Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL FOUNDATION OF CLINICAL PRACTICE


PEMICU 1

KELOMPOK DISKUSI 2

Muthiah Azzahra I11112071


Briegita Adhelsa M. Dommy I1011131057
Rahmad Ramadhan I1011141058
Yuda Prawira I1011151003
Tanti Melinda I1011151015
Swiny Anniza I1011151029
Sy. Muhammad Nur Taufiq I1011151019
Imam Agus Faisal I1011151047
Josephine Johan Liauw I1011151021
Aprilia Tri Wahyuningsih I1011151033
Emaculata Advensy Rara I1011151072

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pemicu dan Data Tambahan


Seorang kakek berumur 70 tahun dengan riwayat hipertensi tidak
terkontrol dan kencing manis tidak terkontrol jarang periksa ke dokter
dilaporkan secara mendadak mengalami bicara pelo, mulut perot, kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, dan sulit menelan sejak 10 jam yang lalu,
kemudian pasien ini dibawa keluarganya ke IGD rumah sakit umum daerah.
Pada pasien ini tidak terdapat nyeri kepala dan riwayat trauma kepala
sebelumnya. Pada pemeriksaan di unit gawat darurat, dokter IGD
memeriksa pasien ini, dokter IGD mengkonsulkan pasien ini ke dokter
Spesialis Saraf, dan kemudian diperiksa pemeriksaan penunjang CT Scan
kepala, kemudian pasien dirawatinapkan di unit stroke (high care unit)
RSUD dengan memanfaatkan jaminan kesehatan BPJS.
Data Tambahan
a. Status Neurologis
1. Keadaan umum : Sedang, gizi cukup
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda vital
TD : 160/90 mmHg
Nadi : 100 kali per menit
Respirasi : 20 kali per menit
Suhu : 36,5oC
4. GCS : 15 ,E : 4, V: 5, M: 6
5. Pupil : Pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya positif
6. Leher: Kaku kuduk dan rangsang meningeal negatif
7. Nervus cranialis
Nervus I : Dalam batas normal
Nervus II : Dalam batas normal
Nervus III : Dalam batas normal
Nervus IV : Dalam batas normal
Nervus V : Dalam batas normal
Nervus VI : Dalam batas normal
Nervus VII : Parese N.VII UMN dextra
Nervus VIII : Dalam batas normal
Nervus IX : Parese N.IX UMN dan LMN dextra
Nervus X : Dalam batas normal
Nervus XI : Dalam batas normal
Nervus XII : Parese N.XII UMN dextra.
8. Tanda rangsang meningeal
a. Burdzinski I : Dalam batas normal
b. Burdzinski II : Dalam batas normal
c. Laseque : Dalam batas normal
d. Kerniq : Dalam batas normal
9. Fungsi motorik
4 4 4 4 5 5 5 5
4 4 4 4 5 5 5 5
10. Fungsi sensorik : Hemiparestesi dextra et hemihipestesi dextra
11. Refleks fisiologis
a. Bisep +3 dextra +2 sinistra
b. Trisep +3 dextra +2 sinistra
c. Patella +3 dextra +2 sinistra
d. Achiles +3 dextra +2 sinistra
12. Refleks patologis
a. Babinski : (+) dextra (-)sinistra
b. Chaddock : (+) dextra (-)sinistra
c. Oppenheim : (+) dextra (-)sinistra
d. Gordon : (+) dextra (-)sinistra
e. Hofman : (+) dextra (-)sinistra
f. Tromer : (+) dextra (-)sinistra
13. Tes tambahan/ provokasi
a. Reflek glabela : Negatif
b. Reflek snout : Negatif
c. Reflek palmo-mental : Negatif
d. Reflek menggenggam : Negatif
e. Vegetatif : BAB dan BAK dalam batas normal,
f. Inkontinensia : Negatif
g. Nistagmus : Negatif
h. Disdiadokokinesis : Tidak valid dinilai
i. Tes telunjuk-hidung : Tidak valid dinilai
j. Tes telunjuk-telunjuk : Tidak valid dinilai
k. Ataksia : Tidak valid dinilai
l. Tandem gait : Tidak valid dinilai
m. Tes Romberg : Tidak valid dinilai
b. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiografi : Sinus Ryhtm, heart rate 100 kali per menit
2. Hasil Foto Thorax PA
 Pulmo tak tampak kelainan
 Besar cor normal
3. Hasil Head CT Scan :
Multiple lacunar infark di white matter lobus parietalis sinistra
4. Tes darah rutin dan kimia darah
1.2 Klarifikasi dan Definisi
-

1.3 Kata Kunci


1. Kakek, 70 tahun
2. Kelemahan anggota gerak kanan
3. Keluhan timbul mendadak
4. Bicara pelo
5. Mulut perot
6. Sulit menelan
7. Sejak 10 jam yang lalu
8. Hipertensi tidak terkontrol
9. Kencing manis tidak terkontrol
10. Nyeri kepala (-)
11. Trauma kepala (-)
1.4 Rumusan Masalah
Seorang laki-laki 70 tahun dengan keluhan utama kelemahan anggota
gerak kanan yang timbul mendadak disertai bicara pelo, mulut perot, dan
sulit menelan, tanpa nyeri kepala dan trauma kepala.

