Anda di halaman 1dari 45

DISKUSI JUMAT I

SURVEILANS

Oleh:

Annisa Abdillah 1718012042


Iqbal Lambara Putra 1818012011
Vika Annisa Putri 1718012071

KEPANITERAAN KLINIK ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada Allah SWT, karena atas rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “SURVEILANS” ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua dokter pembimbing di


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas, yang telah
membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari banyak sekali
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Bandar Lampung, 19 Juli 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................i

Daftar Isi ...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Tujuan ..............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4


2.1 Pengertian Surveilans ......................................................................................4
2.2 Tujuan Surveilans ............................................................................................6
2.3 Jenis Surveilans ...............................................................................................7
2.4 Prinsip Surveilans Epidemiologi .....................................................................13
2.5 Fungsi Surveilans Epidemiologi .....................................................................14
2.6 Manajemen Surveilans ...................................................................................15
2.7 Pendekatan Surveilans .....................................................................................15
2.8 Ruang Lingkup Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi ...........................16
2.9 Indikator Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan ....................................18
2.10 Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan .....................20
2.11 Kegiatan Pokok Surveilans ...........................................................................22
2.12 Surveilans Efektif ..........................................................................................24
2.13 Surveilans di Puskesmas Pasar Ambon .........................................................26

BAB III CRITICAL APPRAISAL ...........................................................................30

3.1 Judul ................................................................................................................30

3.2 Abstrak ............................................................................................................30

3.3 Pendahuluan ....................................................................................................31

3.4 Metode .............................................................................................................32


ii
3.5 Hasil.................................................................................................................33

3.6 Pembahasan .....................................................................................................33

3.7 Kesimpulan ......................................................................................................34

3.8 Analisis PICO ..................................................................................................34

3.9 Analisis VIA ....................................................................................................35

BAB IV KESIMPULAN ..........................................................................................37


3.1 Kesimpulan ......................................................................................................37

Daftar Pustaka ..........................................................................................................39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus


menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi
guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan
efisien (Kemenkes, 2014).

Penyelenggaraan surveilans kesehatan merupakan prasyarat program kesehatan


dan bertujuan untuk (Kemenkes, 2014):
a. Tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor
risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan;
b. Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya
KLB/Wabah dan dampaknya;
c. Terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/Wabah; dan
d. Dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang
berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.

Sedangkan surveilans di puskesmas itu sendiri merupakan kegiatan pengumpulan


dan pengamatan secara sistematis dan berkesinambungan, analisis, dan
interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memantau peristiwa
kesehatan di wilayah kerja puskesmas, dengan demikian data surveilans dapat
dipakai baik untuk menentukan prioritas kegiatan kesehatan masyarakat untuk
menilai efektifitas kegiatan (Sugiasih, 2011).

Istilah surveilans ini (Surveillance) sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang
berarti mengamati tentang sesuatu. meskipun konsep surveilans telah berkembang
cukup lama, tetapi seringkali timbul kerancuan dengan kata “surveillance” dalam
1
bahasa inggris yang berarti mengawasi perorangan yang sedang
dicurigai. Sebelum tahun 1950, surveilans memang diartikan sebagai upaya
pengawasan secara ketat kepada penderita penyakit menular, sehingga
penyakitnya dapat ditemukan sedini mungkin dan diisolasi secepatnya
serta dapat diambil langkah-langkah pengendalian seawal mungkin (Noor, 2008).

Istilah tersebut awalnya dipakai dalam bidang penyelidikan atau intelligent untuk
memata - matai orang yang dicurugai, yang dapat membahayakan. Surveilans
kesehatan masyarakat awalnya hanya dikenal dalam bidang epidemiologi, namun
dengan berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi diluar bidang
epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan
luas dalam kesehatan masyarakat. Surveilans sendiri mencakup masalah
borbiditas, mortalitas, masalah gizi, demografi, Penyakit Menular, Penyakit Tidak
menular, Demografi, Pelayanan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan
Kerja, dan beberapa faktor resiko pada individu, keluarga, masyarakat dan
lingkungan sekitarnya (Wuryanto A, 2010).

Permasalahan tidak berjalannya sistem surveilans tidak saja terjadi pada


sistemnya melainkan juga pada pelaksananya. Selain itu, pelaksanaan program
surveilans oleh unit kesehatan belum terintegrasi secara menyeluruh dan perlunya
kehadiran petugas kesehatan di tengah-tengah masyarakat sebagai tempat mereka
bertanya tentang masalah kesehatan yang mereka hadapi agar dapat dicarikan
alternatif dan solusi untuk permasalahan tersebut. Maka dari itu, masih banyak
diperlukan pembenahan pada pelaksanaan program surveilans di Puskesmas agar
dapat ditingkatkan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas khususnya, dan masyarakat Indonesia secara umum.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari surveilans.
2. Untuk mengetahui dan memahami kegunaan dan fungsi dari surveilans

2
3. Memahami dan mempelajari peran puskesmas dalam penyelenggaraan
surveilans
4. Memahami aplikasi surveilans di Puskesmas Pasar Ambon, Bandar
Lampung.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Surveilans

Istilah surveilans semula berasal dari bahasa Perancis ‘surveillance’ yang secara
harfiah dapat diartikan sebagai ‘mengamati tentang sesuatu’. Menurut WHO
dalam Kepmenkes RI No.1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan menyebutkan bahwa surveilans
merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data secara
sistematik dan terus menerus serta melakukan penyebaran informasi kepada unit
yang membutuhkan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau
kebijakan (KepMenkes, 2003).

Surveilans kesehatan merupakan kumpulan, analisis, dan interpretasi sistematis


yang sedang berjalan yang berhubungan dengan data penting yang berkaitan
dengan kesehatan untuk merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi
pelaksanaan kesehatan masyarakat (CDC, 2017). Langmuit dari Center of Disease
Control (CDC) dari Atlanta Amerika Serikat mendefinisikan surveilans penyakit
sebagai latihan pengawasan berhati-hati yang terus-menerus terhadap distribusi
dan perkembangan insidensi penyakit melalui data yang telah dikumpulkan,
konsolidasi, dan evaluasi laporan morbiditas dan mortalitas serta data-data lain
yang berkaitan (Langmuir, 1963).

Surveilans Kesehatan didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan yang sistematis


dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan
informasi guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
(Permenkes, 2014). Sehingga dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans
epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah–masalah kesehatan dan kondisi yang

4
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-
masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan
(Chandra, 2007).

Surveilans memungkinkan pengambil keputusan untuk memimpin dan mengelola


dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi
kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-
masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans
kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak
penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar
(Chandra, 2007).

