Anda di halaman 1dari 5

UNIVERSAL HEALTH COVERAGE

Dalam pelaksanaan Jaminan Sosial Nasional bidang Kesehatan, World Health


Organization (WHO) dalam “Health System Financing: The Path to Universal Coverage”
( The World Report, 2010) memperkenalkan tiga dimensi penting sebagai indikator
capaian Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage or UHC) yaitu:
a. prosentase penduduk yang dicakup
b. tingkat kelengkapan (komprehensif ) paket layanan kesehatan yang dijamin
c. prosentase biaya kesehatan yang masih ditanggung penduduk.
Beberapa bukti empiris menunjukkan adanya hubungan linier antara tingkat
pendapatan dengan tingkat kesejahteraan jaminan sosial kesehatan di suatu Negara.

Universal health coverage merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap


warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif bermutu dengan biaya terjangkau. Cakupan universal
mengandung dua elemen inti yakni akses pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu
bagi setiap warga, dan perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan
pelayanan kesehatan. Salah satu tujuan pelaksanaan BPJS Kesehatan adalah
menggelar layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia atau mencapai Universal
Health Coverage (UHC).

Universal Health Coverage menuntut upaya pelayanan kesehatan yang


maksimal bagi masyarakat. mutu pelayanan bukan hanya ditentukan premi, melainkan
juga ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan,, harus seimbang antara jaminan dan
akses. Sebesar apa pun premi, jika belum ada pemerataan fasilitas kesehatan di
seluruh pelosok Tanah Air, tujuan utama dari pelaksanaan Universal Health Coverage
tidak akan tercapai.

A. Universal Health Coverage dalam BPJS


Pemerintah Indonesia berkomitmen lewat BPJS Kesehatan pemerintah
menargetkan UHC tercapai pada 2019. Dalam waktu waktu singkat para
pemangku kepentingan harus melakukan upaya nyata untuk mencapai target.
Karena itu Pusat dan daerah harus bersinergi.

Dari segi manajemen pengelolaan, di akhir tahun 2011 pemerintah telah


mengesahkan Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) untuk melaksanakan amanah
konstitusi UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dimana pada pasal 1 ayat (1) UU BPJS menyatakan bahwa BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial
dan pada pasal 2 menyebutkan bahwa BPJS bertugas menyelenggarakan
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berdasarkan asas kemanusiaan,
manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan
cerminan dari aplikasi sila kelima dari dasar negara Indonesia yakni Pancasila.
Dalam hal ini sangat jelas bahwa semua bentuk penyelenggaraan SJSN
diselenggarakan secara nasional oleh BPJS, termasuk jaminan kesehatan
didalamnya. Hal ini juga diperkuat oleh Pasal 6 UU BPJS yang menyatakan
bahwa BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Menghadapi tantangan tersebut maka pemerintah menyusun strategi


menuju pencapaian UHC, temasuk didalamnya integrasi Jamkesda kedalam
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pada 1 Januari 2014 lalu.
Namun dalam tujuan pengintegrasian Jamkesda tersebut, variasi Jamkesda
yang ada di level Provinsi menjadi kendala yang harus dihadapi pemerintah.
Sedangkan Kabupaten dan Kota, dihadapkan pada berbagai faktor antara lain
kemampuan fiskal daerah, komitmen pimpinan daerah serta penyesuaian
regulasi antara daerah dengan pusat. Hal ini menuntut perhatian pemerintah
pusat untuk dapat menyusun arah kebijakan yang paling baik dan tepat dengan
prinsip best practice berdasarkan pelaksanaan Jamkesda.
Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) di
bidang kesehatan, salah satu yang disasar pemerintah adalah persiapan
pelaksanaan BPJS Kesehatan sebagai implementasi dari SJSN. RPJMN periode
2010-2014 itu rampung disusun sebelum UU BPJS diterbitkan. Dalam rancangan
itu, ada sejumlah hal yang harus dilakukan. Antara lain penguatan pelayanan
kesehatan promotif dan preventif, penguatan regulasi seperti tarif, rujukan,
informasi dan transformasi.

B. Program Perdesaan Sehat

Perdesaan Sehat adalah suatu kebijakan yang disertai dengan instrumen


koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan percepatan pembangunan kualitas
kesehatan berbasis perdesaan di daerah tertinggal dalam kerangka
mempercepat keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas
Berbasis struktur kependudukan serta mempercepat keberdayaan masyarakat
dalam pembangunan kualitas kesehatan di wilayah perdesaan. Dua misi tersebut
memandu arah kebijakan Perdesaan Sehat untuk “penajaman” prioritas
pembangunan pada peningkatan ketersediaan insfrastruktur dan kapasitas
lembaga kesehatan di perdesaan dengan memprioritaskan pada keterjangkauan
atas fungsi faktor-faktor utama kualitas kesehatan.

