Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) sebagai hasil rumusan

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Di Ottawa-Canada, menyatakan

bahwa Promosi Kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat

sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi

yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan dari Promosi Kesehatan itu

sendiri adalah memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan

lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Kemenkes, 2016).

Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu

berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan dalam menjaga, memelihara

1
dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri serta berperan aktif dalam

mewujudkan kesehatan masyarakat. Harapan tersebut dapat terwujud apabila

masyarakat diberdayakan sepenuhnya dengan sumber daya dimilikinya untuk

dapat menerapkan PHBS dalam kehidupannya sehari-hari, baik di rumah, di

sekolah, di tempat kerja. Namun masih banyak yang tidak menerapkan PHBS

salah satunya dengan masih merokok di tempat kerja.

PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga adalah upaya untuk

memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu

mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam

gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di

Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga berperilaku hidup

bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat seseorang berhubungan

dengan peningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan

lingkungannya. Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 oleh Pusat

Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan mencakup 10 indikator yang

meliputi :1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan; 2) melakukan

penimbangan bayi dan balita; 3) memberikan ASI eksklusif; 4) penggunaan air

bersih; 5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; 6) memberantas jentik

nyamuk; 7) memakai jamban sehat; 8) makan buah dan sayur setiap hari; 9)

melakukan aktivitas fisik setiap hari; 10) tidak merokok dalam rumah. Kriteria

rumah tangga dengan PHBS baik adalah rumah tangga yang memenuhi

indikator baik, sebesar 6 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang punya
2
balita dan 5 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang tidak mempunyai

balita, Jumlah sampel rumah tangga dalam analisis PHBS ini adalah sebesar

294.959 (220.895 rumah tangga tanpa balita dan 74.064 rumah tangga yang

memiliki balita). Dalam Riskesdas 2013 indikator yang dapat digunakan untuk

PHBS sesuai dengan kriteria PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada

tahun 2011, yaitu mencakup delapan indikator individu (cuci tangan, BAB

dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, merokok dalam

rumah, persalinan oleh tenaga kesehatan, memberi ASI eksklusif, menimbang

balita), dan dua indikator rumah tangga (sumber air bersih dan memberantas

jentik nyamuk).

Dari 10 indikator PHBS rumah tangga, terdapat enam indikator yang terdapat

pada program keluarga sehat yaitu 1). Ibu melakukan persalinan dengan tenaga

kesehatan 2). Bayi mendapat ASI eksklusif 3). Balita mendapat pemantauan

pertumbuhan 4). Anggota keluarga tidak ada yang merokok 5). Keluarga

mempunyai akses sarana air bersih 6). Keluarga mempunyai akses atau

menggunakan jamban sehat. Dari enam indikator tersebut didapatkan indikator

anggota keluarga tidak ada yang merokok yang paling rendah yaitu hanya

mencapai 49,93% dimana kecamatan Surabaya merupakan yang paling rendah.

Asap rokok dari keluarga yang merokok di rumah dapat menyebabkan

pencemaran udara dalam rumah yang dapat merusak mekanisme paru-paru.

Pajanan yang terus menerus dan berlangsung lama dengan asap rokok dapat
3
menyebabkan gangguan dan perubahan mukosa jalan napas salah satunya

Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang merupakan salah satu penyebab utama

kesakitan dan kematian di seluruh dunia dan diperkirakan pada tahun 2030

PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian diseluruh dunia setelah penyakit

jantung dan stroke dan 45% perokok berisiko untuk terkena PPOK (WHO,

2008).

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat

dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,

yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap

individual. (Slamet H, 2006). Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko

genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang

merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)

2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK

sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat). Penderita

PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis,

sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa

keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji

spirometri. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi, berhenti

merokok, obat – obatan , rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, Nutrisi.


4
Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi berulang, dan cor polmunale.(Riyanto

dan Hisyam, 2006)

Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap

negara di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa

berkisar 5-9% pada individu usia > 45 tahun. Untuk Indonesia, penelitian

COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan

estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.. Prevalens PPOK

diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan

hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun

sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan

merokok dan polusi udara. Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar

PPOK. Berdasarkan hasil penelitian prevalens PPOK meningkat dari tahun ke

tahun, dari sekitar 6% di periode tahun 1960-1979 mendekati 10% di periode

tahun 2000-2007. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah

satu penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Berdasarkan

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi

atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat

3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).

Data di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi PPOK adalah

sebesar 3,7%. Sedangkan di Provinsi Lampung prevalensi PPOK sebesar 1,4%.

Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih
5
tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan (3,3%). Berdasarkan laporan

tahunan Puskesmas Kedaton pada Januari-Juni 2020, kasus baru PPOK yaitu 32

orang (0,06%).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan

analisis evaluasi sub program perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga

di wilayah kerja Puskesmas Kedaton.

1.2.Perumusan Masalah

a. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun masalah yang

ditemukan adalah tingginya angka kejadian PPOK

b. Permasalahan yang akan dievaluasi adalah bagaimana pelaksanaan kegiatan

program promosi kesehatan rumah tangga ber-PHBS pada subindikator tidak

merokok di dalam rumah di wilayah kerja Puskesmas Kedaton.

1.3. Tujuan

1. Tujuan umum

Melakukan evaluasi program PHBS rumah tangga di wilayah kerja

Puskesmas Kedaton pada bulan Januari Juni 2020 yang bertujuan untuk

meningkatkan keberhasilan program tersebut pada tahun-tahun berikutnya.

6
2. Tujuan Khusus

1) Diketahuinya pencapaian-pencapaian dari PHBS rumah tangga dengan

sub indikator morokok di rumah di Puskesmas Kedaton Diketahuinya

kemungkinan penyebab masalah dalam pelaksanaan program PHBS

rumah tangga dengan sub indikator morokok di rumah di wilayah kerja

Puskesmas Kedaton

2) Dirumuskannya alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program

PHBS rumah tangga dengan sub indikator morokok di rumahdi wilayah

kerja Puskesmas Kedaton.

1.4. Manfaat

a. Bagi penulis (evaluator)

1) Memperdalam ilmu kedokteran komunitas mengenai evaluasi

pelaksanaan program PHBS rumah tangga.

2) Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah.

3) Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengatur suatu program

khususnya program kesehatan.

4) Mengetahui sedikit banyaknya kendala yang dihadapi dalam mengambil

langkah yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, antara lain perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengawasan.

7
b. Bagi puskesmas yang dievaluasi

1) Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program PHBS rumah

tangga di Puskesmas Kedaton.

2) Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai umpan

balik agar keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai secara

optimal.

c. Bagi masyarakat

Mencegah masyarakat mendapatkan dampak dari merokok bagi yang

bersangkutan dan juga orang-orang disekitarnya. Dan menciptakan

lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarkat.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

kerja (Permenkes, 2014). Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan

oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan

nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang yang bertempat tingal di wilayah kerja puskesmas agar

terwujud derajat kesehatanyang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan

Indonesia Sehat (Permenkes, 2014).

2.1.1 Program Kerja Puskesmas

Setiap puskesmas mempunyai pelayanan di dalam gedung atau diluar

gedung, menurut jumlah sasaran dan wilayah kerjanya. Upaya Kesehatan

Masyarakat (UKM) merupakan upaya yang ditetapkan berdasarkan

komitmen nasional, regional dan global, serta yang memiliki daya ungkit

9
tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Puskesmas

Kampung Sawah menjalankan 6 UKM esensial sebagai berikut :

1. Program Promosi Kesehatan (Promkes) :

 Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM), Sosialisasi Program

Kesehatan, Survey Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),

Penilaian Strata Posyandu, ASI Eksklusif.

