2. Etiologi Streptococcus beta hemolyticus group A strain tertentu yang bersifat reumatogenik
dan adanya faktor predisposisi genetik. Kemungkinan menderita DRA setelah
mendapat infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A di tenggorokan 0,3-3%.
5. Anamnesis
1. Demam, nyeri pada persendian yang berpindah pindah, tanda- tanda peradangan pada
sendi (merah, panas, nyeri dan fungsilaesia).
2. Adanya gerakan-gerakan cepat, bilateral tanpa tujuan dan sukar dikendalikan.
3. Pucat, malaise, cepat lelah, dan gejala lain seperti epistaksis dan nyeri perut.
4. Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggu (rata-rata 3 minggu) sebelum timbul gejala
5. Riwayat demam rematik pada waktu lampau.
6. Riwayat keluarga dengan demam rematik
143
6. Pemeriksaan 1. Poliartritis migrans
Fisik Biasanya menyerang sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala peradangan yang jelas
seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi.
Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah. Kelainan ini ditemukan
pada sekitar 70% pasien DRA.
2. Karditis
Karditis merupakan gejala mayor terpenting, karena hanya karditis yang dapat
meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan katup jantung.
Seorang penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu
atau lebih tanda-tanda berikut:
a. Bunyi jantung melemah
b. Adanya bising sistolik, mid diastolik di apeks atau bising diastolik di basal jantung
c. Perubahan bising misalnya dari derajat I menjadi derajat II.
d. Takikardia / irama derap
e. Kardiomegali
f. Perikarditis
g. Gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.
3. Korea Sydenham
Gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan. Seringkali
disertai dengan kelemahan otot dan gangguan emosional. Semua otot terkena, tetapi
yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas.
4. Eritema marginatum
Kelainan kulit berupa bercak merah muda, berbentuk bulat, lesi berdiameter sekitar
2,5 cm, bagian tengahnya pucat, sedang bagian tepinya berbatas tegas, tanpa indurasi,
tidak gatal, paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai proksimal.
5. Nodul subkutan
Terletak di bawah kulit, keras, tidak sakit, mudah digerakkan dan berukuran 3-10
mm. Lokasinya sekitar ekstensor sendi siku, lutut, pergelangan kaki dan tangan,
daerah oksipital, serta di atas prosesus vertebra torakalis dan lumbalis.
7. Kriteria Diagnosis demam rematik ditegakkan berdasarkan Kriteria WHO tahun 2003
Diagnosis (berdasarkan revisi kriteria Jones)
Tabel 1. Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis Demam Rematik dan
Penyakit Jantung Rematik (berdasarkan Revisi Kriteria Jones)
Kategori Diagnostik Kriteria
Demam rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren tanpa PJR Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren dengan PJR Dua minor ditambah dengan bukti infeksi SGA
sebelumnya
Korea Sydenham Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau
bukti infeksi SGA
PJR (stenosis mitral murni atau kombinasi Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
144
dengan insufisiensi mitral dan/atau gangguan mendiagnosis sebagai PJR
katup aorta)
Sumber: WHO, 2004
Kriteria Diagnosis
(Lanjutan) Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
- Karditis Klinis:
- Poliartritis migrans - Artralgia
- Korea - Demam
- Eritema marginatum Laboratorium:
- Nodulus subkutan - Peningkatan reaktan fase akut yaitu:
LED dan atau CRP yang meningkat
- Interval PR yang memanjang
Diagnosis demam rematik ditegakkan bila terdapat 2 manifestasi mayor atau 1
manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor dan didukung bukti adanya infeksi
streptokokus sebelumnya yaitu kultur apus tenggorok yang positif atau kenaikan titer
antibodi streptokokus (ASTO) >200.
