Anda di halaman 1dari 108

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN FISIK DALAM

RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGTENGAH

TAHUN 2021

SKRIPSI

Oleh :

FAHRIZAL OKI NAUFAL

113117082

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (S.1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2021
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN FISIK DALAM
RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSI PARU DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGTENGAH
TAHUN 2021

SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S1)

Oleh :

FAHRIZAL OKI NAUFAL


113117082

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (S.1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan
Dewan Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat (S-1)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi
Pada tanggal

Nama Mahasiswa : Fahrizal Oki Naufal


NPM : 113117082
Judul : Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik
dalam Rumah dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangtengah Tahun 2021
Mengesahkan
Program Studi Kesehatan Masyarakat (S-1)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Budiman, SKM., M.Kes., MH.Kes Lela Juariah, S.Kp., MH.Kes


Penguji I Penguji II

Dr. Novie E. Mauliku, SKM., M.Sc Dr. Dyan Kunthi Nugrahaeni, SKM., MKM
Mengetahui,
Program Studi Kesehatan Masyarakat (S-1)
Ketua,

Asep Dian Abdillah, SKM., MM., MH.Kes

i
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Hubungan Kualitas

Lingkungan Fisik dalam Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021” sepenuhnya karya

sendiri, tidak ada bagian didalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang

lain dan saya tidak melakukan penjiplakannya atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai dengan etik keilmuan yang berlaku dalam keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan

kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika

keilmuan dalam karya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya

ini

Cimahi, September 2021


Yang membuat pernyataan

Fahrizal Oki Naufal

ii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (S1) SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2021

FAHRIZAL OKI NAUFAL


HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN FISIK DALAM RUMAH
DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KARANGTENGAH TAHUN 2021
(x + 53 hal + 8 tabel + 2 gambar + 11 Lampiran)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Salah satu penyebab terjadinya penyakit paru pada
manusia adalah kualitas fisik dalam rumah yang tidak memenuhi syarat.Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan kualitas lingkungan fisik dalam rumah
dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah
tahun 2021.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain case control. Sampel
yang digunakan sebanyak 60 sampel yang terdiri dari kelompok kasus 30 sampel
dan kelompok kontrol 30 sampel, teknik pengambilan sampel menggunakan total
sampling. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi dan rekam medis,
analisis secara statistik menggunakan uji Chi-Square.
Hasil penelitian dapat digambarkan sebanyak 18,3% Suhu tidak memenuhi syarat,
36,6% Kelembaban tidak memenuhi syarat, 51,6% Pencahayaan tidak memenuhi
syarat, 26,6% Kepadatan hunian tidak memeuhi syarat, dan 38,3% Riwayat
kontak tidak memeuhi syarat. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang
signifikan anatara suhu (p value= 0,045), kelembaban (p value= 0,016),
pencahayaan (p value= 0,039), kepadatan hunian (p value=0,041), dan riwayat
kontak (p value=0,034).
Disarankan Bagi Puskesmas Karangtengah Kabupaten Cianjur di harapkan
mampu mengupayakan penyuluhan terkait dengan pentingnya memperbaiki
rumah sesuai dengan kriteria rumah sehat

Kata kunci : Tuberkulosis paru, Kualitas lingkungan fisik, suhu


Kepustakaan : 33 (1999 – 2021)

iii
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM (S1) OF GENERAL ACHMAD
YANI CIMAHI COLLEGE OF HEALTH SCIENCES 2021

FAHRIZAL OKI NAUFAL


THE RELATIONSHIP OF THE QUALITY OF THE PHYSICAL
ENVIRONMENT IN THE HOUSE WITH THE INCIDENCE OF
PULMONARY TUBERCULOSIS IN THE WORKING AREA OF
KARANG TENGAH
X + 53 pages + 8 table + 2 images + 11 attachment

ABSTRACT

Pulmonary tuberculosis is an infectious disease caused by the bacterium


Mycobacterium tuberculosis. One of the causes of lung disease in humans is the
physical quality in the house that does not qualify. The purpose of this study is to
find out the relationship of the quality of the physical environment in the home
with the incidence of pulmonary tuberculosis in the working area of Karangtengah
Health Center in 2021.
This research is a quantitative study with case control design. The sample used as
many as 60 samples consisting of a case group of 30 samples and a control group
of 30 samples, sampling techniques using total sampling. Research instruments
use observation sheets and medical records, statistical analysis using the Chi-
Square test.
The results can be described as 18.3% Temperature ineligible, 36.6% Humidity
ineligible, 51.6% Lighting ineligible, 26.6% Occupancy density not eligible, and
38.3% Contact history is not eligible. The results showed a significant association
between temperature (p value = 0.045), humidity (p value = 0.016), lighting (p
value = 0.039), occupancy density (p value = 0.041), and contact history (p value
= 0.034).
It is recommended for Puskesmas Karangtengah Cianjur Regency is expected to
be able to seek counseling related to the importance of improving the house in
accordance with the criteria of a healthy home.

Keywords : Pulmonary tuberculosis, Quality of the physical environment,


temperature
Literature :33(1999-2021)

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN FISIK DALAM RUMAH

DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KARANGTENGAH TAHUN 2021”, yang merupakan salah satu

syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana (S1) di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi, Program Studi Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dorongan

dari berbagai pihak yang telah berjasa. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu proses penyusunan

Skripsi ini yakni :

1. Gunawan Irianto, dr. M.Kes (MARS) selaku Ketua Stikes Jenderal Achmad

Yani Kota Cimahi.

2. Asep Dian Abdillah, S.KM., MM., MH.Kes. selaku Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat S1 Stikes Jenderal Achmad Yani Kota Cimahi.

3. Dr. Budiman, SKM., M.Kes., MH.Kes selaku Dosen Pembimbing 1 yang

selalu memberikan arahan serta waktunya dalam membimbing skripsi ini

sehingga dapat terselesaikan.

v
4. Lela Juariah S.Kp., MH.Kes selaku Dosen Pembimbing 2 yang selalu

memberikan arahan serta waktunya dalam membimbing skripsi ini sehingga

dapat terselesaikan.

5. Orang tua yang selalu memberikan doa-doa terbaiknya untuk anak yang sedang

menempuh pendidikan ini.

6. Terimakasih untuk kakak saya Malpi Alman Fajrian yang sudah memberikan

doa dan dukunganya.

7. Seluruh teman-teman dalam peminatan Kesehatan Lingkungan, yang telah

membantu, memberikan dukungan, dan motivasi satu sama lain.

8. Terimakasih kepada Kang Rilo Pambudi SKM, Alivia Fatihatul , Alwan Aziz

Zamhur, Farhan, Cep, Bramantyo, Wahuy, Indra, Firman, Gita, Nabila Nurul

Aini, Afifah, Cia, si sayang, dan KELUARGA ENDONESA KIMANIS yang

sudah mendukung dan membantu saya dalam penelitian ini

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan yang memerlukan perbaikan agar menjadi lebih baik. Penyusun

berharap semoga skripsi ini dapat disetujui untuk memenuhi salah satu syarat

kelulusan di jenjang Sarjana Kesehatan Masyarakat. Demikian skripsi ini dibuat,

semoga dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membaca dan

membutuhkannya.

Cimahi, September 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

PENGESAHAN.................................................................................................................i
PERNYATAAN...............................................................................................................ii
ABSTRAK.......................................................................................................................iii
ABSTRACT.....................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR......................................................................................................v
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................x
DAFTAR TABEL...........................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................6
1. Tujuan Umum........................................................................................................6
2. Tujuan Khusus.......................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................................7
1. Manfaat Teoritis.....................................................................................................7
2. Manfaat Praktis......................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................8
A. Tuberkulosis..............................................................................................................8
1. Definisi Tuberkulosis.............................................................................................8
2. Etiologi...................................................................................................................9
3. Patofisiologi.........................................................................................................10
4. Epidemiologi........................................................................................................10
5. Karakteristik Tuberkulosis...................................................................................11
6. Faktor TB paru.....................................................................................................12
7. Gejala Tuberkulosis..............................................................................................17
8. Cara penularan.....................................................................................................19
9. Manifestasi klinis.................................................................................................19

vii
10. Diagnosis tuberkulosis.......................................................................................19
11. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis......................................................................20
12. Pengobatan Tuberkulosis....................................................................................23
13. Pencegahan Tuberkulosis paru...........................................................................24
B. Lingkungan Fisik Rumah........................................................................................25
C. Kerangka Teori........................................................................................................30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................31
A. Metode Penelitian....................................................................................................31
1. Paradigma Penelitian............................................................................................31
2. Rancangan Penelitian...........................................................................................32
3. Hipotesis Penelitian..............................................................................................33
4. Variabel Penelitian...............................................................................................34
5. Definisi Operasional.............................................................................................34
B. Populasi dan Sampel................................................................................................37
1. Populasi................................................................................................................37
2. Sampel..................................................................................................................37
C. Pengumpulan Data...................................................................................................38
1. Teknik Pengumpulan Data...................................................................................38
2. Instrumen Penelitian.............................................................................................41
D. Prosedur Penelitian..................................................................................................42
1. Tahap Persiapan...................................................................................................42
2. Tahap Pelaksanaan...............................................................................................43
3. Tahap Akhir.........................................................................................................44
E. Pengolahan dan Analisis Data..................................................................................45
1. Pengolahan Data...................................................................................................45
2. Analisis Data........................................................................................................46
F. Etika Penelitian........................................................................................................50
G. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................................50
1. Tempat.................................................................................................................50
2. Waktu penelitian..................................................................................................50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................51
A. Hasil Penelitian.......................................................................................................51
B. Pembahasan.............................................................................................................56

viii
1. Gambaran Kejadian TB Paru berdasarkan Suhu, Kelembaban,
Pencahayaan, Kepadatan Hunian, dan Riwayat Kontak.......................................56
2. Hubungan Suhu dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Karangtengah.......................................................................................................59
3. Hubungan Kelembaban dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangtengah.....................................................................................60
4. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangtengah.....................................................................................61
5. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangtengah.....................................................................................63
6. Hubungan Riwayat Kontak dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangtengah.....................................................................................65
BAB V SIMPULAN DAN SARAN...............................................................................67
A. Simpulan................................................................................................................67
B. Saran.......................................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................69
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Teori..................................................................................30

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep..............................................................................32

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Definisi Operasional.............................................................................35

Tabel 3. 2 Tabel Kontingensi 2 x 2........................................................................49

Tabel 4. 1 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Suhu, Kelembaban,


Pencahayaan, Kepadatan Hunian, dan Riwayat Kontak di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangtengah Tahun 2021.......................................................... 51

Tabel 4. 2 Distribusi Hubungan antara Suhu dengan Kejadian TB paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021 52

Tabel 4. 3 Distribusi Hubungan antara Kelembaban dengan Kejadian TB paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah..............................................................53

Tabel 4. 4 Distribusi Hubungan antara Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru di

Wilayah Kerja Karangtengah.................................................................................54

Tabel 4. 5 Distribusi Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah..................................................54

Tabel 4. 6 Distribusi Hubungan antara Riwayat Kontak dengan Kejadian TB Paru

di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah..........................................................55

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Data Awal dan Penelitian

Lampiran 2. Surat Rekomendasi Kesbangpol

Lampiran 3. Surat Rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur

Lampiran 4. Surat Persetujuan Penelitian dari Puskesmas Karangtengah

Lampiran 5. Surat Persetujuan Etik Penelitian

Lampiran 6. Surat Rekomendasi dari PSS

Lampiran 7. Informed Consent

Lampiran 8. Hasil Uji Analisis Univariat dan Bivariat

Lampiran 9. Master Tabel

Lampiran 10. Dokumentasi Pengambilan Data

Lampiran 11. Daftar Riwayat Hidup

xii
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian penyakit berbasis lingkungan seperti Tuberkulosis paru adalah

penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis dan

mycobacterium bovis yang menyerang paru-paru dan bronkus. TB paru

tergolong penyakit air borne infection, yang dapat masuk kedalam tubuh

manusia melalui udara pernafasan kedalam paru-paru. Kemudian kuman

menyebar dari paru-paru kebagian tubuh lainnya melalui sisten peredaran

darah, sistem saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran langsung ke

bagian tubuh lainnya (Widiyanto, 2013).

Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan

dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor

pejamu lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak

berusia di bawah 3 tahun, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri mempunyai

sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam

dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan

terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan

kering dan dingi, bersifat dorman dan aerob (Widoyono, 2008).