Gambar 1. Konsep surveilans

5
2.2 Tujuan Surveilans

Adapun tujuan dari surveilans adalah sebagai berikut :

1. Tujuan umum
Memperoleh informasi yang digunakan sebagai prasyarat program kesehatan
dan bertujuan untuk menyediakan informasi tentang situasi, kecenderungan
penyakit, faktor risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan
(Permenkes, 2014).

2. Tujuan khusus
a. Mengumpulkan data untuk terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap
kemungkinan terjadinya KLB/wabah dan dampaknya (baik di puskesmas,
rumah sakit, dan laboraturium sebagai sumber data Surveilans Terpadu
Penyakit)
b. Memungkinkan terselenggaranya investigasi dan penanggulangan
KLB/wabah
c. Mendistribusikan data Surveilans Terpadu Penyakit kepada unit surveilans
Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Ditjen P2MPL
d. Melaksanakan pengolahan dan penyajian data penyakit dalam bentuk
tabel, grafik, peta, dan analisis epidemiologi lebih lanjut pada surveilans
Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Ditjen P2MPL.
e. Mendistribusikan hasil pengolahan dan penyajian data penyakit beserta
hasil analisis epidemiologi lebih lanjut dan rekomendasi program terkait di
puskesmas, rumah sakit, laboratorium, kabupaten/Kota, propinsi, nasional,
pusat penelitian, pusat kajian, perguruan tinggi, dan sektor terkait lainnya
(Weraman, 2010; Permenkes, 2014).

Hakikatnya tujuan surveilans adalah memandu intervensi kesehatan. Karena itu


sifat dari masalah kesehatan masyarakat menentukan desain dan implementasi
sistem surveilans. Sebagai contoh, jika tujuannya mencegah penyebaran penyakit
infeksi akut, misalnya SARS, maka manajer program kesehatan perlu melakukan

6
intervensi kesehatan dengan segera. Karena itu dibutuhkan suatu sistem surveilans
yang dapat memberikan informasi peringatan dini dari klinik dan laboratorium
(Mandl KD, 2004).

Tujuan surveilans epidemologi untuk menilai status kesehatan masyarakat,


menentukan prioritas kesehatan masyarakat, evalusai program, dan
menyelenggarakan riset. Beberapa komponen komponen utama dari proses
surveilans epidomologi yaitu pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data,
analisis dan interpretasi data, pelaporan, penyebarluasan informasi, dan umpan
balik (Mansjoer, 2001).

2.3 Jenis Surveilans

Jenis surveilans menurut karakteristik sasaran adalah sebagai berikut:

1. Individual Surveillance
Individual surveillance (surveilans individu) mendeteksi dan memonitor
individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya
pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning dan sifilis. Surveilans individu
mendeteksi dan memonitor individu individu yang mengalami kontak dengan
penyakit serius, memungkinkan dilakukan isolasi institusional segera terhadap
kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Karantina
merupakan isolasi yang membatasi gerak dan aktivitas orang orang atau
binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular
selama periode menular. Karantina total dan karantina parsial merupakan dua
jenis karantina yang bertujuan mencegah transmisi penyakit selama masa
inkubasi. Dengan karantina total membatasi kebebasan gerak kontak semua
orang yang terpapar, sedangkan karantina persial membatasi kontak secara
selektif berdasarkan tingkat kerawanan dan bahaya transmisi penyakit.
Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera
terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai
contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan
aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu
7
kasus penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah
mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi
(Last, 2001).

Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS antara 1980
dan SARS. Dikenal dua jenis karantina yaitu Karantina total dan Karantina
parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar
penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang
yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara
selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan
penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan
tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pos-pos lainnya
tetap bekerja. Karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan
masalah legal, politis, etika, moral dan filosofi tentang legitimasi,
akseptabilitas dan efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk
mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007).

2. Disease Surveillance
Disease surveillance (surveilans penyakit) adalah melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit,
melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-
laporan penyakit dan kematian serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian
surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Melakukan pengawasan
terus menerus terhadap distribusi dan kecendrungan insidensi penyakit,melalui
pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan laporan
penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Fokus surveilans penyakit
adalah penyakit bukan pada suatu individu (orang), negara negara
menggunakan surveilans penyakit yang didukung melalui program program
vertikal (pusat-daerah). Pada banyak negara, pendekatan surveilans penyakit
biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program
surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem
surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak

8
terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan
biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel
antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang
masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masing-masing dan
memberikan informasi duplikatif sehingga mengakibatkan inefisiensi.

3. Syndromic Surveillance
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-
masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-
indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum
konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator
individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda atau temuan
laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh
konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.Surveilans sindromik dapat
dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh,
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan
surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip
influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di
Amerika Serikat. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi
melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan
batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah
kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin dan
jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor
aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung dan antraks,
sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai
instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al.,
2004; Sloan et al., 2006).

Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari
fasilitas kesehatan, laboratorium atau anggota komunitas pada lokasi tertentu
disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel
merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan
9
menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme dan Quade,
2010).

4. Surveilans Berbasis Laboratorium


Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan memonitor
penyakit infeksi. Penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi
strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih
segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma
dari klinik-klinik. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui
makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk
mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit
dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan
pelaporan sindroma dari klinik-klinik (DCP2, 2008).

5. Integrated Surveillance
Integrated surveillance (surveilans terpadu) menata dan memadukan semua
kegiatan surveilans disuatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/
kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu
menggunakan struktur, proses dan personalia yang sama, melakukan fungsi
mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit.
Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan
kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu (Sloan et al., 2006).

Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:


a. Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services)
b. Menggunakan pendekatan solusi majemuk
c. Menggunakan pendekatan fungsional, bukan structural
d. Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (pengumpulan, pelaporan,
analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (pelatihan dan
supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya).
Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang

10
penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda
(WHO, 2002).

6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global


Masyarakat Global Perdagangan dan perjalanan internasional di abad
modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan
transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekuensinya, masalah-
masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di
dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi)
khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh
dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan
organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
surveilans yang melintasi batas-batas negara. Perdagangan dan perjalanan
internasional diabad modern, migrasi manusia dan binatang serta
organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara.
Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara
berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.
Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang
manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi
internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang
melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak
pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-
emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul
(newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS.
Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru,
termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi
(DCP2, 2008).