1.5 Analisis Masalah

Laki-laki, 70 tahun

Keluhan Utama : Keluhan Penyerta / Riwayat Penyakit: Riwayat Kesehatan


1. Keluhan timbul mendadak, 10 jam 1. Hipertensi tidak
Kelemahan anggota
yang lalu
gerak kanan terkontrol
2. Bicara pelo
2. Diabetes mellitus
3. Mulut perot
tidak terkontrol
4. Sakit menelan
5. Nyeri kepala (-)
6. Trauma kepala (-)

Gangguan saraf, vaskular, dan


sirkulasi

Diagnosis:
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang

1. TIA Diagnosis Banding Komorbiditas


2. Stroke :
 Iskemik
 Hemoragik Komplikasi
Tatalaksana

Rehabilitasi
1.6 Hipotesis
Laki-laki 70 tahun mengalami stroke

1.7 Pertanyaan Diskusi


1. Bagaimana anamnesis pada kasus ?
2. Bagaimana pemeriksaan fisik pada kasus ?
3. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ?
4. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus ?
5. Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien !
6. Anatomi vaskularisasi otak
7. Jaras sensorik dan motorik
8. Hal-hal yang dapat menyebabkan kelemahan anggota gerak (unilateral)
9. Jelaskan mengenai TIA (Transient Ischaemic Attack) !
10. Jelaskan mengenai lesi LMN (Lower Motor Neuron) !
11. Jelaskan mengenai lesi UMN (Upper Motor Neuron) !
12. Stroke
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Faktor resiko
f. Patofisiologi
g. Manifestasi Klinis
h. Diagnosis
i. Tatalaksana
j. Prognosis
k. Edukasi
13. Jelaskan pengaruh penyakit komorbiditas terhadap kasus:
a. Hipertensi
b. Diabetes Mellitus

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana anamnesis pada kasus ?1


Keadaan klinis pasien, gejala dan riwayat perkembangan gejala dan
defisit yang terjadi merupakan hal penting dan dapat menuntun dokter untuk
menentukan kausa yang paling mungkin dari stroke pasien. Anamnesis
mencakup, sebagai berikut :
a. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian
mengisyaratkan stroke embolus.
b. Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya.
c. Riwayat TIA.
d. Faktor risiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok,
dan pemakaian alkohol.
e. Pemakaian obat, terutama kokain.

f. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.


Sebagai contoh, peng hentian mendadak obat antihipertensi klonidin
(Catapres) dapat menyebabkan hipertensi rebound yang berat. Selain itu,
penghentian mendadak fenitoin (Dilanin) atau fenobarbital untuk
gangguan kejang dapat memicu status epileptikus sampai beberapa
minggu setelah penghentian obat.

2.2 Bagaimana pemeriksaan fisik pada kasus ?2


1. Umum
Perhatikan keadaan umum pasien, tinggi badan, perawakan, berat
badan, postur, aktivitas motoric, cara berjalan, kebersihan dirim bau
badan dan nafas, cara berbicara, tingkah laku, kewaspadaan dan tingkat
kesadarannya (GCS)
2. Tanda Vital
Ukur tekanan darah, frekuensi nadi, respirasi dan suhu tubuh
3. Pemeriksaan kepala dan leher
4. Pemeriksaan rangsangan meningeal
5. Pemeriksaan nervus kranialis VII (Fasialis), IX (glosofaringeus), X
(Vagus), dan XII (Hypoglosus)
6. Pemeriksaan kekuatan (tonus) otot
7. Pemeriksaan refleks fisiologis

8. Pemeriksaan refleks patologi

2.3 Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ?3


a. Semua Pasien
 CT otak non-kontras atau MRI otak (dalam 20 menit menit
kedatangan pasien)
 Tingkat glukosa darah
 Saturasi oksigen
 Pemeriksaan elektrolit / fungsi ginjal
 CBC, termasuk pengujian trombosit
 Penanda iskemia jantung
 Waktu protrombin (PT) / INR
 Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT)
 EKG
b. Pasien dengan indikasi
 Waktu trombin (TT) dan / atau waktu pembekuan ecarin (ECT) jika
diduga pasien menggunakan penghambat trombin langsung atau
faktor langsung Inhibitor Xa
 Tes fungsi hati
 Pemeriksaan toksikologi
 Tingkat alkohol dalam darah
 Tes kehamilan
 Tes gas darah arteri jika diduga hipoksia
 Radiografi dada jika diduga ada penyakit paru-paru
 Tusukan lumbal jika perdarahan subaraknoid diduga dan CT scan
negatif untuk darah
 Elektroensefalogram jika kejang diduga
 CT-A (angiogram) dan / atau CT-P (perfusi).

2.4 Bagaimana tatalaksana awal pada kasus ?4


a. Pertolongan pertama pada pasien stroke akut:
1. Menilai jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
2. Menjaga jalan nafas agar tetap adekuat
3. Memberikan oksigen bila diperlukan
4. Memposisikan badan dan kepala lebih tinggi (head-and-trunk up) 20-
30 derajat
5. Memantau irama jantung
6. Memasang cairan infus salin normal atau ringer laktat (500 ml/12 jam)
7. Mengukur kadar gula darah (finger stick)
8. Memberikan Dekstrose 50% 25 gram intravena (bila hipoglikemia
berat)
9. Menilai perkembangan gejala stroke selama perjalanan ke rumah sakit
layanan sekunder
10. Menenangkan penderita
b. Rencana Tindak Lanjut :
1. Memodifikasi gaya hidup sehat
 Memberi nasehat untuk tidak merokok atau menghindari
lingkungan perokok
 Menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol
 Mengurangi berat badan pada penderita stroke yang obesitas
 Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau
TIA. Intensitas sedang dapat didefinisikan sebagai aktivitas fisik
yang cukup berarti hingga berkeringat atau meningkatkan denyut
jantung 1-3 kali perminggu.
2. Mengontrol faktor risiko
 Tekanan darah
 Gula darah pada pasien DM
 Kolesterol
 Trigliserida
 Jantung
3. Pada pasien stroke iskemik diberikan obatobat antiplatelet:asetosal,
klopidogrel.

2.5 Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien !


Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien
stroke yaitu:5
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus
jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki
yang lumpuh dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan
kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat
menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan
kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya
densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan
31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih
sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.

2.6 Anatomi vaskularisasi otak6


a. Arteri otak
Otak diperdarahi oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis. Keempat arteri terletak di dalam spatium subarachnoideum,
dan cabang-cabangny beranastomosis pada permukaan inferior otak
untuk membentuk circulus Willisi.

