Anda di halaman 1dari 12

10 Penyakit Terbesar di Puskesmas Medan Sunggal

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)


D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 3 :
Fathul Jannah Hafiz (181000063)
Ayu Nur Azizah (181000115)
Michele Margarett Pratiwi Daeli (181000183)
Nurul Atikah (181000202)
Febby Setianingrum (181000208)
Aldi Saputra Rangkuti (181000218)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Kelompok Tiga dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “10 Penyakit Terbesar di Puskesmas Medan
Sunggal, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan. Selain itu, paper ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Penyakit Berbasis Lingkungan khususnya di bagian 10 Penyakit terbesar di
Puskesmas, bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada  Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS
selaku dosen Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang kami tekuni.

Paper ini kami susun berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh dari beberapa buku,
internet dan media sosial. Dengan harapan orang yang membaca dapat memahami tentang
Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan.

Kami menyadari paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan penerbitan paper ini di
masa mendatang.
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................................5
2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).......................................................................................5
2.1.1 Pengertian ISPA...........................................................................................................................5
2.2.2 Gejala ISPA...................................................................................................................................5
2.1.3 Klasifikasi ISPA............................................................................................................................5
2.1.4 Patogenesis....................................................................................................................................6
2.1.5 Etiologi ISPA.................................................................................................................................7
2.1.6 Prevalensi ISPA............................................................................................................................7
2.1.7 Diagnosis ISPA..............................................................................................................................7
2.1.8 Pencegahan ISPA..........................................................................................................................8
2.1.9 Pengobatan ISPA..........................................................................................................................8
BAB III.......................................................................................................................................................9
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................................................9
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering di jumpai
dengan keadaan ringan sampai berat dan menduduki peringkat pertama pada pola penyakit
pasien rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit dan Puskesmas. Indonesia sebagai negara
Tropis berpotensi menjadi daerah endemik dari beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat
menjadi acaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat ISPA, misalnya pencemaran lingkungan
yang disebabkan oleh asap karena kebakaran hutan, gas buangan yang berasal dari sarana
transpotasi dan polusi udara dalam rumah karena asap dapur, asap rokok, perubahan iklim global
antara lain perubahan suhu udara, kelembaban, dan curah hujan merupakan ancaman kesehatan
terutama pada penyakit ISPA (Darohman, NP. dan Mutiatikum, 2009)

Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalence ISPA di Indonesia (25,50%). Riskesdas


2013, prevalence ISPA di Indonesia (25,0%). Period prevalence ISPA di Indonesia menurut
Riskesdas 2007 (25,50%) tidak jauh berbeda dengan tahun 2013 (25,0%). Period prevalence
ISPA penduduk DKI Jakarta yang ter diagnosis ISPA oleh tenaga kesehatan adalah sebesar
12,5% dan yang mengalami gejala ISPA seperti tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk
kering, dan batuk berdahak adalah sebesar 25,2%.

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi akut yang melibatkan organ
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik
atau bakteri, virus, jamur dan bakteri maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang
parenkim paru yang dapat menimbulkan gejala penyakit sampai 14 hari (Kartika Sari
Wijayaningsih, 2013). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menyerang salah satu bagian atau
lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli), termasuk jaringan
”aneksannya”, seperti sinus/rongga disekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah,
dan pleura (Depkes RI, 2011).

Infeksi saluran pernapasan akut dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Tanda Gejala
ISPA menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres.
Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian
diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri
kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut
membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat
komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari.

Infeksi saluran pernapasan akut menular secara umum dan ISPA dapat menimbulkan
epidemi atau pandemi. ISPA ini dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan dampak besar
terhadap kesehatan masyarakat. Menurut Peraturan Kesehatan Internasional, IHR (2005),
kejadian penyakit pernapasan yang dapat menimbulkan keadaan darurat kesehatan masyarakat
yang menjadi perhatian internasional meliputi: SARS, Influenza manusia yang disebabkan oleh
sub tipe baru, termasuk episode flu burung pada manusia, Pes paru, Agen ISPA baru yang dapat
menyebabkan wabah skala besar atau wabah dengan morbiditas dan mortalitas tinggi (WHO,
2007).

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah,
infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Secara umum
gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak
napas, mengi atau kesulitan bernapas) WHO (2007).

Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-
anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. Sehingga ISPA berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.

B. Rumusan Masalah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
2.1.1 Pengertian ISPA

Menurut Depkes RI (2005), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit
Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura.

2.2.2 Gejala ISPA

Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas),
anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk,
keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya
tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003).

