Anda di halaman 1dari 27

NAMA: ULLYA AISYAFITRI

NIM : I1011151007

Etiologi angina pektoris

Angina pektoris adalah nyeri dada yang timbul karena iskemia miokard, terjadi bila
suplai oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi miokard. Penyebab paling sering
iskemik miokard adalah aterosklerosis, sumbatan pada arteri koroner. Dapat juga disebabkan
oleh faktor lain misalnya kelainan bawaan pada pembuluh koroner, myocardial bridging ,
arteritis koroner terkait vaskulitis sitemik, stenosis katup aorta, kardiomiopati hipertrofik dan
kardiomiopati dilatasi idiopatik.

Sumber :

Rilantono, Lily I. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012

Klasifikasi Angina pektoris

Angina Pektoris stabil

Sindrom klinik yang ditandai dengan rasa tak nyaman di dada atau substernal
agak di kiri yang menjalar ke leher, rahang, bahu, punggurng kiri sampai
dengan lengan kiri dan jari-jari bagian ulnar. Keluhan ini di presipitasi oleh
stres fisik ataupun emosional, udara dingin, hilang dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin. Nyeri tidak berhubungan dengan gerakan pernafasan
dada ke kiri dan ke kanan. Keluhan nyeri dada berlangsung kurang dari 20
menit.

Angina pektoris Tidak stabil

Keadaan dimana pasien dengan simptom iskemik sesuai dengan Sindrom


koroner akut yang mana gangguan aliran darah ke miokard diakibatkan
pembentukan trombus di dalam arteri koroner yang sifatnya dinamis. , tidak
terjadi peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB , troponin) dengan atau
tanpa perubaham EKG yang menunjukkan iskemik (depresi segmen ST,
inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien).
Berdasarkan Canadian Cardiovascular Society (CCS) membagi angina pektoris dalam 4 kelas
bersarkan aktivitas yang memicu nyeri :

Kelas I = Angina timbul saat aktivitas berat

Kelas II = Angina timbul dengan aktivitas sehari-hari

Kelas III = Angina timbul dengan aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari

Kelas IV = Angina timbul bahkan saat istirahat

Sumber :

Rilantono, Lily I. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012

Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan menjadi angina pektoris stabil (APS)
dan SKA ( Sindron Koroner Akut) yang dapat di subklasifikasikan menjadi angina pektoris
tidak stabil (APTS) , infark miokard akut non elevasi segmen ST (IMA-NEST) dan infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST ( IMA-EST)

Angina Pektoris Stabil (APS)

Ciri khas dari APS adalah pasien umunya tidak ada keluhan sama sekali pada waktu
istirahat atau pada waktu melakukan aktifitas minimal. Keluhan baru muncul ila pasien
melakukan aktivitas fisik, emosiomal, dan berkurang atau hilang sesudah istirahat.

Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS)

APTS merupakan bagian dari SKA yang paling ringan. Biasanya ditandai dengan
nyeri dada yang khas dengan atau penjalaran. Pada EKG umumnya terdapat perubahan
sementara, baik berupa depresi segmen ST atau adanya inversi gelombang T. Dapat
ditemukan elevasi segmen ST (varian angina atau Prinzmental angina) tanpa disetai kenaikan
biomarker troponin T atau I, atau CK-MB). Perbedaan APTS dengan IMA-NEST adalah
pada yang terakhir sudah terjadi kerusakan miokard yang ditandai dengan kenaikan
biomarker .

Infark Miokard Akut dengan elevasi Segmen ST (IMA-EST)


Pasien dengan IMA EST perlu penangan segera karena dianggap sebagai kedaruratan
medik. Bila tidak dilakukan revaskularisasi karena lebih dari 30% pasien akan meninggal
dunia. Separuh dari pasien yang meninggal disebabkan masalah aritmia yang mengancam
jiwa seperti fibrilasi ventrikuler atau takikardi ventrikuler. Pada prinsipnya IMA EST harus
segera di revaskularisasi , karena apabila terlambat dalam penanganan maka luas daerah
infark semakin luas dan semakin tinggi angka mortalitas.

Sumber :

1. Davidson, C. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : PT Dian Rakyat ; 2002.


2. Rilantono, Lily I. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2012
3. Sumiati, Rustika,Tutiany, Nurhaeni, Mumpuni. Penanganan stress pada penyakit
jantung koroner. Jakarta : TIM.2010

Faktor risiko jantung koroner

Penyebab penyakit jantung koroner secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya
asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya. Terdapat 4 faktor yang
menentukan besarnya kebutuhan oksigen miokardium : frekuensi denyut jantung, daya
kontraksi, massa otot, dan tegangan dinding ventrikel. Bila kebutuhan miokardium
meningkat, otomatis penyediaan oksigen juga harus meningkat. Untuk meningkatkan
penyediaan oksigen dalam jumlah yang memadai, aliran pembuluh darah koroner harus
ditingkatkan. Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri koronaria dan
meningkatkan aliran darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal.1

Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen itu, yaitu


hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia
(anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada
iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi
metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan
lebih cepat muncul . Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau modifiable risk factors terdiri
atas kebiasaan merokok, tekanan darah tinggi (hipertensi), dislipidemia, penyakit diabetes
melitus, aktivitas fisik dan obesitas. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau non-
modifiable risk factors terdiri atas keturunan, usia dan jenis kelamin (NIH, 2002).