 Promosi kesehatan oleh puskesmas adalah upaya puskesmas untuk

meningkatkan kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah

tangga) dan masyarakat agar; (1) pasien dapat mandiri dalam

mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, (2) individu sehat,

keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan

kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan

mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat,

melalui (3) pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai

sosial budaya mereka, serta didukung kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011)

2. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2) :

 Surveilens Terpadu Penyakit (STP), Pelacakan Kasus: TBC, Kusta,

DBD, Malari, Flu Burung, Infeksi Saluran Peranafasan Akut (ISPA),

Diare, Infeksi Menular Seksual (IMS), Penyuluhan Penyakit Menular.

10
3.Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana

(KB) :

 ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care), Pertolongan

Persalinan, Rujukan Ibu Hamil Risiko Tinggi, Pelayanan Neonatus,

Kemitraan Dukun Bersalin, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Imunisasi Calon

Pengantin (TT Catin), Pelayanan KB Pasangan Usia Subur (PUS),

Penyuluhan KB

4. Upaya Perbaikan Gizi Masyrakat :

 Penimbangan Bayi Balita, Pelacakan dan Perawatan Gizi Buruk,

Stimulasi dan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak, Penyuluhan Gizi.

5. Program Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan :

 Pengawasan Kesehatan Lingkungan : SPAL (saluran pembuangan air

limbah), SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga),

Pemeriksaan Sanitasi : TTU (tempat-tempat umum), Institusi

Perkantoran, Survey Jentik Nyamuk (SJN)

6. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

2.2 Promosi Kesehatan

2.2.1 Definisi

Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama

11
masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai

sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011).

2.2.2 Sasaran Promosi Kesehatan

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis

sasaran, yaitu :

1. Sasaran Primer

Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya

adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai

komponen dari masyarakat.

2. Sasaran sekunder

Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka

informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain)

maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat

pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media

massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya

meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara berperan sebagai

panutan dalam mempraktikkan program yang dipromosikan dan

turut menyebarluaskan informasi tentang program tersebut dan

menciptakan suasana yang kondusif bagi program tersebut untuk

berjalan.
12
3. Sasaran tersier

Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa

peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-

bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi

atau menyediakan sumber daya (Sugiharto, 2011).

2.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


2.3.1 Pengertian
Beberapa pengertian kaitannya dengan PHBS adalah:
1) Perilaku Sehat adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan proaktif untuk

memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri

dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan

Masyarakat.

2) PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran

sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya

sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan

kesehatan di masyarakat.

3) Program PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar

bagi perorangan, kelompok dan masyarakat dengan cara membuka

jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi guna

meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan

advokasi, bina suasana dan melakukan gerakan pemberdayaan

13
masyarakat sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam

rangka menjaga, memelihara, melindungi, dan meningkatkan

kesehatannya.

PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan,

keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,

memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan advokasi, bina

Suasana (Social Support) dan gerakan Masyarakat (Empowerment)

sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat, dalam rangka menjaga,

memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI 2011).

Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan

kemauan masyarakat agar hidup sehat, serta meningkatkan peran aktif

masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan

derajat hidup yang optimal (Dinkes,2006). Ada 5 tatanan PHBS yaitu

Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat

Tempat Umum. Tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup,

bekerja, bermain, berinteraksi dan lain-lain. Untuk mewujudkan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditiap tatanan diperlukan pengelolaan

manajemen program PHBS melalui tahap pengkajian, perencanaan,

penggerakan pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian.

14
2.3.2 Strategi PHBS

Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan

strategi PHBS paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang

didukung oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh

semangat (4) kemitraan (Kemenkes RI, 2011).

1. Pemberdayaan

Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat

merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan

sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian

informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara

terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien,

serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak

tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi

mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan

perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu, sesuai

dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya :

a. Pemberdayaan individu

b. Pemberdayaan keluarga

c. Pemberdayaan kelompok/masyarakat.

Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan

serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak

dijumpai lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak


15
di bidang kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus

digalang kerjasamanya, baik di antara mereka maupun antara mereka

dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat

berdayaguna dan berhasil guna. Setelah itu, sesuai ciri-ciri sasaran,

situasi dan kondisi, lalu ditetapkan, diadakan dan digunakan metode

dan media komunikasi yang tepat.

2. Bina Suasana

Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang

mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan

perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau

melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada

(keluarga di rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat

pekerja/karyawan, orang-orang yang menjadi panutan/idola, kelompok

arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum)

menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk

memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya

meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu

dilakukan bina suasana.

Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu :

a. Bina Suasana Individu

Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh

masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi


16
individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang

diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang sedang

diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah atau

pemuka agama yang tidak merokok).

b. Bina Suasana Kelompok

Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam

masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus

Rukun Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni,

organisasi Profesi, organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa,

organisasi pemuda, serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini

dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah

peduli. Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi

kelompok yang peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan

dan menyetujui atau mendukungnya.

c. Bina Suasana Publik

Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui

pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media

komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan

lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori

ini media-media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku

yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media


17
massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan

informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan

menciptakan pendapat umum atau opini publik yang positif tentang

perilaku tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini

akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social

pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga

akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang

diperkenalkan.

3. Advokasi

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana

untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang

terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-

tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan

sebagai narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan

(norma) atau penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok

dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam

menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan

(pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan

upaya untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau

proses pembinaan PHBS secara umum.

18
4. Kemitraan

Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina

suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan

dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,

keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan

kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa

dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar,

yaitu:

a. Kesetaraan

Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.

Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing

berada dheaalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama

rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia

mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang dilandasi

kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudian dibentuk struktur

hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah karena kesepakatan.

b. Keterbukaan

Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari

masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan

alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu. Pada awalnya

hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru layaknya

“pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan

19
kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari

“pertengkaran” tersebut.

c. Saling menguntungkan

Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang

didapat oleh semua pihak yang terlibat. Program promosi kesehatan dan

kegiatan-kegiatan kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan

keuntungan-keuntungannya (baik langsung maupun tidak langsung) bagi

semua pihak yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis, bila mungkin.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PHBS

Menurut Notoatmodjo (2007), ada 3 faktor penyebab seseorang

melakukan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu faktor pemudah

(predisposing factor), faktor pemungkin (enambling factor) dan faktor

penguat (reinforcing factor).

1. Faktor pemudah (predisposing factor) Faktor ini mencakup

pengetahuan dan sikap anak-anak terhadap perilaku hidup bersih dan

sehat sehingga faktor ini menjadi pemicu terhadap perilaku yang

menjadi dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau

kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat sosial

ekonomi, seperti pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang

dimiliki oleh seseorang yang tidak merokok karena melihat kebiasaan

dalam anggota keluarganya tidak ada satupun yang merokok.

20
2. Faktor pemungkin (enambling factor) Faktor ini merupakan pemicu

terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau tindakan

terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana

atau fasilitas kesehatan bagi anak-anaknya seperti air bersih, tempat

pembuangan sampah, jamban ketersediaan, dan makanan yang

bergizi. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Faktor penguat (reinforcing factor). Faktor ini merupakan faktor yang

menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau

tindakan. Faktor ini terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku

pengasuh anak-anak atau orangtua yang merupakan tokoh yang

dipercaya atau dipanuti oleh anak-anak seperti pengasuh anak-anak

memberikan keteladanan dengan melakukan cuci tangan sebelum

makan atau selalu minum air yang sudah dimasak maka hal ini

menjadi penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak-

anak seperti halnya pada masyarakat akan memerlukan acuan untuk

berperilaku melalui peraturan-peraturan atau undang-undang baik

dari pusat atau pemerintah daerah, perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama termasuk juga petugas kesehatan setempat.