Faktor-faktor utama kualitas kesehatan tersebut adalah; Dokter


Puskesmas dan Bidan Desa sebagai ‘faktor dasar’ kualitas kesehatan, serta air
bersih, sanitasi dan gizi seimbang (bagi Ibu hamil, ibu menyusi, bayi, dan balita)
sebagai ‘faktor penentu dasar’ kualitas kesehatan. Kelima faktor utama tersebut
disosialisasikan sebagai Lima Pilar Perdesaan Sehat. Diangkatnya lima faktor
utama itu juga menunjukkan bahwa pemenuhan hak sehat sebagai hak dasar
mencakup aspek yang luas, subyektif dan dipengaruhi berbagai macam faktor.
Tidak hanya melalui upaya pelayanan kesehatan semata dalam menjangkau
pentingnya standard tertinggi kesehatan fisik dan mental, tetapi juga mencakup
faktor-faktor sosial dan ekonomi, termasuk faktor geografis yang berpengaruh
pada penciptaan hak atas sehat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas sebagai domain
pemerintah, harus ditujukan pada peningkatan kesadaran, kemauan dan
kemampuan setiap individu agar hidup sehat terutama adanya keterjangkauan
air bersih dan sanitasi yang baik bagi setiap rumah tangga serta ketersediaan
makanan yang memberi asupan gizi yang seimbang terutama bagi ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan balita.
Secara konsepsional, jabatan fungsional “Dokter Puskesmas” dan “Bidan Desa”
memiliki tugas dan fungsi sebagai pelaksana utama upaya pelayanan kesehatan
dasar, diharapkan berperan secara optimal pada pencapaian kinerja 6 kegiatan
dasar (Basic Six) Puskesmas yaitu;

1. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


2. Promosi Kesehatan
3. Pelayanan KIA dan KB
4. Kesehatan Lingkungan
5. Perbaikan Gizi Masyarakat
6. Pengobatan.

Dokter Puskesmas dan Bidan Desa diharapkan tidak mengutamakan


peran selaku tenaga profesional kesehatan “dokter” atau “bidan” bagi “pelayanan
medis” (pengobatan/paradigma “sakit”), tetapi memprioritaskan pelayanan
kesehatan masyarakat yang sejalan dengan tugas dan fungsi Puskesmas. Hal ini
sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan berdasarkan amanah Undang-
Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; yaitu “meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan setiap individu untuk hidup sehat, agar tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya”.

Dengan demikian akan dapat diwujudkan secara signifikan percepatan


pemerataan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar sekaligus percepatan
peningkatan keberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan di
seluruh daerah. Selain hal tersebut, kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan
intervensi pembangunan sarana air bersih, sanitasi maupun gizi seimbang di
perdesaan secara sinkon, sinergis dan terintegrasi akan mempercepat
pencapaian kualitas kesehatan masyarakat (Angka Harapan Hidup) yang
setinggi-tinginya. Hal ini sekaligus mendukung pencapaian target SDGs yang
menjadi komitmen dunia sejak tahun 2015

sasaran kondisi yang ingin dicapai oleh pembangunan Perdesaan Sehat


adalah memastikan ketersediaan dan berfungsinya;

1. Dokter Puskesmas bagi setiap Puskesmas


2. Bidan Desa setiap desa,
3. Air Bersih dan
4. Sanitasi bagi setiap rumah tangga
5. Gizi seimbang terutama bagi setiap ibu melahirkan, ibu menyusui, bayi dan
balita.

Seluruh sasaran baik fokus dan lokasi pembangunan Perdesaan Sehat


diharapkan akan tercapai pada tahun 2025. Dengan demikian maka secara
langsung akan bermuara pada pencapaian visi Indonesia tahun 2025
berdasarkan undang-undang no. 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025.

Semoga pemenuhan “hak sehat” seluruh warga negara Republik


Indonesia untuk “tetap sehat dan panjang umur” minimal sama dengan rata-rata
usia harapan hidup di seluruh dunia dapat segera terwujud. Dengan demikian
maka visi Indonesia dalam mencapai tujuan bernegara untuk sejahtera, adil dan
makmur dikemudian hari akan dapat lebih dipastikan melalui kwalitas sumber
daya manusia Indonesia yang tinggi serta memiliki daya saing.

Anda mungkin juga menyukai