Dalam Global TB Report 2020, disebutkan sekitar 1,4 juta orang

meninggal karena penyakit terkait TBC pada 2019. Dan dari perkiraan 10 juta

orang yang diperkirakan terkena TBC, ada sekitar 3 juta orang tidak
3

terdiagnosis, atau tidak dilaporkan secara resmi ke dalam sistem pelaporan

nasional (Global Report TB, 2020).

Prevalensi nasional Tuberkulosis menurut diagnosis tenaga kesehatan

sebesar (0,42%). Prevalensi Tuberkulosis dengan kasus tertinggi di lima

provinsi adalah Papua (0,77%), Banten (0,76%), Jawa Barat (0,63%), Sumatera

Selatan (0,53%), dan Kalimantan Utara (0,52%). Provinsi Jawa Barat masuk

kedalam 5 besar urutan Provinsi kejadian Tuberkulosis yaitu di urutan ketiga

terbesar kejadian TB. Riskesdas tahun 2018 menunjukan bahwa prevalensi

kejadian Tuberkulosis di Kabupaten Cianjur sebesar (0,67%) (Riskesdas,

2018).

Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur tahun 2020 jumlah penderita

Tuberkulosis paru yaitu sebanyak 4,223 di antaranya Puskesmas Karangtengah

208 kasus, kedua Puskesmas Cianjur Kota 200 kasus, dan ketiga Puskesmas

Cipanas Cianjur 157 kasus. Hal ini disebabkan banyaknya kelompok usia

dewasa yang sering mobilitas di luar akan mudah terpapar (Dinas Kesehatan

Kabupaten Cianjur, 2020). Pada bulan Mei 2021 jumlah kunjungan TB paru di

Puskesmas Karangtengah yaitu 30 kasus penderita TB paru (Dinas Kesehatan

Kabupaten Cianjur, 2021)

Suhu dalam rumah berpengaruh terhadap kejadian penyakit. Suhu rumah

yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan kehilangan panas

tubuh dan akan menyeimbangkan dengan suhu lingkungan. Kehilangan panas

dalam tubuh akan menurunkan vitalitas tubuh dan lebih cepat terkena infeksi

oleh agent yang menular.


4

Penelitian (Dewi Prihartini, Agus Subagiyo, 2016) menunjukkan nilai

p value = 0,003 dengan nilai OR=8,5, yang berarti ada hubungan yang signifikan

antara suhu dengan kejadian TB paru dan responden dengan suhu yang tidak

memenuhi syarat kesehatan mempunyai kemungkinan menderita TB paru 8,5

kali lebih besar dibanding responden yang memenuhi syarat.

Kelembaban adalah jumlah persentase uap air di udara dalam ruang.

Kelembaban udara dipengaruhi oleh sirkulasi udara dalam rumah dan

pencahayaan alami rumah. Kelembaban udara dapat mempengaruhi kualitas

udara dalam ruang karena udara yang lembab dapat meningkatkan

pertumbuhan kuman dan bakteri patogen penyebab TBC di udara.

Penelitian Joseph dkk. (2014) diperoleh hasil p value=0,008 dengan OR=

3,852, yang berarti responden yang memilik kelembaban 40%-70%

kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 3,8 kali dibandingkan yang

memenuhi syarat kelembaban. Bahwa ada hubungan signifikan antara

kelembaban dengan kejadian TB paru.

Cahaya matahari sangat penting, karena dapat memenuhi bakteri-

bakteri patogen di dalam rumah, misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA dan

TB. Selain itu kurangnya pencahayaan akan menimbulkan beberapa akibat

pada mata, kenyamanan dan sekaligus produktivitas seseorang. Cahaya yang

cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah merupakan kebutuhan

kesehatan manusia (Kasjono, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Hamidah dkk. (2015) diperoleh secara

statistik hasil analisa Chi-Square menunjukkan p=0,000 (p < 0,05) yang


5

menujukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pencahayaan rumah

dengan kejadian tuberkulosis paru, hasil perhitungan OR = 4,111 dengan

CI95%=1,963-8,608).Hasil ini memberikan arti bahwa responden yang tinggal

di rumah dengan pencahayaan tidak memenuhi syarat dan berisiko 4,1 kali

untuk menderita tuberkulosis paru.

Kepadatan hunian adalah membandingkan antara luas lantai rumah

dengan jumlah penghuni. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah

penghuninya akan menyebabkan kepadatan hunian, hal ini tidak sehat karena

menyebabkan kurangnya oksigen bagi setiap orang dalam rumah tersebut,

dengan penghuni yang padat menyebabkan suhu udara semakin meningkat,

bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi terutama tuberkulosis

paru akan mudah tertular pada anggota keluarga lain (Nurhayati dan Pramono,

2017).

Hasil penelitian Kurniasih dkk. (2016) menunjukkan p value = 0,023

dengan OR = 3,314. Artinya, orang yang tinggal di rumah dengan kondisi

kepadatan hunian rumah tidak memenuhi syarat berisiko menderita TB Paru

3,3 kali lebih besar dibandingkan yang tinggal di rumah dengan kondisi

kepadatan hunian rumah memenuhi syarat.

Riwayat kontak atau kontak erat serumah adalah orang yang tinggal

serumah atau berhubungan langsung dengan orang yang menderita TB dewasa

positif. Penderita penyakit tuberkulosis kemungkinan besar akan menularkan

kuman tuberkulosis pada orang yang menghabiskan waktu sepanjang hari


6

dengan mereka, dalam hal ini termasuk anggota keluarga, teman dan rekan

kerja atau teman sekolah (Naga, 2014).

Hasil penelitian Butiop, dkk. tahun 2015 menunjukkan hasil analisis

statistik dengan p value <0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna

antara riwayat kontak serumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Nilai odds

ratio sebesar 3,848, artinya probabilitas untuk terjadinya tuberkulosis paru

pada faktor kontak serumah positif sekitar 3,8 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan faktor kontak serumah negatif.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk

meneliti Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik dalam Rumah dengan

Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah

Tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti membuat

rumusan masalah sebagai berikut “apakah ada hubungan kualitas lingkungan

fisik dalam rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja

puskesmas karangtengah tahun 2021?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kualitas lingkungan fisik dalam rumah

dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas karangtengah

tahun 2021.
7

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan

hunian dan riwayat kontak di dalam rumah dengan kejadian Tuberkulosis

Paru di wilayah kerja puskesmas karangtengah tahun 2021.

b. Untuk mengetahui hubungan suhu di dalam rumah dengan kejadian

Tuberkulosis Paru di wilayah kerja puskesmas karangtengah tahun 2021.

c. Untuk mengetahui hubungan kelembaban di dalam rumah dengan

kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja puskesmas karangtengah

tahun 2021.

d. Untuk mengetahui hubungan pencahayaan di dalam rumah dengan

kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja puskesmas karangtengah

tahun 2021.

e. Untuk mengetahui hubungan kepadatan hunian di dalam rumah dengan

kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja puskesmas karangtengah

tahun 2021.

f. Untuk mengetahui hubungan riwayat kontak di dalam rumah dengan

kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja puskesmas karangtengah

tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang

Epidemiologi Penyakit Menular terutam tentang penyakit Tuberkulosis

Paru.
8

b. Sebagai referensi atau acuan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji

masalah yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan dan pelayanan kesehatan

mengenai program penyakit Tuberkulosis Paru.

b. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas karangtengah mengenai

program penyakit Tuberkulosis Paru.

.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis

1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

kuman mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan

bronkus. TB paru tergolong penyakit air borne infection, yang dapat masuk

kedalam tubuh manusia melalui udara pernafasan kedalam paru-paru.

Kuman menyebar dari paru-paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem

peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran

langsung ke bagian tubuh lainnya (Widiyanto, 2013). Kuman tuberkulosis

pertama kali oleh robert koch tahun 1882. Basil basil tuberkel di dalam

jaringan tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang, dengan panjang

berfariasi antara 1-4 mikron dan diameter 0,3-0,6 mikron. Bentuknya sering

melengkung dan kelihatan seperti manik-manik atau bersegmen (Purnama,

2016).

Tuberkulosis disebabkan oleh kuman dan karena itu tuberkulosis

bukanlah disebabkan oleh keturunan. Karena disebabkan oleh kuman, maka

tuberkulosi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain. Bila seorang

penderita tuberkulosis batuk-batuk, maka kuman tuberkulosis yang ada di

dalam paru-parunya tersebut akan ikut dibatukkan keluar atau ikut

dikeluarkan, dan bila terhisap ataupun terhirup orang lain

8
9

maka kuman tuberkulosis itu akan menimbulkan penyakit. Sekali batuk

dapat menghasilkan sekitar 3000 pecikan dahak dan umumnya penularan

terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang

sama (Kemenkes RI, 2017).

2. Etiologi

Penyebab tuberculosis paru adalah kuman tahan asam mycobacterium

tuberculosis, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak).Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara

pada suhu kamar selama beberapa jam.Orang dapat terinfeksi kalau droplet

tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Penyakit Tb paru dapat

menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja tanpa mengenal waktu.

Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuhpada saat itu kuman akan

berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya Tb paru.Setelah kuman

tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman

tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya

melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke

bagian-bagian tubuh lainnya.Daya penularan dari seorang penderita

ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makin

tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita

tersebut.Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka

penderita tersebut dianggap tidak 24 menular.Seseorang terinfeksi

tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut (Notoatmodjo, 2011).


10

3. Patofisiologi

Infeksi di awal karena seseorang menghirup basil Mycobacterium

tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu

berkembangbiak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium

tuberculosis juga menjangkau ke area lain dari paru-paru (lobus atas), basil

juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lain

(ginjal, tulang dan korteks selebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas),

selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan

reaksi implamasi. Neotrofil dan makrofag melakukan aksi fatositosis

(menelan bakteri), sementara limposit spesifik-tuberkulosis menghancurkan

(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan

terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan

bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu

setelah terpapar bakteri. Setelah infeksi awal, jika respon sitem imun tidak

adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah

dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif

kembali menjadi aktif (Somantri, 2007).

4. Epidemiologi

TBC paru masih menjadi masalah kesehatan global. WHO tahun 2017

melaporkan 1,3 juta kematian yang diakibatkan TBC paru dan terdapat

300.000 kematina diakibatkan TBC paru dengan HIV. Indonesia merupakan

negara dengan peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam kasus TBC

paru, ditunjukkan dari dua per tiga jumlah kasus TBC di dunia diduduki
11

delapan negara, diantaranya india 27%,cina 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%,

Pakista 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-masing 4%, dan Afrika Selatan

3%. Prevalensi TBC paru di Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah

diantaranya Sumatera 33% Jawa dan Bali 23% dan Indonesia bagian timur

44% (Tri Dewi&Rana Hamidah, 2020).

5. Karakteristik Tuberkulosis

Mycobacterium tubercuculosis merupakan jenis kuman batang

berukuran sangat kecil dengan panjang 1−4 μm dengan tebal 0,3 – 0,6 μm.

Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak

atau lipid yang menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap asam serta

zat kimia dan faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan

oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Mycobacterium tuberculosis banyak

ditemukan di daerah apeks paru yang memilki kandungan oksigen tinggi.

Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.

Kuman mikrobakterium tuberkulosis memiliki kemampuan tubuh yang

lambat koloni akan tampak setelah kurang dari 2 minggu atau bahkan

terkadang setelah 6 – 8 minggu. Lingkungan hidup optimal pada suhu 37 oC

dan kelembaban 70%. Kuman tidak dapat tumbuh pada suhu 25oC atau lebih

dari 40oC. Kuman ini dapat mati oleh sinar matahari (ultraviolet) langsung 5

– 10 menit. Periode inkubasi umum Mycobacterium tuberculosis adalah 4 –

12 minggu untuk pembentukan lesi primer (Widiyanto, 2013).


12

6. Faktor TB paru

Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan penyakit TB menurut

Suryo (2010) adalah sebagai berikut :

a. Faktor Umur

Beberapa faktor risiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika

yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New york pada panti

penampungan orang-orang gelandangan, menunjukkan bahwa

kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara

bermakna sesuai dengan umur.

Insiden tertinggi tuberkulosis paru-paru biasanya mengenai usia

dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB paru adalah

kelompok usia produktif, yaitu 15-50 tahun.

b. Faktor jenis kelamin

Di benua Afrika penyakit tuberkulosis banyak menyerang laki-

laki. TB paru paling banyak terjadi pada laki-laki sebagian besar

mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB

paru.