Hal-hal yang mempengaruhi PHBS sebagian terletak di dalam diri

individu itu sendiri, yang disebut sebagai faktor intern, dan sebagian

21
terletak di luar diri individu yang disebut sebagai faktor eksternal (faktor

lingkungan)

1. Faktor Internal

a.Keturunan

Seseorang berperilaku tertentu karena memang sudah mewarisi sifat

dari orangtuanya atau neneknya dan lain sebagainya. Sifat-sifat yang

dimilikinya tersebut akan terus melekat pada seseorang tersebut dan

akan sulit untuk dirubah.

a. Motif

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melalakukan kegiatan-kegiatan tertentu

guna mencapai suatu tujuan. Motif ini tidak dapat diamati tetapi yang

dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan

tersebut. Menurut Moslow motif terbagi menjadi kebutuhan biologis ,

kebutuhan social, dan kebutuhan rohani.

2. Faktor Eksternal

Faktor yang menyebakan atau mempengaruhi seseorang untuk berbuat

sesuatu yang di sebabkan karena adanya suatu dorongan atau unsur-

unsur tertentu. Faktor eksternal juga merupakan faktor yang terdapat di

luar diri individu.

22
2.4 Manfaat Rumah Tangga Sehat

Bagi Rumah Tangga yaitu Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak

mudah sakit, Anak tumbuh sehat dan cerdas, Anggota keluarga giat bekerja.,

Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,

pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga. Bagi

Masyarakat yaitu Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat,

Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalahmasalah

Kesehatan,Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada,

Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat

(UKBM) seperti posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulans desa

dan lain-lain.

2.5 Pengertian Perilaku merokok

Merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan

menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terisap oleh orang-orang

disekitarnya . Sedangkan menurut (Aritonang dalam Sulistyo, 2009) merokok

adalah perilaku yang komplek, karena merupakan hasil interaksi dari aspek

kognitif, kondisi psikologis, dan keadaan fisiologis. Perilaku merokok dapat juga

didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku

merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi

merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000). Pendapat lain

menyatakan merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam

tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong dalam Nasution, 2007).


23
Perilaku merokok adalah suatu aktivitas atau tindakan menghisap gulungan

tembakau yang tergulung kertas yang telah dibakar dan menghembuskannya

keluar sehingga dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang

disekitarnya serta dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi perokok itu sendiri

maupun orang-orang disekitarnya (Nasution, 2007). Salah satu risiko penyakit

tidak menular dalam PHBS tempat kerja adalah perilaku merokok. Merokok

merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari,

dimana mudah menemui orang merokok mulai dari yang kecil sampai yang tua,

laki-laki dan wanita, kaya dan miskin. Namun intinya tidak mudah menurunkan

terlebih menghilangkannya, karena gaya hidup ini menarik sebagai suatu masalah

kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor risiko dari berbagai macam penyakit

(Bustam, 2007).

2.5.1 Aspek-Aspek Perilaku Merokok

Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Nasution, 2007),

yaitu:

a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

Fungsi merokok dapat menggambarkan perasaan yang dialami oleh

perokok, seperti perasaan positif ataupun negatif selain itu merokok juga

berkaitan dengan masa mencari jati diri pada remaja. Perasaan positif

seperti mengalami perasaan yang tenang dan nyaman ketika

mengkonsumsi rokok.
24
b. Intensitas merokok

Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok

yang dihisap, yaitu :

1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam

sehari.

2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari

b. Tempat merokok

Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua, yaitu :

1) Merokok di tempat-tempat umum atau ruang publik

a) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol

mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya perokok masih

menghargai orang lain, karena itu perokok menempatkan diri di

smoking area.

b) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain

yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo dan orang sakit.

2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

a) Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempattempat

seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu

25
yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang

mencekam.

b) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang

yangsuka berfantasi.

d. Waktu merokok

Menurut Presty (dalam Smet, 1994) remaja yang merokok dipengaruhi

oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang

berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang

tua.

2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya

perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga

disebabkan oleh faktor lingkungan, Lewin (dalam Komasari dan Helmi, 2000).

Faktor yang mempengaruhi seseorang merokok terbagi dua, yaitu faktor dari

dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal) menurut Mu’tadin dan Hansen

(dalam Nasution, 2007).

a. Faktor Dari Dalam (Internal)

1) Faktor Kepribadian

Individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin

melepaskan dari rasa sakit atau kebosanan.

2) Faktor Biologis

26
Banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan

salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan

merokok. Pendapat ini didukung Aditama (1992) yang mengatakan nikotin

dalam darah perokok cukup tinggi.

3) Faktor Psikologis

Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa

kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga

dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu

yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit dihindari.

4)Faktor Usia

Orang yang merokok pada usia remaja semakin bertambah dan pada usia

dewasa juga semakin banyak (Smet, 1994).

5) Faktor Jenis Kelamin

Pengaruh jenis kelamin zaman sekarang sudah tidak terlalu berperan

karena baik pria maupun wanita sekarang sudah merokok.

b. Faktor Dari Luar (Eksternal)

1) Konformitas teman sebaya

Kebutuhan untuk diterima kelompok teman sebaya seringkali membuat

remaja berbuat apa saja agar dapat diterima oleh kelompoknya. Semakin

tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku merokok (Octarina dan

Rachmawati, 2008).
27
2) Pengaruh Orangtua

Menurut Baer dan Corado (dalam Nasution, 2007) individu perokok adalah

individu yang berasal dari keluarga tidak bahagia, orang tua tidak

memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan individu yang berasal

dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku merokok lebih

banyak didapati pada individu yang tinggal dengan orang tua tunggal

(Single Parent). Individu wanita yang berperilaku merokok apabila ibunya

merokok dibandingkan ayahnya yang merokok.

3) Pengaruh Teman

Berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak individu merokok maka

semakin banyak teman-teman individu itu yang merokok, begitu pula

sebaliknya (Nasution, 2007).

4) Pengaruh Iklan

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran

bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour membuat

seseorang seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada di iklan

tersebut (Nasution, 2007).

5) Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian

individu pada perokok. Seseorang berperilaku merokok dengan

memperhatikan lingkungan sosialnya. Kebiasaan budaya, kelas sosial,

tingkat pendidikan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku

merokok pada individu. Dalam bidang politik, Menambahkan kesadaran


28
umum berakibat pada langkah-langkah politik yang bersifat melindungi bagi

orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan kampanye-

kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.

Merokok menjadi masalah yang bertambah besar bagi negara-negara

berkembang termasuk Indonesia (Smet, 1994). Berdasarkan uraian di atas

maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi

seseorang untuk merokok ada dua, yaitu faktor dari dalam diri individu

seperti kepribadian, biologis, psikologis, usia dan jenis kelamin sedangkan

faktor dari luar individu meliputi pengaruh orang tua, teman, iklan, dan

lingkungan sosial.

2.6 PPOK

2.6.1 Definisi

Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progressif nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas

berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik.

Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK

adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.

29
2.6.2 Faktor Resiko

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3. Hipereaktiviti bronkus

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

2.6.3 Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)

A. Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran

udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,

orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

B.Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <

VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam

tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas

yang dialaminya.

30
C.Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 1 < 50% prediksi). Terjadi sesak

nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi

yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

D.Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas

kronik dan gagal jantung kanan.

2.6.4 Diagnosis

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

Anamnesis

 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan

lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap

rokok dan polusi udara

 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

31
Pemeriksaan Fisik

 PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

 Inspeksi

 Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

 Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

 Penggunaan otot bantu napas

 Hipertropi otot bantu napas

 Pelebaran sela iga

 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis

leher dan edema tungkai

 Penampilan pink puffer atau blue bloater

 Palpasi

 Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

 Perkusi

 Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

 Auskultasi

 Suara napas vesikuler normal, atau melemah

 Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

32
2.6.5 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

- Faal paru: Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP ( %). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

b. Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada

gunakan APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -

20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

c. Radiologi

- Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain

- Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi, Hiperlusen,

Ruang retrosternal melebar, Diafragma mendatar Jantung

menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance).