Sedangkan menurut Permenkes Nomor 45 Tahun 2014, berdasarkan sasaran


penyelenggaraan, surveilans kesehatan terdiri atas:

11
a. Surveilans Penyakit Menular
1) Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
2) Surveilans penyakit
demam berdarah
3) Surveilans malaria
4) Surveilans penyakit
zoonosis
5) Surveilans penyakit
filariasis
6) Surveilans penyakit
tuberkulosis
7) Surveilans penyakit
diare
8) Surveilans penyakit
tifoid
9) Surveilans penyakit
kecacingan dan penyakit perut lainnya
10) Surveilans penyakit
kusta
11) Surveilans penyakit
frambusia
12) Surveilans penyakit HIV/AIDS
13) Surveilans hepatitis
14) Surveilans penyakit menular seksual
15) Surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran
pernafasan akut berat (severe acute respiratory infection).

b. Surveilans Penyakit Tidak Menular


1) Surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah
2) Surveilans diabetes melitus dan penyakit metabolic
3) Surveilans penyakit kanker
4) Surveilans penyakit kronis dan degenerative
5) Surveilans gangguan mental
6) Surveilans gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan

c. Surveilans Kesehatan Lingkungan


1) Surveilans sarana air bersih
2) Surveilans tempat-tempat umum
3) Surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan
4) Surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya
5) Surveilans vektor dan binatang pembawa penyakit
6) Surveilans kesehatan dan keselamatan kerja

12
7) Surveilans infeksi yang berhubungan dengan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.

d. Surveilans Kesehatan Matra


1) Surveilans kesehatan haji;
2) Surveilans bencana dan masalah sosial
3) Surveilans kesehatan matra laut dan udara. 


e. Surveilans Masalah Kesehatan Lainnya


1) Surveilans kesehatan dalam rangka kekarantinaan
2) Surveilans gizi dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
3) Surveilans gizi mikro kurang yodium, anemia gizi besi, kekurangan
vitamin A
4) Surveilans gizi lebih
5) Surveilans kesehatan ibu dan anak termasuk reproduksi
6) Surveilans kesehatan lanjut usia
7) Surveilans penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan
bahan berbahaya
8) Surveilans penggunaan obat, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan,
serta perbekalan kesehatan rumah tangga
9) Surveilans kualitas makanan dan bahan tambahan makanan

2.4 Prinsip Surveilans Epidemiologi

Prinsip-prinsip surveilans epidemiologi:


1. Pengumpulan data dan pencatatan insiden terhadap populasi
Pencatatan insiden berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana
pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan
masyarakat, dan petugas kesehatan lain. Teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan, tujuannya adalah menentukan
kelompok penyakit terbanyak, menentukan jenis dan karakteristik
penyebabnya, menentukan reservoir, transmisi, pencatatan kejadian penyakit
dan Kejadian Luar Biasa (KLB).
13
2. Pengolahan data
Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data)
yang masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data
yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk table, bentuk grafik, maupun
bentuk peta atau bentuk lainnya. Pengolahan data tersebut harus dapat
memberikan keterangan yang berarti.

3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan


Data yang telah disusun dan diolah, selanjutnya dianalisis dan dilakukan
interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi
yang ada dalam masyarakat.

4. Evaluasi
Hasil evaluasi data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk
perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk
kegiatan tindak lanjut(follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-
perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan
evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan (Murti, B. 2010)

2.5 Fungsi Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan sebagai upaya pemberantasan


penyakit pada masyarakat baik upaya pencegahan maupun pemberantasan
penyakit menular. Beberapa tujuan surveilans epidemiologi yaitu:
1. Mendeteksi perubahan akut dari suatu penyakit yang terjadi dan distribusinya.
2. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat
menimbulkan epidemik.
3. Mengidentifikasi kelompok resiko tinggi, menurut waktu, orang dan tempat.
4. Mengidentifikasi factor resiko dan penyebab lainnya.
5. Menentukan apakah terjadi peningkatan insidensi yang disebabkan oleh
kejadian luar biasa atau karena perioditas penyakit.
6. Mengetahui situasi suatu penyakit tertentu.
7. Memperoleh gambaran epidemiologi tentang penyakit tertentu.
14
8. Melakukan pengendalian penyakit.
9. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan
dimasa mendatang.
10. Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran
program pada tahap perencanaan.

2.6 Manajemen Surveilans

Surveilans mencakup dua fungsi manajemen: (1) fungsi inti; dan (2) fungsi
pendukung. Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan
langkah-langkah intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans
mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi
epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik (feedback). Langkah intervensi
kesehatan masyarakat mencakup respons segera (epidemic type response) dan
respons terencana (management type response). Fungsi pendukung (support
activities) mencakup pelatihan, supervisi, penyediaan sumber daya manusia dan
laboratorium, manajemen sumber daya, dan komunikasi (WHO, 2001; McNabb
et al., 2002).

2.7 Pendekatan Surveilans

Terdapat dua jenis pendekatan surveilans antara lain surveilans aktif dan
surveilans pasif. Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk
kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan
tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan
mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus
(case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks.

Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan
oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu.
Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan

15
surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans
pasif (Mandl KD et al, 2004).

Pada surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data
penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk
dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah
penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat
dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans
pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang
dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan
laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab
utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.
Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana
dan ringkas (Mandl KD et al, 2004).

Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community


surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari
komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus
bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader
kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih
menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi
laboratorium. Surveilans komunitas mengurangi kemungkinan negatif palsu
(Mandl KD et al, 2004).

2.8 Ruang Lingkup Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi

Masalah kesehatan disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara
operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor
kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan

16
kerjasama yang antar sektor dan antar program sehingga ruang lingkup surveilans
epidemiologi meliputi (Buton, 2008):

a. Surveilans epidemiologi penyakit menular


Analisis terus menerus dan sistematika terhadap penyakit menular dan faktor
risiko untuk upaya pemberantasan penyakit menular. Menurut Permenkes
(2014) Surveilans penyakit menular yang dilakukan meliputi:
- Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (AFP, Campak,
Hepatitis B, Diptheri, Pertusis, Tetanus)
- Surveilans penyakit demam berdarah
- Surveilans penyakit filariasis
- Surveilans penyakit tuberculosis
- Surveilans penyakit diare
- Surveilans penyakit tifoid
- Surveilans penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya
- Surveilans penyakit kusta
- Surveilans penyakit frambusia
- Surveilans penyakit HIV/AIDS
- Surveilans penyakit Hepatitis
- Surveilans penyakit menular seksual
- Surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran
pernapasan akut berat (severe acute respiratory infection)

b. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular


Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak
menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit
tidak menular. Menurut Permenkes (2014), surveilans tidak penyakit menular
yang dilakukan meliputi:
- Surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah
- Surveilans diabetes mellitus dan penyakit metabolic
- Surveilans penyakit kanker
- Surveilas kronis dan degeneratif
- Surveilans gangguan mental

17
- Surveilans gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.

c. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku


Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor
risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.

d. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan


Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan
dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.

e. Surveilans epidemiologi kesehatan matra


Merupakan Analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan
dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.