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap

pengetahuan seseorang, diantaranya mengenai rumah yang memenuhi

syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru sehingga dengan

pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba untuk


13

mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat

pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan.

d. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi

setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu,

paparan partikel berdebu didaerah terpapar akan mempengaruhi

terjadinya gangguan saluran pernafasan. Paparan kronis udara tercemar

dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit

saluran pernafasan dan umumnya TB paru.

Jenis pekerjaan juga mempengaruhi pendapatan keluarga yang

akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara

konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan. Kepala keluarga yang

pendapatannya dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan

kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota

keluarga, sehingga mempunyai status gizi yang kurang akan

memudahkan terserang penyakit infeksi, diantaranya adalah TB paru.

e. Kebiasaan merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatnya

risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,

bronkhitis kronis, dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok

meningkatkan risiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Merokok

dan tuberkulosis paru dapat saling mempengaruhi karena baik asap

rokok maupun kuman Mycobacterium tuberculosis dapat masuk melalui


14

saluran pernapasan, meskipun merokok tidak berperan dalam etiologi

tuberkulosis namun tingginya angka kejadian tuberkulosis dapat

ditemukan pada perokok. Merokok dapat memperlemah paru dan

menyebabkan paru lebih mudah terinfeksi kuman tuberkulosis. Asap

rokok dalam jumlah besar yang dihirup dapat meningkatkan risiko

keparahan tuberkulosis (Nawi, 2006).

Prevalensi merokok pada hampir semua negara berkembang lebih

dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok

kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah

untuk terjadinya infeksi TB paru.

f. Kepadatan hunian

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan

dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini

tidak sehat, karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi

oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena infeksi, akan

mudah menular ke anggota keluarga lainnya.

g. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas

jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang

baik atau kurang leluasa, dapat dipasang genting kaca. Cahaya ini sangat

penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah,


15

misalnya basil TB. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai

jalan cahaya yang cukup.

Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin

atau kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya

yang lebih redup. Bila sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah serta

sirkulasi udara diatur, maka risiko penularan antar penghuni akan sangat

berkurang.

h. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

menjaga aliran udara di dalam rumah agar tetap segar. Hal ini berarti

keseimbangan oksigen yang diperlukan penghuni rumah tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen dalam

rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan

kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan

menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri

patogen/bakteri penyakit, mislanya kuman TB.

Fungsi kedua adalah untuk membebaskan udara ruangan dari

bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi

aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan

selalu mengalir. Untuk sirkulasi yang baik yaitu diperlukan paling sedikit

luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai.


16

i. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan

penyakit TB. Atap, dinding, dan lantai dapat menjadi tempat

perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan

akan menyebabkan penumpukan debu sehingga akan dijadikan

sebagai sebagai media yang baik bagi perkembangbiakan kuman

Mycobacterium tuberculosis.

j. Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh

kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan

temperatur kamar 22o-30o. Kuman TB paru akan cepat mati bila

terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup ditempat

yang gelap dan lembab.

k. Status gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi

kurang mempunyai risiko 3,7 kali untuk menderita TB paru berat

dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih.

Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan

daya tahan tubuh dan respons immunologik terhadap penyakit.

l. Keadaan status ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidi

kan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan

kesehatan. Penurutan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya


17

kemampuan daya beli dalam memenuhi kebutuhan makanan sehingga

akan berpengaruh terhadap status gizi.

m. Perilaku

Perilaku dapat terdiri atas pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Pengetahuan penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan,

bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber

penular bagi orang disekelilingnya.

7. Gejala Tuberkulosis

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala klinik

dan gejala umum. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala klinik

ialah gejala respiratorik (Purnama, 2016).

a. Gejala Respiratorik

Gejala ini sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala

yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari :

1) Batuk > 3minggu

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan

bronkus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus

selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan

menjadi produktif dengan kata lain sifat batuk dimulai dari batu kering

(non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk

produktif (sputum).
18

2) Batuk darah

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan

ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya

pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak napas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan

paru yang cukup luas.

4) Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, apabila sistem persyarafan yang

terdapat di pleura (selaput paru) terkena sehingga menimbulkan

pleuritis. Gejala ini bersifat lokal.

b. Gejala umum

1) Demam

Demam merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya

timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip

demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan

tubuh penderita dan virulensi kuman. Serangan demam yang berikut

dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti

influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang masa

serangannya. Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40℃ -41℃ .

2) Malaise
19

Karena tuberkulosis bersifat radang menahun. Maka dapat terjadi

rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan

makin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-

kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.

8. Cara penularan

Cara penularan atau daya penularan dari seorang TBC menurut

Notoatmodjo (2011) ditentukan oleh :

a. Banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita

b. Penyebaran kuman di udara

c. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet dan berada

disekitar penderita TBC.

9. Manifestasi klinis

Menurut Notoatmodjo (2011), beberapa manifestasi klinis TBC

antara lain sebagai berikut :

a. Dimulai dengan fase asimtofatik dengan lesi yang hanya dapat

dideteksi secara radiologi.

b. Berkembang menjadi plinis yang jelas kemudian mengalami

stagnasi atau regresi

c. Eksaserbasi memburuk

d. Dapat berulang kemudian menjadi menahun

10. Diagnosis tuberkulosis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,

menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.


20

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua jari

kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :

a. S (sewaktu): dahak ditampung pada saat pasien TB datang

berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga

pasien membawa sebuat pot dahak untuk menampung dahak pagi

pada hari kedua.

b. P (pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawah dan diserahkan sendiri kepada

petugas di fasyankes.

c. S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi (Kemenkes RI, 2014).

11. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis

Penyakit TB dapat diklasifikasikan berdasarkan 4 hal yaitu

lokasi atau organ tubuh yang terkena, bakteorologi, tingkat keparahan

penyakit dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Adapun penjelasan

masing- masing klasifikasi menurut (Tribowo, 2013) adalah sebagai

berikut :

a. Berdasarkan organ tubuh yang terkena :

1) TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru

dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada

hilus.
21

2) TB ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh selain

paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (pericadium),

kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

dan lain-lain.

b. Berdasarkan bakteriologi

Klasifikasi bakteriologi didasarkan pada hasil pemeriksaan dahak

mikroskopis, yaitu :

1) Tuberkulosis paru BTA positf

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil

BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya positif dan foto thoraks

dada menunjang gambaran TB.

c) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelum hasilnya

BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotika non OAT (obat anti TB).

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Semua kasus yang tidak memenuhi kriteria TB paru BTA

positif termasuk pada klasifikasi TB paru BTA negatif dengan

kriteria sebagai berikut :

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

b) Foto thoraks abnormal menunjukkan gambar TB.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika OAT.


22

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

3) Berdasarkan tingkat keparahan penyakit :

a) Pembagian TB paru BTA negatif dengan foto thoraks

positif berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu didasarkan

pada bentuk dan ringan. Bentuk berat digambarkan dengan

foto thoraks yang memperlihatkan gambaran kerusakan

paru yang luas. Misalnya proses “far advanced” dan atau

keadaan umum klien buruk.

b) Sedangkan pembagian TB ekstra paru berdasarkan tingkat

keparahannya yaitu :

- TB paru ekstra ringan seperti TB kelenjar limfe,

pleuritis eksudativa unilateral, tulang kecuali tulang

belakang, sendi, dan kelenjar adrenal.

- TB ekstra paru berat seperti meningitis, milier,

pericarditis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang

belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

c. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Baru, yaitu klien yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah kurang dari 1 bulan (4minggu).

2) Kambuh (Relaps), yaitu klien tuberkulosis yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatanm tuberkulosis dan telah


23

dinyatakan sembuh, atau pengobatan lengkap, didiagnosis

kembali dengan BTA positif melalui apusan atau kultur.

3) Pemgobatan setelah putus berobat (default), yaitu klien yang

telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih dengan BTA

positif.

4) Gagal (failure), yaitu klien dengan hasil pemeriksaan dahak

tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima

atau lebih selama pengobatannya.

5) Pindahan (transfer in), yaitu klien dipindahkan dari UPK yang

memiliki register tuberkulosis lain untuk melanjutkan

pengobatan.

6) Lain-lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi kriteria

seperti kasus kronis yang hasil pemeriksaan BTA masih positf

meskipun telah menyelesaikan pengobatan ulang.

12. Pengobatan Tuberkulosis

Berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,

pengobatan penyakit tuberkulosis ini meliputi pengobatan tahap awal

dan tahap lanjutan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014) :

a. Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari, panduan

pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif

menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan

meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang

memungkinkan sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan


24

pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus

diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan

secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah

sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.

b. Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang

penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam

tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh

dan mencegah terjadinya kekambuhan.

13. Pencegahan Tuberkulosis paru

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjangkitnya

penyakit tuberkulosis. Pencegahan-pencegahan berikut dapat

dikerjakan oleh penderita, masyarakat maupun petugas kesehatan

(Naga, 2014) :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

menutup mulut saat batuk dan meludah atau membuang dahak

tidak pada sembarang tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan kesehatan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan

vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan penularan dapat dilakukan

dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit tuberkulosis,

yang meliputi gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya

terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.


25

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi atau dengan

memberikan pengobatan khusus kepada penderita tuberkulosis.

Pengobatan dengan cara menginap di rumah sakit hanya dilakukan

bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan

pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak

dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan

desinfeksi seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat,

perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah anggora keluarga

yang terjangkit penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian) dan

menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi orang-orang yang melakukan kontak

langsung dengan penderita seperti keluarga, perawat, dokter,

petugas kesehatan yang lain dengan vaksin BCG dan tidak lanjut

bagi yang positif tertular.

B. Lingkungan Fisik Rumah

Pada pertengahan abad ke 15 para ahli kedokteran telah

menyebutkan bahwa tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya lingkungan merupakan faktor yang

sangat penting terhadap timbulnya berbagai penyakit tertentu, sehingga

untuk memberantas penyakit menular diperlukan upaya perbaikan

lingkungan.
26

Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan merupakan faktor resiko sumber penularan berbagai jenis

dan tempat berkembangbiaknya vektor penyakit. Menurut Adnani

(2011) unsur-unsur rumah yang perlu diperhatikan untuk memenuhi

syarat rumah sehat adalah:

1. Bahan bangunan

Langit-langit rumah hendaknya harus mudah dibersihkan, tidak

rawan kecelakaan, terang, dan batas tinggi langit-langit dari lantai

2,75 meter. Dinding rumah berfungsi untuk menahan angin dan

debu, dibuat tidak tembus pandang terbuat dari bahan batu bata,

batako bambu, kayu, dinding dilengkapi dengan ventilasi untuk

pengaturan sirkulasi udara. Lantai rumah harus kedap air, rata dan

tidak licin serta mudah dibersihkan.

2. Ventilasi

Jendela rumah berfungsi sebagai lubang angin, jalan udara

segar dan sinar matahari serta sirkulasi. Letak lubang angin yang

baik adalah searah dengan tiuapan angin. Disamping itu fungsi

ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah

tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari

bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen. Luas ventilasi kurang

lebih 10%-20% dari luas lantai rumah.

Menurut Permenkes RI No 1077 tahun 2011 yang dimana luas

ventilasi 10% dari luas lantai.


27

3. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup,

kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama

cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan

media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangbiaknya bibit

penyakit. Penerangan yang cukup baik siang maupun malam

adalah 100-200 lux.

Menurut Permenkes RI No 1077 tahun 2011 yang dimana

pencahayaan minimal 60 lux.

4. Luas bangunan rumah

Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat

menyediakan > 8m2 luas lantai/orang. untuk. Jika luas bangunan

tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka menyebabkan

kurangnya konsumsi oksigen, sehingga jika salah satu penghuni

menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan

kepada anggota keluarga lain.

Persyaratan Kesehatan Perumahan No 829 (1999)

memenuhi syarat jika luas lantai kamar tidur dengan jumlah

penghuni menghasilkan > 8m2 luas lantai/orang.

5. Suhu dan kelembaban

Untuk pengukuruan suhu dan kelembaban digunakan alat

thermohygrometer. Thermohygrometer diletakkan dilantai selama

5-10 menit atau sampai dengan angka menunjukkan nilai yang


28

stabil. Kelembaban pada suhu kamar menurut Permenkes RI No.

