Anda di halaman 1dari 20

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

TUGAS

oleh
Kelompok 8

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
KONSEP KELOMPOK UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA
MASYARAKAT (UKBM)

TUGAS

diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Keselamatan Kerja


dengan dosen pengampu : Ns. Kushariadi, M. Kep.

Oleh
Jamilatul Komari NIM 132310101004
Anis Fitri Nurul Anggraeni NIM 132310101023
Lutfiasih Rahmawati NIM 132310101024
Nurwahidah NIM 132310101026
Insiyah Noryza S. NIM 132310101037
Yeheskiel Febria N. NIM 132310101061

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan masyarakat,
berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang
ada termasuk yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) diantaranya adalah Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu),
Polindes (Pondok Bersalin desa), dan Desa Siaga. Posyandu merupakan salah satu
bentuk UKBM yang paling dikenal di masyarakat. Pelayanan kesehatan saat ini
lebih mengarah kepada pelayanan kesehatan di pedesaan. Hal ini terlihat dari
pembangunan kesehatan di pedesaan kini lebih dipacu karena masih banyak
masyarakat yang tinggal di pedesaan dan belum dapat menjangkau fasilitas
pelayanan kesehatan. Kondisi ini dipengaruhi oleh keadaan geografis di negara
kita yang tidak sama di setiap desa, tempat tinggal yang tersebar di ribuan pulau,
antara lain ada yang berbukit, persawahan, perkebunan, dan hutan sehingga dapat
menimbulkan permasalahan kesehatan. Hal ini harus dipecahkan bersama antara
pemerintah dan masyarakat secara berkesinambungan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal.
Melalui paradigma sehat (Depkes, 2001), dimana pelayanan kesehatan
yang dijalankan oleh pemerintah, lebih berfokus pada pelayanan kesehatan dasar
dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Hal ini ditempuh melalui
pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) seperti
pondok persalinan desa (Polindes) dan pos pelayanan terpadu (Posyandu). Tujuan
pengembangan UKBM adalah agar semua masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar yang bermutu. Paradigma sehat, yakni suatu pola fikir dan pola
aksi yang lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif tanpa
meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif, merupakan paradigma
pembangunan kesehatan dewasa ini.
Pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia (Susilo Bambang
Yodhoyono), telah mempertegas pentingnya dikembangkan UKBM, terutama
Posyandu. Hal ini tercermin dari sambutan yang disampaikan pada peringatan
Hari Kesehatan Nasional di Karang Anyar pada tahun 2005, menyerukan
revitalisasi Posyandu dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pesan ini
selanjutnya direspon oleh menteri kesehatan dengan mengeluarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 564/2006, tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, dengan mengambil kebijakan bahwa
pengembangan Desa Siaga, yang mempunyai ciri dimana desa yang sudah
menjadi Desa Siaga dilanjutkan dengan revitalisasi Polindes menjadi Poskesdes,
tetapi bila di desa tersebut belum ada Polindes dengan partisipasi masyarakat dan
sarana prasarananya sebagian dibantu oleh pemerintah segera mendirikan
Poskesdes (Depkes, 2006).
Berdasarkan Kepmenkes No. 564/2006 tersebut ditargetkan pada akhir
tahun 2006, 12.000 desa telah menjadi Desa Siaga, dan pada akhir tahun 2008
telah dicapai 70.000 Desa Siaga. Kegiatannya meliputi peningkatan hidup sehat
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan dua
orang kader atau tenaga sukarela dari masyarakat (Depkes, 2006).
Dukungan pemerintah dalam pendirian Poskesdes berupa pemberian
stimulus melalui Dana Bantuan Sosial Operasional Poskesdes. Hal ini sejalan
dengan kebijakan penganggaran kesehatan pemerintah yang mengutamakan aspek
upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Proporsi anggaran kesehatan untuk
upaya pencegahan dan promosi kesehatan mengalami peningkatan sekurang-
kurangnya 5% dari alokasi 30%. Selain stimulan dari pemerintah pusat, dana
pengembangan Desa Siaga juga diharapkan berasal dari pemerintah daerah, lintas
sektor dan dana masyarakat, sehingga diharapkan pengembangan dan
operasionalnya Poskesdes /Desa Siaga dapat berkelanjutan (Depkes, 2006).
Menurut Slamet (2003), partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa
Siaga bukan hanya berarti ikut menyumbangkan sesuatu input ke dalam proses
pengembangan, tetapi termasuk ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil
pengembangan Desa Siaga. Apabila pelaku atau pelaksana program pembangunan
di daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau lembaga yang telah mereka
percaya integritasnya, serta apabila program tersebut menyentuh inti masalah
yang mereka rasakan, dan dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan
hidupnya.
Menurut Sutrisno dkk dalam Depdagri (1995), prinsip-prinsip partisipasi
masyarakat antara lain adalah program harus ditentukan oleh masyarakat dan
disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Selain itu, harus selalu dilakukan
pendampingan dan pemberian bimbingan kepada masyarakat baik dalam
persiapan, perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan.
Menurut FAO dalam Chambers (1996), menegaskan bahwa partisipasi
masyarakat adalah hak asasi, sehingga masyarakat harus diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan. Kesempatan tersebut perlu
diberikan karena tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat sesuai dengan yang mereka inginkan. Masyarakat sendiri yang akan
merasakan dan menilai apakah pembangunan tersebut berhasil atau tidak.
Menurut Adisasmita (2006), pembangunan di Indonesia terus dilakukan melalui
berbagai program, namun keberhasilannya belum sepadan dengan investasi. Hal
ini antara lain karena kurang memperhatikan partisipasi masyarakat mulai dari
perencanaan dan pelaksanaan. Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa
partisipasi berhasil diterapkan dalam berbagai jenis kegiatan bila masyarakat
dilibatkan dalam pengambilan keputusan teknis, operasional, dan strategis.
Masyarakat cenderung diposisikan sebagai obyek/ sasaran dan bukan subyek.
Masyarakat hanya diberikan penyuluhan (promotif). Bagian dari masyarakat yang
dilibatkan secara aktif, seperti kader posyandu (pos pelayanan terpadu) dan kader
poskesdes.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latarbelakang tersebut, diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana sistem kerja UKBM (Usaha Kesehatan Bersumbersada
Masyarakat)?
2. Bagaimana aplikasi UKBM dalam masyarakat?

