyebabkan 15-30 persen kasus faringotonsilitis;
GABHS adalah penyebab tonsilitis bakteri yang paling banyak.5
Tonsilitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada
tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif. Pada hasil
penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab
tonsilofaringitis kronis yaitu Streptokokus alpha, Staphylococcus aureus,
Streptokokus β hemolitikus grup A, Enterobakter, Streptokokus pneumonie,
Pseudomonas aeroginosa, Klebsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus
epidermidis.6
3.3.3 Klasifikasi
Ada tiga jenis utama dari tonsilitis, yaitu:5
1. Tonsilitis akut - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh salah satu
bakteri atau virus.Infeksi ini biasanya sembuh sendiri
2. Subakut tonsilitis - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh
Actinomyces bakteri - organisme anaerob yang bertanggungjawab
untuk keadaan suppuratif pada tahap infeksi. Infeksi ini bisa
bertahan antara tiga minggu dan tiga bulan
3. Tonsilitis kronis - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh infeksi
bakteri yang dapat bertahan jika tidak diobati
3.3.4 Patofisiologi
Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus.
Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa dengan
submandibula. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi pembengkakan atau
pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfagia. Kadang apabila terjadi
pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan
bernafas.Apabila kedua tonsil bertemu pada garis tengah yang disebut
kissing tonsils dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan.
Komplikasi yang sering terjadi akibat disfagia dan nyeri saat menelan,
penderita akan mengalami malnutrisi yang ditandai dengan gangguan
tumbuh kembang, malaise, mudah mengantuk. Pembesaran adenoid
mungkin dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang
membuat kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga
akan bernafas melalui mulut.Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa
membrane dari orofaring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang
mendekati tuba eustachus dapat meyumbat saluran mengakibatkan
berkembangnya otitis media.1
3.3.5 Manifestasi klinis
Menurut Adams GL et al,yang merupakan gejala klinis:7
Gejala lokal bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok,
sulit sampai sakit menelan
Gejala sistemis seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam
subfebris, nyeri otot dan persendian.

Gejala klinis seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis


kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa
kronis),
tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis),plika tonsilaris
anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaanyang tidak
rata, kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa
ada yang mengganjal ditenggorokan, dirasakan kering di
tenggorokan dan nafas berbau.

3.3.6 Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai
berikut: 7
I. Anamnesa Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena
hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja.
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok
yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise,
sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
II.Pemeriksaan fisik pasien dengan tonsilitis dapat menemukan:
a. Demam dan pembesaran pada tonsil yang inflamasi serta ditutupi
pus.
b. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus
atau material menyerupai keju.
c. Group A beta-hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS) dapat
menyebabkan tonsilitis yang berasosiasi dengan perjumpaan
petechiae palatal.
d. Pernapasan melalui mulut serta suara terendam disebabkan
pembesaran tonsil yang obstruktif.
e. Tenderness pada kelenjar getah bening servikal.
f. Tanda dehidrasi ( pada pemeriksaan kulit dan mukosa ).
g. Pembesaran unilateral pada salah satu sisi tonsil disebabkan abses
peritonsilar.
h. Rahang kaku, kesulitan membuka mulut serta nyeri menjalar ke
telinga mungkin didapati pada tingkat keparahan yang berbeda.
i. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa
faring, tanda ini merupakan tanda penting untuk menegakkan
diagnosa infeksi kronis pada tonsil.
Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil
biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga
mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila
tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, grade pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi:
T0 Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
T1 Batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior – uvula.

T2 Batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior – uvula sampai ½


jarak anterior – uvula.

T3 Batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾


jarak pilar anterior – uvula.