Langkah diagnosis
Tegakkan diagnosis DR berdasarkan kriteria WHO tahun 2003
Tetapkan aktif atau inaktif
Tetapkan ada karditis atau tidak
Tetapkan ada kelainan pada katup jantung atau tidak
Jika tidak ada tanda-tanda DR aktif dan penyebab lain kelainan pada katup jantung
dapat disingkirkan dianggap PJR
Tetapkan status hemodinamik jantung: dekompensasi kordis atau tidak
146
Tabel 2. Lama pemberian antibiotika profilaksis sekunder:
Lama pemberian setelah serangan
Kategori
terakhir
Demam rematik dengan karditis dan penyakit Selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun,
jantung residual (kelainan katup persisten) pada beberapa kondisi (risiko tinggi terjadi
rekuren) dapat seumur hidup
Demam rematik dengan karditis tetapi tanpa Selama 10 tahun atau sampai usia 21 tahun
penyakit jantung residual (tanpa kelainan
katup)
Demam rematik tanpa karditis Selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun
2. Obat Anti Inflamasi: diberikan untuk DRA atau PJR yang rekuren
Tabel 3. Rekomendasi penggunaan anti inflamasi
Karditis Karditis Karditis
Hanya Artritis
Ringan Sedang Berat
Prednison - - 2-4 mgg* 2-6 mgg*
Aspirin a. 100 mg/kgBB/ hr 3-4 mgg** 6-8 mgg 2-4 bln
dalam 4-6 dosis (2
mgg)
b. Kemudian dosis
dikurangi menjadi
60 mg/kg/ hari (4-
6 mgg)
Dosis : Prednison 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
Aspirin 100 mg/kgBB/hari dibagi 4-6 dosis
* Dosis Prednison di tappering (dimulai pada minggu ketiga) dan Aspirin dimulai
minggu ketiga kemudian di tappering.
** Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kgBB setelah 2 minggu pengobatan
Ambulasi bertahap (boleh 1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
rawat jalan bila tidak
mendapat steroid)
18. Target 1. Eradikasi streptokokus pada tenggorokan dan profilaksis sekunder dengan
antibiotika.
2. Mengurangi dan mengatasi kecacatan pada katup jantung.
3. Mengurangi dan mencegah komplikasi
19. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier,
Texas.
2. World Health Organization 2004, WHO technical report series: rheumatic fever and
rheumatic heart disease, Geneva.
3. Working Group on Pediatric Acute Rheumatic Fever and Cardiology 2008,
Consensus guidelines on pediatric acute rheumatic fever and rheumatic heart
disease, Indian Pediatrics, vol. 45, pp. 565-573.
4. National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of Australia and
New Zealand 2006, Diagnosis and management of acute rheumatic fever and
rheumatic heart disease in Australia: an evidence-based review, National Heart
Foundation of Australia.
5. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
6. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung
pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
148
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DEKOMPENSASI KORDIS
ICD-10 : I51.9
1. Pengertian Dekompensasi kordis adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara
(Definisi) adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
2. Etiologi - Peningkatan beban volume: DSV, DAP, insufisiensi katup jantung, anemia, gagal
ginjal dengan retensi cairan, dsb.
- Peningkatan beban tekanan: stenosis katup aorta atau pulmonal, hipertensi
sistemik/pulmonal, dsb.
- Gangguan miokard: kardiomiopati, miokarditis
- Perubahan frekuensi denyut jantung: SVT, Atrial flutter, atrial fibrilasi dsb.
3. Pathogenesis Faktor penyebab gangguan pada preload, afterload, kontraktilitas otot jantung dan
frekuensi denyut jantung mempengaruhi penampilan jantung mekanisme
kompensasi (dilatasi, hipertropi dan rangsangan simpatik). Kemampuan kompensasi
terlampaui gagal jantung
4. Bentuk klinis
Berdasarkan cardiac output: high dan low cardiac failure
Berdasarkan onset: akut dan kronik
Berdasarkan sisi jantung: kiri, kanan, atau kiri dan kanan
Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA ( New York Heart Association):
- Derajat I : asimptomatik
- Derajat II : dispnu bila aktivitas sedang
- Derajat III : dispnu bila aktivitas ringan
- Derajat IV : dispnu dalam keadaan istirahat.