1.3 Tujuan Umum dan Khusus


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui apa yang dimaksud UKBM dan bagaimana UKBM
dijalankan dalam masyarakat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui sistem kerja UKBM.
2. Mengetahui pengaplikasian UKBM dalam masyarakat.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui sistem kerja UKBM.
2. Dapat mengetahui bagaimana pengaplikasian UKBM dalam masyarakat
BAB 2. KONSEP DASAR

2.1 Definisi

UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia) adalah salah satu wujud


nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata
mampu memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainya seperti Polindes, POD
(pos obat desa), Pos UKK (pos upaya kesehatan kerja), TOGA (taman obat
keluarga), dana sehat, dll.

2.2 Tujuan Terbentuknya UKBM


a. Meningkatnya jumlah dan mutu UKBM,
b. Meningkatnya kemampuan pemimpin/Toma dalam merintis dan
mengembangkan UKBM,
c. Meningkatnya kemampuan masyarakat dan organisasi masyarakat dalam
penyelenggaraan UKBM,
d. Meningkatnya kemampuan masyarakat dan organisasi masyarakat dalam
menggali, menghimpun dan mengelola pendanaan masyarakat utk
menumbuhkembangkan UKBM.
Sasaran:
a. Individu/Toma berpengaruh,
b. Keluarga dan perpuluhan keluarga,
c. Kelompok masyarakat (generasi muda, kelompok wanita, angkatan kerja,
dll),
d. Organisasi masyarakat (organisasi profesi, LSM, dll),
e. Masyarakat umum (desa, kota, dan pemukiman khusus).
2.3 Upaya Pemberdayaan Bersumber Daya masyarakat ( UKBM )
a. Pos Pelayanan Terpadu ( Posyandu )
Posyandu merupakan jenis UKM yang paling memasyarakatkan dewasa
ini. Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA,
Imunisasi,dan penanggulangan Diare terbukti mempunyai daya ungkit besar
terhadap penurunan angka kematian bayi sebagai salah satu tempat pelayanan
kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level
bawah , sebaiknya posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde baru
karena terbukti ampuh mendeteksikan permasalahan gizi dan kesehatan di
berbagai daerah.permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung
lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan
mudah dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.
Kegiatan posyandu lebih di kenal dengan sistem lima meja yang, meliputi :
1. Meja 1 : Pendaftaran
2. Meja 2 : Penimbangan
3. Meja 3 : Pengisian kartu Menuju Sehat
4. Meja 4 : Penyuluhan Kesehatan pemberian oralit vitamin A dan tablet
besi
5. Meja 5 : Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan serta pelayanan keluarga berencana
b. Pondok Bersalin Desa ( Polindes )
Pondok bersalin desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam
pemeliharaan kesehatan ibu dan anak . UKBM ini dimaksudkan untuk
menutupi empat kesenjangan dalam KIA ,yaitu kesenjangan geografis
,kesejangan informasi, kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial budaya.
Keberadaan bidan ditiap desa diharapkan mampu mengatasi kesenjangan
geografis, sementara kontak setiap saat dengan dengan penduduk setempat
diharapkan mampu mengurangi kesenjangan informasi. Polindes
dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan dukun bayi,
sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya,sememtara tarif
pemeriksaan ibu ,anak dan melahirkan yang ditentukaN dalam musyawarah
LKMD diharapkan mampu mengurangi kesenjangan ekonomi.
c. Pos Obat Desa ( POD )
Pos obat desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal
pengobatan sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif
sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah di
laksanakan di posyandu. Dalam implementasinya POD dikembangkan melalui
beberapa pola di sesuaikan dengan stuasi dan kondisi setempat. Beberapa
pengembangan POD itu antara lain:
POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya.
1) POD yang di integrasikan dengan Dana Sehat ;
2) POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu:
3) POD yang dikaitkan dengan pokdes/ polindes ;
4) Pos Obat Pondok Pesantren ( POP ) yang dikembangkan di beberapa
pondok pesantren ;
POD jumlahnya belum memadai sehingga bila ingin digunakan di unit-
unit desa, maka seluruh, diluar kota yang jauh dari sarana kesehatan sebaiknya
mengembangkan Pos Obat Desa masing-masing.
d. Dana Sehat
Dana telah dikembangkan pada 32 provinsi meliputi 209 kabupaten/kota.
Dalam implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara
lain sebagai berikut:
1) Dana sehat pola Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dilaksanakan pada
