Anda di halaman 1dari 33

VAKSIN RABIES

VENNY CS. SITOMPUL


DIAN GUSRIAWAN
ALWAN HUSEIN SIREGAR
MAHATIR MUHAMMAD
TRI AGUSTINA SIREGAR
PAUL Y.A.K. HUTAPEA
DESI MONALISA PURBA
JELIAN SRI SIDABUTAR
ERVINA SEPTA YOLANDA
SARAH C. HUTABARAT

141524016
141524027
141524042
141524050
141524051
141524061
141524066
141524068
141524070
141524071

Sejarah Rabies
Rabies telah dikenal 2300 SM sejak
zaman Mesopotomia(dokumen
Hammurabi)

Penyakit rabies masuk pertama kali ke


Indonesia pada tahun 1884, ditemukan
oleh Schrool (orang Belanda) pada kuda,
kemudian tahun 1889 Esser W, J,. dan
Penning menemukan penyakit rabies
pada anjing. Pada tahun 1894, pertama
kali virus rabies menyerang manusia,
ditemukan oleh EV De Haan (orang
Belanda).

Menurut bahasa, Rabies berasal dari bahasa latin


rabere arti marah.

bahasa Sanskrit rabhas yang bermakna


kekerasan.

Yunani : Lyssa kegilaan.


Rabies merupakan simbol bagi penyakityang

menyerang anjing dan membuat anjing seperti


gila(mad Dog )(Wilkinson, 2002)

Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit


hewan menular yang disebabkan oleh virus,
bersifat akut serta menyerang susunan syaraf
pusat hewan berdarah panas dan manusia
(zoonosis).

Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan

yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan


atau jilatan.

Setalah tahun 1945 dalam kurun waktu kurang dari 35 tahun


(1945-1980) setelah merdeka Rabies menyebar hampir ke 12
provinsi lain :

Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953)


Sulawesi Utara (1956)
Sumatera Selatan (1959)
DI. Aceh (1970)
Lampung (1969)
Jambi dan Yogyakarta (1971)
DKI Jaya dan Bengkulu (1972)
Kalimantan Timur (1974)
Riau (1975)
Kalimantan Tengah (1978)
pada era 1990-an, provinsi di Indonesia yang masih bebas
rabies adalah Bali, NTB, NTT, Maluku, dan Papua (Departemen
Pertanian, 2007).

ETIOLOGI
Rabies disebabkan oleh

virus dari genus Lyssavirus


(dari bahasa Yunani Lyssa,
yang berarti mengamuk
atau kemarahan)
familyRahbdoviridae (dar
bahasa Yunani, Rhabdos
yangberartibatang).

Virus rabies masuk kedalam tubuh pada


umumnya masuk kedalam tubuh melalui
perlukaan dan melalui gigitan hewan
yang terinfeksi Rabies.

Gigitan dari hewan yang terinfeksi adalah


rute yang paling penting dan paling
sering terjadi dalam proses infeksi
Rabies.

review pada tahun 1927-1946 kasuskasus Rabies pada manusia hampir


sekitar 99,8% disebabkan oleh gigitan
hewan yang terinfesi Rabies

Virus yang masuk kedalam


tubuh melalui gigitan akan
ber-replikasi dalam otot atau
jaringan ikat pada tempat
inokulasi dan kemudian
memasuki saraf tepi pada
sambungan neuromuskuler
dan menyebar sampai ke
susunan saraf pusat (SSP).

Virus terus ber-replikasi


hingga masuk menuju
kelenjar ludah dan jaringan
lain. Sehingga virus ini pada
umumnya menyebar ke
hewan lain melalui saliva
dari hewan yang terinfeksi
(melalu gigitan)

Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya


bergantung pada :
latar belakang genetik inang
strain virus yang terlibat
konsentrasi reseptor virus pada sel inang
jumlah inokulum
beratnya laserasi
jarak yang harus ditempuh virus untuk
bergerak dari titik masuk ke SSP
Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan
masa inkubasi yang lebih pendek pada orang
yang digigit pada wajah atau kepala

Distribusi penyakit Rabies sangat bervariasi untuk


setiap belahan dunia.

Rabies adalah penyakit zoonosis yang pada umumnya

berasal dari satwa liar yang menyerang hewan-hewan


domestik dan manusia atau dari hewan domestik yang
tertular kemudian ke manusia.