1077 tahun 2011 minimal 18℃−30 ℃. Untuk kelembaban

minimal 40%-60%.

6. Kepadatan hunian

Ukuran luas rumah sangat berkaitan dengan rumah yang sehat

harus cukup memenuhi penghuni didalamnya. Luas rumah yang

tidak seseuai dengan jumlah penghuninya dapat menyebabkan

terjadinya overload. Semakin padat penghuni rumah maka

semakin cepat juga udara didalam rumah mengalami pencemaran.

Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah maka

akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih

untuk mycobacterium tuberculosis. Kepadatan hunian dalam

rumah menurut Permenkes RI No. 1077 tahun 2011 tentang

pedoman penyehatan udara. Satu orang minimal menempati luas

rumah 8m2 agar dapat mencegah penularan penyakit dan

memperlancar aktivitas di dalamnya. Keaadan tempat tinggal

yang padat dapat meningkatkan faktor polusi udara di dalamnya

(Kemenkes RI, 2011).

7. Riwayat Kontak

Riwayat kontak atau kontak erat serumah adalah orang yang

tinggal serumah atau berhubungan langsung dengan orang yang

menderita TB dewasa positif (Naga, 2014). TB Paru merupakan

penyakit menular yang penularannya dapat terjadi melalui


29

percikam dahak ketika berinteraksi dengan penderita TB Paru

BTA positif saat batuk, bersin, dan bernyanyi (Kemenkes RI,

2011). Hasil penelitian (Mahpudin & Mahkota, 2007)

menyebutkan ada hubungan antara kontak serumah dengan

kejadian TB paru di Indonesia dengan nilai p value sebesar 0,012.


30

C. Kerangka Teori

Faktor Agent Faktor Host


Faktor Environment
Karakteristik
Individu :
Mycobacterium Umur
Fisik
Tuberculosis Jenis Kelamin
-Bahan Pendidikan
bangunan Pendapatan
-Ventilasi
-Cahaya Tuberkulosis Paru
Perilaku :
-Luas Kebiasaan
bangunan merokok
-Suhu dan Kebiasaan
kelembaban meludah
-Kepadatan Riwayat kontak
hunian serumah

Gambar 2. 1 Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi (Suryo, 2010), (Adnani, 2011), (Notoatmodjo, 2011),

(Cahyono, 2017).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.

Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang

bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT

(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa

mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC (Pusat Data Dan

Informasi, 2018).

Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian TB,

diantaranya yaitu faktor kualitas udara fisik seperti suhu, kelembaban,

pencahayaan, kepadatan hunian. Penyakit TB paru dapat juga di pengaruhi

oleh kondisi suhu. Suhu udara sangat dipengaruhi ketinggian dan

permukaan air laut, sinar matahari yang masuk ruangan, kelembaban,

distribusi udara dalam ruangan, kegiatan keluar masuk ruangan, bahan

dinding dan lantai serta atap ruangan, peralatan elektronik dalam ruangan

perabot dan linen yang ada dalam ruangan serta kondisi suhu di luar

ruangan.

31
32

Orang yang tinggal di rumah dengan kelembaban yang tidak

memenuhi syarat memiliki risiko 6 kali lebih besar menderita TB paru, hal

ini disebabkan karena kelembaban dapat mempengaruhi perkembangan

kuman TB. Kuman TB paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup ditempat yang gelap dan lembab

(Suryo, 2010).

Pencahayaan menjadi salah satu faktor penyebab TB. Cahaya

matahari selain berguna untuk penerangan, dapat mengurangi kelembaban

ruang dan membunuh kuman-kuman penyebab penyakit tertentu seperti

TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain (Kasjono, 2011). Selain itu,

kepadatan hunian dan riwayat kontak juga dapat mempengaruhi kejadian

TB. Penilaian kepadatan hunian yang memenuhi syarat dengan

menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu >8m2/orang. enularan

kuman TB sering ditemukan dalam satu keluarga, karena tidak langsung

menyebabkan sakit pada saat itu juga, penularan TB biasanya diketahui

setelah melakukan pemeriksaan (Wahyu, 2008).

Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka konsep penelitan adalah

sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Suhu
2. Kelembaban TB Paru
3. Pencahayaan
4. Kepadatan hunian
5. Riwayat Kontak

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep


33

2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian survei analitik, penelitian diarahkan untuk mengetahui mengapa

masalah kesehatan tersebut dapat terjadi, kemudian melakukan analisis

hubungan antara faktor risiko (faktor yang mempengaruhi efek) dengan

faktor efek (faktor yang dipengaruhi oleh risiko).

Desain penelitian ini adalah dengan menggunakan desain kasus kontrol

(case control).

3. Hipotesis Penelitian

a. Hipotesis Nol

1) Tidak ada hubungan antara suhu dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

2) Tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

3) Tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

4) Tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB

paru di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

5) Tidak ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian TB paru

di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

b. Hipotesis Alternatif

1) Ada hubungan antara suhu dengan kejadian TB paru di wilayah

kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.


34

2) Ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

3) Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

4) Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB

paru di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

5) Ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian TB paru

di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

4. Variabel Penelitian

a. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah suhu, kelembaban,

pencahayaan, dan kepadatan hunian.

b. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas tahun 2021.

5. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan variabel-variabel yang diteliti secara

operasional di lapangan bermanfaat untuk mempertegas dan memperjelas

pelaksanaanya (Riyanto, 2011).


35

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Definisi Definisi Alat


Variabel Hasil Ukur Skala
Konseptual Operasional Ukur
TB Paru Tuberkulosis Penyakit Rekam 0. Kasus Nominal
ialah penyakit menular yang medik 1. Kontrol
infeksi akibat disebabkan oleh
kuman bakteri M.
myobacterium tuberculosis dan
yang bersifat menyerang
sistematis jaringan paru.
sehingga dapat
mengenai
seluruh organ
tubuh dengan
lokasi di paru-
paru
(Handayani,
2019).
Kasus Kelompok yang Penderita yang Rekam 0. Kasus
terkena penyakit dinyatakan medik
(Riyanto, 2011). tuberkulosis
paru dan tercatat
di formulir data
rekam medik di
Puskesmas
Karangtengah.

Kontrol Kelompok yang Tetangga dari Rekam 1. Kontrol


tidak terkena penderita TB medik
efek (Riyanto, yang tidak
2011). menderita TB
berdasarkan
screening di
Puskesmas
Karangtengah
dan tinggal
diwilayah
Karangtengah.
Suhu Suhu adalah Keadaan panas Termohyg 0.Tidak Ordinal
panas atau atau dinginnya rometer memenuh
dinginnya udara udara di dalam i syarat
36

Definisi Definisi Alat


Variabel Hasil Ukur Skala
Konseptual Operasional Ukur
yang dinyatakan rumah reponden bila <
dengan satuan baik dalam 18oC.
derajat tertentu kelompok kasus 1.Memenuh
(Cahyono, maupun kontrol. i syarat bila
2017). 18-30oC.
(Permenkes,
2011).

Kelembaban Kelembaban Kadar uap air Termohyg 0.Tidak Ordinal


adalah dalam rumah rometer memenuhi
konsentrasi uap responden baik syarat bila
air di udara pada kelompok < 40% atau
(Jutawan, 2005). kasus maupun >60%
kontrol yang 1.Memenuh
diukur dengan i syarat bila
menggunakan 40- 60%
termohygro (Permenkes,
meter. 2011).
Pencahayaan Pencahayaan Pencahayaan Lux meter 0.Tidak Ordinal
adalah jumlah pada rumah memenuhi
penyinaran pada responden baik syarat < 60
suatu bidang pada kelompok lux
kerja yang kasus maupun 1.Memenuh
diperlukan kontrol yang i syarat ≥ 60
untuk diukur pada lux.
melaksanakan waktu siang
kegiatan secara hari, dan sumber (Permenkes,
efektif cahaya berasal 2011).
(Cahyono, dari sinar
2017). matahari.
Kepadatan Kepadatan Banyaknya Roll meter 0.Tidak Ordinal
Hunian hunian adalah penghuni dalam memenuhi
perbandingan satu rumah syarat jika
antara luas lantai dibandingkan kepadatan >
rumah dengan dengan luas 8m2/orang
jumlah anggota rumah tinggal, 1.Memenuh
keluarga dalam baik dalam i syarat jika
satu rumah kelompok kasus kepadatan
tinggal (Saputra maupun kontrol. hunian ≤
2010). 8m /orang
2

Riwayat Riwayat kontak Seseorang yang Lembar 0.Ada Ordinal


Kontak atau kontak erat berinteraksi Observasi riwayat
serumah adalah dengan kontak
37

Definisi Definisi Alat


Variabel Hasil Ukur Skala
Konseptual Operasional Ukur
orang yang penderita TB dengan
tinggal serumah paru baik pada penderita
atau kelompok kasus TB paru
berhubungan maupun pada 1.Tidak ada
langsung dengan kelompok riwayat
orang yang kontrol. kontak
menderita TB dengan
dewasa positif penderita
(Naga, 2014). TB paru

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi kasus dalam penelitian ini merupakan semua penderita

TB paru BTA (+) yang tercatat dalam data rekam medik dan tercatat di

formulir daftar tersangka penderita (yang sedang menjalani pengobatan) di

Puskesmas Karangtengah tahun 2021 pada bulan Mei 2021 yaitu sebanyak

30 orang.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total

sampel kasus dalam penelitian ini merupakan penderita TB paru BTA (+)

yang tercatat data rekam medik dan tercatat di formulir daftar tersangka

penderita (yang sedang menjalani pengobatan) dengan kriteria umur 15->65

tahun di Puskesmas yaitu sebanyak 30orang.Sampel kontrol dalam penelitan

ini merupakan tetangga dari penderita TB paru di Puskesmas yaitu sebanyak

30 orang Sampel pada penelitian ini diambil secara teknik Total Sampling.
38

Peneliti mengambil sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah

dibuat oleh peneliti.

a. Kritera inklusi kasus

1) Responden tercatat sebagai penderita TB paru BTA (+) tahun 2021

dan tercatat di formulir daftar tersangka penderita (yang sedang

menjalani pengobatan) di Puskesmas Karangtengah

2) Usia responden 15-≥65 Tahun.

3) Tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah Kabupaten Cianjur

4) Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria inklusi kontrol

1) Responden yang tidak terdiagnosis TB paru BTA (+) dan tidak

memilik gejala TB paru.

2) Usia responden 15-≥65 Tahun.

3) Tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah Kabupaten Cianjur

4) Bersedia menjadi responden

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Variabel Suhu

Pengambilan data suhu pada kelompok kasus maupun kontrol yaitu

dengan cara pengukuran menggunakan thermohygrometer. Pengukuran

dilakukan dari pukul 08.00 – 12.00 WIB. Sebelum peneliti melakukan

observasi, alat dipastikan harus sudah di kalibrasi. Langkah pertama yaitu

tekan tombol on pada alat. Jika thermohygrometer sudah menyala


39

tempelkan di dinding rumah responden. Pengukuran suhu rumah

responden dilakukan sebanyak tiga kali, hal ini dilakukan untuk

menentukan suhu rumah responden, jika sudah melakukan pengukuran

alat dikalibrasi ulang dengan cara menekan tombol restart yang ada

dibelakang alat.

b. Variabel kelembaban

Pengambilan data kelembaban pada kelompok kasus maupun

kontrol yaitu dengan menggunakan alat thermohygrometer. Cara

pengukuran yaitu dengan menempelkan alat di dinding untuk mengetahui

nilai kelembaban di dalam rumah. Pengukuran dilakukan dari pukul

08.00-12.00 WIB. Sebelum peneliti melakukan observasi alat yang

digunakan untuk mengukur kelembaban harus dikalibrasi terlebih dahulu,

saat melakukan pengukuran tekan tombol on pada alat thermohygrometer

yang akan digunakan untuk mengukur kelembaban, selanjutnya

tempelkan thermohygrometer didinding rumah responden untuk

mengetahui angka kelembaban di rumah responden. Pengukuran

kelembaban rumah responden dilakukan sebanyak tiga kali, hal ini

dilakukan untuk menentukan kelembaban rumah responden, jika sudah

melakukan pengukuran alat dikalibrasi ulang dengan cara menekan

tombol restart yang ada dibelakang alat.

c. Variabel pencahayaan

Pengambilan data pencahayaan pada kelompok kasus maupun

kontrol yaitu dengan menggunakan lux meter. Cara mengukur


40

pencahayaan dalam rumah yaitu dengan meletakkan lux meter di tengah

rumah yang bertujuan untuk mengetahui berapa lux cahaya matahari

alami yang di rumah tersebut. Pengukuran dilakukan dari pukul 08.00-

12.00 WIB. Sebelum peneliti melakukan observasi alat yang digunakan

dipastikan sudah dikalibrasi. Langkah perta menyalakan alat lux meter

dengan menekan tombol on yang terdapat pada alat. Setelah itu, alat

diletakkan didalam rumah untuk mengetahui cahaya yang ada didalam

ruangan. Pengukuran pencahayaan rumah responden dilakukan sebanyak

tiga kali, hal ini dilakukan untuk menentukan cahaya dala ruangan

responden, jika sudah melakukan pengukuran alat dikalibrasi ulang

dengan cara menekan tombol restart yang ada dibelakang alat.

d. Variabel kepadatan hunian

Pengambilan data kepadatan hunian pada kelompok kasus maupun

kontrol yaitu dengan cara mengukur luas rumah responden dengan

menggunakan alat roll meter. Sebelum mengukur luas responden peneliti

harus memastikan alat yang digunakan tidak rusak. Saat mengukur luas

rumah pastikan dimulai dari angka nol. Peneliti mendapat angka luas

rumah responden dari hasil pengukuran panjang dan lebar rumah

responden. Setelah mengetahui luas rumah tersebut, maka peneliti dapat

menghitung dengan membagi jumlah penghuni rumah untuk mengetahui

memenuhi syarat atau tidaknya rumah tersebut.