5. Anamnesis
1. Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum dan, dalam jangka panjang, gagal tumbuh;
2. Sering berkeringat (peningkatan tonus simpatis);
3. Ortopnea: sesak nafas yang mereda pada posisi tegak;
4. Dapat dijumpai mengi;
5. Edema di perifer atau pada bayi biasanya di kelopak mata.
149
- Batuk
Kriteria Diagnosis Tabel 1. Sistem skoring gagal jantung pada anak menurut Modifikasi Ross
(Lanjutan)
0 1 2
Berkeringat dingin Kepala kepala dan badan kepala dan badan
waktu aktivitas waktu isrirahat
Takipneu Jarang kadang-kadang Sering
Pola nafas Normal retraksi Dispneu
Laju nafas (x/menit)
0–1 tahun <50 50–60 >60
1–6 tahun <35 35–45 >45
7–10 tahun <25 25–35 >35
11–14 tahun <18 18–28 >28
HR (x/menit )
0–1 tahun <160 160–170 >170
1–6 tahun <105 105–115 >115
7–10 tahun <90 90–100 > 100
11–14 tahun <80 80–90 >90
Jarak tepi hepar dari batas <2 cm 2–3 cm >3 cm
kostae
Dasar diagnosis
Dispnu/ortopnu, pulsus alternans, takikardia/irama gallop, ronki basah tak nyaring di
150
basal paru (gagal jantung kiri), tekanan vena yugularis meningkat, hepatomegali, edema
(gagal jantung kanan), kardiomegali
Langkah diagnosis
Perhatikan gejala dan tanda:
- Kardiovaskuler: takikardi/irama gallop, kardiomegali, nadi: pulsus alternans
- Respirasi: dispnu, ortopnu, batuk produktif, ronki basah tak nyaring di basal paru
- Tanda-tanda bendungan sistemik: tekanan vena jugularis, hepatomegali (tumpul,
lunak), edema
11. Terapi 1. Istirahat di tempat tidur, posisi setengah duduk. Bayi ditidurkan dengan posisi 30-45
derajat.
2. Berikan oksigen (2-4 L/menit)
3. Berikan cairan ¾ kebutuhan normal perhari. Bila terdapat anemia berat berikan
tranfusi darah (packed cell) terlebih dahulu, jumlah: 5-10 cc/kgBB diberikan selama
2-3 jam.
4. Medikamentosa:
a. Diuretika (Furosemid) 1-2 mg/kgBB/kali iv diberikan 2 kali perhari
b. Digitalisasi
Digitalisasi awal digoksin 30-50 g/kgBB sehari peroral, dengan cara pemberian:
- ½ dosis diberikan pertama kali
- ¼ dosis 8 jam kemudian
- ¼ dosis diberikan 16 jam setelah dosis pertama
Dosis pemeliharaan digoksin (oral) 10-20 g/kgBB/hari diberikan pada hari kedua
dan seterusnya. Indikasi digitalis: takikardia, atrial flutter, kardiomiopati.
Untuk dekompensasi dengan NYHA derajat I-III dapat langsung dengan dosis
pemeliharaan. Hati-hati pemberian digitalis pada DR/PJR, bronkopnemonia.
Digitalis tidak boleh diberikan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio
aorta, anemia (Hb <6g%).
c. Vasodilator
Diberikan pada:
- Dekompensasi kordis yang disebabkan pirau besar (DSV, DAP, DSAV)
- Dekompensasi kordis yang tidak responsif dengan pengobatan diatas.
Dapat diberikan Kaptopril oral, dengan dosis 0,1-2 mg/kgBB/kali, dengan dosis
maksimum 6 mg/kgBB/hari (dipilih dosis rendah). Diberikan dalam tiga kali
pemberian.
5. Atasi penyakit utama atau penyakit penyerta (RHD), bronkopnemonia, anemia, CHD,
dll.
6. Diet rendah garam
7. Pengawasan yang ketat terhadap gejala klinik untuk menilai:
151
- Frekuensi denyut jantung, frekuensi napas
- Berat badan
- Tekanan vena jugularis
- Pembesaran hati, edema
- Produksi urin dalam 24 jam
12. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: memahami penyebab dan gejala yang timbul.
2. Prognosis: memahami faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
3. Pemantauan gejala: mengetahui mengapa dan kapan harus ke dokter/rumah sakit
4. Terapi farmakologi: memahami indikasi, dosis, dan efek obat
5. Diit, latihan
13. Prognosis Tergantung faktor pencetus/penyebab yang mendasari;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
14. Tingkat
I / II
evidens
15. Tingkat A
Rekomendasi
18. Target 1. Menghilangkan faktor penyebab, misalnya penutupan duktus arteriosus persisten
2. Menghilangkan faktor presipitasi, misalnya mengobati infeksi, anemia, aritmia
3. Mengatasi gagal jantung
19. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier,
Texas.