T4 Batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula


atau lebih.
Gambar 1.1 Grade Pembesaran Tonsil

1. Tatalaksana8
Medikamentosa
Penatalaksanaan tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga
higiene mulut yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika
terapi konservatif tidak memberikan hasil.Pengobatan tonsilitis kronis
dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya
10 hari.Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin atau
sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat diberikan
eritromisin atau klindamisin. Penggunaan terapi antibiotika amat
disarankan pada pasien tonsilitis kronis dengan penyakit kardiovaskular
Obstruksi jalan nafas harus ditatalaksana dengan memasang nasal airway
device, diberi kortikosteroid secara intravena dan diadministrasi humidified
oxygen. Pasien harus diobservasi sehingga terbebas dari obstruksi jalan
nafas.
Operatif
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau
kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma . Tonsilektomi juga
merupakan tatalaksana yang diaplikasikan untuk Sleep-Disordered
Breathing (SDB) serta untuk tonsilitis rekuren yang lebih sering terjadi
pada anak –anak.
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun
terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi
tonsilektomi pada saat ini.Dulu diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik
dan berulang.Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran nafas dan
hipertrofi tonsil. Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology-
Head and Neck Surgery (AAO-HNS) tahun 2011 indikasi tonsilektomi
terbagi menjadi:
i.Indikasi absolut
 Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
ii.Indikasi relatif
 Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap
pengobatan medik.
iii.Kontra-indikasi
 Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas
atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi
kardiopulmonal.
 Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan
drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.
 Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.
 Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak
diberikan pengobatan medik yang adekuat.
 Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-
laktamase.
 Riwayat penyakit perdarahan
 Risiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol
 Anemia
 Infeksi akut
3.3.7 Komplikasi8
Tonsillitis kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah
sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara per
kontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfanogen
dan dapat timbul endokarditis, artritis,miositis,nefritis,uveitis, iridosiklitis,
dermatitis,pruitis,urtikaria,dan furunkulosis.
3.3.8 Prognosis8
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat
dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat
membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan
untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai
arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah
mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala yang tetap ada
dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas
lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus.
Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius
seperti demam rematik atau pneumonia.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli THT RSUD Abdul Aziz dengan keluhan sakit
saat menelan. Sakit saat menelan sudah dirasakan sejak SD kelas 5 namun
sakit dirasakan apabila demam saja dan memberat sejak ± 1 tahun yang
lalu dan Pasien juga mengeluh batuk. Batuk dirasakan sejak 7 hari yang
lalu. Batuk berdahak berwarna putih dan tidak ada darah. Pasien juga
mengatakan apabila tidur selalu mengorok sejak ± 1 tahun yang lalu.
Keluhan lain disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan endoskopi tenggorokan terlihat arcus faring
hiperemis, uvula ditengah, tonsil berukuran T3/T3 kripta melebar, tonsil
lingual tenang. Nyeri saat menelan dapat diakibatkan karena
pembengkakan pada tonsil dan tidur mendengkur dapat terjadi karena
terhalangnya atau menyempitnya saluran pernapasan. Penyempitan ini
akan menyebabkan getaran pada saluran pernapasan ketika bernapas yang
kemudian dapat menimbulkan dengkuran. Terhalangnya saluran nafas
dapat disebabkan karena melemahnya otot tenggorokan, pembengkakan
tonsil atau proses penuaan.
Tatalaksana pada pasien ini dilakukan tindakan operatif berupa
tonsilektomi dengan menggunakan teknik diseksi. Pasien dipersiapkan
untuk pre operasi dan diberikan profilaksis berupa ceftriaxone 1 gr yang
telah dilakukan skin test terlenih dahulu. Berikut tahapan dalam tindakan
operasi.
1. Pasien ditidurkan telentang di atas meja operasi dalam general
anestesi.
2. Tindakan asepsis dan antisepsis di daerah lapang operasi.
3. Kepala pasien di posisi kan rose
4. Dipasang mouth gag davis hingga rongga mulut terbuka lebar
kemudian diidentifikasi ukuran tonsil kanan-kiri masing-masing
T2/T3, hiperemis, kripta melebar.
5. Dilakukan tindakan tonsilektomi secara diseksi pada tonsil kiri.

6. Perdarahan diatasi dan dirawat


7. Dilanjutkan dengan tonsilektomi secara diseksi pada tonsil kanan
8. Perdarahan diatasi dan dirawat.
9. Evaluasi perdarahan
10. Mouth gag davis dibuka dan diepaskan dari rongga mulut.
11. Operasi selesai.

Follow up post pasien dilkukan 1-2 hari untuk pemantaun ada


tidaknya perdarahan dan nyeri hebat . apabila dalam pemaantuan kondisi
pasien baik diperbolehkan pulang. Kontrol kembali 1 minggu setelah
operasi untuk melihat keadaan atau keluhan lain setelah operasi.
BAB V
KESIMPULAN

1. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada


tenggorokan terutama pada usia muda.
2. Penyebab terjadinya tonsilitis kronik adalah Virus herpes simplex, Group A
beta-hemolyticus Streptococcus pyogenes (GABHS), Epstein-Barr virus
(EBV),sitomegalovirus, adenovirus, dan virus campak merupakan penyebab
sebagian besar kasus faringitis akut dan tonsilitis akut. GABHS adalah penyebab
tonsilitis bakteri
3. Tatalaksana pada tonsilitis kronik dapat dengan memberikan antibiotik (
golongan penisilin atau sulfonida) jika alergi terhadap penisilin eritromisin
atau klindamisin, obat kumur, obat hisap jika tidak ada perbaikan dan
pembengkakan terus menerus terjadi dilakukan tindakan operatif berupa
tonsilektomi dengan teknik diseksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. dr. Utama hendra,SPFK,dkk. Buku Ajar ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok kepala dan leher. Universitas Indonesia. Edisi Keutujuh.2012.
2. Mita,D.N. Analisis Faktor Resiko Tonsilitis Kronik di RSUD Tugurejo
Semarang.2017.
3. Tortora GJ,Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology. United
State of America: Jhon Wiley & Sons Inc;2014.
4. Ballenger,Jacob Jhon. Penyakit Telinga,Hidung,Tenggorok,Kepala dan
Leher. Jilid 2.Edisi 22.Jakarta:Binarupa Aksara:2010.
5. American Academy of Otolaryng ology — Head and Neck Surgery, 2011.
6. Rahman S.Simposium dan Work Emergensi di Bidang Telinga dan
Tenggorok. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalan.2013.
7. Adams GL,Boies LR,Higler PA.Boies: Buku Ajar Penyakit
THT.Jakarta:EGC.2012.
8. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2015.

Anda mungkin juga menyukai