41

e. Variabel Riwayat Kontak

Pengambilan data kasus maupun kontrol yaitu dengan cara melakukan

wawancara dengan penghuni rumah.

2. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data pada saat penelitian terdiri dari :

a. Alat tulis

Terdiri dari kertas, ballpoint, dan peralatan lainnya yang dapat digunakan

pada saat penelitian.

b. Lembar kuesioner

Lembar kuesioner berisi tentang karakteristik responden.

c. Lembar pengukuran

Alat ukur yang digunakan untuk menentukan suhu dan kelembaban

yaitu dengan menggunakan thermohygrometer, alat yang digunakan

harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasilnya lebih akurat. Adapun

beberapa cara kalibrasi thermohygrometer, yaitu pertama siapkan 1-2

garam dapur dan tempatkan pada kotak. Kedua, masukan beberapa tetes

air ke dalam namun jangan sampai membuat garam larut hanya sekedar

membuat garam basah, pastikan garam tadi menyentuk

thermohygrometer. Ketiga, biarkan selama 8 jam dalam suhu kamar,

setelah 8 jam thermohygrometer harus menunjukka angka 75%, dan

lakukan ulang jika thermohygrometer tidak menunjukkan angka yang

sama.
42

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pencahayaan yaitu

dengan menggunakan lux meter, alat yang digunakan harus dikalibrasi

terlebih dahulu agar hasilnya lebih akurat. Adapun beberapa cara

kalibrasi lux meter yaitu dengan menutup sensor cahaya dan restart

ulang alat dengan menekan tombol off.

Alat untuk mengukur kepadatan hunian dengan menggunakan roll

meter, dan untuk mengukur riwayat kontak yaitu dengan menggunakan

lembar observasi.

d. Perangkat Komputer

Perangkat komputer digunakan untuk mengolah data setelah peneliti

selesai mengumpulkan data di lapangan.

D. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Mencari masalah penelitian

Peneliti mencari tempat dan masalah kesehatan yang ada di masyarakat

untuk di lakukan penelitian.

b. Menentukan judul penelitian

Peneliti menentukan judul penelitan yaitu hubungan kualitas lingkungan

fisik dalam rumah dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas

Karangtengah tahun 2021.

c. Memilih lahan penelitian

Peneliti memilih tempat penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Karangtengah Cianjur.
43

d. Merumuskan masalah

Peneliti melakukan survei di temukan beberpa masalah di wilayah kerja

Puskesmas dan memutuskan mengambil judul hubungan kualitas

lingkungan fisik dalam rumah dengan kejadian TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Karangtengah tahun 2021.

e. Melakukan studi pendahuluan

Peneliti melakukan studi pendahuluan di wilayah kerja puskesmas

melalui data laporan kejadian tuberkulosis paru bulan Mei 2021.

f. Menyusun proposal penelitian

Peneliti menyusun latar belakang masalah, tujuan masalah, tinjauan

pustaka, dan metodologi.

g. Seminar proposal

Setelah proposal disetujui dan disahkan oleh pembimbing, maka

selanjutnya peneliti melakukan seminar proposal yang dilaksanakan pada

hari 19 Juli 2021 yang telah disetujui oleh Prodi Kesehatan Masyarakat

Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi. Untuk melanjutkan penelitian

proposal peneletian sudah di review oleh akademisi dan telah

mendapatkan ijin penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Permohonan izin penelitian dengan nomor

B.170/STIKES/IKM(S-1)/VII/2021 pada institusi yang terkait meliputi


44

Prodi S-1 Kesehatan Masyarakat STIKES Jenderal Achamad Yani

Cimahi, Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Cianjur kemudian

mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur untuk

melakukan penelitian di Puskesmas Karangtengah Cianjur mengenai

“Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik dalam Rumah dengan Kejadian

Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah”.

b. Melakukan pengumpulan data

Mengumpulkan data dengan memberikan lembar persetujuan kepada

responden untuk meminta kesediaannya menjadi responden dan

memberikan kuesioner kepada responden, pengumpulan data primer

yaitu dengan menggunakan lembar observasi di gunakan untuk mencatat

hasil pengukuran. Pengukuran di lakukan dengan cara memberikan

rentag waktu yaitu mulai dari jam 8.00 WIB sampai jam 12.00 WIB

c. Melakukan pengolahan data dan analisis data

Memasukan data dengan menggunakan program komputer

d. Menarik kesimpulan dan mengambil kesimpulan

Didapatkan dari hasil pengolahan dan analisis data yang diperoleh

selama penelitian.

3. Tahap Akhir

a. Menyusun laporan hasil penelitian yang di pertanggung jawabkan

dihadapan dosen pembimbing dan penguji.


45

b. Presentasi hasil penelitian dilakukan setelah laporan hasil penelitian

dalam bentuk skripsi disetujui dan disahkan untuk

dipertanggungjawabkan dihadapan penguji.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Editing, yaitu peneliti melakukan pengecekan setiap data-data yang ada,

terutama kelengkapan data yang dikumpulkan melalui lembar kuesioner.

Setelah melakukan pengecekan lalu peneliti melakukan pengkodean.

b. Coding¸yaitu merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk

angka. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengolahan data dengan

memberikan kode pada setiap jawaban sesuai dengan tujuan

pengumpulan data serta memudahkan saat analisis data. Adapun coding

yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

Jenis Kelamin : 0.Perempuan 1. Laki-laki

Umur : 0. 15-30 1. 31->65

Suhu, kelembaban, pencahayaan,

kepadatan hunian : 0. Tidak memenuhi 1. Memenuhi

Riwayat Kontak : 0. Tidak 1. Ya

c. Entry Data, Setelah data sudah dilakukan coding maka langkah

selanjutnya adalah melakukan entry data atau memasukan data dari

kuisioner ke dala program komputer, salah satu paket program komputer

yang digunakan.
46

d. Cleaning, yaitu data yang sudah masuk dilakukan pengecekan ulang

untuk melihat kemungkinan ada kesalahan pada saat pengkodean dan

pada saat memasukan data ke perangkat.

2. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data karakterisktik

responden, dengan menggunakan kuesioner, sedangkan lembar observasi

digunakan untuk pengukuran suhu, kelembaban, pencahayaan, dan

kepadatan hunian yang dilakukan dengan cara pengukuran. Pengambilan

data penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan

melakukan pengukuran.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

distribusi dan frekuensi dari variabel dependen dan independen. Data

disajikan dalam bentuk tabel dan diinterpretasikan. Ukuran variasi untuk

data kategorik adalah proporsi (Riyanto, 2013). Distribusi Frekuensi dan

persentase yang disajikan berupa Suhu, Kelembaban, Pencahayaan,

Kepadatan Hunian dan Riwayat Kontak.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antaran

variabel independen dengan variabel dependen, apakah variabel tersebut

mempunyai hubungan yang signifikan. Penelitian ini menggunakan uji

Chi-Square. Rumus yang digunakan untuk menghitung Chi-Square

menurut (Riyanto, 2013) yaitu :


47

2
(f 0−f e )
X 2 =∑
fe

Keterangan:

X2 : Nilai chi-kuadrat
fo :Frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)
fe : Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

Hasil uji chi-square dapat dilihat pada kotak “chi-square Test”

menurut (Riyanto, 2011) ketentuannya sebagai berikut :

1) Perhitungan Pearson Chi-Square dipakai bila tabel lebih dari 2x2.

2) Perhitungan Continuity Correction dipakai bila tabel 2x2 dan tidak

ada nilai E (expected) kurang dari 5 atau kurang dari 20% dari

jumlah sel dalam tabel.

3) Perhitungan Fisher Exact dipakai bila tabel 2x2 dan dijumpai nilai

E (Expected) kurang dari 5 atau lebih dari 20% jumlah sel dalam

tabel.

Rumus mencari frekuensi teoritis (fe)

( Ʃ fk ) ×(Ʃfb)
fe=
ƩT

Keterangan:

fe : Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)


Ʃfk : Jumlah frekuensi pada kolom
Ʃfb : Jumlah frekuensi pada baris
ƩT : Jumlah keseluruhan data/sampel

dk = (k-1) (b-1)
48

Keterangan:

k : Jumlah kolom
b : Jumlah baris

Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antar

variabel, yaitu hubungah suhu, kelembaban, pencahayaan dan

kepadatan hunian dengan kejadian TB paru. Karena jenis datanya

yaitu kategorik dan kategorik maka menggunakan uji kai kuadrat

(chi square).

Uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan α = 0,05

dan Confidence Interval 95% (untuk penelitian Kesehatan

Masyarakat) dengan menggunakan pendekatan probabilistik yaitu :

1) p value > 0,05 berarti Ho gagal ditolak (p > α), uji statistik

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan

2) p value ≤ 0,05 berarti Ho ditolak (p ≤ α), uji statistik

menunjukkan ada hubungan yang signifikan.

Dalam penelitian desain case-control dapat menghitung

besarnya risiko terkena penyakit yang mungkin terjadi karena

adanya paparan. Untuk menilai besarnya risiko terkena penyakit

tidak dapat memakai perbandingan insiden penyakit, karena

tidak dapat menghitung kecepatan kejadian penykit baik pada

kelompok dengan faktor risiko maupun kelompok dugaan

dikenal dengan nama Odds Ratio (OR).


49

Odd Ratio (OR) digunakan untuk mengetahui besarnya

risiko pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan

menggunakan rumus dan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 3. 2 Tabel Kontingensi 2 x 2

Efek
Faktor Risiko Total
Kasus Kontrol

Faktor Risiko (+) a b a+b

Faktor Risiko (-) c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d=N

Keterangan:

a = kasus yang mengalami faktor risiko (+)


b = kontrol yang mengalami faktor risiko (+)
c = kasus yang tidak mengalami faktor risiko (-)
d = kontrol yang tidak mengalami faktor risiko (-)

Berdasarkan tabel 3.2 maka formula perhitungan odds ratio

(OR) yang digunakan untuk mengetahui besar risiko pada studi

kasus kontrol adalah sebagai berikut:

ad
¿=
bc

Menurut Nugrahaeni (2011) OR harus selalu di sertai nilai

interval kepercayaan (Confidence Interval) yang di hendaki,

misalnya interval kepercayaan 95%. Interpretasi hasil OR adalah

sebagai berikut :
50

1) Jika nilai OR = 1, berarti variabel yang diteliti diduga sebagai

faktor risiko tidak ada pengaruh dalam terjadinya efek.

2) Jika nilai OR > 1, berarti faktor yang diteliti merupakan

variabel sebagai faktor risiko terjadinya efek.

3) Jika nilai OR < 1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor

protektif untuk terjadinya penyakit.