Gambar 2.1 Arteri pada permukaan inferior otak


1) Arteria carotis interna
Arteria carotis interna dimulai pada bifurcation arteriae carotidis.
Arteri ini berjalan naik melalui leher dan menembus basis cranii melalui
sinus cavernosus dan muncul pada sisi medial processus clinoideus
anterior dengan menembus dura mater. Arteri tersebut lalu masuk ke
dalam spatium subarachnoideum dengan cara menembus arachnoidea
mater dan berbelok ke posterior menuju ke ujung medial sulcus cerebri
lateralis. Di sini, arteri carotis interna terbagi menjadi arteria cerebri
anterior dan arteria cerebri media.

2) Arteria vertebralis
Arteria vertebralis adalah cabang pertama bagian arteria subclavia,
yang naik ke dalam leher melalui enam foramen processus transversus
vertebrae cervicales bagian atas. Arteri ini masuk ke cranium melalui
foramen magnum dan menembus dura mater dan arachnoidea mater
untuk masuk ke dalam spatium subarachnoideum. Selanjutnya, arteri
berjalan ke atas, depan dan medial terhadap medulla oblongata. Pada
pinggir bawah pons, arteria vertebralis bergabung dengan arteria
vertebralis sisi kontralateral untuk membentuk arteria basilaris. Pada
pinggir atas pons, arteri basilaris bercabang menjad dua arteria cerebri
posterior.
3) Arteri untuk daerah otak tertentu
a. Corpus striatum dan capsula interna, terutama mendapatkan darah
dari rami centrales striate mediales dan laterals arteriae mediae.
Cabang-cabang sentral arteriae cerebri antertior memperdarahi
struktur-struktur otak lainnya.
b. Thalamus, terutama mendapat darah dari cabang-cabang arteria
comunicans posterior, arteria basilaris, dan arteria cerebri posterior.
c. Mesencephalon, diperdarahi oleh arteria cerebri posterior, arteria
superior cerbelli, dan arteria basilaris.
d. Pons, diperdarahi oleh arteria basilaris dan arteria anterior, inferior,
dan superior cerebelli.
e. Medulla oblongata, diperdarahi oleh arteria vertebralis, arteria
spinalis anterior dan posterior, arteria inferior posterior cerebelli, dan
arteria basilaris.
f. Cerebellum, diperdarahi oleh arteria cerebelli superior, inferior
anterior cerebelli, dan inferior posterior cerebelli.
b. Vena otak
Vena cerebri tidak mempunyai jaringan muscular pada dindingnya
yang sangat tipis, dan tidak memiliki katup. Vena muncul dari dalam otak
dan terletak di spatium subarachnoideum. Vena ini menembus
arachnoidea mater dan lapisan meningeal dura serta mengalir ke dalam
sinus venosus cranii.

Gambar 2.2 Arteri dan vena otak

1) Vena cerebri externa


Vena cerebri superior berjalan ke atas di atas permukaan lateral
hemispherium cerebri dan bermuara ke dalam sinus sagittalis superior.
Vena cerebri media superficialis mengalirkan darah dari permukaan
lateral hemispherium cerebri. Vena cerebri media profunda mengalirkan
darah ke insula dan bergabung dengan vena cerebri anterior dan vena
striata untuk membentuk vena basalis.
2) Vena cerebri interna
Terdapat dua buah vena cerebri interna dan vena-vena ini terbentuk
dari gabungan vena thalamostriata dengan vena choroidea di foramen
interventriculare. Kedua vena ini berjalan ke posterior di dalam tela
choroidea ventriculi tertii dan keduanya bergabung di bawah splenium
corporis callosi untuk membentuk vena cerebri magna, yang akan
bermuara ke dalam sinus rectus.
3) Vena untuk daerah tertentu otak
 Mesencephalon, dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam
vena basalis atau vena cerebri magna.
 Pons, dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena
basalis, vena cerbelli, atau sinus venosus yang ada di dekatnya.
 Medulla oblongata, dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke
dalam vena spinalis dan sinus venosus yang terdapat di dekatnya.

 Cerebelum, dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena


cerebri magna atau sinus venosus yang berdekatan.