34 kabupaten dan telah mencakup 12.366 sekolahan.
2) Dana sehat pola pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
dilaksanakan pada 96 kabupaten.
3) Dana sehat pola pondok Pesantren, dilaksanakan pasa 39
kabupaten/kota.
4) Dana sehat pola koperasi Unit Desa (KUD), dilaksanakan pada lebih
dari 23 kabupaten, terutama pada KUD yang sudah tergolong mandiri.
5) Dana sehat yang dikembangkan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), dilaksanakan pada 11 kabupaten/ kota.
6) Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir
angkutan kota dan lain-lain), telah dilaksanakan pada 10
kabupaten/kota.
Seharusnya dana sehat merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi anggota masyarakat yang belum dijangkau oleh asuransi kesehatan
seperti askes, jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana sehat
berpotensi sebagai wahana memandirikan masyarakat,yang pada giliranya
mampu melestarikan kegiatan UKMB setempat. Oleh karena itu, dana sehat
harus dikembangkan keseluruh wilayah.kelompok sehingga semua penduduk
terliput oleh dana sehat atau bentuk JPKM lainnya.
e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga swadaya masyarakat (LSM),
namun sampai sekarang yang tercatat mempunyai kegiatan di bidang
kesehatan hanya 105 organisasi LSM. Ditinjau dari segi kesehatan, LSM ini
dapat digolongkan manjadi LSM yang belum mempunyai kegiatannya bidang
kesehatan atau LSM yang aktivitasnya seluruhnya kesehatan dan LSM khusus
antara lain, organisasi profesi kesehatan, organisasi swadaya internasional.
Dalam hal ini kebijaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1) meningkatkan peran serta masyarakat termasuk swasta pada semua
tingkatan
2) membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap
organisasi kemasyarakatan.
3) memberi kemampuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar
kepada organisasi kemasyarakatan untuk berkiprah dalam
pembangunan kesehatan dengan kemapuan sendiri.
4) meningkatkan kepedulian LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan
kesehatan.
5) masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk
berkiprah dalam bidang kesehatan.
f. Upaya Kesehatan Tradisional
Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah dihalaman atau
ladang yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat.
Dikaitkan dengan peran serta masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi
mereka dalam bidang peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana
dengan memanfaatkan obat tradisinal. Fungsi utama dari TOGA adalah
menghasilkan tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk menjaga
dan meningkatan kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa
penyakit yang ringan. Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat
digunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarikan alam dan
memperindah tanam dan pemandangan.
g. Upaya Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerja menjadi semakin penting pada industrilisasi
sekarang ini. Pertumbuhan industri yang pesat membuat tenaga kerja formal
semakin banyak, yang biasanya tetap diiringi oleh meraknya tenaga tenaga
kerja imformal. Salah satu wujud upaya kesehatan kerja adalah dibentuknya
Pos Upaya kesehatan kerja (Pos UKK) di sektor informal dan pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sektor formal. Pos Upaya Kesehatan
Kerja (Pos UKK) untuk operasional OKMD di lingkungan pekerja merupakan
wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang
terencana, teratur dan berkesinambungan yang di selenggarakan oleh
masyarakat pekerja atau kelompok pekerja yang memiliki jenis kegiatan usaha
yang sama dan bertujuan untuk maningkatkan produktivitas kerja. Dengan
demikian, implamentasi selalu mencakup tiga pilar PKMD, yaitu adanya
kerjasama lintas sektor, adanya pelayanan dasar kesehatan kerja, dan adanya
peran serta masyarakat. Jumlah Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
sampai dengan tahun 2003 tercatat sebanyak 9.139 UKK (Profil Kesehatan
2003).
h. Upaya Kesehatan Dasar Swasta
Upaya kesehatan dasar swasta dapat dikelompokkan menjadi:
1) kelompok pelayanan swasta dasar di bidang medik, meliputi Balai
Kesehatan Ibu dan anak (BKIA), Balai pengobatan (BP) Swasta dan
Rumah bersalin (RB):
2) kelompok berdampak kesehatan, meliputi salon kecantikan, pusat
kebugaran, dan sebagainya:
3) kelompok tradisional, meliputi tabib, sinshe, panti pijat, dukun patah
tulang, yang pembinaan teknisnya dilakukan oleh upaya kesehatan
tradisional (Ukestra)