4) Jika nilai OR mencakup nilai 1, berarti belum dapat

disimpulkan bahwa faktor yang diteliti sebagai faktor risiko

atau protektif

F. Etika Penelitian

Penelitian ini sudah mendapat layak etik berdasarkan surat dari komisi

etik STIkes Jenderal Achamad Yani Cimahi. Penelitian ini menggunkan

anominity untuk menjaga kerahasiaan dalam penelitian. Peneliti tidak

mencantumkan nama lengkap pada lembar pengumpulan data. Peneliti hanya

mencantumkan inisial, nomor responden, usia dan alamat. Semua data yang

didapatkan dari sampel peneletian akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

Semua responden pada penelitian ini melakukan informed consent yang

didalamnya dijelaskan bahwa akan menjadi responden penelitian, dijelaskan

juga mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah Cianjur


51

2. Waktu penelitian

Waktu pelaksanaan dari Juli-Agustus 2021

.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah

dengan menyajikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai

Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik dalam Rumah dengan Kejadian

Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021

1. Gambaran Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Suhu,

Kelembaban, Pencahayaan, Kepadatan Hunian, dan Riwayat Kontak

di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021.

Tabel 4. 1 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Suhu,


Kelembaban, Pencahayaan, Kepadatan Hunian, dan Riwayat
Kontak di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021
TB Paru
Jumlah
Variabel Kasus Kontrol
N % N % N %
Suhu
2 6,7 9 30,0 11 18,3
Tidak memenuhi syarat
28 93,3 21 70,0 49 81,6
Memenuhi syarat
Kelembaban
6 20,0 16 53,3 22 36,6
Tidak memenuhi syarat
24 80,0 14 46,7 38 63,3
Memenuhi syarat
Pencahayaan
11 36,7 20 66,7 31 51,6
Tidak memenuhi syarat
19 63,3 10 33,3 29 48,3
Memenuhi syarat
Kepadatan Hunian
4 13,3 12 40,0 16 26,6
Tidak memenuhi syarat
26 86,7 18 60,0 44 73,3
Memenuhi syarat
Riwayat kontak
14 46,7 23 76,7 37 61,6
Tidak ada riwayat kontak
16 53,3 7 23,3 23 38,3
Ada riwayat kontak
Total 30 100 30 100 60 100

51
52

Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa responden kasus (penderita TB paru)

pada penelitian ini berdasarkan variabel suhu terdapat (6,7%)

responden memiliki rumah dengan suhu yang tidak memenuhi syarat,

berdasarkan variabel kelembaban terdapat (20,0%) responden

memiliki rumah dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat,

berdasarkan variabel pencahayaan terdapat (36,7%) responden

memiliki rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat,

berdasarkan variabel kepadatan hunian terdapat (13,3%) responden

memilik rumah dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi

syarat, dan berdasarkan variabel riwayat kontak terdapat (53,3%)

responden tidak memenuhi syarat.

2. Hubungan antara Suhu dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah

Tabel 4. 2 Distribusi Hubungan antara Suhu dengan Kejadian TB


paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021
TB Paru
Total P OR (95%
Suhu Kasus Kontrol
value CI)
N % N % N %
Tidak
memenuhi 2 6,7 9 30,0 11 18,3
syarat 0,167
Memenuhi 0,045 (0,033-
28 93,3 21 70,0 49 81,6 0,853)
syarat
Total 30 100 30 100 60 100

Hasil analisis data diperoleh p value = 0,045 ini menunjukkan

berarti Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan antara suhu

dengan kejadian TB paru. Hasil analisis diperoleh nilai OR=0,167

(95% CI: 0,033-0,853) artinya Suhu merupakan faktor protektif.


53

3. Hubungan antara Kelembaban dengan Kejadian TB paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021

Tabel 4. 3 Distribusi Hubungan antara Kelembaban dengan


Kejadian TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah
TB Paru
Total P OR (95%
Kelembaban Kasus Kontrol
value CI)
N % N % N %
Tidak
memenuhi 6 20,0 16 53,3 22 36,6
syarat 0,219(0,06
0,016
Memenuhi 9 – 0,689)
24 80,0 14 46,7 38 45,2
syarat
Total 30 100 30 100 60 100

Hasil analisis data diperoleh p value = 0,016, artinya bahwa ada

hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB paru. Hasil analisis

diperoleh nilai OR=0,219 (95% CI: 0,069-0,689) artinya Kelembaban

merupakan faktor protektif.

4. Hubungan antara pencahayaan dengan Kejadian TB paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Karangtengah

Tabel 4. 4 Distribusi Hubungan antara Pencahayaan dengan


Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Karangtengah
TB Paru
Total P OR (95%
Pencahayaan Kasus Kontrol
value CI)
N % N % N %
Tidak
memenuhi 11 36,7 20 66,7 31 51,6
syarat 0,289
0,039 (0,100 –
Memenuhi
19 63,3 11 33,3 29 48,3 0,837)
syarat
Total 30 100 30 100 60 100

Hasil analisis data diperoleh p value = 0,039, artinya bahwa

terdapat hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB paru.


54

Hasil analisis diperoleh nilai OR= 0,289 (95% CI: 0,100-0,837)

artinya Pencahayaan merupakan faktor protektif.

5. Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan kejadian TB Paru di

wilayah kerja Puskesmas Karangtengah

Tabel 4. 5 Distribusi Hubungan antara Kepadatan Hunian


dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Karangtengah
TB Paru
Kepadatan Total P OR (95%
Kasus Kontrol
Hunian value CI)
N % N % N %
Tidak
memenuhi 4 13,3 12 40,0 16 26,6
syarat 0,231
0,041 (0,064 –
Memenuhi
syarat
26 86,7 18 60,0 44 73,3 0,831)
Total 30 100 30 100 60 100

Hasil analisis data diperoleh p value = 0,041, artinya bahwa

terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru.

Hasil analisis diperoleh nilai OR= 0,231 (95% CI: 0,064-0,831)

artinya Kepadatan Hunian merupakan faktor protektif.

6. Hubungan antara Riwayat Kontak dengan Kejadian TB Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah.

Tabel 4. 6 Distribusi Hubungan antara Riwayat Kontak dengan


Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah
Kontak TB Paru
Total P OR (95%
Erat Kasus Kontrol
value CI)
Serumah N % N % N %
Tidak ada
riwayat 14 46,7 23 76,7 37 61,6
kontak 0,266(0,08
0,034
Ada riwayat 8 – 0,807)
16 53,3 7 23,3 23 38,3
kontak
Total 30 100 30 100 60 100
55

Hasil analisis data diperoleh p value = 0,034, artinya bahwa

terdapat hubungan antara kontak erat serumah dengan kejadian TB paru.

Hasil analisis diperoleh nilai OR=0,266 (95% CI: 0,088-0,807) artinya

Riwayat kontak merupakan faktor protektif.

B. Pembahasan

1. Gambaran Kejadian TB Paru berdasarkan Suhu, Kelembaban,

Pencahayaan, Kepadatan Hunian, dan Riwayat Kontak

Berdasarkan data pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat

(6,7%) responden kasus yang memiliki kondisi rumah dengan suhu

tidak memenuhi syarat. Dari hasil observasi didapatkan suhu ruangan

dipengaruhi oleh keadaan ventilasi dan jendela yang ditutup sehingga

mempengaruhi pergerakan udara yang masuk ke dalam ruangan

tersebut.

Berdasarkan indikator penghawaan perumahan, suhu rumah yang

memenuhi syarat kesehatan adalah antara 18oC-30oC, dan suhu rumah

yang tidak memenuhi syarat kesehatan <18oC atau >30oC. Suhu dalam

rumah akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Kondisi suhu

ruangan yang tinggi dapat menjadi faktor penyebab tingginya

prevalensi TB paru (Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang

Rumah, 2011)

Berdasarkan data pada tabel 4.3 menunjukkan terdapat (20,0%)

responden kasus yang memilik kondisi rumah dengan kelembaban

tidak memenuhi syarat. Dari hasil observasi dilapangan didapatkan


56

kelembaban terjadi karena jarak rumah yang satu dengan rumah yang

lainnya saling berdekatan, sehingga cahaya alami yang masuk

terhalang oleh rumah yan lainnya dan membuat kondisi rumah

menjadi lembab.

Menurut (Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah, 2011)

yang menunjukkan bahwa kelembaban dalam rumah akan

mempermudah perkembangbiakkan mikroorganisme antara lain

bakteri spiroket, riketsia dan virus. Persyaratan kelembaban minimal

40% maksimal 60% .

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukka bahwa terdapat (36.7%)

responden kasus yang memiliki rumah dengan pencahayaan tidak

memenuhi syarat. Dari hasil observasi didapatkan rumah responden

yang tidak memeiliki ventilasi dan menggunakan desain jendela yang

tidak bisa dibuka, serta letak rumah yang menghadap ke arah barat

dan utara sehingga kurang memperoleh cahaya matahari.

Menurut (Permenkes RI No. 77 Tahun 2020) tentang persyaratan

kesehatan rumah tinggal, rumah harus cukup mendapatkan

penerangan baik siang maupun malam hari. Diusahakan agar ruangan-

ruangan mendapatkan sinar matahari terutama pagi hari. Pencahayaan

dalam ruang rumah diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan untuk

melihat benda sekitar dan membaca berdasarkan persyaratan minimal

yaitu 60 lux.
57

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat (13,3%)

responden kasus yang memiliki rumah dengan kepadatan hunian tidak

memenuhi syarat. Dari hasil observasi dilapangan didapatkan sebagian

besar dirumah responden masih tinggal bersama dengan beberapa

keluarga sehingga luas rumah responden masih tidak sebanding

dengan jumlah penghuni.

Luas rumah yang tidak seseuai dengan jumlah penghuninya dapat

menyebabkan terjadinya overload. Semakin padat penghuni rumah

maka semakin cepat juga udara didalam rumah mengalami

pencemaran. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah

maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih

untuk mycobacterium tuberculosis. Kepadatan hunian dalam rumah

menurut Permenkes RI No. 1077 tahun 2011 tentang pedoman

penyehatan udara. Satu orang minimal menempati luas rumah 8m2

agar dapat mencegah penularan penyakit dan memperlancar aktivitas

di dalamnya. Keaadan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan

faktor polusi udara di dalamnya (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan tabel 4.6 menujukkan bahwa terdapat (53,3%)

responden yang memiliki riwayat kontak dengan penderita TB paru.

Dari hasil observasi didaptkan riwayat kontak terjadi karena luas

rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni, sehingga proses

terjadinya penularan semakin cepat. Selain itu, masih kurangnya


58

kesadaran pasien untuk melakukan pencegahan seperti menutup mulut

saat batuk dan menggunakan masker.

Riwayat kontak atau kontak erat serumah adalah orang yang

tinggal serumah atau berhubungan langsung dengan orang yang

menderita TB dewasa positif (Naga, 2014). TB Paru merupakan

penyakit menular yang penularannya dapat terjadi melalui percikam

dahak ketika berinteraksi dengan penderita TB Paru BTA positif saat

batuk, bersin, dan bernyanyi (Kemenkes RI, 2011).

2. Hubungan Suhu dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Karangtengah

Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara suhu dengan kejadian TB Paru didapatkan p

value = 0,045, kemudian didapatkan OR sebesar 0,167 (95%

CI:0,033-0,853) yang artinya Suhu merupakan faktor protektif.

Berdasarkan hasil observasi peneliti didapatkan suhu yang

bervariasi, hal ini terjadi karena ada beberapa pengaruh lainnya

misalnya kelembaban dalam rumah, bakteri yang berkembang biak

sehingga mempengaruhi kualitas udara yang masuk ke dalam rumah

tersebut, dan dipengaruhi oleh keadaan rumah yang berhadapan

langsung dengan sinar matahari sehingga bisa mempengaruhi

ketinggian suhu didalam rumah tersebut.


59

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakuan oleh

(Sinaga dkk, 2013) didapatkan p value sebesar 0,002 artinya ada

hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian TB paru.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Sachrul Romadhan dkk, 2019) didapatkan p value sebesar 0,016

artinya ada hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian TB paru.

Berdasarkan indikator penghawaan perumahan, suhu rumah yang

memenuhi syarat kesehatan adalah antara 18oC-30oC, dan suhu rumah

yang tidak memenuhi syarat kesehatan <18oC atau >30oC. Suhu dalam

rumah akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Kondisi suhu

ruangan yang tinggi dapat menjadi faktor penyebab tingginya

prevalensi TB paru (Kemenkes, 2011).

3. Hubungan Kelembaban dengan kejadian TB Paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Karangtengah

Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB Paru didapatkan p

value = 0,016, kemudian didapatkan OR sebesar 0,219 (95% CI:

0,069-0,689) yang artinya Kelembaban merupakan faktor protektif.