1. Merokok
Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan
oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi CO. Akibat
selanjutnya adalah takikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, perubahan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan 5-10 % Hb menjadi carboksi-
Hb. Nikotin akan menyebabkan debaran yang lebih cepat dan gas CO akan mengikat
butir darah merah (hemoglobin) lebih kuat dibanding oksigen sehingga oksigenisasi
jantung relatif berkurang . Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL
kolesterol. Makin banyak jumlah rokok yang dihisap, kadar HDL kolesterol makin
menurun. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol. Makin
banyak jumlah rokok yang dihisap, kadar HDL kolesterol makin menurun.2

2. Hipertensi
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan
struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak
diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi
setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi
penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai
miokardium, arteri dan arterial sistemik arteri koroner dan serebral serta pembuluh
darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi
adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard infark.
Klasifikasi hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena2 :
 Meningkatnya tekanan darah
 Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini
tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
 Mempercepat timbulnya aterosklerosis Tekanan darah yang tinggi dan
menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh
darah arteri koronaria dan memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner
(faktor koroner). Hal ini memunculkan gejala angina pektoris, insufisiensi
koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi
dibandingkan orang normal.

3. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) terbukti merupakan faktor risiko yang kuat untuk
semua penyakit aterosklerotik. Mortalitas dan morbiditas PJK pada penderita DM 2-3
kali lipat dibandingkan dengan yang non DM. Pada penderita DM dewasa 75-80 %
akan meninggal karena komplikasi PJK. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia
atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
atau dengan riwayat konsumsi obat DM secara teratur. Intoleransi terhadap glukosa
sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah .
Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV hiperlipidemi dan
hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai obesitas
dan hipertensi.3

4. Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi utama dari
lipid adalah kenaikan kadar kolesterol total, Low Density lipoprotein (LDL) dan
trigliserida serta penurunan High Density lipoprotein (HDL). Adult Treatment Panel
(ATP) III memberi batasan dislipidemia aterogenik adalah peningkatan trigliserida,
small dense LDL dan penurunan HDL.
Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol
jahat dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol
baik. LDL membawa kolesterol dari hati ke sel, dan HDL berperan membawa
kolesterol dari sel ke hati. Kadar kolesterol LDL yang tinggi akan memicu
penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan munculnya atherosclerosis
(pengerasan dinding pembuluh darah arteri) dan penimbunan plak di dinding
pembuluh darah. Lipoprotein-a diperkirakan berperan pada atherogenesis dengan
mentranspor molekul LDL dan mempengaruhi proliferasi sel otot polos vaskular,
menghambat fibrinolisis, dan mempengaruhi fungsi platelet. Hal ini dihubungkan
dengan peningkatan risiko penyakit akibat gangguan pembuluh darah seperti penyakit
jantung koroner. Sedangkan HDL dapat mengangkut kolesterol dari jaringan tepi,
termasuk plak atherosklerotik, untuk dibawa ke hati atau dibuang dalam bentuk asam
empedu. Proses tersebut disebut reverse cholesterol transport. Hal ini menunjukkan
bahwa pembentukan plak atherosklerosis tidak hanya berkaitan dengan peningkatan
kadar LDL, namun juga rendahnya HDL dan hipertrigliseridemia.2

5. Obesitas
Obesitas adalah status gizi dimana indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2. Obesitas
juga dapat diartikan sebagai kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan
> 21 % pada perempuan. Berdasarkan data dari WHO tahun 2008, prevalensi obesitas
pada usia dewasa di Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian pada pria mencapai
2,5% dan pada wanita 6,9%
Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM dan
hipertrigliserdemia. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL
kolesterol. Resiko PJK akan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20 %
dari berat badan ideal. Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan volume
darah sekitar 10 -30 %. Hal ini tentu merupakan beban tambahan bagi jantung, otot
jantung akan mengalami perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang
keduanya dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim
disebut sebagai gagal jantung atau lemah jantung. Pada gagal jantung penderita akan
merasakan lekas capek, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun
berat (tergantung dari derajat lemah jantung). 3
Obesitas dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner melalui:
 Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid darah, yaitu peninggian
kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol meningkat, penurunan kadar
HDL-kolesterol.
 Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi, akibat penambahan volume
darah, peningkatan kadar renin, peningkatan kadar aldosteron dan insulin,
meningkatnya tahanan pembuluh darah sistemik, serta terdapatnya penekanan
mekanis oleh lemak pada dinding pembuluh darah tepi.