2.7 Jaras sensorik dan motorik7


a. Sistem Motorik
Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan
ekstrapiramidalis.
1. Sistem Piramidalis
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman
4) ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian
berjalan melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz
yang terdapat pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen
ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian
berjalan ke pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu
anterior medula spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke
kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral), persilangan ini
disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15% tidak
menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus
kortikospinal anterior).
2. Traktus ekstra piramidalis
Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis
terdiri dari globus palidus,putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra,
nukleus subthalamikus, nukleus rubra. Putamendan nukleus kaudatus
disebut striatum.
Neuron-neuron motorik yang terletak di columnae griseae
anteriores medullae spinalle mengirimkan akson-akson untuk
mempersarafi otot skelet melalui radices anteriores nervi spinalis.
Neuron-neuron motorik ini kadang-kadang disebut lower motor neuron
dan merupakan final common pathway menuj otot-otot.
Lower motor neuron menerima impuls-impuls saraf secara terus
menerus yang turun dari medulla spinalis, pons, mesensephalon, dan
korteks serebri, seperti impuls yang masuk pada serabut sensorik dari
redices posteriors. Serabut-serabut saraf yang turun di dalam substansia
alba dari berbagai pusat saraf supraspinalis dipisahkan dalam berkas-
berkas saraf yang disebut traktus-traktus desendens. Neuron-neuron
supraspinalis bersama dengan traktus-traktusnya kadan disebut upper
motor neuron dan membentuk jaras-jaras berbeda yang dapat
mengendalikan aktivitas motorik.
a. Traktus corticospinales
Merupakan jaras yan berkaitan dengan gerakan-gerakan
volunteer, tertentu, dan terlatih terutama pada bagian distal
ekstremitas. Serabut traktus corticospinales muncul sebagai akson sel-
sel pyramid yang terletak di lapisan kelima korteks serebri. Asalnya di
korteks motorik primer (area 4), korteks motorik sekunder (area 6),
dan lobus parietalis (area 3,1,2).
Serabut-serabut traktus ini sebagian besar menyilang di
decussatio piramidum dan berjalan turun sebagai traktus corticospinal
lateralis; beberapa juga turun sebagai traktus corticospinalis anterior
dan menyilan di tinkat yang sesuai denan tujuannya yaitu neuron
penghubung atau neuron motorik alfa.
b. Traktus reticulospinalis
Memfasilitasi atau menghambat aktivitas neuron motorik alfa
dan gamma di columnae griseae anteriores sehingga dapat
memfasilitasi atau menghambat gerakan-gerakan volunteer atau
aktivitas reflex. Di seluruh mesencephalon, pons, dan medulla
oblongata terdapat kelompok-kelompok sel saraf dan serabut saraf
yang tersebar yang secara bersama-sama dikenal dengan formation
reticularis. Neuron-neuron ini mengirimkan akson yan kebanyakan
tidak menyilang dan turun ke medulla spinalis kemudian membentuk
traktus reticulospinalis. Serabut reticulospinalis dari pons turun
melalui columna alba anterior, sedangkan serabut dari medulla turun
melalui columna alba lateralis. Kedua kelompok serabut ini masuk
columnae albae anteriores medullae spinalis serta dapat mengaktifkan
atau menhambat aktivitas neuron motorik alfa dan gamma. Dengan
cara ini traktus reticulospinalis mempengaruhi gerakan-gerakan
volunteer dan aktivitas reflex.
c. Traktus tectospinalis
Berkaitan denan gerakan-gerakan refleks postural sebagai
jawaban terhadap stimulus visual. Serabut itu yang berhubungan
dengan neuron simpatis di columna grisea lateralis dan mengurus
refleks dilatasi pupil sebagai respons terhadap situasi gelap. Serabut
traktus ini berasal dari sel-sel neuron di dalam colliculus superior
mesencephali. Sebagian besar serabut ini menyilan garis tengah segera
setelah keluar dari tempat asalnya dan turun melewati batang otak
dekat dengan fasciculus longitudinalis medialis. Traktus tectospinalis
turun di dalam columna alba anterior medulla spinalis dekat fissure
mediana anterior. Umumnya berakhir pada columna grisea anterior di
segmen cervical atas medulla spinalis dan bersinaps dengan neuron
penghubung.
d. Traktus rubrospinalis
Bekerja pada neuron motorik alfa maupun gamma di columnae
griseae anteriores dan memacu aktivitas otot-otot fleksor serta
menghambat aktivitas otot-otot ekstensor. Nukleus ruber terletak di
dalam tegmentum mesencephali setinggi colliculus superior. Akson
neuron-neuron di dalam nucleus ini menyilang garis tengah setinggi
nucleus ini dan berjalan turun sebagai traktus rubrospinalis melalui
pons dan medulla oblongata untuk masuk ke dalam columna alba
lateralis medulla spinalis. Serabut-serabut berakhir dengan bersinaps
pada neuron-neuron penghubung di columna grisea anterior medulla
spinalis.
e. Traktus vestibulospinalis
Bekerja pada neuron-neuron motorik di columnae griseae
anteriores dimana memfasilitasi otot-otot ekstensor, menghambat
aktivitas otot-otot fleksor dan mengurus aktivitas postural yang
berkaitan dengan keseimbangan. Nucleus vestibulares terletak di
dalam pons dan medulla oblongata di bawah lantai ventriculus
quartus. Nuclei vestibulares menerima serabut-serabut dari telinga
dalam melalui nervus vestibularis dan dari cerebellum. Neuron-neuron
nervus vestibularis lateralis akan memberikan akson-akson yang akan
membentuk tratus vestibulospinalis. Traktus ini berjalan turun tidak
menyilang melalu medulla dan melalui seluruh panjang medulla
spinalis di dalam columna alba anterior. Serabut berakhir dengan
bersinaps pada neuron penghubung di columna grisea anterior medulla
spinalis.
f. Traktus olivospinalis
Mungkin berpengaruh pada aktivitas otot namun masih
diragukan keberadaannya. Traktus ini diduga berasal dari nucleus
olivarius inferior dan turun di dalam columna alba lateralis medulla
spinalis untuk mempengaruhi aktivitas neuron-neuron motorik di
dalam grisea anterior.
b. Sistem Sensorik7
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi
penerimaan rangsang.
1. Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke
ganglion spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior,
ditempat ini berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi
traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus
serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral
sedangkan badan bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali
dan berakhir di gyrus sentralis posterior.
2. Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke
radix posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis
,untuk daerah sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus
cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara
berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya
berganti neuron. Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis
menuju ke thalamus berganti neuron dan berakhir di di gyrus sentralis
posterior.