- Pada bronkitis kronik : Normal, Corakan bronkovaskuler

bertambah pada 21 % kasus


33
2.6.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat – obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

2.6.7 Edukasi

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara

berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi

keluarganya. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan

derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan

kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktiviti

34
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan

ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok, Disampaikan pertama kali kepada penderita pada

waktu diagnosis PPOK ditegakkan.

2. Pengunaan obat – obatan

3. Macam obat dan jenisnya

4. Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

5. Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau

kalau perlu saja )

6. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

2.6.8 Pencegahan

1. Mencegah terjadinya PPOK

- Hindari asap rokok

- Hindari polusi udara

- Hindari infeksi saluran napas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK

- Berhenti merokok

- Gunakan obat-obatan adekuat

- Mencegah eksaserbasi berulang

35
2.7 Kerangka Teori

ASI Eksklusif

Penyuluhan Napza

Program Promosi
Kerja Kesehatan Posyandu Mandiri
Puskesmas

Melaksanakan Pola Hidup Bersih dan


Sehat

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan


2. Melakukan penimbangan bayi dan balita
3. Memberikan ASI eksklusif
4. Penggunaan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun
6. Memberantas jentik nyamuk
7. Memakai jamban sehat
8. Makan buah dan sayur setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok dalam rumah

Gambar 1. Kerangka Teori

36
BAB III

METODE EVALUASI

5.1 Kerangka Konsep Evaluasi

Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah program PHBS

rumah tangga pada subindikator tidak merokok di dalam rumah di Puskesmas

Kedaton dengan menggunakan pendekatan sistem.

Tabel 1. Kerangka Konsep Evaluasi


Input Proses Output
 Sarana: Puskesmas  Penggunaan media  Target cakupan
satu unit. untuk promosi minimal yang ingin
 Petugas kesehatan: kesehatan dicapai 70%
Dokter 8 orang,  Promosi kesehatan
Perawat 22 orang, melalui kegiatan
tenaga kesehatan Posbindu dan
masyarakat 3 orang, Puskesmas Keliling.
gizi 1 orang.  Sosialisasi perda di
 Lingkungan: Jumlah wilayah publik
penduduk sebanyak seperti kantor
51,795 jiwa. kecamatan/kelurahan
 Dana yang tersedia / balai desa
 Pengetahuan  Promosi kesehatan
masyarakat melalui kegiatan PIS-
 Keterlibatan PK
masyarakat  Membentuk pola

37
 Dukungan keluarga pikir dan kesadaran
dalam hal berhenti individu dan
merokok masyarakat akan
kesehatannya
 Monitoring dan
evaluasi cakupan

3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa:

1. Sumber data primer

a. Pengamatan di area kerja Puskesmas Kedaton

b. Wawancara dengan koordinator pelaksanaan program promosi

kesehatan di Puskesmas Kedaton

2. Sumber data sekunder

Laporan bulanan dan tahunan program promosi kesehatan Puskesmas

Kedaton pada periode Januari-Juni 2020

3.3. Cara Analisis

Evaluasi pelayanan kontraepsi di Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menetapkan beberapa tolak ukur dari unsur keluaran

Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian hasil

output adalah dengan menetapkan beberapa tolak ukur atau standar yang ingin

dicapai. Beberapa tolak ukur yang digunakan yaitu tolak ukur masukan

38
(input), proses (process) dan tolak ukur keluaran (output). Nilai standar atau

tolak ukur ini dapat diperoleh dari Pedoman Kerja Puskesmas tahun 2016.

2. Menentukan satu tolak ukur yang akan digunakan

Dari beberapa tolak ukur yang ada, dipilih satu tolak ukur yang akan

digunakan.

3. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak ukur keluaran.

Bila terdapat kesenjangan, ditetapkan sebagai masalah. Setelah diketahui tolak

ukur, selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian keluaran

Puskesmas (output) dengan tolak ukur tersebut. Bila pencapaian keluaran

Puskesmas tidak sesuai dengan tolak ukur, maka ditetapkan sebagai masalah.

4. Menetapkan prioritas masalah

Masalah-masalah pada komponen output tidak semuanya dapat diatasi secara

bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan Puskesmas. Selain itu adanya

kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya

dan bila diselesaikan salah satu masalah yang dianggap paling penting, maka

masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkanlah prioritas

masalah yang akan dicari solusi untuk memecahkannya.

5. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan

Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut,

maka dibuatlah kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk

menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan tadi

yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input,

proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka konsep


39
diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi

sehingga tidak ada yang tertinggal.

6. Identifikasi penyebab masalah

Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep selanjutnya

akan diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan

membandingkan antara tolak ukur atau standar komponen-komponen input,

proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian di lapangan. Bila

terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai penyebab masalah yang

diprioritaskan tadi.

7. Membuat alternatif pemecahan masalah

Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa

alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah

tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah

ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan memperhatikan

kemampuan serta situasi dan kondisi Puskesmas.

8. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, maka akan

dipilih satu cara pemecahan masalah (untuk masing-masing penyebab

masalah) yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Untuk menilai

efektifitas jalan keluar, diperlukan criteria tambahan sebagai berikut:

1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude).

Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan

keluar tersebut.
40
2. Pentingnya jalan keluar (Importancy).

Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelangsungan masalah.

Makin baik dan sejalan selesainya masalah, makin penting jalan keluar

tersebut.

3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerability).

Sensitifitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar dalam mengatasi

masalah, makin cepat masalah teratasi, makin sensitive jalan keluar

tersebut.

Selanjutnya ditetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternative jalan

keluar. Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan biaya (cost ) yang diperlukan

untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan makin

tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya paling sedikit) sampai

angka 5 (biaya paling besar). Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap alternatif

jalan keluar. Dengan membatasi hasil perkalian nilai MxIxV dengan C. Jalan

keluar dengan nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih.

3.4. Diagram Fishbone

Diagram Cause and Effect atau Diagram Sebab Akibat adalah alat yang

membantu mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai penyebab yang

mungkin dari suatu masalah atau karakteristik kualitas tertentu. Diagram ini

menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua faktor penyebab yang

mempengaruhi masalah tersebut. Jenis diagram ini kadang‐ kadang disebut diagram
41
“Ishikawa" karena ditemukan oleh Kaoru Ishikawa, atau diagram “fishbone” atau

“tulang ikan" karena tampak mirip dengan tulang ikan.

Diagram fishbone ini dapat digunakan ketika kita perlu:

 Mengenali akar penyebab masalah atau sebab mendasar dari akibat, masalah,

atau kondisi tertentu

 Memilah dan menguraikan pengaruh timbal balik antara berbagai faktor yang

mempengaruhi akibat atau proses tertentu

 Menganalisa masalah yang ada sehingga tindakan yang tepat dapat diambil

Manfaat menggunakan diagram fishbone ini:

 Membantu menentukan akar penyebab masalah dengan pendekatan yang

terstruktur

 Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan pengetahuan

kelompok tentang proses yang dianalisis

 Menunjukkan penyebab yang mungkin dari variasi atau perbedaan yang terjadi

dalam suatu proses

 Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan membantu

setiap orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai faktor kerja dan

bagaimana faktor‐ faktor tersebut saling berhubungan

 Mengenali area dimana data seharusnya dikumpulkan untuk pengkajian lebih

lanjut

42
Cara membuat diagram fishbone:

Langkah‐ langkah untuk menyusun dan menganalisa diagram fishbone sebagai

berikut:

1. Identifikasi dan definisikan dengan jelas hasil atau akibat yang akan dianalisis

• Hasil atau akibat disini adalah karakteristik dari kualitas tertentu,

permasalahan yang terjadi pada kerja, tujuan perencanaan, dan sebagainya.