6. Inaktivitas Fisik
Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler,
yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang
aktif ke organ yang aktif. Aktivitas aerobik secara teratur menurunkan risiko PJK,
Disimpulkan juga bahwa olah raga secara teratur akan menurunkan tekanan darah
sistolik, menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadar kolesterol dan
lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaiki sirkulasi koroner
dan meningkatkan percaya diri. Dengan berolah raga secara teratur sangat bermanfaat
untuk menurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas
insulin serta menurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol. 3

Sumber :

1. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA.Penyakit Jantung Koroner. In:
Oemar H, editor. Lecture Notes Kardiologi, 4th ed. Jakarta: Erlangga.2005
2. Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung, Yogyakarta: Nuha Medika.
3. Sumiati, Rustika,Tutiany, Nurhaeni, Mumpuni. Penanganan stress pada penyakit
jantung koroner. Jakarta : TIM.2010

Komplikasi Penyakit jantung koroner

Komplikasi atau penyulit yang mungkin timbul dari PJK:

1. Gagal jantung

Penyakit jantung koroner juga menyebabkan daya pompa jantung melemah sehingga
darah tidak beredar sempurna ke seluruh tubuh (gagal jantung).

2. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke


seluruh tubuh, pada penyakit jantung koroner disebabkan karena adanya kematian
jaringan miokard sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara optimal.
Hal ini mengakibatkan terjadinya perfusi jaringan.

3. Perikarditis

Perikarditis merupakan peradangan pada lapisan jantung (pericardium). Perikarditis


terjadi bebrapa saat setelah jantung mengalami serangan. Pada perikarditis ditemukan
adanya tanda nyeri yang semakin berat dengan nafas dalam.

4. Aritmia
Otot jantung yang kekurangan oksigen juga rentan mengalami gangguan listrik dan
irama jantung. Sel otot jantung yang sudah mati juga bisa menjadi sumber sinyal
listrik yang tidak normal. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk
potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.

5. Stroke

Seperti yang kita ketahui bahwa pusat dari aliran darah di tubuh terletak di jantung.
Jika pusat pengaturan darah mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh
mengalami gangguan, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah itu
bisa mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.

6. Serangan jantung (infark miokard)

Kurangnya pasokan darah karena penyempitan arteri koroner mengakibatkan nyeri


dada yang disebut angina, yang biasanya terjadi saat beraktivitas fisik atau mengalami
stress. Bila darah tidak mengalir sama sekali karena arteri koroner tersumbat,
penderita dapat mengalami serangan jantung yang mematikan. Serangan jantung
tersebut dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika sedang beristirahat.

7. Embolisme paru

Embolisme paru (pulmonary embolism) adalah penyumbatan pada arteri yang


menyuplai darah ke bagian paru-paru, sehingga berpotensi menyebabkan kematian
jaringan (infark) paru-paru. Kondisi ini biasanya terjadi karena bekuan darah yang
terlepas dari pembuluh darah besar dan beredar ke paru-paru.

8. Rupture miokard

Rupture diawali dengan terjadinya kematian jaringan yang mengakibatkan jaringan


menjadi keras (tidak elastis lagi) karena jantung terus berdenyut sehingga jaringan
yang mengeras tadi tertarik sehingga terjadi rupture (robek).

9. Kematian mendadak

Kematian mendadak pada penyakit jantung koroner disebabkan karena


ketidakmampuan kerja jantung dan gangguan konduksi/irama jantung.
Sumber :

Gray Huon H, Daukin Keith D, Morgan Jhon M, Simpson lain A. Penyakit Jantung Koroner.
Editor : Safitri Amalia, S,TP, M.Si. Lecture Notes Kardiologi Edisi IV. Erlangga. Jakarta.
2005

EKG

Gelombang EKG terutama menggambarkan aktivitas listrik sel mioknrdium yang menyusun
sebagian besar jantung. Aktivitas pacu jantung dan penghantaran oleh sistem konduksi
biasanya tidak terlihat pada EKG. Peristiwa-peristiwa ini memang tidak menghasilkan
voltase yang cukup kuat untuk dapat direkam oleh elektroda pada permukaan tubuh.

Gelombang yang dihasilkan oleh depolarisasi dan repolarisasi miokardium dicatat pada kertas
EKG dan seperti gelombang-gelombang lainnya, mempunyai tiga ciri khas utama.

1. Durasi, yang diukur dalam fraksi detik

2. Amplitudo,yang diukur dalam milivolt (mV)

3.Konfigurasi, suatu kriteria yang lebih subjektif tentang bentuk dan tampilan
gelombang.