2.8 Hal-hal yang dapat menyebabkan kelemahan anggota gerak


(unilateral)8,9
Kata "hemiparesis" berasal dari bahasa Yunani: "hemi" berarti "satu
sisi," dan "paresis" berarti "kelemahan." Sekitar 80% orang yang mengalami
stroke mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh mereka. Hemiparesis juga
dapat disebabkan oleh kondisi medis lainnya seperti cerebral palsy, tumor
otak, multiple sclerosis dan penyakit lain pada otak atau sistem saraf.
Kesulitan menggerakkan tangan dan kaki, kesulitan berjalan, dan
kehilangan keseimbangan adalah semua efek dari hemiparesis, karena hal
tersebut, melakukan hal-hal sederhana seperti menggenggam benda,
berpakaian, makan, dan menggunakan kamar mandi bisa menyulitkan
penderita stroke. Hilangnya kemampuan yang mengikuti stroke tergantung
pada area otak yang telah terkena stroke.
Hemiparesis terjadi karena adanya kerusakan pada salah satu sisi otak
yang bisa disebabkan oleh stroke, cedera otak, tumor otak, atau cedera pada
sistem saraf. Sisi tubuh mana yang mengalami kelemahan akibat stroke,
tergantung di sisi otak sebelah mana kerusakan terjadi. Hemiparesis sisi kanan
merupakan akibat dari cedera di sisi kiri otak, yang juga mengendalikan
bahasa dan berbicara. Banyak orang yang memiliki kelemahan sisi kanan juga
mungkin memiliki masalah berbicara dan / atau memahami apa yang
dikatakan orang. Hemiparesis sisi kiri melibatkan cedera pada sisi kanan otak,
yang juga mengendalikan cara belajar, berkomunikasi secara non-verbal, dan
berperilaku. Kerusakan pada bagian otak ini juga dapat menyebabkan orang
berbicara berlebihan, memiliki masalah ingatan, dan memiliki rentang
perhatian yang pendek. Kerusakan pada bagian bawah otak, yang disebut
"batang otak," dapat mempengaruhi satu atau kedua sisi tubuh. Jika kerusakan
memengaruhi kedua sisi, hal tersebut dapat membuat seseorang dalam kondisi
'terkunci'. Ketika seseorang ‘terkunci’, pasien umumnya tidak dapat berbicara
atau bergerak sama sekali di bawah leher.
Ada dua tipe hemiparesis flaccid dan spastic, dapat di lihat pada
gambar di bawah perbedaannya.

Gambar 2.3 Flaccid dan Spastic

2.9 Jelaskan mengenai TIA (Transient Ischaemic Attack) !10,11


Serangan iskemik transien (transient ischemic attack, TIA) adalah
hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal secara cepat yang berlangsung
urang dari 24 jam, dan diduga diakibatkan oleh mekanisme vaskular emboli,
thrombosis, atau hemodinamik. Beberapa episode transien/sementara
berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi pasien mengalami pemulihan
sempurna yang disebut reversible ischemic neurological deficits (RIND).
TIA mungkin gejala awal stroke iskemik. Sekitar sepertiga dari orang-orang
yang yang memiliki stroke iskemik, setidaknya satu akan mengalami
riwayat TIA; sekitar setengah dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun
dari TIA. Kebanyakan TIA terjadi ketika adanya thrombus atau ateroma
akibat aterosklerosis terlepas dari jantung atau pembuluh darah arteri dan
tersebar melalui aliran darah (menjadi emboli), dan terjadi penumpukan di
arteri yang meyuplai darah ke otak. Aterosklerosis menyebabkan TIA
berulang pada sekitar 5% orang.
Etiologi serangan iskemik transien (Transient Ischemic Attack, TIA)
tersering adalah akibat tromboemboli dari atheroma pembuluh darah leher.
Penyebab lain adalah lipohialinosis pembuluh darah kecil intrakranial dan
emboli kardiogenik. Etiologi yang lebih jarang adalah vaskulitis atau
kelainan hematologis. Penyakit aterosklerosis arteri karotid di luar rongga
tengkorak telah lama diakui sebagai sumber emboli yang paling utama yang
melakukan perjalanan ke otak dan meyebabkan stroke. TIA adalah gejal
awal penyakit aterosklerosis. Pasien yang memiliki TIA hemisfer yang
berkaitan dengan penyakit arteri karotis interna memiliki risiko yang tinggi
untuk terjadi stroke pada beberapa hari pertama setelah menglami TIA.
Risiko awal stroke tidak terpengaruh oleh tingkat stenosis arteri karotis
interna.
Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak;
gejala sepeti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan
diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang
berjam-jam. Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang
terjadi;
 Karotis (paling sering)
 Hemiparesis
 Hilangnya sensasi hemisensorik
 Disfasia
 Kebutaan monocular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia
retina
 Vertebrobasillar
 Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif
 Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut)
 Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia – setidaknya dua dari tiga gejala ini
terjadi secara bersamaan.

2.10 Jelaskan mengenai lesi LMN (Lower Motor Neuron) !


LMN secara langsung menginervasi otot rangka dan memiliki tubuh
sel di tanduk anterior medula spinalis (ventral horn) dan di nukleus saraf
kranial. LMN bersifat kolinergik dan secara langsung menginervasi otot
rangka, LMN dapat berada di sistem saraf pusat dan system saraf perifer.
LMN mengirimkan impuls melalui saraf perifer spinal atau saraf kranial ke
otot rangka. Tiga jenis neuron motorik dikategorikan berdasarkan target
yang mereka persarafi: neuron motorik brankial, neuron motorik visceral,
dan neuron motorik somatik.
Meskipun lesi LMN dan UMN mengakibatkan kelemahan otot,
keduanya secara klinis berbeda karena berbagai manifestasi lainnya. Tidak
seperti UMN, lesi LMN hadir dengan:
 atrofi otot,
 fasikulasi (muscle twitching),
 penurunan refleks,
 penurunan tonus,
 tanda Babinsky negatif,
 kelumpuhan flaccid.
Temuan ini sangat penting ketika membedakan lesi UMN dan LMN
serta harus dibedakan dari karakteristik UMN untuk merumuskan diagnosis
banding yang tepat. Meskipun berbagai penyakit melibatkan neuron motorik
yang lebih rendah, poliomielitis dan atrofi otot tulang belakang adalah dua
contoh klasik penyakit LMN yang terisolasi.
2.11 Jelaskan mengenai lesi UMN (Upper Motor Neuron) !12
Lesi neuron motorik atas (juga dikenal sebagai insufisiensi piramidal)
terjadi pada jalur saraf di atas anterior horn cell medula spinalis atau
nukleus motorik saraf kranial. Sebaliknya, lesi neuron motorik bawah
mempengaruhi serabut saraf yang bergerak dari horn anterior medula
spinalis atau inti motor kranial ke otot yang berhubungan.
Perubahan dalam kinerja otot dapat secara luas digambarkan sebagai
sindrom neuron motorik atas. Perubahan ini bervariasi tergantung pada
lokasi dan luasnya lesi, dan gejalanya mungkin termasuk:
a. Kelemahan otot, yang dikenal sebagai 'kelemahan piramidal'
b. Kontrol gerakan aktif menurun, terutama kelambatan
c. Kelenturan, perubahan kecepatan otot yang tergantung pada kecepatan
d. Respons pisau di mana resistensi awal yang lebih tinggi terhadap gerakan
diikuti oleh resistensi yang lebih rendah
e. Tanda Babinski hadir, di mana jempol kaki dinaikkan (diperpanjang)
alih-alih meringkuk ke bawah (tertekuk) pada stimulasi yang tepat dari
telapak kaki. Kehadiran tanda Babinski adalah respons abnormal di masa
dewasa. Biasanya, selama refleks plantar, itu menyebabkan fleksi plantar
dan penambahan jari-jari kaki. Dalam tanda Babinski, ada dorsofleksi
jempol kaki dan diikuti jari kaki lainnya. Secara fisiologis, biasanya ada
pada bayi sejak lahir hingga 12 bulan. Kehadiran tanda Babinski setelah
12 bulan adalah tanda lesi neuron motorik atas yang tidak spesifik.
f. Refleks tendon dalam yang meningkat (DTR)
g. Pronator drift.

Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid),


ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot
rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan
saling menyilang. Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi
yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di segmen
medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas
tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot
rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan
menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.

2.12 Stroke
2.12.1 Definisi10
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang terjadi secara cepat dan
mendadak (dalam menit atau pun detik) yang berlangsung lebih dari 24 jam
atau menyebabkan kematian. Jadi, stroke merupakan gangguan fungsi saraf
yang disebabkan oleh gangguan aliran darah pada otak yang dapat timbul
secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa
menit dan jam.
2.12.2 Epidemiologi13
Stroke merupakan penyakit penyebab kematian kedua di duia setelah
penyakit jantung. Hal ini termasuk di negara berpenghasilan sedang dan
tinggi, sedangkan pada negara berpenghasilan rendah stroke menjadi
penyebab kematian nomor enam, setelah penyakit infeksi pernafasan bawah,
diare, HIV-AIDS, penyakit jantung dan malaria. Sementara di Amerika
Serikat, stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbanyak
keempat pada tahun 2009. Sekitar 795.000 penduduk di Amerika terkena
stroke setiap tahunnya, ini berarti bahwa stroke daat terjadi setiap 40 detik.
Indonesia merupakan negara dengan angka kematian akibat stroke
tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, stroke merupakan penyebab
kematian utama pada semua kelompok usia mencapai 15,4% diikuti
hipertensi sebanyak 6,8%, cedera sebanyak 6,5%, diabetes melitus sebanyak
5,7%, penyakit sakuran nafas bawah kronis sebanyak 5,1%, dan penyakit
jantung iskemik sebanyak 5,1%. Diperkirakan setiap tahun, sekitar 500.000
penduduk Indonesia menderita stroke, sekitar 25% arau 125.000 orang
meninggal dan sekitar 75% arau 375.000 orang mengalami cacat ringan
hingga berat. Stroke menjadi penyakit nomor satu yang mematikan di
Indonesia. Data Riskesdas tahun 2007 menyebutkan prevalensi stroke di
Indonesia adalah sebesar 8,3 per 1.000 penduduk dan mengalami
peningkatan pada tahun 2013 menjadi 12,1 per 1.000 penduduk.
2.12.3 Etiologi
Menurut Adam dan Victor (2009) , penyebab kelainan pembuluh
darah otak yang dapat mengakibatkan stroke, antara lain :14

1. Trombosis aterosklerosis
2. Transient iskemik
3. Emboli
4. Perdarahan hipertensi
5. Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena
6. Arteritis
a. Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan
meningitis tuberkulosis, tipe infeksi yang lain (tipus, scistosomiasis,
malaria, mucormyosis)
b. Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous),
necrotizing arteritis. Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu
diseases, granuloma atau arteritis giant sel dari aorta.
7. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan
wajah.
8. Kelainan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor
pembekuan darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik
trombositopenia purpura, trombositosis, limpoma intravaskular.
9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
10. Angiopati amiloid
11. Kerusakan aneuriisma aorta

12. Komplikasi angiografi


2.12.4 Klasifikasi14
1. Stroke hemoragik biasanya disertai dengan sakit kepala hebat, muntah,
penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi.
2. Stroke iskemik biasanya tidak disertai dengan sakit kepala hebat, muntah,
penurunan kesadaran dan tekanan darah tidak tinggi.
2.12.5 Faktor risiko15
Beberapa faktor risiko yang dapat mempermudah terjadinya serangan
stroke, misalnya usia tua, jenis kelamin (laki-laki), berat badan lahir rendah,
faktor herediter (familial), ras (etnik), memang tidak bisa dihindari atau
diubah (non modifiable risk factors). Sedangkan faktor risiko lainnya
mungkin masih bisa dihindari, diobati atau diperbaiki (modifiable risk
factors).