Hewan-hewan utama yang merupakan pembawa rabies


(HPR=Hewan Pembawa Rabies) umumnya berbeda
untuk setiap benua.
Eropa : rubah dan kelelawar
Timur Tengah : srigala dan anjing
Afrika : anjing, mongoose dan antelop
Asia : anjing
Amerika utara : rubah, sigung, rakun, dan kelelawar
pemakan serangga
Amerika selatan : anjing dan kelelawar vampire

Virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia


atau hewan melalui:
Luka gigitan hewan penderita rabies
Luka yang terkena air liur hewan atau
manusia penderita rabies

Laporan Kemenkes 2010 : kasus


gigitan rabies ke manusia mencapai
jumlah20.926 kasus gigitan per
tahun pada tahun 2010 yang
terlaporkan kepada Dinas-Dinas
Kesehatan di seluruh Kabupaten di
Indonesia

PATOGENESA
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka

selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat


masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai
ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan
perubahan-perubahan fungsinya.

Masa inkubasi bervariasi berkisar antara 2 minggu

sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu,


berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh
virus sebelum mencapai otak.

Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak


diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron,
terutama mempunyai predileksi khusus terhadap selsel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak

PATOGENESA
Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral,

virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen


dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan
demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan
didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringanjaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

Manusia adalah salah satu komponen dari siklus

penyakit Rabies yang merupakan dead end dari


siklus penyakit ini karena hampir selalu
menyebabkan kematian.Transmisi manusia ke
manusia adalah jarang, tetapi hal ini pernah
dilaporkan di Perancis pada proses operasi
transplantasi kornea mata pada tahun 1980

WHO menyatakan bahwa sekitar 55.000 orang


per tahun mati karena Rabies, 95% dari jumlah
itu berasal dari Asia dan Afrika (WHO,
2008).Sebagian besar dari korban sekitar 3060% adalah anak-anak usia kecil dibawah 15
tahun (WHO, 2008)

Masa inkubasi di manusia dari penyakit


Rabies sangatlah bervariasi, dimulai
dari 7 hari hingga beberapa tahun.Hal
ini tergantung kepada:

1. Dosis dari inokulum


2. Keparahan dari luka hasil gigitan
3. Jarak luka dengan SSP, seperti luka
yang terjadi diwajah mempunyai masa
inkubasi yang lebih pendek jika
dibandingkan dengan luka di kaki

GEJALA
1. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, malaise,


mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama
beberapa hari.

2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai
kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian
disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang sensorik.

GEJALA
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala
hiperhidrosis,

hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium

eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium
ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah
hidrofobi.

Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan


oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau
dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat
telinga penderita.

Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi.

Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai


dengan saat-saat responsif.

Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita

meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otototot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

GEJALA
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam

stadium eksitasi Kadang-kadang ditemukan juga


kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis
otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena
gangguan sumsum tulang belakang, yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot
pernafasan.Serum neutralizing antibody pada kasus
yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai
hari ke vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah
infeksi dan pemberian analgetikTerhadap luka resiko
tinggi, selain VAR juga diberi SAR.

komplikasi biasanya diikuti gejala


klinis pada
Susunan Syaraf Pusat :
gangguan termoregulasi
penurunan kesadaran
encephalitis
sistem kardiovaskular : cardiac
dysrithmia
system respirasi.

PENANGANAN LUKA GIGITAN


HEWAN MENULAR RABIES
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus
ditangani dengan cepat dan sesegera

mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies


yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling
efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air
(sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent
selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik
(alkohol 70 %, betadine, obat merah

Luka gigitan tidak dibenarkan untuk

dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila


memang perlu sekali untuk dijahit
(jahitannya jahitan situasi), maka diberi
Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan
dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di
sekitar luka sebanyak mungkin dan
sisanya disuntikan secara intra muskuler.

Disamping itu harus dipertimbangkan

perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin


anti tetanus, anti biotik untuk mencegah
infeksi dan pemberian analgetik

PENCEGAHAN
langkah-langkah pencegahan rabies :

Tidak memberikan izin untuk memasukkan

atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan


sebangsanya di daerah bebas rabies.

Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan


sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah
bebas rabies.

Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing,


kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam
jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES


INDIVIDUAL

Memberantas, memusnakan atau eliminasi

anjing liar atau yang berkeliaran dengan


menggunakan umpan, misalnya bakso atau
ikan, yang diberi racun. Kegiatan ini dilakukan
oleh petugas berwenang.

Dilakukan penangkapan ajing liar/berkeliaran


ditempat umum selanjutnya dilakukan
pembunuhan.