2.9 Indikator Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Indikator yang digunakan dalam surveilans adalah indikator pemantauan dan


indikator evaluasi. Indikator yang digunakan untuk melacak pelaksanaan kegiatan
surveilans dan untuk mendeteksi perubahan dalam sistem pengawasan dari waktu
ke waktu adalah indikator pemantauan. Sedangkan indikator yang digunakan
untuk menilai keefektifan sistem dalam hal tujuan yang dinyatakan, dengan
menilai proses, output, hasil dan dampak dari sistem. Berikut adalah daftar
indikator yang dikategorikan sebagai input, indikator proses, output, hasil dan
dampak yang telah direkomendasikan oleh WHO (WHO, 2004):
a. Indikator Input
Indikator yang termasuk dalam indikator input adalah sumber daya yang
diperlukan untuk membangun dan melaksanakan kegiatan pengawasan dan
respon. Yang termasuk dalam hal ini adalah personel terlatih, keuangan,
standar dan pedoman fasilitas komunikasi, formulir yang relevan untuk
pengawasan dan lain-lain.

18
b. Indikator Proses
Indikator proses digunakan untuk memantau dan melacak aktivitas seperti
pelatihan, supervisi, pengembangan pedoman, dan pengembangan fungsi
pengawasan inti.

c. Indikator Output
Indikator output digunakan untuk mengukur hasil dari kegiatan yang
dilakukan, mis. laporan dan interpretasi pengawasan data, umpan balik yang
disediakan, proporsi kesehatan, staf terlatih dalam pengawasan dan
tanggapan, dan apakah pengawasan dilakukan sesuai rencana.

d. Indikator Hasil
Indikator hasil digunakan untuk mengukur sejauh mana tujuan pengawasan
yang sedang dicapai dan termasuk kualitas sistem pengawasan, kelayakan
dari setiap respon wabah dan kegunaan dari sistem.

e. Indikator Dampak
Indikator dampak digunakan untuk mengukur sejauh mana tujuan
keseluruhan dari sistem pengawasan dan respons adalah tercapai, mis.
penurunan tingkat fatalitas kasus penyakit rawan epidemi, perubahan dalam
pola morbiditas penyakit menular yang ditargetkan atau perubahan perilaku,
staf kesehatan dan populasi umum.

Indikator Surveilans Kesehatan dijabarkan dalam Indikator Kinerja


Penyelenggaraan terpadu Penyakit sebagai berikut:
1. Kelengkapan laporan bulanan STP unit pelayanan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sebesar 90%.
2. Ketepatan laporan bulanan STP Unit Pelayanan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten Kota sebesar 80%.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mencapai indikator Epidemiologi STP
sebesar 80%.
4. Kelengkapan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke
Dinas Kesehatan Propinsi sebesar 100%.

19
5. Ketepatan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas
Kesehatan Propinsi sebesar 90%.
6. Kelengkapan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Propinsi ke Ditjen PPM
& PL Depkes sebesar 100%.
7. Ketepatan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Propinsi ke Ditjen PPM &
PL Depkes sebesar 90%.
8. Distribusi data dan informasi bulanan Kabupaten/Kota, propinsi dan nasional
sebesar 100%.
9. Umpan balik laporan bulanan Kabupaten/Kota, propinsi dan nasional sebesar
100%.
10. Penerbitan buletin Epidemiologi di Kabupaten/Kota adalah 4 kali setahun.
11. Penerbitan buletin Epidemologi di propinsi dan nasional adalah sebesar 12
kali setahun.
12. Penerbitan profil tahunan atau buku data surveilans epidemiologi
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional adalah satu kali setahun.

2.10 Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan kesehatan propinsi,


instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara
fungsional dan struktural wajib menyelenggarakan surveilans epidemiologi
kesehatan.

Pada pedoman penyelengaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan, mekanisme


kerja surveilans terdiri atas:
1. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya.
2. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data
3. Analisis dan intreprestasi data
4. Studi epidemiologi
5. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
6. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.
7. Umpan balik

20
Jenis penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut
(Masrochah, 2006):

1. Penyelenggaraan berdasarkan metode pelaksanaan


a. Surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan
surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan
atau faktor risiko kesehatan.
b. Surveilans epidemiologi khusus, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan , faktor risiko atau
situasi khusus kesehatan
c. Surveilans sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
pada populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya
masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
d. Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
pada periode tertentu serta populasi atau wilayah tertentu untuk
mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit,
permasalahan dan atau faktor risiko kesehatan.

2. Penyelenggaraan berdasarkan aktifitas pengumpulan data


a. Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemilogi dimana
unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit
pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
b. Surveilans pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data
tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data
lainnya.

3. Penyelenggaraan berdasarkan pola pelaksanaan


a. Pola kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan
atau bencana.

21
b. Pola selain kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan
atau bencana.

4. Penyelenggaraan berdasarkan kualitas pemeriksaan


a. Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans
dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak
menggunakan peralatan pendukung pemeriksaan.
b. Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan
surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan laboratorium
atau peralatan pendukung pemeriksaan lainnya.

2.11 Kegiatan Pokok Surveilans

1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data
Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor
risiko. Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain
individu, Fasilitas Pelayanan Kesehatan,Unit statistik dan demografi, dan
sebagainya. Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara,
pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran. Dalam
melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat
bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan
dan memuat semua variabel data yang diperlukan.

2. Pengolahan data
Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang,
selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean,
alih bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan variabel tempat,
waktu, dan orang. Hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta
menurut variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau
berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut disajikan dalam
bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi). Pengolahan
22
data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau
masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam
bentuk yang informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data
untuk memahami keadaan yang disajikan.

3. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi deskriptif
dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan
surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif
dilakukan untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah
kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat
dan orang. Sedangkan analisis dengan metode epidemiologi analitik
dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang dapat
mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan.
Untuk mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi
analitik dapat menggunakan alat bantu statistik. Hasil analisis akan
memberikan arah dalam menentukan besaran masalah, kecenderungan suatu
keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan penarikan kesimpulan. Penarikan
kesimpulan hasil analisis harus didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang
sudah ada.

4. Diseminasi Informasi
Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat edaran,
laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi
informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang
mudah diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas
surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis
(Permenkes, 2014).