2. The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of
the European Society of Cardiology 2012, ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2012, European Heart Journal, vol. 33, pp. 1787-1847.
3. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009, Pedoman
pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
4. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
5. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung
pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001
152
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2. Etiologi Duktus normal: hipoksia, imaturitas. Duktus abnormal tidak jelas diketahui
3. Pathogenesis Duktus arteriosus Botali (DA) menutup dimulai 24 jam pertama setelah lahir
sampai 2 minggu. Hipoksia gangguan mekanisme obliterasi DA DA tetap
terbuka. Pada BBLR/imaturitas kontraktilitas otot polos DA baru akan menutup
pada 3 bulan pertama DA menutup.
PDA pirau kiri ke kanan dengan kelainan hemodinamik mirip DSV
8. Diagnosis
Banding
9. Pemeriksaan
1. EKG
Penunjang
2. Foto thorak
3. Ekokardiografi
4. Kateterisasi
153
10. Terapi Tutup DAP
1. Medikamentosa: Ibuprofen
Terapi (Lanjutan) Hanya efektif pada bayi prematur usia <1 minggu
Dosis:
Hari Dosis
I 10 mg/kgBB
II 5 mg/kgBB
III 5 mg/kgBB
Kontraindikasi:
a. Sepsis,
b. Perdarahan aktif saluran pencernaan,
c. Perdarahan periintraventrikular berat (PPIV derajat III dan IV),
d. Trombositopenia (<50.000/mm3),
e. Penurunan fungsi ginjal (diuresis <1 cc/kgBB/jam; serum kreatinin ≥1,3
mg/dL),
f. Penyakit jantung kongenital ductal dependent
g. Enterokolitis nekrotikans.
154
18. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier,
Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009,
Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit
jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Mengetahui/Menyetujui
KetuaDepartemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001
155
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
3. Pathogenesis
DSV pirau dari kiri ke kanan kelebihan beban volume di ventrikel
kanan, oversirkulasi pulmonal, adanya kompensasi cardiac output sistemik.
Kebutuhan volume untuk ventrikel kiri yang meningkat dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kiri peningkatan tekanan diastolik akhir ventrikel
kiri peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan tekanan vena
pulmonal. Peningkatan aliran darah arteri pulmonalis Perubahan
penampang vaskular paru irreversibel peningkatan tahanan vaskular
paru penyakit obstruksi vaskular paru pirau kanan ke kiri (sindrom
eisenmenger)
4. Bentuk klinis
1. Berdasarkan besar defek:
DSV kecil: diameter defek kurang dari 1/3 diameter aorta
DSV sedang: diameter defek 1/3-2/3 diameter aorta
DSV besar: diameter > 2/3 diameter aorta
2. Berdasarkan lokasi defek:
DSV perimembran/infrakristal:
DSV suprakristal/subarterial doubly committed
DSV muskuler
DSV posterior
c. Berdasarkan tekanan pulmonal:
- DSV tanpa hipertensi pulmonal
- DSV dengan hipertensi pulmonal
156
5. DSV dengan sindrom Eisenmenger: sianosis pada saat latihan, kemudian
pada saat istirahat.
7. Kriteria Diagnosis 3. Berdasarkan besar defek:
DSV kecil : diameter defek kurang dari 1/3 diameter aorta
DSV sedang : diameter defek 1/3-2/3 diameter aorta
DSV besar : diameter >2/3 diameter aorta
4. Berdasarkan lokasi defek:
DSV perimembran/infrakristal
DSV suprakristal/subarterial doubly committed
DSV muskuler
DSV posterior
5. Berdasarkan tekanan pulmonal:
DSV tanpa hipertensi pulmonal
DSV dengan hipertensi pulmonal
8. Diagnosis
Defek Septum Ventrikel (ICD-10 : Q21.0)
9. Diagnosis Banding
10. Pemeriksaan 1. EKG untuk menentukan adanya beban volume.
Penunjang 2. Foto thorak untuk menilai corakan vaskuler paru.