i. Kemintraan LSM dan Dunia Usaha


Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan organisasi non
pemerintah (Nom Governmental organization/ NGO) yang sebenarnya
mempunyai bebeerapa potensi yang bisa digunakan untuk meningkatkan
derajat kesehatam masyarakat, antara lain dalam hal community development,
pemberi pelayanan kesehatan, pelatihan untuk berbagai macam bidang, dan
penghimpunan dana masyarakat untuk kesehatan.
Untuk meningkatkan fungsi LSM, forum komunikasi ditingkatkan menjadi
jejaring LSM yang ternyata berkembang beberapa peminatan. Ada beberapa
kelompok peminatan kesehatan, yaitu :
1) Pembangunan Kesehatan Fungsi Masyarakat Desa (PKMD) /Primary
health Care (PHC)
2) Keluarga berencana /Kesehatan Ibu dan Anak (KB/KIA)
3) Penyakit Menular Seksual (PMS/AIDS)
4) Kesehatan anak, ramaja, dan generasi muda
5) Kesehatan wanita
6) Pengobatan tradisional
7) Kesehatan kerja
8) Kesehatan lingkungan/air bersih
9) Penyakit menular
10) Klinik/ balai pengobatan
j. Kader Kesehatan
Kader di indonesia merupakan sosok insan yang menarik perhatian
khalayak. Kesederhanaannya dan asalnya yang dari masyarakat setempat,
telah membuat kader begitu dekat dengan masyarakat membuat alih
pengetahuan dan olah keterampilan dari kader kepada tetangganya demikian
mudah. Kedekatanya dengan petugas puskesmas telah membuat mereka
menjadi penghubung yang andal antara petugas kesehatan dengan masyarakat.
Profil kader yang paling dikenal adalah kader posyandu. Melejitnya jumlah
dan peran posyandu dalam keberhasilan program keluarga berencana dan
kesehatan. Telah turut mengangkat kepopelaran kader posyandu di Indonesia.
Peran PKK (Pembinaaan Kesejahteraan Keluarga) dalam kader ini sangat
besar, karena kampir seluruhnya kader posyandu atau kader PKK adalah
wanita. Tim Penggerak PKK dari mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten /
kota, kecamatan dan desa/kelurahan, selalu berupaya melakukan penggerakan
dan pembinaan intensif terhadap kader PKK yang menjadi kegiatan
posyandu.