Kertas EKG

Kertas EKG merupakan gulungan kertas grafik yang panjang dan bersambungan biasanya
berwarna merah muda (tetapi warna lain juga boleh), dengan garis tebal dan tipis yang
berjalan vertikal dan horizontal. Garis tipis membentuk kotak kecil berukuran 1x1 mm; garis
yang tebal membentuk kotak besar berukuran 5x5 mm. Sumbu horizontal menunjukkan
besarnya waktu. Satu kotak kecil bernilai 0,04 detik. Satu kotak besar bernilai lima kali lebih
besar, atau 0,2 detik. Sumbu vertikal menunjukkan besarnya voltase. Satu kotak kecil bernilai
0,1 mV dan satu kotak besar adalah 0,5 mV.
Gelombang P

- Selama depolarisasi dan kontraksi atrium, elektroda yang ditempatkan pada


permukaan tubuh merekam aktivitas listrik kecil yang berlangsung sepersekian detik.
Aktivitas listrik ini disebut gelombang P, yang merupakan rekaman penyebaran
depolarisasi melalui miokard atrium mulai dari awai sampai akhir. Karena nodus
sinus terletak di atrium kanan, atrium kanan berdepolarisasi dulu sebelum atrium kiri
dan juga selesai lebih awal. Oleh karena itu, bagian pertama gelombang P terutama
menggambarkan depolarisasi atrium kanan dan bagian kedua menggambarkan
depolarisasi atrium kiri. Amplitudo gelombang P biasanya tidak melebihi 0,25 mV
(2,5 mm atau dua setengah kotak kecil) pada semua sadapan. Amplitudo gelombang P
biasanya paling positif pada sadapan II dan paling negatif pada sadapan AVR.

Setelah depolarisasi atrium selesai, gambaran EKG kembali terlihat tenang. Gelombang
depolarisasi, yang telah menyelesaikan perjalanannya melalui atrium, dicegah agar tidak
berkomunikasi dengan ventrikel oleh katup jantung yang memisahkan antara atrium dan
ventrikel. Konduksi listrik harus disalurkan melalui septum interventrikel, dinding yang
memisahkan ventrikel kanan dengan kiri. Di sini, ada struktur bernama nodus atrioaentrikular
(AV) yang memperlambat kecepatan konduksi menjadi sangat pelan. Jeda ini hanya
berlangsung selama sepersekian detik.

Gelombang QRS

Depolarisasi miokardium ventrikel dan juga kontraksi ventrikel ditandai oleh munculnya
sebuah defleksi baru pada EKG yang disebut kompleks QRS. Amplitudo kompleks QRS jauh
lebih besar daripada gelombang P karena massa otot ventrikel jauh lebih tebal daripada
atrium. Kompleks QRS juga lebih rumit dan bentuknya bervariasi, menggambarkan rumitnya
jalur depolarisasi ventrikel.

Bagian bagian kompleks QRS terdiri dari beberapa gelombang yang berbeda; masing-masing
mempunyai nama.

1. Jika defleksi pertama mengarah ke bawah, disebut gelombang Q

2. Defleksi pertama ke arah atas disebut gelombang R

3. Jika ada defleksi kedua ke arah atas, disebut R' (R-prime).

4. Defleksi pertama ke arah bawah setelah defleksi ke arah atas disebut gelombang S. Oleh
karena itu, jika gelombang pertama pada kompleks merupakan gelombang & defleksi ke arah
bawah yang mengikutinya disebut gelombang S, bukan gelombang Q. Defleksi ke bawah
hanya dapat disebut gelombang Q jika ia merupakan gelombang pertama pada kompleks.
Setiap defleksi ke bawah lainnya disebut gelombang S.

5. Jika seluruh konfigurasi hanya terdiri dari satu defleksi ke arah bawah, gelombang ini
disebut gelombang QS.

Bagian paling awal pada kompleks QRS menggambarkan depolarisasi septum interventrikel
oleh fasikula septum yang berasal dari cabang berkas kiri. Ventrikel kanan dan kiri kemudian
berdepolarisasi hampir bersamaan tetapi gambaran yang sering kita lihat pada EKG
enggambarkan aktivasi ventrikel kiri karena massa otot ventrikel kiri berukuran sekitar tiga
kali lebih besar daripada massa otot ventrikel kanan.
Gelombang T

Setelah sel miokardium berdepolarisasi, mereka mengalami masa refrakter singkat. Selama
masa itu, mereka kebal terhadap rangsangan lebih lanjut. Kemudian, mereka berepolarisasi,
artinya memulihkan elektronegativitas bagian dalamnya agar dapat dirangsang kembali.
Seperti juga gelombang depolarisasi, terdapat juga gelombang repolarisasi. Hal ini juga
terlihat pada EKG. Repolarisasi ventrikel menghasilkan gelombang ketiga pada EKG, yaitu
gelombang T.
Segmen dan Interval

Berbagai macam garis lurus yang menghubungkan berbagai gelombang juga telah diberi
nama yaitu interval PR, segmen ST, interval QT, dan sebagainya.