Berdasarkan hasil observasi dilapangan didapatkan kelembaban

yang terlalu tinggi dan tidak memenuhi syarat disebabkan oleh suhu

ruangan yang tidak stabil dan kualitas udara yang kurang baik

kedalam ruangan atau rumah tersebut, salah satu faktor yang

mempengaruhi kelembaban pada rumah responden adalah minimnya


60

lubang angin serta kurang adanya genteng kaca untuk masuknya sinar

matahari kedalam rumah agar kelembaban bisa stabil. Kondisi

kelembaban yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan kuman

atau bakteri rentan hidup lebih di dalam ruangan yang tingkat

kelembabannya tinggi.

Penelitian Joseph dkk. (2014) diperoleh hasil p value=0,008

dengan OR= 3,852, yang berarti responden yang memilik kelembaban

40%-60% kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 3,8 kali

dibandingkan yang memenuhi syarat kelembaban. Bahwa ada

hubungan signifikan antara kelembaban dengan kejadian TB paru.

Hasil penelitian ini sejalan dengan (Romadhan, dkk, 2019)

didapatkan p value = 0,022 artinya terdapat hubungan antara

kelembaban dengan kejadian TB paru.

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,

dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur

kamar 22o-30o. Kuman TB paru akan cepat mati bila terkena sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup ditempat yang gelap

dan lembab (Suryo, 2010). Menurut Permenkes syarat untuk rumah

sehat khususnya kelembaban yang memenuhi syarat antara 40%-60%.

4. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Karangtengah

Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menujukkan bahwa

terdapat hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB Paru


61

didapatkan p value = 0,039, Kemudian didapatkan OR sebesar 0,289

(95% CI: 0,100-0837) artinya Pencahayaan merupakan faktor

protektif.

Berdasarkan hasil observasi peneliti didapatkan responden dengan

pencahayaan alami yang memenuhi syarat memiliki akses masuknya

cahaya matahari lebih baik. Pencahayaan tersebut dapat masuk

melalui lubang ventilasi, jendela maupun pintu yang sering dibuka,

atau dapat melalui genteng kaca. Responden dengan pencahayaan

alami tidak memenuhi syarat karena kurangnya akses untuk masuknya

cahaya ke dalam ruangan rumah akibat lubang ventilasi dan jendela

yang jarang dibuka. Selain itu beberapa rumah responden jalan masuk

cahaya terhalang oleh rumah warga disampingnya karena kondisi

rumah yang berdempetan antara satu rumah dengan rumah yang lain.

Salah satu faktor kurangnya pencahayaan pada rumah responden

adalah masih minimnya lubang ventilasi dan genteng kaca untuk

masuk sinar matahari karena kondisi pencahayaan yang tidak

memenuhi syarat menyebabkan gelap dan menjadi media baik bagi

pertumbuhan kuman.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Widiyarsih, dkk. 2013) didapatkan p value 0,028 artinya ada

hubungan antara pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru di

UPK Puskesmas Perum 2 Kota Pontianak.


62

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Sachrul dkk, 2019) didapatkan p value 0,023 artinya ada hubungan

antara pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah

kerja Puskesmas Babana Kabupaten Mamuju Tengah.

Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup khususnya cahaya

alami berupa cahaya matahari (UV). Pencahayaan alami ruangan

rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami),

yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya

matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca

(Notoatmodjo, 2011). Menurut Permenkes RI No 1077 tahun 2011

yang dimana pencahayaan minimal 60 lux.

5. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah

Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menujukkan bahwa

terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB paru

didapatkan p value = 0,041, kemudian didapatkan OR sebesar 0,231

(95% CI: 0,064-0,831) artinya Kepadatan Hunian merupakan faktor

protektif.

Berdasarkan hasil observasi peneliti didapatkan responden bahwa

pada mayoritas kelompok kasus yang tidak memenuhi syarat pada

kamar tidur dihuni lebih dari 2 orang sehingga bisa mengurangi

jumlah oksigen yang dibutuhkan pada saat tidur. Beberapa responden

kasus masih tidur dengan orang yang sehat karena responden masih
63

tidur bersama di ruang keluarga. Karena kuman TB paru dapat

ditularkan lewat media udara sehingga jika rumah padat penghuni

kuman mudah sekali menular.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kurniasih dkk.

(2016) menunjukkan p value = 0,023 dengan OR = 3,314. Artinya,

orang yang tinggal di rumah dengan kondisi kepadatan hunian rumah

tidak memenuhi syarat berisiko menderita TB Paru 3,3 kali lebih besar

dibandingkan yang tinggal di rumah dengan kondisi kepadatan hunian

rumah memenuhi syarat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Wahyunungsih,

2020) menunjukkan p value = 0,001 dengan OR = 7,12. Artinya,

terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru.

Kepadatan hunian adalah membandingkan antara luas lantai rumah

dengan jumlah penghuni. Luas rumah yang tidak sebanding dengan

jumlah penghuninya akan menyebabkan kepadatan hunian, hal ini

tidak sehat karena menyebabkan kurangnya oksigen bagi setiap orang

dalam rumah tersebut, dengan penghuni yang padat menyebabkan

suhu udara semakin meningkat, bila salah satu anggota keluarga

terkena penyakit infeksi terutama tuberkulosis paru akan mudah

tertular pada anggota keluarga lain (Nurhayati dan Pramono, 2017).

Kepadatan hunian dalam rumah menurut Permenkes RI No. 1077

tahun 2011 tentang pedoman penyehatan udara. Satu orang minimal


64

menempati luas rumah 8m2 agar dapat mencegah penularan penyakit

dan memperlancar aktivitas di dalamnya.

6. Hubungan Riwayat Kontak dengan Kejadian TB Paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Karangtengah

Hasil analisis bivariat pada penelitian menujukkan bahwa terdapat

hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian TB Paru didapatkan

p value = 0,034, kemudian didapatkan OR sebesar 0,266 (95% CI:

0,088-0,807) artinya Riwayat kontak merupakan faktor pencegah

terjadinya TB paru. Responden dengan Riwayat Kontak yang tidak

memenuhi syarat mempunyai resiko terjadinya TB paru 0,26 kali

apabila dibandingkan dengan responden yang memeliki Riwayat

Kontak memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil observasi peneliti didapatkan responden kasus

lebih banyak memiliki riwayat kontak dengan penderita TB paru,

riwayat kontak yang terbanyak adalah keluarga dan rekan kerja,

adanya kontak tersebut dapat meningkatkan frekuensi dan durasi

kontak dengan kuman tuberkulosis sehingga apabila kondisi rumah

dan sistem imun yang kurang baik maka akan mudah tertular penyakit

tuberkulosis.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Rohayu dkk, 2016) di dapatkan P value sebesar 0,039 artinya ada

hubungan antara riwayat kontak dengan TB paru BTA positif pada


65

masyarakat pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Kadatua Kabupaten

Buton Selatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Wahyuningsih D, 2020) didapatkan p value sebesar 0,009 artinya ada

hubungan antara riwayat kontak dengan TB paru BTA positif.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA (+) pada waktu bersin

atau batuk. Penderita menyebar kuman ke udara dalam bentuk droplet

atau percikan dahak. Daya penularan seseorang dari penderita

ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya

(Depkes RI, 2002). Kontak jangka panjang dengan penderita TB

menyebabkan risiko tertular, infeksi melalui selaput lendir atau kulit

yang lecet bisa terjadi namun sangat jarang (Chin, 2009).


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas Karangtengah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Responden pada kelompok kasus (Penderita TB Paru) terdapat 6,7%

rumah dengan suhu yang tidak memenuhi syarat, 20,0% rumahdengan

kelembaban yang tidak memenuhi syarat, 36,7% rumah dengan

pencahayaan tidak memenuhi syarat, 13,3% rumah dengan kepadatan

hunian yang tidak memenuhi syarat, dan 53,3% responden memiliki

riwayat kontak.

2. Ada hubungan antara suhu dengan kejadian TB paru. Hasil analisis

diperoleh p value = 0,045 dengan OR= 0,167 (95% CI: 0,033-0,853).

3. Ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB paru. Hasil

analisis diperoleh p value=0,016 dengan OR=0,219 (95% CI: 0,069-

0,689).

4. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB paru. Hasil

analisis diperoleh p value=0,039 dengan OR=0,289 (95% CI: 0,100-

0,837).

5. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB paru.

Hasil analisis diperoleh p value=0,041 dengan OR=0,231 (95% CI:

0,064-0,831).

67
68

6. Ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian TB paru. Hasil

analisis diperoleh p value=0,034 dengan OR=0,266 (95% CI: 0,088-

0,807).

B. Saran
1. Bagi Puskesmas Karangtengah

Bagi Puskesmas Karangtengah Kabupaten Cianjur di harapkan

mampu mengupayakan penyuluhan terkait dengan pentingnya

memperbaiki rumah sesuai dengan kriteria rumah sehat.

2. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti selanjutnya untuk mengambil dan meneliti variabel

lain yang berhubungan dengan kejadian TB paru seperti status gizi,

ventilasi, pendapatan per kapita, kebiasaan merokok, kebiasan

meludah dan lain-lain yang diduga meningkatkan kejadian TB paru

yang tidak diteliti pada penelitian ini.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan mampu memperbaik kondisi rumah sesuai dengan kriteria

rumah sehat. Seperti penambahan lubang ventilasi, genteng kaca.

Karena dengan penambahan ventilasi dapat mempengaruhi insensitas

pencahayaan yang cukup dan mengurang tingkat kelembaban yang

tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Adnani, H. (2011). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Grafika Mulia.

Cahyono. (2017). Penyehatan Udara. ANDI.

Dewi Prihartini, Agus Subagiyo, S. (2016). Hubungan Lingkungan Fisik Rumah


dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mirit Kabupaten
Kebumen Tahun 2016.

Laporan Tahunan Penyakit Tuberkolosis Paru, (2020).

Laporan Tahunan Penyakit Tuberkolosis Paru, (2021).

Hamidah dkk. (2015). Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Kejadian


Tuberkolosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Siko Kecamatan
Ternate Utara Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. 3, 856–864.

Handayani. (2019). Metode Deteksi Tuberkulosis. Uwais Insipirasi Indonesia.

Joseph dkk. (2014). Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado.

Jutawan. (2005). Mesin Tetas Listrik dan Induk Buatan. Kanisius.

Kasjono. (2011). Seri Kesehatan Lingkungan Penyehatan Pemukiman. Gosyen


Publishing.

Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, (2011).

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkolosis, (2014).

Pusat Data dan Informasi, (2018).

Persyaratan Kesehatan Perumahan No 829, (1999).

Profil Kesehatan Indonesia, (2017).

Permenkes RI No. 77 Tahun 2020, Kementerian Kesehatan Ri (2020).

Kurniasih dkk. (2016). Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian TB Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Kalibagor Kabupaten Banyumas Tahun 2016.
35, 152–277.

69
70

Mahpudin & Mahkota. (2007). Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Respon Biologis
dan Kejadian TBC Paru di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional.

Naga. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Diva Pres.

Nawi. (2006). Penderita Tuberkulosis, Berhentilah Merokok.


http://www.coalisi.org_detail.htm

Notoatmodjo. S. (2011). Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Cipta.

Nugrahaeni, D. (2011). Konsep Dasar Epidemiologi. EGC.

Purnama. (2016). Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan.

Riskesdas. (2018). Laporan Riskesdas Kementerian Kesehatan RI.

Riyanto. (2011). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Nuha Medika.

Riyanto, A. (2013). Statistik Deskriptif. Nuha Medika.

Somantri. (2007). Keperawatan medikal bedah : Asuhan Keperawatan pada


pasien gangguan sistem pernafasan. Salemba Medika.

Suryo. (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernafasan. B. First.

Tribowo. (2013). Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit. CV. Trans


Info Media.

Wahyu. (2008). Panduan Praktis Mencegah dan Menangkal TBC pada Anak.
Dian Rakyat.

Wahyunungsih, D. (2020). Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru


BTA Positif.

Widiyanto. (2013). Trend Penyakit Saat Ini. TIM.