2.4 Peran Pengembangan UKBM Di Desa


a. Setiap desa: memiliki potensi untuk mengembangkan UKBM di Desa
b. Setiap desa, umumnya memiliki UKBM
c. UKBM yang mandiri, entry point pengembangan Desa
d. UKBM Mandiri (contoh: Posyandu):

2.5 Bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM )


Bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang lain adalah sebagai
berikut:
a. Suatu karya bhakti Hasuda (SBH) merupakan bentuk partisipasi generasi
muda khususnya pramuka dalam bidang kesehatan.
b. Upaya Kesehatan Gizi Masyarakat Desa (UKGMD), merupaka wujud
peran serat masyarakat dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.
c. Pemberantasan Penyakit Menular melalui pendekatan pembangunan
kesehatan masyarakat desa(P2M-PKMD) merupakan bentuk peran serta
masyarakat dalam penangulangan penyakit menular yang banyk di derita
penduduk setempat.
d. Desa percontohan kesehatan lingkungan (DPKL), merupakan wujud peran
serta masyarakat dalam program menyediakan air bersih dan perbaikan
lingkungan pemukiman. Melalui kegiatan ini diharapkan cukupan
penyediaan air bersih dan rumah sehat menjadi semakin tinggi.
e. Pos kesehatan pondok pesantren (Poskestren), merupakan wujud
partisipasi masyarkat pondok pesantren dalam bidang kesehatan. Biasanya
dalam poskestren ini muncul kegiatan, antara lain pos obat pondok
pesantren (POP), santri hasada ( kader kesehatan di kalangan santri), pusat
informasi kesehatan di pondok pesantren, dan upaya kesehatan lingkungan
di sekitar pesantren.
f. Karang Werda, merupakan wujud peran serta masyarakat dalam
upayakesehatan usia lanjut, misalnya pos pembina terpadu lansia
(posbindu lansia atau posyandu usila).
g. Dan masih banyak lagi bentuk UKBM yang lain
BAB 3. CASE STUDY