Segmen adalah garis lurus yang menghubungkan dua gelombang, sedangkan interval
mencakup sekurang-kurangnya satu gelombang dan garis lurus yang menghubungkannya
dengan gelombang lain.

 Interval PR meliputi gelombang P dan garis lurus yang menghubungkannya dengan


kompleks QRS. Oleh karena itu, ia mengukur waktu mulai dari awal depolarisasi
atrium hingga awal depolarisasi ventrikel. Interval PR menggambarkan waktu mulai
dari awal depolarisasi atrium sampai awal depolarisasi ventrikel. Interval ini
mencakup perlambatan konduksi yang terjadi pada nodus AV. Interval PR biasanya
berlangsung selama 0,12 sampai 0,2 detik (sepanjang 3-5 mm pada kertas EKG).
 Segmen PR adalah garis lurus yang berjalan mulai dari akhir gelombang P hingga
awal kompleks QRS. Oleh karena itu, ia mengukur waktu mulai dari akhir
depolarisasi atrium hingga awal depolarisasi ventrikel.
 Segmen ST adalah garis lurus yang menghubungkan akhir kompleks QRS dengan
awal gelombang T. Ia mengukur waktu mulai dari akhir depolarisasi ventrikel hingga
awal repolarisasi ventrikel.
 Interval QT meliputi kompleks QRS, segmen ST dan gelombang T. oleh karena itu, ia
mengukur waktu mulai dari awal depolarisasi ventrikel sampai akhir repolarisasi
ventrikel. Interval QT menyusun sekitar 40% siklus jantung normal, blia diukur dari
satu gelombang R ke gelombang R berikutnya.
 Interval QRS digunakan untuk menggambarkan durasi kompleks QRS saja tanpa
segmen penghubung apapun yang mengukur durasi depolarisasi ventrikel. Interval
QRS, yang menggambarkan durasi kompleks QRS, normalnya berdurasi mulai dari
0,06 sampai 0,1 detik.

Sadapan EKG

EKG standar terdiri dari 12-sadapan, dan masing-masing sadapan ditentukan oleh lokasi dan
orientasi berbagai elektroda pada tubuh. Setiap sadapan memandang jantung dari sudut
tertentu, yang memperkuat sensitivitasnya pada regio jantung tersebut dibandingkan dengan
regio yang lainnya. Semakin banyak sudut pandang, semakin banyak informasi yang didapat.

 Enam Sadapan Ekstremitas

Sadapan ekstremitas memandang jantung dalam sebuah bidang vertikal disebut bidang
frontal. Bidang frontal dapat dibayangkan sebagai satu lingkaran raksasa yang berhimpitan
dengan tubuh pasien. Lingkaran ini kemudian ditandai dengan derajat-derajat. Sadapan
ekstremitas memandang gaya-gaya listrik (gelombang depolarisasi dan repolarisasi) yang
bergerak ke atas dan ke bawah serta ke kiri dan ke kanan melalui lingkaran ini.

Tiga sadapan ekstremitas standar didefinisikan sebagai berikut:

1. Sadapan I dihasilkan dengan cara menjadikan lengan kiri sebagai kutub positif dan
lengan kanan sebagai kutub negatif. Sudut orientasinya 00.
2. Sadapan II dihasilkan dengan cara menjadikan tungkai sebagai kutub positif dan
lengan kanan sebagai kutub negatif. Sudut orientasinya adalah 60o.
3. Sadapan III dihasilkan dengan cara menjadikan tungkai sebagai kutub positif dan
lengan kiri sebagai kutub negatif. Sudut orientasinya 1200.
 Sadapan Tambahan

Sadapan ini disebut sadapan tambahan karena mesin EKG harus memperkuat gambaran
untuk mendapatkan rekaman yang jelas dilihat.

1. Sadapan AVL dihasilkan dengan cara menjadikan lengan kiri sebagai kutub positif
dan ekstrerritas yang lain sebagai kutub negatif. Sudut orientasinya – 30o.
2.Sadapan AVR dihasilkan dengan cara menjadikan lengan kanan sebagai kutub
positif dan ekstremitas yang lain sebagai kutub negatif. Sudut orientasinya – 150o.
3.SadapanAVF dihasilkan dengan cara menjadikan tungkai sebagai kutub positif dan
ekstremitas yang lain sebagai kutub negatif. Sudut orientasinya +90o.
 Enam Sadapan Prakordial

Untuk menghasilkan enam sadapan prakordial, masing-masing elektroda dada secara


bergiliran dijadikan sebagai kutub positif, dan seluruh tubuh dianggap sebagai elektroda
negatif. Enam elektroda positif, yang menjadi sadapan prekordial V1, sampai V6, diatur
sebagai berikut:

 V1 ditempatkan di sela iga keempat di sebelah kanan sternum


 V2 ditempatkan di sela iga keempat di sebelah kiri sternum
 V3 ditempatkan di antara V2, cian V4.
 V4 ditempatkan di sela iga kelima pada linea medioklavikularis.
 V5 ditempatkan di antara V4 dan V6.
 V6 ditempatkan di sela iga kelima pada linea aksilaris media.
Sadapan Kelompok
V1, V2, V3, V4 Anterior
I, AVL, V5, V6 Lateral Kiri
II, AVF, III Inferior
AVR ---
Infark Miokardium

Infark miokardium, atau "serangan jantung", terjadi ketika salah satu arteri koroner tersumbat
sepenuhnya. Daerah miokardium yang dipasok oleh arteri koroner tersebut kehilangan
pasokan darahnya dan mati karena kehilangan oksigen dan nutrien lain. Patogenesis yang
terjadi pada hampir semua kasus adalah penyempitan progresif arteri koroner oleh proses
aterosklerosis. Penyumbatan total dan mendadak yang mempercepat infark ini biasanya
disebabkan oleh trombosis yang menempel atau spasme arteri koroner. Pada kebanyakan
infark, EKG akan menyingkap tirai diagnosis yang tepat. Tampak perubahan
elektrokardiografik yang khas pada infark miokardium, dan perubahan yang paling awal
terjadi hampir bersamaan dengan terjadinya kerusakan miokardium.

Selama infark miokardium akut, gambaran EKG berubah melalui tiga stadium:

1. Gelombang T meninggi (T hiperakut) yang diikuti inversi gelombang T ( gambar A dan B


di bawah)
2. Elevasi segmen ST (C)
3. Munculnya gelombang Q baru. (D)

Gelombang T

Di awal infark, gelombang T


meninggi dan menyempit, suatu
fenomena yang disebut memuncak
(peaking). Gelombang T yang
memuncak ini sering disebut sebagai
gelombang T hiperakut Segera
setelah itu, biasanya beberapa jam
kemudian gelombang T mengalami
inversi. (A) Gelombang T meninggi
pada pasien yang sedang mengalami
infark akut. Sadapan yang sama 2
jam kemudian menunjukkan inversi
gelombang T. Perubahan gelombang T ini menggambarkan iskemia miokardium, yaitu
kurangnya aliran darah yang adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar
bersifat reversibel. Jika aliran darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen jantung dipenuhi,
gelombang T akan kembali normal. Sebaliknya, jika kematian sel miokardium yang
sebenarnya (infark sejati) telah terjadi, inversi gelombang T akan menetap selama berbulan-
bulan sampai bertahun-tahun. Inversi gelombang T dengan sendirinya hanya merupakan
petunjuk tentang iskemia tidak diagnostik untuk infark miokardium.
Inversi gelombang T merupakan temuan yang amat tidak spesifik. Banyak hal yang
dapat menyebabkan gelombang T terbalik; misalnya, kita telah melihat bahwa baik blokade
cabang berkas maupun hipertrofi ventrikel yang disertai kelainan repolarisasi menyebabkan
inversi gelombang T. Salah satu ciri-ciri diagnostik yang membantu adalah bahwa gelombang
T pada iskemia miokardium mengalami inversi yang simetris, sedangkan pada sebagian besar
keadaan lain bersifat asimetrik, berupa landaian ke bawah yang pelan dan landaian ke atas
yang cepat.
Segmen ST

Elevasi segmen ST merupakan


perubahan kedua yang terjadi secara
akut pada evolusi infark. Elevasi
segmen ST menandakan cedera
miokardium. Cedera kemungkinan
menggambarkan derajat kerusakan
selular yang lebih dari sekedar
iskemia, tetapi kemungkinan besar
juga bersifat reversibel, dan pada
beberapa kasus, segmen ST langsung
kembali normal. Namun pada
kebanyakan kasus, elevasi segmen ST
merupakan tanda yang dapat
diandalkan bahwa telah terjadi infark sejati, dan bahwa akan tampak gambaran
elektrokardiografi infark yang komplet kecuali jika segera dilakukan intervensi terapeutik
agresif. Bahkan pada infark sejati, segmen ST biasanya kembali ke garis dasar dalam
beberapa jam. Elevasi segmen ST yang persisten sering menandakan adanya pembentukan
aneurisma ventrikular, yaitu dinding ventrikel yang melemah dan menggembung.

Elevasi segmen ST dapat ditemukan pada sejumlah keadaan lain selain cedera
miokardium. Bahkan ada jenis elevasi segmen ST yang dapat ditemukan pada jantung
normal. Pada penyakit miokardium, segmen ST yang mengalami elevasi mempunyai
konfigurasi yang berbeda. Ia melengkung ke atas dan cenderung samar-samar bergabung
dengan gelombang T.
Gelombang Q
Munculnya gelombang Q yang baru
menunjukkan bahwa telah terjadi kematian
sel miokardium yang ireversibel.
Keberadaan gelombang Q baru merupakan
tanda diagnostik infark miokardium.
Gelombang Q biasanya muncul dalam
beberapa jam sejak onset infark, tetapi pada
beberapa pasien, gelombang ini
memerlukan beberapa hari untuk muncul.
Segmen ST biasanya sudah kembali ke
garis dasar pada saat gelombang Q muncul.
Gelombang Q cenderung menetap
sepanjang hidup pasien.