Widoyono. (2008). Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya. Erlangga.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data Awal dan Penelitian
Lampiran 2. Surat Rekomendasi dari Kesbangpol
Lampiran 3. Surat Rekomendasi Dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Karangtengah
Lampiran 5. Surat Persetujuan Etik
Lampiran 6. Surat Rekomendasi dari PSS
Lampiran 7. Informed Consent

INFORMED CONSENTRESPONDEN
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian yang berjudul “Hubungan

Kualitas Lingkungan Fisik dalam Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Tahun 2021”. Peneliti

meminta saudara dengan sukarela dapat berpartisipasi mengisi kuesioner dengan

benar dan jujur serta dapat mengikuti prosedur penelitian yang telah diberikan.

Bila ada yang belum jelas, saudara dapat bertanya pada peneliti. Semua informasi

yang berkaitan dengan identitas responden akan dijamin kerahasiaannya dan

hanya diketahui oleh peneliti. Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk

dipergunakan sebagaimana mestinya.

Cianjur, 2021

(........................)
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN FISIK DALAM RUMAH

DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KARANGTENGAH TAHUN 2021

Nomor responden : ..............................

Tanggal wawancara : ...............................

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nama responden : .......................................(inisial)


Kategori responden : 0.Kasus 1.Kontrol
Alamat : ................................................................................
RT....... RW..........
Jenis Kelamin : 0. Laki-laki
1. Perempuan
Umur : ......................................Tahun.

B. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU ( Hanya Kontrol )

1. Dalam 3 minggu terakhir apakah anda pernah batuk lebih dari 3 minggu?

0. ya 1.tidak

2. Jika anda batuk selama 3 minggu apakah pernah nyeri dada, sesak nafas, dan

batuk berdarah?

0. ya 1.tidak

3. Dalam waktu 3 minggu apakah anda pernah mengeluarkan keringat pada

malam hari?

0. ya 1.tidak
C. OBSERVASI DAN PENGUKURAN KONDISI RUMAH

1. Suhu udara ruangan dalam rumah ..........oC

2. Kelembaban di dalam rumah ..........%

3. Pencahayaan di dalam rumah .......... lux

4. Kepadatan penghuni di dalam rumah .......... m2

5. Apakah ada kontak erat dengan penderita TB dalam satu rumah ?

Jawaban :
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Analisi Univariat dan Bivariat

Frequency Table
Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kasus 30 50,0 50,0 50,0
Kontrol 30 50,0 50,0 100,0
Total 60 100,0 100,0

J.Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 30 50,0 50,0 50,0
Laki-Laki 30 50,0 50,0 100,0
Total 60 100,0 100,0

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 15-30 Tahun 30 50,0 50,0 50,0
31->65 Tahun 30 50,0 50,0 100,0
Total 60 100,0 100,0

DiagnosisTB

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid - 30 50,0 50,0 50,0
Tidak 30 50,0 50,0 100,0
Total 60 100,0 100,0

Suhu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 11 18,3 18,3 18,3
Memenuhi Syarat 49 81,7 81,7 100,0
Total 60 100,0 100,0
Kelembapan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 22 36,7 36,7 36,7
Memenuhi Syarat 38 63,3 63,3 100,0
Total 60 100,0 100,0

Pencahayaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 31 51,7 51,7 51,7
Memenuhi Syarat 29 48,3 48,3 100,0
Total 60 100,0 100,0

KepadatanHunian

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 16 26,7 26,7 26,7
Memenuhi Syarat 44 73,3 73,3 100,0
Total 60 100,0 100,0

RiwayatKontak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 37 61,7 61,7 61,7
Ya 23 38,3 38,3 100,0
Total 60 100,0 100,0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Responden * Suhu 60 100,0% 0 ,0% 60 100,0%
Responden * Suhu Crosstabulation

Suhu
Tidak
Memenuhi Memenuhi
Syarat Syarat Total
Responden Kasus Count 2 28 30
Expected Count 5,5 24,5 30,0
% within Responden 6,7% 93,3% 100,0%
Kontrol Count 9 21 30
Expected Count 5,5 24,5 30,0
% within Responden 30,0% 70,0% 100,0%
Total Count 11 49 60
Expected Count 11,0 49,0 60,0
% within Responden 18,3% 81,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,455(b) 1 ,020
Continuity
4,007 1 ,045
Correction(a)
Likelihood Ratio 5,822 1 ,016
Fisher's Exact Test ,042 ,021
Linear-by-Linear
Association 5,364 1 ,021
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,50

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
Responden (Kasus / ,167 ,033 ,853
Kontrol)
For cohort Suhu = Tidak
Memenuhi Syarat ,222 ,052 ,944
For cohort Suhu =
Memenuhi Syarat 1,333 1,035 1,717
N of Valid Cases 60
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Responden *
Kelembapan 60 100,0% 0 ,0% 60 100,0%

Responden * Kelembapan Crosstabulation

Kelembapan
Tidak
Memenuhi Memenuhi
Syarat Syarat Total
Responden Kasus Count 6 24 30
Expected Count 11,0 19,0 30,0
% within Responden 20,0% 80,0% 100,0%
Kontrol Count 16 14 30
Expected Count 11,0 19,0 30,0
% within Responden 53,3% 46,7% 100,0%
Total Count 22 38 60
Expected Count 22,0 38,0 60,0
% within Responden 36,7% 63,3% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7,177(b) 1 ,007
Continuity
5,813 1 ,016
Correction(a)
Likelihood Ratio 7,379 1 ,007
Fisher's Exact Test ,015 ,007
Linear-by-Linear
Association 7,057 1 ,008
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,00.
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Responden
(Kasus / Kontrol) ,219 ,069 ,689

For cohort Kelembapan =


Tidak Memenuhi Syarat ,375 ,170 ,826
For cohort Kelembapan =
Memenuhi Syarat 1,714 1,124 2,615
N of Valid Cases 60

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Responden *
Pencahayaan 60 100,0% 0 ,0% 60 100,0%

Responden * Pencahayaan Crosstabulation

Pencahayaan
Tidak
Memenuhi Memenuhi
Syarat Syarat Total
Responden Kasus Count 11 19 30
Expected Count 15,5 14,5 30,0
% within Responden 36,7% 63,3% 100,0%
Kontrol Count 20 10 30
Expected Count 15,5 14,5 30,0
% within Responden 66,7% 33,3% 100,0%
Total Count 31 29 60
Expected Count 31,0 29,0 60,0
% within Responden 51,7% 48,3% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,406(b) 1 ,020
Continuity
4,271 1 ,039
Correction(a)
Likelihood Ratio 5,491 1 ,019
Fisher's Exact Test ,038 ,019
Linear-by-Linear
Association 5,316 1 ,021
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,50.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Responden
(Kasus / Kontrol) ,289 ,100 ,837

For cohort Pencahayaan =


Tidak Memenuhi Syarat ,550 ,322 ,938
For cohort Pencahayaan =
Memenuhi Syarat 1,900 1,070 3,375
N of Valid Cases 60

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Responden *
KepadatanHunian 60 100,0% 0 ,0% 60 100,0%
Responden * KepadatanHunian Crosstabulation

KepadatanHunian
Tidak
Memenuhi Memenuhi
Syarat Syarat Total
Responden Kasus Count 4 26 30
Expected Count 8,0 22,0 30,0
% within Responden 13,3% 86,7% 100,0%
Kontrol Count 12 18 30
Expected Count 8,0 22,0 30,0
% within Responden 40,0% 60,0% 100,0%
Total Count 16 44 60
Expected Count 16,0 44,0 60,0
% within Responden 26,7% 73,3% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,455(b) 1 ,020
Continuity
4,176 1 ,041
Correction(a)
Likelihood Ratio 5,649 1 ,017
Fisher's Exact Test ,039 ,020
Linear-by-Linear
Association 5,364 1 ,021
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,00.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
Responden (Kasus / ,231 ,064 ,831
Kontrol)
For cohort
KepadatanHunian = ,333 ,121 ,917
Tidak Memenuhi Syarat
For cohort
KepadatanHunian = 1,444 1,045 1,997
Memenuhi Syarat
N of Valid Cases 60

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Responden *
RiwayatKontak 60 100,0% 0 ,0% 60 100,0%

Responden * RiwayatKontak Crosstabulation

RiwayatKontak
Tidak Ya Total
Responden Kasus Count 14 16 30
Expected Count 18,5 11,5 30,0
% within Responden 46,7% 53,3% 100,0%
Kontrol Count 23 7 30
Expected Count 18,5 11,5 30,0
% within Responden 76,7% 23,3% 100,0%
Total Count 37 23 60
Expected Count 37,0 23,0 60,0
% within Responden 61,7% 38,3% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,711(b) 1 ,017
Continuity
4,512 1 ,034
Correction(a)
Likelihood Ratio 5,829 1 ,016
Fisher's Exact Test ,033 ,016
Linear-by-Linear
Association 5,616 1 ,018
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
Responden (Kasus / ,266 ,088 ,807
Kontrol)
For cohort
RiwayatKontak = Tidak ,609 ,396 ,936
For cohort
RiwayatKontak = Ya 2,286 1,102 4,743
N of Valid Cases 60

Lampiran 9. Master Tabel


respondenJ. KelaminUmur Diagnosis TB
Suhu Kelembaban
Pencahayaan
KepadatanRiwayat SKOR
0 1 0 0 1 1 1 1 0 5
0 1 1 0 1 1 1 1 0 6
0 0 1 0 0 1 0 1 0 3
0 0 1 0 1 1 1 1 1 6
0 0 0 0 1 1 1 0 1 4
0 0 0 0 1 1 1 1 1 5
0 1 1 0 1 1 1 1 1 7
0 1 1 0 1 1 0 1 0 5
0 0 1 0 1 1 0 1 1 5
0 0 1 0 1 1 0 1 1 5
0 0 0 0 1 1 0 1 1 4
0 1 0 0 1 1 1 1 0 5
0 0 0 0 1 1 0 1 0 3
0 1 1 0 1 0 0 1 0 4
0 0 0 0 1 0 0 1 0 2
0 0 0 0 1 1 1 1 1 5
0 1 0 0 1 1 1 1 1 6
0 0 0 0 1 0 1 1 1 4
0 1 1 0 1 1 1 1 0 6
0 1 0 0 1 1 0 1 1 5
0 1 1 0 1 1 1 0 1 6
0 0 1 0 1 1 1 1 1 6
0 1 0 0 1 1 1 1 1 6
0 1 0 0 1 0 1 1 0 4
0 1 1 0 1 0 1 1 1 6
0 0 0 0 1 1 1 1 0 4
0 1 0 0 1 1 0 0 0 3
0 0 0 0 0 0 0 1 1 2
1 0 0 1 1 0 0 1 0 4
1 0 0 1 0 0 0 1 0 3
1 0 0 1 1 0 1 1 1 6
1 1 1 1 0 0 1 1 1 7
1 0 0 1 1 1 1 0 0 5
1 1 1 1 0 0 1 0 0 5
1 1 1 1 1 1 0 1 1 8
1 0 1 1 1 0 1 0 0 5
1 0 0 1 1 1 1 0 0 5
1 1 0 1 1 1 1 1 0 7
1 1 1 1 1 1 0 1 1 8
1 0 1 1 1 1 0 1 0 6
1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
1 0 1 1 1 1 0 0 0 5
1 1 0 1 1 1 0 0 0 5
1 1 0 1 1 1 0 1 0 6
1 1 1 1 1 1 0 1 0 7
1 0 1 1 1 1 0 0 0 5
1 0 0 1 1 1 1 0 0 5
1 0 0 1 0 0 0 1 0 3
1 1 1 1 0 0 0 1 0 5
1 1 0 1 0 0 0 1 0 4
1 0 1 1 1 0 0 0 1 5
1 0 0 1 1 0 0 1 0 4
1 1 1 1 0 0 0 1 0 5
1 0 1 1 0 0 0 0 1 4
1 0 0 1 1 0 0 1 0 4
1 1 1 1 1 0 0 0 0 5
1 1 1 1 0 1 1 1 0 7
1 0 0 1 1 0 0 0 0 3
30 30 30 49 38 29 44 23

Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan


DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Fahrizal Oki Naufal

Alamat : Kp. Mitraloka RT02/RW18 Cianjur

Tempat/Tanggal Lahir : Cianjur, 01 Oktober 1998

Pendidikan :

1. TK Al Azhar 18 Cianjur : 2004-2005


2. SDN Ibu Dewi 6 Cianjur : 2005-2011
3. SMPN 3 Cianjur : 2011-2014
4. SMA Negeri 1 Cianjur : 2014-2017
5. STIKES Jenderal A Yani : 2017-2021

Anda mungkin juga menyukai