23
2.12 Surveilans Efektif

Karakteristik surveilans yang efektif mencakup (Wuhib et al., 2002; McNabb et


al., 2002; Giesecke, 2002; JHU, 2006) :

a. Kecepatan
Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu (timely)
memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang
diidentifikasi. Investigasi lanjut hanya dilakukan jika diperlukan informasi
tertentu dengan lebih mendalam. Kecepatan surveilans dapat ditingkatkan
melalui sejumlah cara:

(1) Melakukan analisis sedekat mungkin dengan pelapor data primer, untuk
mengurangi “lag” (beda waktu) yang terlalu panjang antara laporan dan
tanggapan;

(2) Melembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu


(notifiable diseases);

(3) Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan;

(4) Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat


menggunakan hasil surveilans;

(5) Mengimplementasikan sistem umpan balik tunggal, teratur, dua-arah


dan segera.

b. Akurasi
Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, yakni sekecil mungkin
terjadi hasil negatif palsu. Aspek akurasi lainnya adalah spesifisitas, yakni
sejauh mana terjadi hasil positif palsu. Pada umumnya laporan kasus dari
masyarakat awam menghasilkan “false alarm” (peringatan palsu). Karena
itu sistem surveilans perlu mengecek kebenaran laporan awam ke lapangan,
untuk mengkonfirmasi apakah memang tengah terjadi peningkatan
kasus/outbreak. Akurasi surveilans dipengaruhi oleh kemampuan petugas
dan infrastruktur laboratorium. Surveilans membutuhkan pelatihan petugas.
Contoh, para ahli madya epidemiologi perlu dilatih tentang dasar

24
laboratorium, sedang teknisi laboratorium dilatih tentang prinsip epide-
miologi, sehingga kedua pihak memahami kebutuhan surveilans. Surveilans
memerlukan peralatan laboratorium standar di setiap tingkat operasi untuk
meningkatkan kemampuan konfirmasi kasus.

c. Standar, Seragam, Reliabel, Kontinu


Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur yang standar penting dalam
sistem surveilans agar diperoleh informasi yang konsisten. Sistem surveilans
yang efektif mengukur secara kontinu sepanjang waktu, bukannya
intermiten atau sporadis, tentang insidensi kasus penyakit untuk mendeteksi
kecenderungan. Pelaporan rutin data penyakit yang harus dilaporkan
(reportable diseases) dilakukan seminggu sekali.

d. Representatif dan Lengkap


Sistem surveilans diharapkan memonitor situasi yang sesungguhnya terjadi
pada populasi. Konsekuensinya, data yang dikumpulkan perlu representatif
dan lengkap. Keterwakilan, cakupan, dan kelengkapan data surveilans dapat
menemui kendala jika penggunaan kapasitas tenaga petugas telah
melampaui batas, khususnya ketika waktu petugas surveilans terbagi antara
tugas surveilans dan tugas pemberian pelayanan kesehatan lainnya.

e. Sederhana, Fleksibel, dan Akseptabel


Sistem surveilans yang efektif perlu sederhana dan praktis, baik dalam
organisasi, struktur, maupun operasi. Data yang dikumpulkan harus relevan
dan terfokus. Format pelaporan fleksibel, bagian yang sudah tidak berguna
dibuang. Sistem surveilans yang buruk biasanya terjebak untuk menambah
sasaran baru tanpa membuang sasaran lama yang sudah tidak berguna,
dengan akibat membebani pengumpul data. Sistem surveilans harus dapat
diterima oleh petugas surveilans, sumber data, otoritas terkait surveilans,
maupun pemangku surveilans lainnya. Untuk memelihara komitmen perlu
pembaruan kesepakatan para pemangku secara berkala pada setiap level
operasi.

25
f. Penggunaan (Uptake)
Manfaat sistem surveilans ditentukan oleh sejauh mana informasi surveilans
digunakan oleh pembuat kebijakan, pengambil keputusan, maupun
pemangku surveilans pada berbagai level. Rendahnya penggunaan data
surveilans merupakan masalah di banyak negara berkembang dan beberapa
negara maju. Salah satu cara mengatasi problem ini adalah membangun
network dan komunikasi yang baik antara peneliti, pembuat kebijakan, dan
pengambil keputusan.

2.13 Surveilans di Puskesmas Pasar Ambon

Puskesmas Pasar Ambon didirikan pada tahun 1960 yang merupakan salah satu
puskesmas yang terletak di daerah perkotaan sebagai puskesmas rawat jalan.
Puskesmas Pasar Ambon terletak di jalan Laksamana Malahayati yang dapat
dengan mudah diakses dari beberapa wilayah di Kota Bandar Lampung yaitu Jl.
KH Hasyim Ashari, yang terletak di depan Puskesmas yang merupakan lalu lintas
2 arah yaitu dari utara ke selatan dan sebaliknya dengan intensitas pemakaian
tinggi.

Puskesmas ini memiliki luas wilayah kerja 256,1 Ha, yang meliputi Lima
Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Teluk Betung
2. Kelurahan Pesawahan
3. Kelurahan Talang
4. Kelurahan Sumur Putri
5. Kelurahan Gedung Pakuon

Adapun Batas Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Ambon adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Gunung Mas dan Kecamatan
Tanjung Karang Pusat.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bumi Waras
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung dan Teluk Betung
Timur.
26
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat

Gambar 2. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Ambon

Tabel 1. Sumber Daya Manusia


Jenis Ketenagaan Pns/Ptt Kontrak Jumlah
Dokter 5 6 11
Dokter Gigi 1 0 1
Perawat/Perawat 6/0 8/1 1
gigi
Bidan 4 7 11
Tenaga Kesmas 0 1 1
Tenaga Kesling 3 0 3
Tenaga Gizi 1 1 2
Ahli teknologi 2 1 3
laboratorium
Tenaga 1 1 2
Kefarmasian
Tenaga 3 7 10

27
Administrasi
Tenaga P Care 1 1 2

Program surveilans di Puskesmas ini berjalan cukup baik dengan proses


pengumpulan data, pelaporan, analisis dan interpretasi, umpan balik berupa aksi
dan evaluasi. Hal ini sesuai dengan prinsip umum surveilans. Masalah kesehatan
yang diangkat sebagai topik utama oleh tim surveilans di puskesmas ini adalah
pharingitis akut, common cold, hipertensi, dyspepsia, mialgia, rheumatoid
arthritis, diabetes mellitus, perapical abses, dermatitis atopic, dan febris.

Proses pengumpulan data berasal dari tim yang bekerja dengan baik dimana
pelaporan disampaikan oleh bidan desa, pemegang program dan balai pengobatan
selama di puskesmas. Data ini secara rutin disatukan dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kota melalui email setiap bulan. Lalu, dinas kesehatan kota akan
melaporkan ke dinas kesehatan pusat. Jika ditemukan suatu kasus Kejadian Luar
Biasa (KLB) maka dinas kesehatan akan menganalisis data dan memberikan
umpan balik ke puskesmas agar menindaklanjuti kasus tersebut dengan cepat dan
tepat.