2.1.3 Klasifikasi ISPA

ISPA dibagi menjadi infeksi saluran pernafasan bagian atas dan infeksi saluran
pernafasan bagian bawah. Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh
virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,
rhinitis, nasofaringitis kronis, sinusitis. Sedangkan, infeksi saluran pernapasan akut bawah
merupakan infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran atas yang disebabkan oleh infeksi
bakteri sekunder, yang termasuk dalam penggolongan ini adalah bronkhitis akut, bronkhitis
kronis,bronkiolitis dan pneumonia.

Menurut Depkes RI tahun 2012, klasifikasi ISPA dapat dibedakan berdasarkan berat
ringannya gejala yang ditimbulkan, yaitu tanda dan gejala ringan (bukan pneumonia), sedang
(pneumonia sedang/pneumonia), dan berat (pneumonia berat). Penyakit batuk-pilek seperti
rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai
bukan pneumonia.
1. Ringan (bukan pneumonia)
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), batuk tanpa pernafasan
cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atauberair, tenggorokan merah,dantelinga
berair. Tanda emergencyuntuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun yaitu :tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk.
2. Sedang (pneumonia sedang/pneumonia)
Tidak ada TDDK, batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari
telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe
yang nyeri tekan (adentis servikal).
3. Berat (pneumonia berat)
Terdapat TDDK pada waktu anak menarik nafas (pada saatdiperiksa anak harus dalam
keadaan tenang, tidak menangis ataumeronta), batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor,
membran keabuan di taring, kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus, sianosis dan adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

2.1.4 Patogenesis

Proses patogenesis terkait dengan tiga faktor utama, yaitu keadaan imunitas inang, jenis
mikroorganisme yang menyerang pasien, dan bernagai faktor yang berinteraksi satu sama lain
(Dahlan,2009). Infeksi patogenmudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu.ISPA melibatkan invasi langsung ke dalam mukosa
yang melapisi saluran pernafasan. Inokulasi atau masuknya bakteri atau virus terjadi ketika
tangan seseorang kontak dengan patogen, kemudian orang tersebut memegang hidung atau
mulut, atau ketika seseorang secara langsung menghirup droplet dari batuk penderita ISPA.

Setelah terjadinya inokulasi, virus dan bakteri akan melewati beberapa pertahanan tubuh,
seperti pertahanan fisik danmekanikal, humoral, pertahanan imunitas. Pertahanan fisik dan
mekanikal seperti rambut halus yang melapisi hidung sehingga dapat menangkap dan menyaring
patogen, lapisan mukosa banyak terdapat pada saluran pernafasan atas sehingga dapat mencegah
masuknya bakteri yang potensial, sudut yang dihasilkan dari persimpangan antara hidung dan
faring menyebabkan partikel-partikel besar akan jatuh ke belakang tenggorokan, sel-sel bersilia
pada saluran pernafasan bawah menangkap dan membawa patogen kembali ke faring dan dari
situ patogen tersebut akan dibawa ke lambung.
Inflamatory cytokines dari sel host memediasi respon imun untuk menyerang patogen.
Flora normal nasofaring seperti spesies staphilokokus dan sterptokokus membantu pertahanan
melawan patogen yang potensial. pasien dengan fungsi imun dan humoral yang kurang optimal
meningkatkan risiko tertular ISPA, dan mereka berada dalam risiko tinggi untuk penyakit yang
lebih lama dan berat.
Penyebaran virus dari manusia ke manusiasering terjadi pada ISPA. Patogen
menyebabkan kerusakan dengan berbagai mekanisme seperti dengan memproduksi toxin,
protease, dan faktor dari bakteri sendiri seperti pembentukan kapsul yang tahan terhadap
fagositosis.
Waktu inkubasi sebelum munculnya gejala sangat bervariasi tergantung dari jenis
patogen yang meninfeksi. Rhinovirus dan grup A dari streptokokus mungkin memiliki masa
inkubasi 1 –5 hari, influenza dan parainfluenza mungkin memiliki masa inkubasi 1 –4 hari, dan
respiratory syncytial virus (RSV)mungkin memiliki masa inkubasi sampai satu minggu.
Infeksi awal pada nasofaring mungkin menyerang beberapa struktur saluran nafas dan
menyebabkan sinusitis, otitis media, epiglottitis, laringitis, trakeobronkitis, dan pneumonia.
inflamasi yang menyerang pada level epiglotis dan laring dapat membahayakan jalannya udara
terutama pada balita.
2.1.5 Etiologi ISPA

Terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ispa antara lain
streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetelia, dan korinebakterium.
Virus penyebab ispa antara lain dari golongan mikovirus,adnovirus, koronavirus,
pikornavirus, mioplasma, herpesvirus dan lain-lain.
2.1.6 Prevalensi ISPA

Prevalesni ISPA tahun 2018 di Indonesia menurut diagnose tenaga kesehatan (dokter,
bidan atau perawat) dan gejala yang dialami sebesar 9,3 persen. Penyakit ini merupakan infeksi
saluran pernapasan akut dengan gejala demam, batuk kurang dari 2 minggu, pilek hidung
tersumbat atau sakit tenggorokan.

Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2018, provinsi dengan penderita


ISPA tertinggi di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 13,1 persen. Sementara, penderita ISPA
paling sedikit di Jambi sebesar 5,5 persen.
2.1.7 Diagnosis ISPA

Ketika pasien mengalami gangguan pernapasan, maka dokter akan memeriksa gejala dan
penyakit lain yang pernah dialami. Selanjutnya, dokter akan memeriksa hidung, telinga, dan
tenggorokan untuk mendeteksi kemungkinan infeksi. Dokter juga akan memeriksa suara napas
dengan stetoskop untuk memantau apakah ada penumpukan cairan atau peradangan pada paru-
paru.Jika pasien mengalami sesak napas, dokter akan melakukan pemeriksaan kadar (saturasi)
oksigen di dalam tubuh dengan alat pulse oxymetry.

Bila ISPA disebabkan oleh virus, dokter tidak akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut,
karena dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Meski begitu, perbaikan maupun
perburukan gejala perlu tetap dipantau.Bila dicurigai terdapat kuman khusus yang menyebabkan
ISPA, dokter akan melakukan pengambilan sampel dahak atau usap tenggorokan untuk diperiksa
di laboratorium. Bila infeksi menyerang paru-paru, dokter akan melakukan pemeriksaan foto
Rontgen dada atau CT scan, untuk memeriksa kondisi paru-paru.
2.1.8 Pencegahan ISPA

Tindakan pencegahan utama ISPA adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:

 Cuci tangan secara teratur, terutama setelah beraktivitas di tempat umum.

 Hindari menyentuh wajah, terutama bagian mulut, hidung, dan mata, untuk menghindari
penularan virus dan bakteri.

 Gunakan sapu tangan atau tisu untuk menutup mulut ketika bersin atau batuk. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ke orang lain.

 Perbanyak konsumsi makanan kaya vitamin, terutama vitamin C, untuk meningkatkan daya


tahan tubuh.

 Olahraga secara teratur.

 Berhenti merokok.

 Lakukan vaksinasi, baik vaksin MMR, influenza, atau pneumonia. Diskusikan dengan


dokter mengenai keperluan, manfaat, dan risiko dari vaksinasi ini.

2.1.9 Pengobatan ISPA

Seperti telah disebutkan sebelumnya, ISPA paling sering disebabkan oleh virus, sehingga
akan sembuh sendiri tanpa perlu penanganan khusus. Beberapa tindakan untuk meredakan gejala
dapat dilakukan secara mandiri di rumah, yaitu dengan:

 Memperbanyak istirahat dan konsumsi air putih untuk mengencerkan dahak, sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan.

 Mengonsumsi minuman lemon hangat atau madu untuk membantu meredakan batuk.

 Berkumur dengan air hangat yang diberi garam, jika mengalami sakit tenggorokan.

 Menghirup uap dari semangkuk air panas yang telah dicampur dengan minyak kayu putih
atau mentol untuk meredakan hidung yang tersumbat.

 Memposisikan kepala lebih tinggi ketika tidur dengan menggunakan bantal tambahan, untuk
melancarkan pernapasan.
Jika gejala yang dialami tidak membaik, Anda perlu berkonsultasi dengan dokter. Dokter
dapat memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala, antara lain:

 Ibuprofen atau paracetamol, untuk meredakan demam dan nyeri otot.

 Diphenhydramine dan pseudoephedrine, untuk mengatasi pilek dan hidung tersumbat.

 Obat batuk.

 Antibiotik, jika dokter menemukan bahwa ISPA disebabkan oleh bakteri

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


Daftar Pustaka
Universitas Muhammadiyah Semarang.2009.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-nurhadig2a-6164-2 babii.pdf.
(diakses pada 07 Desember 2020)
repository.usu.ac.id (diakses pada 07 Desember 2020)
https://www.scribd.com/doc/204006120/Jtptunimus-Gdl-Nurhadig2a-6164-2-Babii (diakses pada
07 Desember 2020)
https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/prevalensi-ispa-menurut-provinsi-2018-1563160346
(diakses pada 07 Desember 2020)

https://www.alodokter.com/ispa (diakses pada 07 Desember 2020)

Anda mungkin juga menyukai