Kurangnya pengetahuan perempuan tentang pencegahan kanker serviks


dan deteksi dini dapat menyebabkan tingginya tingkat kasus baru dan kematian.
Peduli preventif seperti Visual Inspection with Acetic acid (VIA), pap-smear,
deteksi dini, dan pengobatan lesi pra-kanker sebenarnya telah tersedia di hampir
semua Puskesmas (Puskesmas). Tetapi masalah umum pada wanita, secara khusus
dari kelas rendah menengah, mereka umumnya mencari perawatan hanya ketika
mereka merasakan gejala dan pada saat kanker telah memasuki stadium lanjut,
apalagi sebagian dari mereka tidak kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan
hasil tes atau menerima pengobatan (Nuranna, et al., 2012). Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Anggreaini, et al (2011) di Dr. Cipto Mangunkusumo
Hospital Jakarta, mengungkapkan bahwa sekitar 70,2% dari pasien berada dalam
stadium lanjut ketika mereka datang ke rumah sakit.
Disamping besarnya masalah, kanker serviks dapat disembuhkan
sepenuhnya jika diobati dini. Selain itu, dapat dihindari jika perempuan sadar dan
tahu bagaimana untuk mengambil tindakan pencegahan. Itu sebabnya, agar wanita
terhindar dari penyakit ini, sangat penting untuk menciptakan sebuah pendekatan
alternatif untuk menyediakan wanita dengan informasi yang diakses akurat dan
mudah.
Budaya baca yang rendah di kalangan masyarakat Indonesia tampaknya
menjadi penghalang bagi pemerintah untuk memberikan orang dengan informasi
terbaru tentang perawatan kesehatan dalam bentuk media tertulis. Data dari
Program Pembangunan PBB menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia
Indonesia menempati urutan 108 dari 187 negara (UNDP, 2014). Selanjutnya,
laporan IPM pada tahun 2009 secara khusus menyebutkan bahwa kebiasaan
membaca masyarakat Indonesia berada pada peringkat 96 di antara semua negara
di dunia. Dengan demikian, Kebiasaan membaca yang rendah mungkin
berkontribusi terhadap indeks rendah. Membaca belum menjadi bagian dari
kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. budaya lisan masih sangat
kuat di banyak aspek kehidupan. Orang lebih suka berbicara, mendengarkan
pembicaraan/ pidato, dan menonton televisi daripada membaca. Untuk
mendapatkan maksimum manfaat, oleh karena itu, para peneliti mengadopsi
pendekatan budaya lisan sebagai dasar dalam mengelola sosialisasi pencegahan
kanker serviks.
Sosialisasi adalah cara yang digunakan oleh individu untuk berinteraksi
dengan orang lain dan belajar cara hidup dari lingkungan sebagai akibat dari
interaksi. Menurut Cohen di Janu (2007 p.102), sosialisasi memiliki tujuan
sebagai berikut: (a) memberikan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
oleh individu. (b) mengembangkan kemampuan individu untuk berkomunikasi
secara efektif. (c) mengembangkan kemampuan individu dalam memahami nilai-
nilai positif dan negatif dalam masyarakat, menjelaskan individu nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat. Sosialisasi ini juga bisa dilakukan dalam kegiatan
Posyandu.
Para kader di Desa Sumbersekar melakukan kegiatan rutin Posyandu
setidaknya dua kali per bulan. Dalam kegiatan rutin ini, mereka bertemu ibu untuk
menimbang dan mengukur tinggi bayi atau anak mereka di bawah 5 tahun, untuk
mendistribusikan makanan tambahan untuk bayi dan anak di bawah 5 tahun, dan
juga untuk menunjukkan bagaimana menyiapkan makanan gizi untuk keluarga
mereka. Kader juga diharapkan mampu untuk melakukan sosialisai mengenai
kanker serviks dalam kegiatan rutin posyandu.
Untuk mengidentifikasi pengetahuan kader tentang pencegahan kanker
serviks, dilakukan pretest dan wawancara. Hasil pretest menunjukkan bahwa 47%
kader memiliki skor yang sangat baik, yang lain 47% memiliki skor yang baik,
dan 6% memiliki skor rendah. Hasil wawancara kader menunjukkan mereka
sangat termotivasi untuk menyelamatkan perempuan dari bahaya kanker servik.
Para kader juga mengatakan bahwa mereka telah memutuskan secara sukarela
untuk menjadi kader desa karena mereka ingin mendedikasikan diri mereka untuk
menjadi promotor perawatan kesehatan di desa mereka. Meskipun motivasi tinggi,
sebagian besar kader mengatakan bahwa mereka merasa malu, kurang percaya
diri, dan tidak mampu untuk berbicara di depan publik karena mereka tidak
pernah melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatan sosialisasi
sebelumnya. Menurut mereka, sosialisasi tentang kesehatan dan penyakit pada
umumnya disampaikan oleh tenaga kesehatan. Solusi dari masalah ini adalah
menyelenggarakan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan berbicara di
depan umum serta untuk meningkatkan pengetahuan kader dalam pencegahan
kanker serviks.
BAB 4. PEMBAHASAN