Adapun daftar penyakit terbanyak berdasarkan data surveilans Puskesmas Pasar


Ambon pada tahun 2018 adalah:

Tabel 2.10 Penyakit Terbanyak Tahun 2018


No Penyakit Kode Icd X Jumlah
1 Pharingitis Akut J02.9 4283
2 Nasopharingitis/ J00 4060
Commond Cold
3 Hypertensi I10 3250
4 Dyspepsia K30 2526
5 Myalgia M791 1193
6 Rhematoid Arhtritis M069 1149
7 Diabetes Melitus Non E11 1126

28
Insulin
8 Perapical Abses K046 977
9 Dermatitis Atopic L20 893
10 Febris Demam R509 874

29
BAB III
CRITICAL APPRAISAL

3.1 Judul

“Analisis Kelayakan Sistem Terhadap Sistem Surveilans Tb-Hiv Spasial Online”

Pada penelitian ini penulisan nama sudah sesuai dengn kaidah yang baik, yaitu
terdiri dari 9 kata dalam bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan kaidah penulisan
judul penelitian yang baik, yaitu tidak lebih dari 17 kata dalam bahasa Indonesia.
Pada penelitian ini juga penulisan nama sudah baik, tidak mencantumkan gelar,
dan telah mencantumkan alamat email responden.

3.2 Abstrak

Salah satu peran kabupaten/kota untuk mengendalikan penyakit adalah bagaimana


memantapkan surveilans epidemiologi tuberkulosis-human immunodeficiency
virus pada wilayahnya. kabupaten/kota merupakan perannya terhadap upaya
pengendalian penyakit. Satu model surveilans tersebut telah dikembangkan untuk
membantu pengambilan keputusan dalam penanggulangan penyakit tuberkulosis-
human immunodeficiency. Namun sistem tersebut belum bisa diaplikasikan
sebelum dilakukan uji kelayakan terlebih dahulu untuk menilai sejauh mana
sistem tersebut layak digunakan atau tidak. Untuk menjelaskan kelayakan atau
penerimaan petugas program tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Sukoharjo. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan
diskriptif. Instrumen penelitian adalah kuesioner terbuka dan tertutup. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan mengambil seluruh
petugas tuberkulosis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Sukoharjo sebagai
respondennya. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan
eksploratif. Penilaian responden=<25% pada variabel kualitas informasi,
antarmuka, kecepatan, dan kemudahan akses, keamanan sistem, dan kepuasan
responden. Namun demikian, 95,4% (77-100) responden menilai model sistem
30
surveilans TB/HIV berbasis spasial online ini adalah layak digunakan. Responden
memberikan masukan yang sangat beragam pada antarmuka, menu log in dan
menu-menu lain setelah responden masuk log in sebagai pengguna sistem
surveilans tersebut. Sistem surveilans yang telah dikembangakn adalah
dibutuhkan untuk membantu penyediaan informasi dalam pengambilan keputusan,
meskipun masih membutuhkan pengembangan dan perbaikkan sistem informasi.

Pada penelitian ini, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, terdiri dari 120 kata
sehingga telah sesuai dengan dengan kaidah penulisan abstrak yaitu antara tidak
lebih dari 250 kata. Penelitian ini mencantumkan beberapa kata kunci yang
memudahkan untuk melakukan pencarian kata. Namun, abstrak penelitian ini
tidak dibuat menjadi beberapa sub, seperti latar belakang, metode, hasil,
pembahasan, dan kesimpulannya.

3.3 Pendahuluan

Kementrian Kesehatan Indonesia memperkirakan terdapat 1 dari 3 kasus


tuberkulosis masih belum terdeteksi oleh program, hal ini menjadi tantangan
untuk mencapai sasaran strategi pengendalian tuberkulosis secara nasional
(Kemenkes, 2015). Hal ini membutuhkan peran dari stakeholder-stakeholder
terutama tingkat kabupaten/kota. Salah satu peran stakeholder di tingkat
kabupaten/kota adalah pemantapan surveilans epidemiologi tuberkulosis
(Kemenkes, 2014). Kegiatan surveilans rutin dapat menjadi dasar survei
prevalensi tuberkulosis dalam suatu wilayah (WHO, 2007). Selama ini,
pengumpulan data TB-HIV dilakukan dengan metode SIM- RS, SITT, dan SIHA
yang dilakukan secara online. Namun masih terdapat kekurangan yaitu, petugas
masih tetap mencatat secara manual di buku tulis, data tidak bisa diunggah karena
seringnya gangguan, terjadinya data ganda, dan tidak terdapat data masukan
secara spasial baik di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), dan
dinas kesehatan yang mempunyai wilayah cakupan program kesehatan (Setiyadi
N.A, 2015). Melalui http://stbgis.com/, sistem surveilan TB/HIV berbasis spasial
online dikembangkan dan telah dapat diakses oleh petugas tuberkulosis

31
Puskesmas dan dinas kesehatan Kabupaten Sukoharjo. Dalam hal sistem
surveilans ini, pengguna sistem ini perlu melakukan studi kelayakan terhadap
sistem yang dikembangkan sehingga sistem surveilans tersebut dapat berguna dan
bermanfaat untuk pengendalian kasus tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Sukoharjo.

Pada jurnal ini latar belakang telah dikemukakan dengan baik di bagian
pendahuluan. Bagian pertama mengungkapkan kasus TB yang tidak terdeteksi
sehingga tujuan penelitian ini untuk melakukan penelitian terhadap sistem
surveilans digambarkan dengan baik.

3.4 Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan diskriptif yang


dilaksanakan di Wilayah Dinas Kesehatan Sukoharjo. Instrumen penelitian adalah
kuesioner terbuka dan tertutup. Kuesioner tertutup untuk mengukur kelayakan
sistem dengan menggunakan 6 indikator, yaitu kualitas informasi, kualitas
antarmuka sistem, kecepatan dan kemudahan akses informasi, keamanan sistem,
kepuasan pelanggan, kelayakan model sistem dari sudut pandang responden
sedangkan kuesioner terbuka, variabel yang ditanyakan meliputi halaman depan,
menu log-in sistem surveilans, dan usulan terhadap keseluruhan menu dalam
model sistem tersebut. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. responden yang diambil adalah seluruh petugas tuberkulosis di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Sukoharjo. Jumlah responden adalah 14 orang yang terdiri
dari 12 petugas program tuberkulosis puskesmas Kabupaten Sukoharjo, 1 Petugas
program tuberkulosis dinas kesehatan, dan 1 kepala Bidang Pemberantasa
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Sukoharjo. Adapun uji
validitas yang digunakan adalah validitas isi. Analisis dilakukan dengan
menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif dengan menggambarkan
parameter variabel, yaitu 1) Karakteristik responden (jenis kelamin dan masa kerja
petugas), 2) Enam (6) item analisis kelayakan (kualitas informasi, kualitas
antarmuka/ interface, kecepatan dan kemudahan akses, kemanan sistem, kepuasan

32
pelanggan, dan kelayakan model), 3) persepsi responden terhadap sistem
surveilans TB/HIV spasial online. dan eksploratif, yaitu mengungkapkan isian
responden pada kuesioner terbuka. Hal ini dilihat dari sisi halaman depan laman,
menu masuk/ log-in, dan menu tampilan spasialnya.