• Gunakan definisi yang bersifat operasional untuk hasil atau akibat agar

mudah dipahami.

• Hasil atau akibat dapat berupa positif (suatu tujuan, hasil) atau negatif (suatu

masalah, akibat). Hasil atau akibat yang negatif yaitu berupa masalah

biasanya lebih mudah untuk dikerjakan. Lebih mudah bagi kita untuk

memahami sesuatu yang sudah terjadi (kesalahan) daripada menentukan

sesuatu yang belum terjadi (hasil yang diharapkan) .

• Kita bisa menggunakan diagram pareto untuk membantu menentukan hasil

atau akibat yang akan dianalisis

2. Gambar garis panah horisontal ke kanan yang akan menjadi tulang belakang.

• Disebelah kanan garis panah, tulis deskripsi singkat hasil atau akibat yang

dihasilkan oleh proses yang akan dianalisis

• Buat kotak yang mengelilingi hasil atau akibat tersebut

3. Identifikasi penyebab‐ penyebab utama yang mempengaruhi hasil atau akibat.

• Penyebab Ini akan menjadi label cabang utama diagram dan menjadi

kategori yang akan berisi berbagai penyebab yang menyebabkan penyebab

utama.
43
• Untuk menentukan penyebab utama seringkali merupakan pekerjaan yang

tidak mudah. Untuk itu kita dapat mencoba memulai dengan menulis daftar

seluruh penyebab yang mungkin. Kemudian penyebab‐ penyebab tersebut

dikelompokkan berdasarkan hubungannya satu sama lain. Tentukan

penyebab berdasarkan urutan proses yang digunakan. Jadi, pada garis

horisontal “tulang punggung ikan”, tuliskan semua proses utama dari kiri

ke kanan.

• Tulis penyebab utama tersebut disebelah kiri kotak hasil atau akibat,

beberapa tulis diatas garis horisontal, selebihnya dibawah garis.

• Buat kotak untuk masing‐ masing penyebab utama tersebut

4. Untuk setiap penyebab utama, identifikasi faktor‐ faktor yang menjadi penyebab

dari penyebab utama

• Identifikasi sebanyak mungkin faktor penyebab dan tulis sebagai sub

cabang utama

• Jika penyebab‐ penyebab minor menjadi penyebab dari lebih dari satu

penyebab utama, tuliskan pada semua penyebab utama tersebut.

5. Identifikasi lebih detail lagi secara bertingkat berbagai penyebab dan lanjutkan

mengorganisasikannya dibawah kategori atau penyebab yang berhubungan.

6. Menganalisis diagram Analisis membantu kita mengidentifikasi penyebab yang

menjamin pemeriksaan lebih lanjut. Diagram fishbone ini hanya mengidentifikasi

kemungkinan penyebab.

• Lihat keseimbangan diagram:

44
o Jika ada kelompok dengan banyak item pada suatu area dapat

mengindikasikan perlunya pengkajian lebih lanjut

o Jika ada kategori utama dengan sedikit penyebab minor dapat

mengindikasikan perlunya indentifikasi lagi penyebab minornya.

o Jika ada beberapa cabang kategori utama hanya memiliki sedikit

sub cabang, mungkin kita perlu mengkombinasikannya dalam satu

kategori.

• Cari penyebab yang muncul berulang, mungkin penyebab ini adalah

penyebab akar

• Cari apa yang bisa diukur dari setiap penyebab sehingga kita dapat

mengkuantitaskan hasil atau akibat dari setiap perubahan yang kita

lakukan

• Dan yang terpenting, identifikasi penyebab‐ penyebab yang dapat

diambil tindakan

45
BAB IV

GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS

4.1 Peta Wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap beralamat di jalan Teuku Umar No. 62 Sawah Brebes,

Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung dengan luas wilayah 4,72

Km2,terdiri dari 7 kelurahan yaitu kedaton, Sidodadi, Surabaya, Sukamenanti,

Sukamenanti Baru, Penengahan, Penengahan Raya. Jumlah penduduk 51.795

jiwa.

Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kedaton adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Senang dan Rajabasa

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Pusat

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Way Halim

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kedaton dan Labuhan Ratu.

46
Tabel 2. Luas dan Batas Wilayah Puskesmas Rawat Inap Kedaton

No Kelurahan Luas (km2)


1 Kelurahan Kedaton 1,48
2 Kelurahan Sidodadi 1,16
3 Kelurahan Surabaya 1,25
4 Kelurahan Sukamenanti 0,19
5 Kelurahan Sukamenanti Baru 0,19
6 Kelurahan Panengahan 0,25
7 Kelurahan Panengahan Raya 0,20

Gambar 2. Gambar Peta Wilayah Puskesmas Rawat Inap Kedaton

47
4.1.1 Data Geografis

Keadaan tanah terdiri dari sebagian besar daratan dan daerah

perbukitan.

4.1.2 Data Demografis

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskemas Rawat Inap Kedaton

pada tahun 2018 sebanyak 51.795 jiwa. Dari 7 kelurahan yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kedaton tercatat kelurahan yang

paling banyak penduduknya adalah Kelurahan Kedaton dengan jumlah

penduduk sasaran 13.319 jiwa, sedangkan jumlah penduduk sasaran

yang paling sedikit adalah Kelurahan Penengahan, yaitu 3.442 jiwa.

Penyebaran penduduk tidak merata, namun disemua kelurahan untuk

perbandingan jumlah laki-laki dan wanita merata.

Tabel 2. Jumlah Penduduk, KK, dan Jumlah Rumah

No. Kelurahan Jumlah Kepala Jumlah

Keluarga Penduduk

1. Kedaton 2.709 13.319

2. Sidodadi 2.354 11.443

3. Surabaya 2.328 11.575

4. Sukamenanti 727 3.575

48
5. Sukamenanti Baru 825 4.055

6. Penengahan 700 3.442

7. Penengahan Raya 892 4.386

Jumlah 10.537 51.795

4.1.3 Transportasi

Sarana Perhubungan transportasi dan komunikasi cukup baik, sebagian

besar wilayah dapat dilewati kendaraan roda empat, roda dua dan

angkutan umum.Jarak desa ke Puskesmas / Puskesmas Pembantu rata-

rata 1 Km.

4.1.4 Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk tahun 2014 : 42.803 jiwa

Jumlah Penduduk tahun 2015 : 45.808 jiwa

Jumlah Penduduk tahun 2016 :47.399 jiwa

Jumlah Penduduk tahun 2017 :49.404 jiwa

Jumlah Penduduk tahun 2018 :51.795 jiwa

4.1.5 Mata Pencaharian

Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah Pegawai Negri

Sipil, Pedagang dan Buruh.