Gelombang Q patologik yang menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam.
Mereka sering disebut sebagai gelombang Q signifikan. Kriteria untuk gelombang ini adalah
sebagai berikut:

1. Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detik


2. Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus sepertiga tinggi gelombang R pada
kompleks QRS yang sama.
Perubahan Resiprokal

Sadapan lain yang terletak tidak jauh dari lokasi


infark, akan peningkatan nyata gaya-gaya listrik
yang sedang bergerak mendekati sadapan tersebut.
Sadapan ini akan merekam gelombang R positif dan
tinggi. Perubahan berlawanan yang dicatat oleh
sadapan yang jauh ini disebut perubahan resiprokal.
Konsep ini berlaku tidak hanya pada gelombang Q
tetapi juga pada segmen ST dan gelombang T.
Dengandemikian, sadapan yang terletak jauh dari
infark dapat merekam depresi segmen ST.

Perubahan EKG pada Infark Miokardium yang sedang terjadi

1. Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika terjadi infark


sejati, gelombang T tetap mengalami inversi selama beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Elevasi segmen ST awalnya mengalami elevasi dan bergabung dengan
gelombang T.
2. Elevasi segmen ST menggambarkan cedera miokardium. Jika terjadi infark, segmen
ST biasanya kembali ke garis dasar dalam beberapa jam.
3. Gelombang Q yang baru muncul dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
Gelombang ini menandakan adanya infark miokardium. Pada sebagian besar kasus,
gelombang ini menetap sepanjang hidup pasien.

Lokasi Infark dan Iskemik


Lokasi infark harus ditentukan karena dampak prognostik dan terapeutik turut
ditentukan oleh daerah mana di jantung yang telah mati. Infark dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok anatomik umum, yaitu infark inferior, infark lateral, infark anterior, dan
infark posterior. Ada juga kombinasi infark, seperti infark anterolateral yang lumayan sering
ditemui.
Perubahan elektrokardiografik yang khas pada infark terjadi hanya pada sadapan-sadapan
yang terletak di atas atau di dekat lokasi infark.
1. Infark inferior melibatkan permukaan diafragmatik jantung. Infark ini sering
disebabkan oleh penyumbatan a. koronaria dekstra atau cabang desendennya.
Perubahan elektrokardiografikyang khas dapat dilihat pada sadapan inferior (II, III,
dan AVF).
2. Infark lateral melibatkan dinding lateral kiri jantung. Infark ini sering disebabkan
oleh penyumbatan ramus sirkumfleksus a.koronaria sinistra. Perubahan akan terjadi
pada sadapan lateral kiri (I, AVL, V5 dan V6).
3. Infark anterior melibatkan permukaan anterior ventrikel kiri dan biasanya disebabkan
oleh penyumbatan ramus interventrikularis anterior a. koronaria sinistra. Semua
sadapan prekordial (V1, sampai V6) dapat menunjukkan perubahan.
4. Infark posterior melibatkan permukaan posterior jantung dan biasanya disebabkan
oleh penyumbatan a. koronaria dekstra. Tidak ada sadapan yang terletak di atas
dinding posterior. Oleh karena itu, diagnosis harus ditegakkan dengan cara mencari
perubahan resiprokal pada sadapan anterior, terutama V1.

Angina

Angina merupakan nyeri dada khas yang timbul pada penyakit arteri koroner. Penderita
angina pada akhirnya dapat terus mengalami infark atau tetap'stabil selama bertahun-tahun.
Pemeriksaan EKG selama serangan angina berlangsung akan menunjukkan depresi segmen
ST atau inversi gelombang T.

Dua cara untuk membedakan depresi segmen ST pada angina dengan depresi segmen ST
pada infark gelombang non-Q adalah melalui gambaran klinis dan perjalanan waktunya. Pada
angina, segmen ST biasanya kembali ke, garis dasar segera sesudah serangan mereda. Pada
infark gelombang non-Q, segmen ST tetap di tempat setidaknya selama 48 jam. Pemeriksaan
enzim jantung dapat membantu karena enzim ini akan meningkat pada infark tetapi tidak
meningkat pada angina tanpa penyulit.