Metode penelitian, lokasi, serta populasi pada penelitian ini telah dikemukakan.
Namun, tidak dicantumkan dengan jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan
dalam melakukan penelitian. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif, dan telah dijelaskan variabel-variabel yang akan
diteliti. Namun, tidak dijelaskan alat yang digunakan untuk melakukan
pengolahan data.

3.5 Hasil

Pada penelitian ini, hasil penelitian dicagambarkan dalam bentuk tabel-tabel.


Respon paling banyak adalah perempuan dengan rerata masa kerja 8,3 tahun.
Berdasarkan 6 variabel penilaiananalisis kelayakan, didapatkan 95,4% responden
menilai model online ini telah sesuai sebagai survailans TB-HIV. Namun faktor
lain yang masih menjadi kendala dengan nilai persentase kurang dari 50% adalah
kualitas informasi, kecepatan, keamanan, dan kepuasan petugas menggunakan
model sistem surveilan ini. untuk pertanyaan terbuka yang diajukan, rerata
responden menyampaikan jawaban yang memuaskan dengan tambahan saran
untuk pengembangan situs online surveilans online TB-HIV.

3.6 Pembahasan

Pembahasan pada penelitian ini dengan menjabarkan hasil yang didapat dan
diperkuat dengan sumber-sumber yang telah ada. Pada penelitian ini diharapkan
sistem surveilans yang dapat menjadi salah satu laman pemerintah di mana selain
karakteristik, desainnya, fitur yang biasa pada pemerintahan, hal lain yang tidak
kalah penting adalah yang berkaitan dengan kemudahan akses, kualitas, dan
keamanan. Berdasarkan penelitian, hasil dari ke-6 variabel untuk analisa

33
kelayakan sistem, hanya poin tentang kelayakanlah yang mendapatkan nilai
tertinggi, yaitu 95%(89,77-100). Hal ini menunjukkan bahwa sistem ini bisa
meyakinkan pengguna bahwa sistem ini sesuai dengan kebutuhan, dan efektif.
Pembahasan pada jurnal ini cukup aplikatif, jelas, terstruktur dan lengkap.

3.7 Kesimpulan

Sistem surveilans dengan berbasis online ini ditujukan untuk memenuhi


kebutuhan dalam membantu menyediakan informasi dalam pengambilan
keputusan, meskipun masih membutuhkan pengembangan dan perbaikan sistem
informasi.

3.8 Analisis PICO

1. Problem
TB paru masih menjadi suatu permasalah, termasuk dalam hal pendataan.
Diperkirakan terdapat 1 dari 3 kasus TB yang belum terdeteksi. Program
surveilans yang dilakukan selama ini belum sepenuhnya mendeteksi kejadian
TB-HIV, sehingga dibutuhkan suatu analisis kelayakan sistem yang
diharapkan dapat menentukan apakah sistem saat ini layak diteruskan atau
dihentikan dengan tujuan adalah mencari sistem surveilans yang baik dalam
membantu mendeteksi kasus.

2. Intervention
Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi.

3. Comparison
Pada penelitian ini membandingkan antara questioner terbuka dan tertutup.
Questioner terbuka dengan variabel yang dapat ditanyakan berupa halaman
depan, menu log-in sistem surveilans, dan usulan terhadap keseluruhan menu
dalam model tersebut, sedangkan questioner tertutup dengan variabel
kelayakan sistem yang menggunakan 6 indikator, yaitu kualitas informasi,
kualitas antarmuka sistem, kecepatan, dan kemudahan akses sehingga
34
didapatkan kesimpulan apakah program tersebut sudah sesuai atau belum
dengan yang diharapkan.

4. Outcome
Pada penelitian ini hasil akhir yang diharapkan dalam analisis kelayakan
sistem terhadap sistem surveilans TB-HIV spasial online ini dapat melihat
kemungkinan suatu sistem layak diteruskan atau tidak. Sistem surveilans ini
merupakan salah satu laman pemerintah yang memiliki karakteristik,
desainnya, fitur yang biasa pada pemerintahan, kemudahan akses, kualitas,
dan keamanan sehingga dapat memberikan informasi yang lebih baik
daripada metode pengumpulan data TB-HIV sebelumnya sehingga tidak
terjadi data yang tidak bisa diunggah, tidak terjadi data ganda, dan data yang
dimasukkan dapat diakses lebih baik.

3.9 Analisis VIA

1. Validity

Desain
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif
yang dilaksanakan di Wilayah Dinas Kesehatan Sukoharjo. Instrumen pada
penelitian ini dengan menggunakan questioner terbuka dan tertutup. Analisis
data dilakukan dengan analisis deskriptif, yaitu dengan menggambarkan
parameter variabel, yaitu 1) karakteristik responden (jenis kelamin dan masa
kerja petugas), 2) enam (6) item analisis kelayakan (kualitas informasi,
kualitas antarmuka/ interface, kecepatan dan kemudahan akses, kemanan
sistem, kepuasan pelanggan, dan kelayakan model), 3) persepsi responden
terhadap sistem surveilans TB/HIV spasial online. dan eksploratif, yaitu
mengungkapkan isian responden pada kuesioner terbuka.

Populasi dan Sampel


Total responden adalah 14 orang yang terdiri dari 12 petugas program
tuberkulosis puskesmas Kabupaten Sukoharjo, 1 Petugas program
tuberkulosis dinas kesehatan, dan 1 kepala Bidang Pemberantasan Penyakit
35
dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Sukoharjo. Teknik sampling
yang digunakan adalah purposive sampling.

Kriteria inklusi dan eksklusi


Tidak didapatkan kriteria inklusi maupun eksklusi pada penelitian.

2. Importance
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan penelitian
kelayakan terhadap sistem surveilans yang dikembangkan sehingga sistem
surveilans tersebut dapat berguna dan bermanfaat untuk pengendalian kasus
TB di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Sukoharjo.