VAR (Vaksin Anti Rabies)


1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab)

Dosis Dewasa/anak sama yaitu : hari ke 0 (pertama


berkunjung ke Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah
Sakit). Diberikan 2 dosis @ 0,5 ml diberikan deltoideus
kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara
intra muskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila VAR
Verorab + SAR perlu diberikan booster pada hari ke 90.

2. Suckling Mice Brain Veccine (SMBV)

Produksi Bio Farma Bandung.


Dosis : Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap
hari sub cutan didaerah sekitar pusar/umbillus.
Ulangan 0,25 ml diberikan ke 11,15,30 dan 90
secara intra cutan dibagian fleksor lengan
bawah. Anak-anak 3 tahun ke bawah, dasar 1
ml diberikan 7x setiap hari sub cutan disekitar
daerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,1 ml
diberikan hari ke 11,15,30,dan 90 secara intra
cutan dibagian fleksor lengan bawah.
Pemberian SMBV + SAR (Serum Anti Rabies)
Jadwal pemberian VAR dasar sama ulangan
boostar jadwalnya 11, 15, 25, 35, dan 90.

SAR (Serum Anti Rabies)

SAR Heterolog (serum kuda) produksi Bio Farma


Bandung, dosis 40 IU/Kg BB, harus dilakukan
skin test positif tidak boleh diberikan,kemasan
vial = 20 ml(1 ml = 100 IU) Serum omolog,
misal IMDGAM produksi Pasteur Merieux
Perancis, dosis 20 IU/Kg kemasan Vial 2 ml (1ml
= 150 IU) cara pemberian disuntikkan secara
infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin.

Tipe-tipe Vaksin
Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung
virus rabies yang telah diinaktifkan.
1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)

Untuk mendapkatkan suatu suspensi virus


rabies yang bebas dari protein asing dan protein
sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk
tumbuh dalam lini sel fibroblast normal manusia
WI-38. Preparasi virus rabies dipekatkan oleh
ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan propiolakton. Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun
anafilaktik serius yang pernah dilaporkan.

2. Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA)

Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid


yang berasal dari sel-sel paru janin kera
rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin
ini diinaktivasi oleh - propiolakton dan
dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium
fosfat.
3. Vaksin sel embrio ayam yang
dimurnikan (PCEC)

Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies


fixed flury LEP yang tumbuh dalam fibroblast
ayam. Diinaktivasi oleh -propiolakton dan
dimurnikan lebih lanjut oleh sentrifugasi zonal.

4. Vaksin jaringan saraf

Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang


terinfeksi dan digunakan di banyak bagian dunia
termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Menimbulkan
sensitisasi pada jaringan saraf dan menghasilkan
ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit alergi) dengan
frekuensi subscansial (0,05%). Perkiraan efektivitasnya
pada orang yang digigit oleh hewan buas/gila bervariasi
dari 5 sampai 50%.
5. Vaksin embrio bebek

Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah


ensefalitis pasca vaksinasi. Virus rabies ditanam dalam
telur bebek berembrio. Jarang terdapat reaksi anafilaktik,
tetapi antigenisitas vaksinnya rendah, sehingga beberapa
dosis harus diuji untuk mendapatkan respon antibodi
yang memuaskan.

6. Virus hidup yang dilemahkan

Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi


untuk tumbuh pada embrio ayam (misalnya,
strai flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak
untuk manusia. Kadang-kadang vaksin
demikian bisa menyebabkan kematian oleh
rabies pada kucing atau anjing yang disuntik.
Virus rabies yang tumbuh pada biakan sel
hewan yang berlainan telah dipakai sebagai
vaksin untuk hewan piaraan.

Vaksinasi Rabies
Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing,
kucing, atau kera dapat diberi vaksin inaktif atau yang dilemahkan
(attenuated). Untuk memperoleh kualitas vaksin yang efektif dan
efisien, ada beberapa persyaratan yang harus dipenui, baik vaksin
yang digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni :
Vaksin harus dijamin aman dalam pemakaian.
Vaksin harus memiliki potensi daya lindung yang tinggi.
Vaksin harus mampu memberikan perlindungan kekebalan yang
lama.
Vaksin arus mudah dalam cara aplikasinya.
Vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu kadaluwarsa yang
lama.

Vaksin harus selalu tersedia dan mudah didapat sewaktu-waktu


dibutuhkan.7

Universitas Sumatera

33

Anda mungkin juga menyukai