Angina Prinzmetal

Ada satu tipe angina yang menunjukkan eleaasi segmen ST. Angina Prinzmetal dapat terjadi
kapan saja dan pada banyak pasien disebabkan oleh spasme arteri koroner, sedangkan angina
tipikal biasanya disebabkan oleh aktivitas fisik berat dan disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular aterosklerotik yang progresif. Elevasi segmen ST agaknya menggambarkan
cedera transmural yang reversibel. Bentuk segmen ST seringnya tidak menyerupai gambaran
infark sejati yang berbentuk seperti kubah dan bulat, dan segmen ST akan segera kembali ke
garis dasar bila pasien diberi obat antiangina (misalnya, nitrogliserin).

Pasien yang menderita angina Prinzmetal sebenarnya dibagi daiam dua kelompok: mereka
yang tidak mempunyai penyakit aterosklerosis dan rasa nyerinya hanya disebabkan oieh
spasme arteri koroner, dan mereka yang sebelumnya sudah mempunyai penyakit
aterosklerosis dan mengalami spasme pada saat bersamaan (atau juga tidak); EKG tidak dapat
membedakan dua kelompok ini.

Sumber :

Thaler, M.S., 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. edisi 5. Jakarta EGC.

Troponin Sebagai Biomarker Infark Miokardium


Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus
kontraktil otot bergaris. Terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa),
dan troponin C (18 kDa). Tiap-tiap komponen troponin memainkan fungsi yang khusus.
Troponin C mengikat Ca2+, troponin I menghambat aktivitas ATPase aktomiosin dan
troponin T mengatur ikatan troponin pada tropomiosin. Setiap subunit troponin mempunyai
berbagai isoform tergantung pada tipe otot dan dikode oleh sebuah gen yang berbeda.
Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan
struktur troponin pada otot skeletal, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan
skeletal identik. Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih permeabel
sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung merembes ke dalam interstitium dan
ruang intravaskuler. Protein ini mempunyai ukuran molekul yang relatif kecil dan terdapat
dalam 2 bentuk. Sebagian besar dalam entuk troponin komplek yang secara struktural
berikatan pada miofibril serta tipe sitosolik sekitar 6-8% pada cTnT dan 2,8-4,1% pada cTnI.
Ukuran molekul yang relatif kecil dan adanya bentuk troponin komplek dan bebas ini akan
mempengaruhi kinetika pelepasannya.
Akan terjadi pelepasan troponin dini segera setelah jejas iskemia, diikuti oleh
pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama, yang menyebabkan pola pelepasan bifasik
yang terutama terjadi pada troponin T (cTnT). Sedangkan pada troponin I (cTnI) karena
jumlah troponin sitosoliknya lebih kecil kemungkinan pelepasannya monofasik. Kadar cTnT
mulai meningkat 3-5 jam setelah jejas dan tetap meningkat selama 14-21 hari. Kadar cTnI
mulai meningkat 3 jam setelah terjadi jejas dan tetap meningkat selama 5-7 hari. Kadar kedua
troponin mencapai puncak 12- 24 jam setelah jejas.
Troponin jantung dapat diukur sebagai unit bebas (misalnya cTnI atau cTnT) dan
dilepas selama stadium dini IMA atau sebagai bagian dari komplek (misalnya sebagai
komplek tersier cTnT-I-C atau komplek biner cTnI-C dan cTnT-I), karena secara struktural
berikatan satu dengan lainnya.

Cardiac Troponin T (cTnT)

Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama pertumbuhan janin.
Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis),
regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap
jejas otot jantung. Setelah jejas miokard peningkatan kadar cTnT terdeteksi kira-kira
bersamaan dengan CK-MB, dengan kadar yang dapat dideteksi 3 sampai 4 jam setelah IMA.
Troponin T tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB, karena sustained
release protein yang secara struktural berikatan dengan miofibril yang mengalami
desintegrasi, dengan kadar yang masih dapat dideteksi hingga 240 jam setelah IMA.
Peningkatan yang lama dari cTnT akan mengganggu diagnosis perluasan IMA atau adanya
re-infark.Pemeriksaan kadar cTnT mempunyai sensitivitas sampai 100% terhadap kerusakan
miokard dalam 4-6 jam setelah IMA. Spesifisitas cTnT dalam diagnosis IMA tinggi, tetapi
terdapat faktor yang dapat mengurangi spesifisitasnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cTnT dilepas dari sel-sel miokard pada
ATS, sehingga mengurangi spesifisitas untuk diagnosis IMA. Hal lain yang dapat
mengurangi spesifisitasnya adalah gen untuk cTnT ditemukan pada otot skeletal selama
pertumbuhan janin. Selama jejas otot dan regenerasinya, otot skeletal nampaknya kembali ke
keadaan janin, yang melepas cTnT dalam darah. Peningkatan kadar cTnT ditemukan pada
gagal ginjal kronik, kemungkinan disebabkan oleh myopati akibat gagal ginjal kronik.
Sumber:

Nur Samsu, Djanggan Sargowo.Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada Diagnosis
Infark Miokard Akut. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Anda mungkin juga menyukai