3. Ekokardiografi untuk memastikan ukuran dan lokasi defek.
4. Kateterisasi pada DSV sedang dan besar atau secara klinis dicurigai
terdapat hipertensi pulmonal untuk menilai hemodinamik.
11. Terapi 1. Medikamentosa
Bila ada gagal jantung kongestif tatalaksana sesuai gagal jantung
kongestif.
Antibiotika profilaksis untuk mencegah Infektif endokarditis, bila akan
dilakukan tindakan seperti cabut gigi atau sirkumsisi (Amoksisillin 50
mg/kgBB/hari selama 5 hari)
2. Operasi
1) Prosedur:
- PA banding: merupakan prosedur yang bersifat paliatif (untuk
mengurangi aliran darah ke paru dan menurunkan tekanan arteri
pulmonalis). Prosedur ini jarang dilakukan kecuali bila terdapat lesi
tambahan lain sehingga prosedur untuk menutup DSV sulit
dilakukan.
- Tutup DSV dengan cara operasi: menggunakan patch (surgical
closure)
157
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSV
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis.
13. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
14. Tingkat evidens
I / II
15. Tingkat A
Rekomendasi
16. Penelaah Kritis Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
17. Indikator Medis 1. Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik.
2. Gagal jantung teratasi.
18. Target 1. DSV menutup
2. Mencegah dan mengatasu komplikasi
19. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby
Elsevier, Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009,
Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001
158
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2. Pathogenesis Defek pada septum atrium + compliance ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel
kiri pirau dari kiri ke kanan. Besarnya pirau ditunjukkan dari besarnya dilatasi
atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Dilatasi ventrikel kanan
depolarisasi ventrikel kanan lebih lama right bundle branch block (RBBB).
Peningkatan aliran darah melalui katup trikuspid trikuspid stenosis relatif
bising diastolik di tepi kiri sternum bawah. Volume overload di ventrikel kanan
peningkatan aliran darah melalui katup pulmonal pulmonal stenosis relatif
bising ejeksi sistolik halus. RBBB + volume overload di ventrikel kanan katup
pulmonal lebih lambat menutup dibandingkan katup aorta BJ II split lebar. Pirau
yang besar + aliran balik vena yang masuk ke RA terjadi selama siklus respirasi
(inspirasi dan ekspirasi) BJ II fixed
Berdasarkan lokasi:
3. Bentuk klinis - DSA primum
- DSA sekundum
- DSA sinus venosus
Berdasarkan besarnya defek:
- DSA kecil
- DSA besar
Berdasarkan tekanan pulmonal:
- DSA tanpa hipertensi pulmonal
- DSA dengan hipertensi pulmonal
159
DSA sekundum
DSA sinus venosus
b. Berdasarkan besarnya defek:
DSA kecil
DSA besar
c. Berdasarkan tekanan pulmonal:
DSA tanpa hipertensi pulmonal
DSA dengan hipertensi pulmonal
6. Kateterisasi: hanya dilakukan bila kecurigaan hipertensi pulmonal.
7. Diagnosis Defek Septum Atrium (ICD-10 : I51.0)
8. Diagnosis
Banding
9. Pemeriksaan 1. EKG: untuk menentukan adanya beban volume.
Penunjang 2. Foto thorak: untuk menilai corakan vaskuler paru.
3. Ekokardiografi: untuk memastikan defek dan dapat mengukur besarnya defek.
4. Kateterisasi: bila dicurigai ada hipertensi pulmonal.
10. Terapi Tutup ASD:
1. Tanpa operasi/transkateter: menggunakan ASO (Amplatzer Septal Occluder)
Indikasi: DSA sekundum dengan minimal batas rim superior dan inferior 7 mm
2. Operasi: usia 3-5 tahun
11. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul.
2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah sakit.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut
untuk mencegah terjadinya infectiveendocarditis.
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSA
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
12. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
13. Tingkat I / II
evidens
14. Tingkat
A
Rekomendasi
15. Penelaah Divisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
Kritis
16. Indikator 1. Perbaikan klini dan keadaan umum membaik
Medis 2. Gagal jantung teratasi.
17. Target 1. DSA menutup
2. Mencegah/mengatasi komplikasi
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier,
18. Kepustakaan
Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009,
Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung
pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
160
Mengetahui/Menyetujui Palembang, Februari 2016
Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001
161
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
TETRALOGI OF FALLOT
ICD-10 : Q21.3
1. Pengertian
(Definisi) Merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang terdiri dari DSV, stenosis
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta
162
2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG.