3. Applicability
Penelitian ini telah membuktikan bahwa sistem surveilans yang telah
dikembangkan dipandang dibutuhkan karena dapat membantu menyediakan
informasi dalam pengambilan keputusan serta mengurangi beban kerja
petugas TB di puskesmas, meskipun masih membutuhkan pengembangan dan
perbaikan sistem informasi. Pada penelitian ini juga terdapat hal-hal yang
dapat menjadi saran dalam pengembangan kualitas dari pelaksanaan program
surveilans TB-HIV spasial online, seperti laman harus berisikan penulis,
alamat, tanggal, alamat laman jejaring, informasi relevan, informasi yang
jelas, dan struktur navigasi yang jelas. Kualitas dari suatu laman juga diukur
melalui 4 kategori yaitu, konten (tepat waktu, relevan, multi bahasa/ budaya,
variasi tampilan, ketepatan, objektif, dan wewenang), desain (menarik,
ketepatan, warna, gambar / suara / video, dan teks), organisasi (indeks,
pemetaan, konsistensi. Namun pada penelitian ini ditemukan bahwa laki-laki
lebih mampu mengoperasikan informasi dan teknologi dibandingkan dengan
perempuan, sedangkan pada Puskesmas biasanya lebih banyak petugas
perempuan. Apabila program ini dilaksanakan diperlukan pelatihan di bidang
informasi dan teknologi terlebih dahulu. Pengevaluasian program yang
dilakukan pada penelitian ini sederhana dan dapat diaplikasikan di Puskesmas
Pasar Ambon.

36
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Surveilans adalah pengukuran sistematis kesehatan dan lingkungan
parameter, rekaman, dan transmisi data/perbandingan dan interpretasi
data untuk mendeteksi kemungkinan perubahan dalam status kesehatan
dan lingkungan penduduk. Sedangkan Surveilans Kesehatan
didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien.

2. Surveilans dapat digunakan untuk memonitor kecenderungan penyakit,


mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak, memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban
penyakit (disease burden) pada populasi, menentukan kebutuhan
kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring,
dan evaluasi program kesehatan, mengevaluasi cakupan dan efektivitas
program kesehatan, mengidentifikasi kebutuhan riset.

3. Peran Puskesmas dalam penyelenggaraan surveilans terpadu penyakit


antara lain berupa pengumpulan dan pengolahan data, analisis serta
rekomendasi tindak lanjut, umpan balik dan laporan.

4. Proses pengumpulan data di Puskesmas Pasar Ambon berasal dari tim


yang bekerja dengan baik dimana pelaporan disampaikan oleh bidan
desa, pemegang program dan balai pengobatan selama di puskesmas.
Data ini secara rutin disatukan dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota
37
melalui email setiap bulan. Lalu, dinas kesehatan kota akan melaporkan
ke dinas kesehatan pusat. Jika ditemukan suatu kasus Kejadian Luar
Biasa (KLB) maka dinas kesehatan akan menganalisis data dan
memberikan umpan balik ke puskesmas agar menindaklanjuti kasus
tersebut dengan cepat dan tepat.

38
DAFTAR PUSTAKA

Bensimon CM, Upshur REG. 2007. Evidence and effectiveness in decision


making for quarantine. AmJ Public Health; 97:S44-48.

CDC. 2017. Introduction to public health surveillance.


https://www.cdc.gov/publichealth101/surveillance.html 2017. diakses pada 17
Juli 2019

Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: ECG

DCP2 .2008. Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics.
Disease Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf.
Diakses pada tanggal 17 Juli 2019.

Detiawan B., Supardi F., Bani VKB. 2017. Analisis spasial kerentanan wilayah
terhadap kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas
Umbulharjo Kota Yogyakarta tahun 2013. Jurnal Vektor Penyakit, 11(2), 77–
87.

Dinas Kesehatan Kab. Tegal, 2013, Profil Kesehatan Kab. Tegal 2012, Dinas
Kesehatan Kab. Tegal, Tegal.

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2013, Profil Pengendalian dan Penyehatan


Lingkungan tahun 2012, Kemenkes RI, Jakarta.

Erme MA, Quade TC. 2010. Epidemiologic surveillance. Enote.


www.enotes.com/public-health.../epidemiologic-surveillance. Diakses pada
tanggal 21 Februari 2019.

Faldy R., Kaunang WPJ., Pandelaki AJ. 2015. Pemetaan kasus demam berdarah
dengue di Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Kedokteran Komunitas dan
Tropik, 3(2), 73–81.

Hikmawati, I. 2011. Buku Ajar Epidemiologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

39
Imari,S. 2011. Surveilans Epidemiologi Prinsip, Aplikasi,Manajemen
Penyelenggaraan dan Evaluasi Sistem Surveilans. FETP Kemenkes RI WHO.
Jakarta.

Kemenkes RI. 2016. Profil kesehatan Indonesia tahun 2015. Kementerian


Kesehatan RI. Jakarta.

Kemenkes. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45


Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. Jakarta.

KepMenkes. 2003. Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang pedoman


penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi penyakit menular dan tidak
menular terpadu. Jakarta: Menkes RI

Langmuir AD. The surveillance of communicable diseases of national


importance. N Engl J Med. 1963;268:182–192.

Last, JM. 2001. A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University


Press, Inc.

Mandl KD, et al. 2004. Implementingsyndromic surveillance: A practical guide


informed by the early experience. J Am Med InformAssoc., 11:141–150.

Mansjoer A. 2001. Diare Akut. Dalam buku Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1,
Edisi III. Media Aesculapius. FKUI. Jakarta.

Masrochah,S. 2008. Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai


Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit di Dinas
Kesehatan Kota Semarang, Universitas Diponegoro. Semarang.

Murti, Bhisma. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan edisi ke-2. Yogyakarta: UGM press.

Natalia, A, 2012, Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit


Demam Berdarah Dengue Ditinjau Dari Aspek Petugas Di Tingkat Puskesmas
Kota Semarang Tahun 2011, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2,
Tahun 2012, Hal. 262 – 271.

40
Nazri C., Hashim A., Rodziah I., Hassan AY. 2013. Utilization of geoinformation
tools for dengue control management strategy: a case study in Seberang Prai,
Penang Malaysia. International Journal of Remote Sensing Applications, 3(1),
11–17.

Noor NN. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Noor, NN. 2008. Epidemiologi.. Jakarta: Rineka Cipta.

Permenkes. 2014. Tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. Permenkes RI


Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI, 2010, Buletin Jendela

Rismawati SN., Nurmala I. 2015. Hubungan perilaku host dan environment


dengan kejadian DBD di Wonokusumo Surabaya. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(3), 383–392. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i3.2017.

Sugiasih E. 2011. Gambaran Pelaksanaan Surveilans Campak di Puskesmas Cepu


dan Tunjungan Kabupaten Blora tahun 2012. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfa
Beta, Bandung.

Weraman, P. 2010. Dasar Surveilans Kesehatan Masyaratakat. Gramata


Publishing. Jakarta.

WHO. 2002. World Health Statistics 2010: Causes of death

WHO. 2004. Overview of the WHO framework for monitoring and evaluating
surveillance and response systems for communicable diseases. Weekly
epidemiological record. 79:321-328.

Wuryanto A. 2010. Surveilans Epidemiologi. Semarang: universitas Diponegoro

41

Anda mungkin juga menyukai