49
4.1.6 Agama

Mayoritas penduduk memeluk Agam Islam, sebagian kecil ada yang

memeluk agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

4.2 Sumberdaya

Tabel 4. Data Ketenagaan di UPT Puskesmas Rawat Inap Kedaton Tahun 2019
No. Jenis Ketenagaan Puskesm PUSTU Jumla
as Sukamenant h
Kedaton i
1. Dokter 8 0 8
2. Dokter Gigi 2 0 2
3. Profesi Keperawatan 2 0 2
(Ns.)
4. Sarjana Keperawatan 1 0 1
5. Sarjana Kesmas 3 0 3
6. SAA 1 0 1
7. D-III Farmasi 1 0 1
8. Apoteker 1 0 1
9. D-III Fisioterapi 0 0 0
10. D-III Gizi 1 0 1
11. D-III Perawat Gigi 2 0 2
12. SPRG 2 0 2
13. SPK 1 2 3
14. D-III Perawat 4 1 5
15. D-IV Kebidanan 1 0 1
16. D-III Kebidanan 5 1 6
17. D-IV Analis 1 0 1
18. D-III Analis 1 0 1
19. Sanitarian 1 0 1
20. Pekarya 1 0 1
Kesehatan/SMA
21. Juru Mudi 1 0 1
22. Bidan PTT 5 0 5
23. Perawat Poskeskel 14 0 14
24. Cleaning Service 2 0 2
25. Tenaga Kontrak 15 1 16
26. Perawat TKS 0 0 0
27. Bidan Kontrak 7 1 8
Jumlah total 91

50
4.2.1 Sumberdaya Obat dan Perbekalan Farmasi Lainnya

Perbekalan farmasi terdiri dari obat-obatan, perbekalan farmasi untuk

keperluan kesehatan gigi (seperti klor etil, amalgam dan lainnya),

perbekalan farmasi kebidanan (seperti pil KB, dan alat kontrasepsi

lainnya), perbekalan untuk keperluan tindakan medis BP umum

(seperti benang cut gut, kasa pembalut, dan lainnya), dan perbekalan

untuk keperluan laboratorium (seperti benedict, larutan asam

sulfosalisilat, dan lainnya). Sedangkan sumber perbekalan farmasi

berasal dari perbekalan farmasi untuk Pelayanan Kesehatan Dasar

(PKD), ASKES, dan perbekalan farmasi dari Program Kesehatan

lainnya. Adapun pengadaan (pengambilan) perbekalan farmasi

dilakukan di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandar

Lampung.

4.2.2 Peralatan Kesehatan

Adapun peralatan kesehatan meliputi peralatan medis umum (seperti :

stetoskop, tensimeter, bermacam-macam pinset, gunting dan lainnya),

peralatan untuk kesehatan gigi ( seperti : tang, bor, kursi gigi, dan

lainnya), peralatan kebidanan (seperti : doppler, bed ginekologi, partus

set dan lainnya) dan peralatan laboratorium (seperti : haemometer set,

haemocytometer set, mikroskop dan lainnya).

51
4.2.3 Sumber pembiayaan

Adapun sumber daya keuangan Puskesmas Kedaton untuk tahun 2015

adalah Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Retribusi, Jamkesda

dan BPJS.

4.2.4 Sarana dan Prasarana

Secara umum, sarana dan prasarana Puskesmaas Kedaton seperti

didapat dari beberapa sumber, seperti bantuan dari Pemda Kota

Bandar Lampung, Dinas Kesehatan, dan lainnya. Sedangkan

pengadaanya dimulai dari tahun 1990 hingga tahun 2017.

4.3 Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat di bidang kesehatan dapat dilihat dari beberapa usaha

kesehatan bersumberdaya masyarakat seperti poskeskel, dimana terdapat 7

(tujuh) buah poskeskel. Selain itu peran serta masyarakat dibidang kesehatan

dapat dilihat pada kegiatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kedaton,

setiap posyandu memiliki kader yang berjumlah 4-5 orang. Adapun data jumlah

posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kedaton sebanyak 31 buah Posyandu

dengan sebaran sebagai berikut.

52
Tabel 5. Distribusi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kedaton tahun 2019

No. Kelurahan Nama Posyandu Penanggung


Jawab
1. KEDATON AYU I Ny. Sri Puji
Rahayu
AYU II Ny. Hj. Yuniar
AYU III Ny. Embi Fauji
AYU IV Ny. Kusnady
AYU V Ny. Suparmi
AYU VI Ny. Meisis
2. SURABAYA ASTER I Ny. Diah Ahrina
ASTER II Ny. Sri Mardiati
ASTER III Ny. Sulastri
ASTER IV Ny. Sulyati
ASTER V Ny. Rohela
ASTER VI Ny. Surmi Hartini
3. SIDODADI MAWAR I Ny. Romlah
MAWAR II Ny. Ida
MAWAR III Ny. Ratu Emi
MAWAR IV Ny. Suparsih
MAWAR V Ny. Ngatinem
MAWAR VI Ny. Sutarni
MAWAR VII Ny. Euis
4. SUKAMENANTI ANGGREK I Ny. Rita Priyono
ANGGREK II Ny. Endarwati
ANGGREK III Ny. Sumini
5. SUKAMENANTI MELATI I Ny.Rita
BARU MELATI II Ny. Endarwati
MELATI III Ny. Sugiarti
6. PENENGAHAN CAHAYA KARTINI I Ny. Holdy
CAHAYA KARTINI II Ny. Suparmina
CAHAYA KARTINI III Ny. Suparmina
7. PENENGAHAN KARTINI I Ny. Bibit
RAYA KARTINI II Ny.Sri Sulastri
KARTINI III Ny. Badriah
Jumlah seluruh posyandu : 31 buah

53
4.4 Visi dan Misi

4.4.1 Visi Puskesmas Rawat Inap Kedaton

“Mewujudkan Masyarakat yang Sehat dan Mandiri di Wilayah

Kerja Puskesmas Kedaton”

Visi tersebut menunjukkan kondisi ideal yang akan dicapai oleh

Puskesmas Rawat Inap Kedaton sampai dengan Tahun 2021.

4.4.2 Misi Puskesmas Rawat Inap Kedaton

Misi merupakan sesuatu yang harus diemban atau dilakukan oleh instansi

/organisasi dalam rangka pencapaian suatu visi yang selanjutnya dijadikan

pedoman dalam penyusunan tujuan, sasaran, dan strategi dalam

mengalokasikan sumber daya organisasi.

Berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan terhadap aspirasi berbagai

pihak yang berkepentingan, maka misi Puskesmas Rawat Inap Kedaton

ditetapkan sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu dan profesional

2. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan masyarakat

3. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel

4. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

54
4.5 Tujuan

Adapun Tujuan dari Puskesmas Rawat Inap Kedaton sebagai berikut

1. Menjadi puskesmas terbaik pilihan masyarakat

2. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar

3. Meningkatkan upaya promotif dan preventif

4. Meningkatkan tata kelola manajemen puskesmas yang profesional, efektif

dan efisien

5. Meningkatkan kerjasama lintas sektor, kemitraan dan pemberdayaan

masyarakat

4.6 Motto dan Tata Nilai

Puskesmas telah membangun budaya kerja yang harus dihayati dan

dilaksanakan oleh setiap insan puskesmas agar pelayanan kesehatan yang

dilakukan dapat memuaskan pasien. Budaya kerja puskesmas dapat

dilaksanakan dengan memegang motto dan tata nilai sebagai acuan bagi

Puskesmas Rawat Inap Kedaton dalam berprilaku yang menunjang

tercapainya visi, misi dan tujuan. Motto dan tata nilai tersebut diharapkan

dapat menjadi budaya organisasi di Puskesmas Rawat Inap Kedato.Adapun

Motto Puskesmas Rawat Inap Kedaton adalah

“Kami Melayani Kami Peduli”

Adapun tata nilainya adalah TABIK PUN

T: Terbaik

A: Akuntabel
55
B: Berempati

I: Ikhlas

K: Kekeluargaan

P: Profesuional

U: Unggul

N: Nyaman

4.6 Tingkat Pendidikan


Tabel. 6 Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedaton
Tingkat Pendidikan
No Kelurahan
SD SMP SMA PT
1 Kedaton 2579 3457 4375 1037
2 Sidodadi 1786 2280 2558 879
3 Surabaya 1842 2552 2150 620
4 Sukamenanti 1179 1550 1587 175
5. Sukamenanti Baru 1189 1550 725 591

6. Penengahan 1220 850 943 429

7. Penengahan Raya 1341 1856 609 580

56
BAB V

HASIL EVALUASI

5.1 Identifikasi Masalah

Terdapat enam program pokok puskesmas yang dikenal dengan basic six, yaitu:

Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, KIA & KB, Perbaikan Gizi

Masyarakat, Pencegahan Pemberantasan Penyakit, serta Penyembuhan Penyakit

dan Pelayanan Kesehatan. Salah satu program Promosi kesehatan adalah PHBS

rumah tangga.