Faktor risiko yang tidak bisa Faktor risiko yang bisa


diubah diubah
Umur Hipertensi
Jenis kelamin Merokok
Berat badan lahir rendah Diabetes
Ras Dislipidemia
Riwayat keluarga stroke/TIA Fibrilasi atrial
Stenosis karotis asimtomatik
Penyakit sel sickle
Terapi hormone pasca
menopause
Kontrasepsi
Diet/nutrisi
Inaktivitas fisik
Obesitas
Penyakit kardiovaskuler
(penyakit jantung coroner,
penyakit pembuluh darah tepi)

2.12.6 Patofisiologi1,16
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi: arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi
oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang
mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus
infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4)
ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

Gambar 2.4 Sikulus Wilisi.1

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)


yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-
serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak
fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan
bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik
pada sekitar 50% sampai 75% pasien.
2.12.7 Manifestasi Klinis17
Gejala stroke terhadap seseorang tergantung pada :
1. Bagian otak yang terkena stroke
2. Seberapa serius stroke yang terjadi
3. Usia, kondisi kesehatan dan kepribadian penderitanya.
Beberapa gejala stroke yang sering dijumpai adalah
a. Kelumpuhan satu sisi tubuh. Ini merupakan salah satu akibat stroke
yang paling sering terjadi. Kelumpuhan biasanya terjadi di sisi yang
berlawanan dari letak lesi di otak, karena adanya pengaturan
representasi silang oleh otak. Pemulihannya bervariasi untuk masing-
masing individu.
b. Gangguan penglihatan. Penderita stroke sering mengalami gangguan
penglihatan berupa defisit lapangan pandang yang dapat mengenai
satu atau kedua mata. Hal ini menyebabkan penderita hanya dapat
melihat sesuatu pada satu sisi saja, sehingga misalnya ia hanya
memakan makanan di sisi yang dapat dilihatnya atau hanya mampu
membaca tulisan pada satu sisi buku saja.
c. Afasia adalah kesulitan berbicara ataupun memahami pembicaraan.
Stroke dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berbicara/berbahasa, membaca dan menulis atau untuk memahami
pembicaraan orang lain. Gangguan lain dapat berupa disatria, yaitu
gangguan artikulasi kata-kata saat berbicara.
d. Gangguan persepsi. Stroke dapat mengganggu persepsi seseorang.
Penderita stroke dapat tidak mengenali obyek-obyek yang ada di
sekitarnya atau tidak mampu menggunakan benda tersebut.
e. Lelah. Penderita stroke sering mengalami kelelahan. Mereka
membutuhkan tenaga ekstra untuk melakukan hal-hal yang biasa
dikerjakan sebelumnya. Kelelahan juga dapat terjadi akibat penderita
kurang beraktivitas, kurang makan atau mengalami depresi.
f. Depresi dapat terjadi pada penderita stroke. Masih merupakan
perdebatan apakah depresi yang terjadi merupakan akibat langsung
dari kerusakan otak akibat stroke atau merupakan reaksi psikologis
terhadap dampak stroke yang dialaminya. Dukungan keluarga akan
sangat membantu penderita.
g. Emosi yang labil. Stroke dapat mengakibatkan penderitanya
mengalami ketidakstabilan emosi sehingga menunjukkan respons
emosi yang berlebihan atau tidak sesuai. Keluarga/pengasuh harus
memahami hal ini dan membantu meyakinkan penderita bahwa hal ini
adalah hal yang lazim terjadi akibat stroke dan bukan berarti ia
menjadi gila.
h. Gangguan memori. Penderita stroke dapat mengalami gangguan
memori dan kesulitan mempelajari dan mengingat hal baru.
i. Perubahan kepribadian. Kerusakan otak dapat menimbulkan gangguan
kontrol emosi positif maupun negatif. Hal ini dapat mempengaruhi
perilaku penderita dan caranya berinteraksi dengan lingkungannya.
Perubahan perilaku ini dapat menimbulkan kemarahan keluarga
ataupun pengasuhnya. Untungnya perubahan perilaku ini akan
mengalami perbaikan seiring dengan pemulihan strokenya
2.12.8 Diagnosis14,18,19
Diagnosa dilakukan setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Cara skoring ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency Room)
dapat digunakan pada stroke akut. Jika tersedia modalitas gold standard
untuk pemeriksaan yaitu CT-Scan maka lakukan CT-Scan kepala tanpa
kontras namun jika tidak tersedia modalitas CT-Scan lakukan skoring untuk
mendiagnosis stroke, namun yang dapat di lihat dari skoring adalah
membedakan pasien ini mengalami iskemik stroke atau hemoragik stroke,
adapun skor yang di rujuk untuk mendiagnosis adalah gajahmada skor dan
siriraj skor.
Interprestasi Siriraj Skor :
1. SSS> 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
2.12.9 Tatalaksana20
Letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya
jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30
menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan
osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid. Terapi khusus: Ditujukan untuk
reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan,
atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator).
2.12.10 Prognosis21,22
Dalam studi stroke Framingham dan Rochester, tingkat kematian
keseluruhan pada 30 hari setelah stroke adalah 28%, tingkat kematian pada
30 hari setelah stroke iskemik adalah 19%, dan tingkat kelangsungan hidup
1 tahun untuk pasien dengan stroke iskemik adalah 77%. Namun, prognosis
setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi pada masing-masing pasien,
tergantung pada tingkat keparahan stroke dan pada kondisi premorbid
pasien, usia, dan komplikasi pasca stroke.
Dari sejumlah penderita stroke yang hidup dari Framingham Heart
Study, 31% membutuhkan bantuan untuk merawat diri mereka sendiri, 20%
membutuhkan bantuan saat berjalan, dan 71% mengalami gangguan dalam
bidang pekerjaan dalam tindak lanjut jangka panjang.
Prognosis pada pasien dengan stroke hemoragik bervariasi tergantung
pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta ukuran perdarahan. Skor
Glasgow Coma Scale (GCS) yang lebih rendah dikaitkan dengan prognosis
yang lebih buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Volume darah yang
lebih besar pada saat presentasi juga dikaitkan dengan prognosis yang lebih
buruk. Pertumbuhan volume hematoma dikaitkan dengan hasil fungsional
yang lebih buruk dan peningkatan angka kematian.
2.12.11 Edukasi23,24
a. Edukasi stroke iskemik
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya
yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko.
Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi
kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke
dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan
adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media
elektronik dan billboard.
2. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi
atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit
vascular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak
sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan
junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak
dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga
secara teratur.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita
stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang
dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat)
digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan
dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada
penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium,
infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang
lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat
antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau
mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes,
diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada
penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi
alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
4. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan
mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk
rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim
yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan
bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan
serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi
okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga
adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan
penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta
dapat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih,
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab
itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas
senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi
mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.

b. Edukasi stroke hemoragik18


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya
hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang
sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke.
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan
obat

 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian
faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus,
riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.