4. Foto thorak.
5. Ekokardiografi.
Langkah diagnosis
Pikirkan kemungkinan TOF jika menemukan PJB sianotik atau pada yang relatif
ringan pada PJB dengan gagal tumbuh + gejala squatting + sianosis/sesak pada
peningkatan aktivitas fisik (pada bayi sianosis ketika menyusu atau menangis).
Perhatikan secara khusus hal-hal berikut:
1. Pemeriksaan fisik jantung
2. EKG:
- Deviasi aksis ke kanan
- RVH
3. Foto thorak:
- Ukuran jantung normal
- “Boot shaped” heart
- Corakan vaskuler paru menurun
4. Ekokardiografi:
- VSD subaortic besar
- Overriding aorta
- Stenosis pulmonal/obstruksi RVOT (Right Ventricle Outflow Track)
- RVH
8. Diagnosis Tetralogi of Fallot (ICD-10 : Q21.3)
9. Diagnosis
Banding
10. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto thorak
3. Ekokardiografi
11. Terapi 1. Medikamentosa
a. Propranolol 1-2 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis untuk mencegah serangan
sianotik (“hypoxic spells”)
b. Deteksi dan terapi anemia defisiensi besi
c. Profilaksis terhadap infective endocarditis untuk setiap tindakan invasif
(Amoksisilin 50 mg/kgBB selama 5 hari)
d. Pada serangan sianotik (hypoxic spells):
- Pasien diletakkan dalam posisi “knee-chest”: untuk meningkatkan
resistensi sistemik
- Oksigen 2-4 L/menit
- Morfin sulfate 0,1-0,2 mg/kg/subkutan
- Atasi asidosis dengan pemberian Sodium bikarbonat 1 mEq/kg IV
- Bila dengan terapi di atas belum ada perbaikan dapat diberikan Propranolol
0,01-0,25 mg/kg/dosis (rata-rata 0,05 mg/kg) IV pelan-pelan
- Untuk mencegah berulangnya serangan sianotik diberikan Propranolol oral
1-2 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
163
Prosedur paling baik dilakukan pada usia 1-5 tahun. Prosedur ini meliputi
menutup VSD, melebarkan RVOT yang sempit dengan cara reseksi jaringan
otot infundibular.
12. Edukasi Higiene mulut perlu diperhatikan untuk meniadakan sumber infeksi terjadinya
infective endocarditis
13. Prognosis Tergantung ukuran defek;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
14. Tingkat evidens I / II
15. Tingkat A
Rekomendasi
16. Penelaah Kritis Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang.
17. Indikator Medis Hypoxic spell teratasi
18. Target Tindakan operatif koreksi total TOF sudah dilakukan pada usia 1-5 tahun.
19. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby
Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit
jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)NIP
195411281983032002NIP 19631128 198911 2 001
164
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
KAWASAKI DISEASE
ICD-10 : M30.3
1. Pengertian Kawasaki disease adalah vaskulitis akut, self-limited, tidak diketahui penyebabnya,
(Definisi) terutama mengenai bayi dan anak-anak.
2. Anamnesis Demam terus-menerus selama 5 hari
3. Pemeriksaan Fase akut
Fisik a. Gejala utama:
1. Demam tinggi (lebih dari 39oC)
2. Konjungtivitis
3. Perubahan pada bibir dan mukosa mulut antara lain:
- Eritema, bibir kering dan perdarahan pada bibir
- Strawberry tongue
- Eritema yang menyebar pada mukosa orofaringeal
4. Eritema pada telapak tangan dan kaki, edema, dan kadang-kadang terdapat
nyeri
5. Pembesaran kelenjar limfe pada regio servikal
b. Gejala-gejala kardiovaskuler:
1. Takikardia, irama gallop dan atau gejala-gejala gagal jantung
2. Kardiomegali
3. Efusi perikardial
4. Murmur pada regurgitasi katup mitral
5. Perubahan pada EKG meliputi: aritmia,PR interval yang memanjang,
perubahan gelombang segmen ST-T
6. Kelainan pada arteri koronaria (terlihat pada akhir minggu pertama).
c. Gangguan pada sistem organ yang lain, yaitu:
1. Sistem muskuloskeletal: artritis atau artralgia pada beberapa sendi baik sendi
yang kecil maupun sendi yang besar
2. Sistem genitourinaria: piuria yang steril
3. Sistem gastrointestinal: nyeri perut dengan diare, gangguan fungsi hati,
gangguan pada kandung empedu ditandai dengan ikterik
4. Sistem saraf pusat: iritabilitas, letargi atau semikoma meningitis aseptik, dan
tuli sensoris
Fase Subakut
1. Deskuamasi (pengelupasan) pada ujung jari-jari tangan dan kaki merupakan
karakteristik utama
2. Rash, demam dan limfadenopati
Fase Konvalesens
Terdapat garis melintang (Beau’s line) pada jari-jari tangan dan kaki.
4. Kriteria
Karakteristik untuk menegakkan diagnosis:
Diagnosis
1. Demam terus-menerus selama 5 hari
2. Terdapat minimal 4 dari 5 karakteristik berikut:
a. Perubahan pada ekstremitas
- Akut: eritema dan edema
- Subakut: pengelupasan pada jari tangan dan jari kaki pada minggu kedua
dan ketiga
b. Eksantema pilomorpus
c. Infeksi konjungtiva bulbar bilateral tanpa eksudat
165
d. Perubahan pada bibir dan rongga mulut: eritema, bibir kering, strawberry
tongue, infeksi mukosa mulut dan faringeal yang menyebar
3. Limfadenopati servikal (diameter >1,5 cm) biasanya unilateral.
4. Menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala klinis yang sama.
Diagnosis Kawasaki disease dapat ditegakkan bila terdapat demam >5 hari
dan sedikitnya terdapat 4 dari 5 karakteristik di atas
Pasien dengan demam >5 hari dan memenuhi kurang dari 4 kriteria di atas
dapat didiagnosis Kawasaki disease bila ditemukan abnormalitas arteri
koronaria melalui ekokardiografi
Pasien yang memenuhi ≥4 kriteria di atas ditambah dengan demam, dapat
didiagnosis Kawasaki disease pada hari sakit ke-4, tanpa menunggu hari
sakit ke-5.
4. Ekokardiografi
Tujuan untuk mendeteksi adanya aneurisma arteri koronaria dan berbagai
disfungsi kardiak lainnya.
a. Aneurisma arteri koronaria terjadi sebelum hari ke 10, selama periode itu
terjadi beberapa peningkatan:
- Arteritis koronaria
- Penurunan fungsi sistolik LV
- Terjadi regurgitasi katup mitral ringan
- Efusi perikardial
166
b. Konfigurasi, ukuran, nomor, ada atau tidaknya intraluminal atau mural
trombus sebaiknya ditelaah lebih lanjut.
8. Terapi 1. IVIG dosis tinggi (2 g/kgBB), dosis tunggal (dalam 10-12 jam) dengan aspirin
(80-100 mg/kgBB/hari) diberikan dalam 10 hari.
IVIG efektif menurunkan prevalensi terjadinya abnormalitas arteri koronaria,
2. Dosis Aspirin diturunkan menjadi 3-5 mg/kg/hari dosis tunggal setelah anak
bebas demam 2-3 hari
9. Edukasi Perlunya pemantauan jangka panjang penderita Kawasaki disease dengan
pemeriksaan ekokardiografi untuk mengevaluasi terjadinya abnormalitas arteri
koronaria.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat I / II
evidens
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
Kritis
14. Indikator Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik
Medis
15. Target 1. Menurunkan inflamasi antara arteri koronaria dengan miokardium.
2. Mencegah terjadinya trombosis yang disebabkan oleh inhibisi agregitasi platelet.
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby
Elsevier, Texas.
2. Newburger, JW, Takahashi, M, Gerber, MA, Gewitz, MH & Tani, LY 2004,
Diagnosis, treatment, and long-term management of kawasaki disease: a
statement for health professionals from the committee on rheumatic fever,
endocarditis, and kawasaki disease, council on cardiovascular disease in the
young, american heart association. Pediatrics, vol 114, pp. 1708-1733.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)NIP
195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001)
167