Suatu masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara keluaran dengan

tolak ukurnya, sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenjangan

antara unsur sistem lainnya dengan tolok ukur. Proses identifikasi masalah

dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluaran (output) program kerja

Puskesmas, kemudian apabila ditemukan adanya kesenjangan antara tolak ukur

dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab

masalah pada unsur masukan (input, proses, atau lingkungan). Identifikasi

masalah dimulai dengan melihat adanya kesenjangan antara pencapaian dan

target. Pada wilayah kerja puskesmas Kedaton, program rumah tangga ber-

57
PHBS belum mencapai target, dimana persentasenya hanya 62,26%. Pada

program rumah tangga ber-PHBS di wilayah kerja puskesmas Kedaton pada

bulan Januari-Juni, subindikator yang paling rendah yaitu tidak merokok

didalam rumah dengan persentase 49,93%. Setelah identifikasi masalah telah

dilakukan, selanjutnya menentukan tolak ukur dari permasalahan tersebut.

Dalam makalah ini, tolak ukur dari program rumah tangga ber PHBS (Tidak

ada yang merokok di dalam rumah) yaitu:

Tabel 7. Program Kesehatan yang belum tercapai di Puskesmas Kedaton


Tahun 2019
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kedaton Tahun 2019)
No Sasaran Tolak Ukur Pencapaian Kesenjangan Masalah
Persentase rumah
tangga ber PHBS Target
1 (Tidak ada yang pencapaian 49,93 % 20,07% +
merokok di dalam 70%
rumah)

Persentase Tatanan
Target +
Tempat Kerja yang
2 Pencapaian 54,75 % 15,25%
melaksanakan
70%
PHBS
Tatanan Institut
Pendidikan yang Target
melaksanakan Pencapaian
3 56,75% 13,25% +
PHBS 70%

Tatanan tempat Target


ibadah yang Pencapaian
4 66,25% 3,75% +
melaksanakan 70%
PHBS

58
5.2 Menetapkan Prioritas Masalah

Berdasarkan tabel 4, masalah yang ditemukan pada program Rumah Tangga

yang ber PHBS khususnya pada subindikator tidak ada yang merokok didalam

rumah yang ada di Puskesmas Kedaton pada Januari-Juni 2020 masih lebih

rendah dibandingkan dengan target. Masalah ini ditegakkan karena adanya

perbedaan antara hasil yang diharapkan dengan tolak ukur dimana hasil yang

diperoleh adalah 49,93%. Padahal target pencapaian PHBS tempat kerja yang

memenuhi syarat adalah 70%. Berikut penetapan prioritas masalah dengan

menggunakan metode USG.

Metode pemecahan masalah yang digunakan adalah USG yaitu:

1. Urgency

Menilai seberapa mendesaknya isu dan ketersediaan waktu untuk pemecahan

masalah yang ada.

2. Seriousness

Melihat pengaruh bahwa masalah tersebut akan menyebabkan hal yang

serius/fatal.

3. Growth

Aspek kemungkinan meluasnya/berkembangnya masalah/atau kemungkinan

timbulnya masalah.

59
Tabel 8. Penentuan Prioritas Masalah Program Kesehatan Dengan
Menggunakan Metode USG
Nilai Kriteria NilaiAkhir
No Masalah
U S G

1 Persentase rumah tangga ber PHBS


(Tidak ada yang merokok di dalam 4 4 4 64
rumah)

2 Persentase Tatanan Tempat Kerja yang


3 4 3 48
melaksanakan PHBS

3. Persentase Tatanan Institut Pendidikan


3 4 3 48
yang melaksanakan PHBS

4 Persentase Tatanan tempat ibadah yang


3 3 4 48
melaksanakan PHBS

*Skala 1-5
Ket: 1 (sangat kecil), 2 (kecil), 3 (sedang), 4 (besar), 5 (sangat besar).

Berdasarkan metode USG, didapatkan bahwa prioritas masalah promosi

kesehatan di Puskesmas Kedaton pada bulan Januari-Juni 2020 yaitu “Rumah

tangga yang Melaksanakan PHBS dengan subindikator tidak merokok didalam

rumah” dengan jumlah poin 64. Berdasarkan pada data program tersebut, maka

yang masih terdapat masalah adalah tidak ada yang merokok di dalam rumah.

Dalam hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masih rendahnya persentase untuk

program tersebut. Hal itu menjadi prioritas masalah karena adanya kesenjangan

antara hasil yang diharapkan dengan tolak ukur, dimana tolak ukur dari

subprogram ini adalah belum mencapainya persentase sebanyak 70% , sementara

60
hasil pelaksanaannya hanya terdapat 49,93% di wilayah kerja Puskesmas

Kedaton.

5.3 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah

Sesuai dengan pendekatan sistem, ketidakberhasilan target penurunan angka

kesakitan dan kematian merupakan suatu output yang tidak sesuai dengan

program Puskesmas. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan pendekatan sistem

serta menaruh perhatian kemungkinan adanya masalah pada komponen lain pada

sistem tersebut. Langkah berikutnya setelah mengetahui masalah yaitu adalah

mencari akar pada masalah tersebut. Pendekatan yang dilkakukan dapat

menggunakan diagram fishbone.

61
MONEY METHOD MATERI
AL
Kurangnya promosi kesehatan Perencanaan
program kurang
Keadaan pandemi yang tidak baik
memungkinkan diadakannya penyuluhan
langsung dengan mengumpulkan masa
Minimnya Kurangnya
dana yang Kurangnya pendataan media untuk
tersedia yang dilakukan dengan promosi Tidak tercapainya
kesehatan target program yaitu
bantuan kader
70% dalam hal tidak
ada anggota keluarga
yang merokok di
dalam rumah

Undang-undang no 36 Tokoh masyarakat


tahun 2009 sebagai role model
Kurangnya pengetahuan dan sikap
masyarakat dalam hal berhenti
merokok atau tidak merokok lagi Kurang integrasinya dengan
program PIS-PK
Tidak ada dukungan
dari keluarga bagi
anggota keluarga Minimnya jumlah
yang ingin berhenti petugas pelaksana
merokok
program

MAN MACHINE

Gambar 3. Diagram Fishbone

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas maka dapat disusun diagram

fishbone seperti yang terlihat pada gambar 5. Dari diagram fishbone tersebut,

masih perlu mencari masalah-masalah yang paling memiliki peranan dalam

mencapai keberhasilan program. Dengan menggunakan model teknik kriteria

matriks pemilihan prioritas dapat dipilih masalah yang paling dominan.

62
Dalam penjabaran masalah sesuai dengan diagram fishbone, maka dapat

dijabarkan variabel sesuai dengan indikator/tolak ukurnya seperti yang terlihat

pada tabel 8 di bawah ini

Tabel 9. Matriks Prioritas Penyebab Masalah

I Jmlh
No Daftar Masalah T R
S P
P S RI DU PC IxTxR
B B

1 Man

Pengetahuan dan
sikap keluarga dan
masyarakat tentang 4 4 3 4 4 4 4 4 5 540
bahaya merokok yang
kurang

Tidak ada dukungan


keluarga dalam 4 3 3 3 4 3 3 4 5 460
permasalahan
tersebut
2. Machine

Minimnya jumlah
petugas pelaksana 4 3 3 3 3 3 4 4 5 460
program

Tokoh masyrakat
sebagai role model 3 3 3 3 3 3 4 4 3 264

Undang-undang no
36 tahun 2009 4 4 3 3 3 3 3 3 4 276

Integrasi dengan
program PIS-PK 5 4 5 4 4 3 3 3 4 336

3. Method

63
Kurangnya promosi
4 4 2 3 3 3 3 5 4 440
kesehatan

Pendataan yang
4 3 2 2 2 3 3 4 5 380
dilakukan kurang
maksimal
Keadaan pandemi
yang tidak 5 5 4 4 4 3 3 3 2 168
memungkinkan
mengumpulkan masa
4. Money