2.13 Jelaskan pengaruh penyakit komorbiditas terhadap kasus !


2.13.1 Hipertensi25
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Sering
disebut sebagai the silent killer karena hipertensi meningkatkan risiko
terjadinya stroke sebanyak 6 kali. Dikatakan hipertensi bila tekanan darah
lebih besar dari 140/90 mmHg. Semakin tinggi tekanan darah pasien
kemungkinan stroke akan semakin besar, karena terjadinya kerusakan pada
dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan
bahkan pecahnya pembuluh darah di otak. Jika serangan stroke terjadi
berkali-kali, maka kemungkinan untuk sembuh dan bertahan hidup akan
semakin kecil. Dengan mengetahui pengaruh hipertensi terhadap kejadian
stroke iskemik dan stroke hemoragik, maka diharapkan dapat mencegah
terjadinya stroke iskemik maupun stroke hemoragik dan stroke ulangan.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat mempercepat pengerasan dinding
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel
otot polos sehingga dapat mempercepat proses aterosklerosis melalui efek
penekanan pada sel endotel/lapisan dalam dinding arteri yang berakibat
pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat. Semakin tinggi tekanan
darah pasien kemungkinan stroke akan semakin besar. Jika serangan stroke
terjadi berkali-kali, maka kemungkinan untuk sembuh dan bertahan hidup
akan semakin kecil.

2.13.2 Diabetes Mellitus26


Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada
pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah
otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran
darah dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan
darah sehingga menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapat
menurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran arteri,
meningkatkanya pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis
protein pada dinding arteri. Diabetes melitus juga dapat menimbulkan
perubahan pada sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung), diabetes
melitus mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih
tersebar sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar. Pasien yang
memiliki riwayat diabetes melitus dan menderita stroke mungkin
diakibatkan diabetes melitus diturunkan secara genetik dari keluarga dan
diperparah dengan pola hidup yang kurang sehat seperti banyak
mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap saji yang tidak
diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Laki-laki 70 tahun mengalami stroke iskemik (thrombosis arteri)
Diagnosis Klinis : Hemiparase dextra (N. VII, N.IX, N.X, N.XII UMN)
Diagnosis Topis : Infark lakunar multiple di substansia alba lobus
parietal sinistra
Diagnosis Etiologis : Stroke iskemik
DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012.
2. Bickley, Lynn S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates
Edisi 9. Jakarta : EGC, 2012.
3. Power WJ et al. 2018 Guidelines for the early management of patients with
acute ischemic stroke: A guideline for healthcare professionals from the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2018;
49(3):46-110.
4. Jauch EC et al. Guidelines for the Early Management of Patients with Acute
Ischemic Stroke. A Guideline for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke 2013.
5. Junaidi, Iskandar. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI. 2011.
6. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2011.
7. American Heart Asoociation, 2014. Heart disease and stroke statistics.
Diakses tanggal 20 juni 2019 dari:
http://circ.ahajournals.org/content/early/2013/12/18/01.cir.0000441139.0210
2.80
8. National Stroke Association. Muscle weakness after stroke: Hemiparesis.
2015. [Internet]. Diakses pada tanggal 19 Juni 2019. Terdapat di
https://www.stroke.org/wp-content/uploads/2018/12/Fact-
Sheet_Hemiparesis.pdf.
9. Madormo, C. & Falck, S. Everything You Should Know About
Hemiparesis. National Stroke Association. 2017
10. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes-Neurologi. Ed.8. Jakarta: Erlangga.2008
11. Rubenstein, David, et al. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Dialih
bahasakan oleh Annisa Rahmalia. Jakarta : Erlangga. 2007.
12. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, et al, et al.
Heart disease and stroke statistics--2015 update: a report from the American
Heart Association. Circulation. 2015 Jan 27. 131 (4):e29-322.
13. Rahayu, Eka Oktaviani. Perbedaan Risiko Stroke Berdasarkan Faktor
Risiko Biologi Pada Usia Produktif. Surabaya: Universitas Airlangga. 2016
14. Misbach J dkk. Kelompok Studi Stroke. Guideline Stroke 2011.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), Jakarta, 2011.
15. IDI. Panduan Praktik Klinisi Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama. Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.
16. Caplan LR. Caplan’s stroke. Elsevier. Philadephia. 2009.
17. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic
classification of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical
Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009.
18. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI);2007
19. Ismail Setyopranoto. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Kepala Unit
Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. CDK 185/Vol.38
no.4/Mei-Juni 2011.
20. Ismail Setyopranoto. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Kepala Unit
Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. CDK 185/Vol.38
no.4/Mei-Juni 2011
21. Jauch EC. Ischemic Stroke. 2019. [Internet]. Diakses pada tanggal 19 Juni
2019. Terdapat di https://emedicine.medscape.com/article/1916852-
overview#showall.
22. Liebeskind DS. Hemorrhagic Stroke. 2019. [Internet]. Diakses pada tanggal
19 Juni 2019. Terdapat di https://emedicine.medscape.com/article/1916662-
overview#showall.
23. Abid KA, Vail A, Patel HC, et al. Which factors influence decisions to
transfer and treat patients with acute intracerebral haemorrhage and which
are associated with prognosis? A retrospective cohort study. BMJ Open
2013; 3:e003684.
24. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
25. Burhanuddin, M., Wahiduddin, Jumriani. 2012. Faktor Resiko Kejadian
Stroke pada Dewasa Awal (18-40) di Kota Makassar Tahun 2010-2012.
Diperoleh tanggal 20 Juni 2019 dari http://repository.unhas.ac.id

Anda mungkin juga menyukai