Minimnya dana yang


3 2 2 2 3 2 2 3 3 144
tersedia

5. Material

Perencanaan program
4 3 3 3 3 3 3 4 4 352
kurang baik

Kurangnya media
untuk promosi
kesehatan 3 3 3 3 3 3 3 4 4 336

Keterangan: P = Prevalence
S = Severity
PB = Public concern
RI = Rate of increase
DU = Degree of unmeet need
SB = Social benefit
PC =Political climate
T = Technical feasiability
R = Resources availability

Berdasarkan teknik matriks yang digunakan, didapatkan masalah yang

berpengaruh besar terhadap tidak tercapainya target persentase dalam hal tidak

ada keluarga yang merokok, yaitu karena pengetahuan dan sikap keluarga dan

masyarakat dalam hal berhenti merokok. Upaya yang perlu dilakukan adalah

meningkatkan pehamanan masyarakat dengan cara penyuluhan yang dilakukan

64
oleh tenaga kesehatan setempat secara kontinyu, memberikan media yang

semenarik mungkin yang dapat dibaca mengenai bahaya merokok untuk

mendukung tercapainya keberhasilan program. Sehingga pelaksanaan program

PHBS rumah tangga dapat telaksana dengan baik.

5.4 Menyusun Alternatif Jalan Keluar

Pencapaian pelaksanaan program PHBS rumah tetangga menurut keterangan

penanggung jawab program, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dilihat dari hasil

kegiatan promkes untuk PHBS rumah tangga pada subindikator tidak merokok di

dalam rumah yang belum mencapai target yaitu 70%. Setelah dilakukan pencarian

masalah utama, diperoleh masalah yaitu kurangnya pemahaman masyarakat

tentang bahaya merokok. Berdasarkan faktor penyebab masalah yang dapat

diidentifikasi, maka dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai

berikut:

Tabel 10. Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah (Jalan Keluar)


Masalah Penyebab Alternatif
Tidak tercapainya Pengetahuan dan  Berkoordinasi dengan kader setempat tentang
target peningkatan sikap keluarga pelaksanaan PHBS
persentase dari dan masyarakat  Pemberian informasi tentang bahaya merokok
keluarga yang tentang bahaya secara kontinyu dengan media promosi yang
tidak merokok. merokok yang menarik
kurang  Pembuatan kelas berhenti merokok dan
pemberian informasi tentang bahaya merokok
secara kontinyu dengan media promosi yang
menarik.
 Pengawasan dan evaluasi program tersebut
secara aktif

65
5.5 Memilih Prioritas Pemecahan Masalah

Tabel 11. Memilih prioritas penyelesaian masalah

Efektivitas Prioritas
Efisiensi
No Daftar alternatif jalan keluar (p)
M I V (c)
MIV/c
1. Berkoordinasi dengan kader setempat tentang 4 4 4 2 32
pelaksanaan PHBS rumah tangga pada
subindikator tidak merokok didalam rumah

2. Pemberian informasi tentang bahaya merokok 3 4 4 2 24


secara kontinyu dengan media promosi yang
menarik

3. Pembuatan kelas berhenti merokok 5 4 3 2 30

4 Pengawasan dan evaluasi program kelas berhenti 3 3 4 2 18


merokok secara aktif

Keterangan:
P : Prioritas masalah
M : Magnitude,
I : Importance,
V : Vulnerability,
C : Cost

Berdasarkan pemilihan prioritas jalan keluar dengan menggunakan Criteria

Matrix Technic dengan memperhatikan efektifitas jalan keluar seperti besarnya

masalah yang dapat diselesaikan (magnitude), pentingnya jalan keluar

(importancy), sensitivitas jalan keluar (vulnerability), dan efisiensi jalan keluar

maka didapatkan prioritas jalan keluar yang pertama adalah koordinasi dengan

kader setempat tentang pelaksanaan PHBS, dalam koordinasinya, kader dapat

membantu dalam anjuran pelaksanaan PHBS yang lebih efektif karena lebih

memahami perilaku dan kebiasaan masyarakat sekitar, kader juga dapat

66
memberikan pengetahuan tentang merokok dan simulasi dampak negatif dari

merokok bagi keluarga, hal ini juga akan membantu karena pada masa pandemi

petugas kesehatan akan lebih terbatas dalam menjalankan program. Alternatif ini

diharapkan dapat mencapai target program PHBS rumah tangga dalam promkes

yang berupa peningkatan persentase dalam jumlah anggota keluarga yang tidak

merokok di dalam rumah.

Berdasaran data, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam rumah tangga

terutama dalam hal merokok masih belum mencapai target dari tahun ke tahun.

Oleh karena itu pentingnya menjalankan program tersebut secara kontinyu

dengan media promosi yang menarik. Dianjurkan dilakukan kerja sama antara

puskesmas dan bidan desa ataupun kader untuk meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran masyarakat.

Setelah dilakukan kegiatan Petugas dari puskesmas diharapkan dapat melakukan

pengawasan dan evaluasi terhadap kegiatan tersebut sehingga dapat melakukan

tindak lanjut terhadap hambatan atau kesulitan yang terjadi di lapangan (check

dan action). Sistem pengawasan yang baik akan dapat mengetahui kelemahan

serta kekurangan dan juga kesulitan yang terjadi pada praktiknya dilapangan dan

segera mencari cara untuk pemecahan masalah tersebut. Dengan demikian,

diharapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga terutama dalam

hal merokok dapat berkurang. Sehingga program ini dapat mencapai targetnya.

67
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan yaitu:

1. Masalah dalam PHBS rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Kedaton

pada Januari-Juni 2020 yaitu rendahnya persentase dalam hal tidak ada

keluarga yang merokok di wilayah kerja Puskesmas Kedaton.

2. Prioritas penyebab masalah yang terjadi adalah pengetahuan dan sikap

keluarga dan masyarakat tentang bahaya merokok yang kurang.

3. Alternatif pemecahan masalah yaitu kerjasama dengan kader setempat di

wilayah rumah tangga dalam meningkatkan PHBS rumah tangga

6.2 Saran

a. Bagi Puskesmas Kedaton

1. Penggalakan petugas digalakkan untuk turun langsung ke rumah

masyarakat untuk mendata anggota keluarga yang tidak dan yang merokok

terutama di dalam rumah.

68
2. Pelatihan petugas untuk mensimulasi dampak dan bahaya dari merokok

bagi kesehatan dan mencari media yang menarik tentang PHBS bagi kader

untuk menyebarkan kembali pesan yang baik

3. Penambahan jumlah petugas penggerak program.

b. Bagi Kader dan Masyarakat

Lebih turut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan

Puskesmas termasuk sosialisasi bahaya merokok bagi kesehatan.

69
DAFTAR PUSTAKA

Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan. PT. Gramedia Widiasarna

Indonesia: Jakarta.

Laporan Tahunan Puskesmas Kedaton pada Januari-Juni 2020.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional

Kesehatan Tahun 2015. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Promosi Kesehatan: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta

Komalasari, D.,Helmi, A. F. (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku

Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada

Vol.3 No.1.

Nasution, I.K. (2007). Perilaku Merokok Pada Remaja.Jurnal.Medan:

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan

Masyarakat. 2014

70
Riyanto BS, Hisyam B. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.

Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen IPD FKUI, p. 984-5.

Slamet, H. dkk (2010) Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya : Departemen

ilmu penyakit paru FK Unair- RSUD Dr Soetomo

Sugiharto, M; Widjartini. 2011. Analisis Pencapaian Target Program

Promosi Kesehatan Menurut Jenis Puskesmas di Kabupaten Tulung

Agung. Surabaya : Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.

71

Anda mungkin juga menyukai