Berdasarkan dari jurnal diatas, permasalahan yang terjadi adalah kurangnya


pengetahuan perempuan mengenai pencegahan dini penyakit kanker serviks.
Penyakit ini dapat menyebabkan tingginya kasus kematian pada wanita. Masalah
ini terjadi akibat kurangnya informasi masyarakat mengenai pengobatan kanker
serviks. Budaya membaca merupakan salah satu penghalang untuk memberikan
informasi perawatan dalam bentuk media tertulis. Cara dalam menyampaikan
informasi ini melalui sosialisasi.
Posyandu merupakan layanan kesehatan berbasis masyarakat dan
dibutuhkan kader dalam menjalankan kegiatan ini. Kegiatan rutin posyandu
dilakukan setiap bulan untuk memantau kondisi bayi dan ibu hamil. Disamping
itu, kader posyandu memberikan sosialisasi mengenai pencegahan kanker serviks
guna memberikan pengetahuan dan mengingatkan masyarakat untuk memperkuat
kesadaran mengenai bahaya dan pencegahannya. Kader posyandu ingin
memperbaiki diri dengan pengetahuan tentang kanker serviks. Selain itu, kader
juga termotivasi untuk membantu perempuan menyelamatkan hidupnya dari
bahaya kanker serviks.
Pemberdayaan kader dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan untuk menunjukkan kemampuannya mencegah kanker serviks serta
merubah cara hidup yang menyababkan kanker serviks. Dalam menjalankan
kegiatan ini diperlukan pelatihan kader dalam mengembangkan keterampilan
berbicara di depan masyarakat umum serta meningkatkan pengetahuan dalam
pencegahan kanker serviks. Pelatihan ini dilakukan selama dua hari, yaitu hari
pertama kader belajar berlatih dasar dasar berbicara di depan orang banyak
untuk mengatasi ketakutan dan memberikan rasa percaya diri. Hari kedua kader
diminta untuk membahas mengenai pencegahan kanker serviks menggunakan
bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, kader juga dapat menggunakan fasilitas
yang menunjang dalam kegiatan belajar yang menarik dengan menggunakan
audio, visual, dan audio visual seperti slide, grafik, ilustrasi, foto,poster, pamflet,
dan video serta simulasi untuk melatih kader bersosialisasi mengenai pencegahan
kanker serviks secara dini.
Media komunikasi yang efektif dalam mencegah kanker serviks ada tiga
tahap, yaitu tahap pra sosialisasi, tahap sosialisasi, dan tahap pasca sosialisasi.
Tahap pra sosialisasi ini dapat mengubah perilaku kesehatan dan mengembangkan
pengetahuan kader dalam mencegah dan mendeteksi dini penyakit kanker serviks.
Target sosialisasi ini yaitu posyandu Sumbersekar Desa Malang dengan
menggukan media komunikasi video, poster, talk show distasiun radio local, slide,
dan selembaran. Media ini digunakan sesuai dengan latar belakang budaya
masyarakat dimana budaya lisan lebih cepat ditangkap oleh masyarakat. Tahap
sosialisasi ini membentuk kader dalam menggunakan program kesehatan dalam
mencegah kanker serviks. Kader harus mampu memperaktikkan dan memberikan
pengetahuannya kepada masyarakat dengan diadakannya sosialisasi ini. Tahap
pasca sosialisasi ini memberikan tiga fase evaluasi dalam kegiatan sosialisasi yang
telah dilakukan. Tiga fase tersebut yaitu sosialisasi dapat berjalan dengan baik dan
perlunya revisi mengenai temuan terbaru yang ada di masyarakat, evaluasi hasil
meliputi kesadaran dalam mensosialisasikan pencegahan kanker serviks sangat
dipengaruhi oleh latar belakang sosiodemografi yang meliputi usia, latar belakang
pendidikan, pekerjaan, dan kondisi psikologi, sedangkan evaluasi dampak
meliputi kader posyandu secara terampil mensosialisasikan pencegahan kanker
serviks kepada masyarakat dan mengubah perilaku sehat untuk mencegah
terjadinya kanker dan meningkatkan kesadaran kanker serviks dengan deteksi
dini. Berdasarkan kebutuhan untuk membangun sosialisasi yang efektif, desain
sosialisasi yang dikembangkan berdasarkan model komunikasi SMCR. Sumber
(S), adalah narasumber yang dipilih untuk pengetahuan yang baik dan
pengalaman dalam menangani masalah kanker serviks dan bidan desa. Pesan (M)
berisi inforrnasi akurat tentang kanker serviks dan deteksi dini yang disampaikan
mendidik. Channel (C) adalah indera manusia (pendengaran, penglihatan,
sentuhan) yang digunakan untuk menerima pesan yang disampaikan melalui
perangkat komunikasi yang digunakan dalam pemberdayaan dan sosialisasi
program. Penerima (R) adalah kader Posyandu di Desa Sumbersekar, Kabupaten
Malang. Setelah mendapatkan informasi tentang pencegahan kanker serviks dan
deteksi dini, penerima pesan memberikan umpan balik. Respon dari peserta
sosialisasi seperti mengajukan pertanyaan, saran, atau kritik. Pesan sosialisasi,
yaitu kader kesadaran untuk mencegah diri pada pencegahan kanker serviks,
untuk mengubah perilaku, untuk memperkuat kesadaran tentang pencegahan
kanker serviks dan deteksi dini, dan akhirnya kesadaran mereka untuk
memberikan pengetahuan mereka.
Video digunakan sebagai media komunikasi lebih jelas dan menarik yang
dapat menjelaskan secara detail tahap pertumbuhan kanker, gejala awal, tindakan
preventif, dan hal apa saja yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit
kanker ini. Sifat video ini sebagai audiovisual yang bisa mendengar, melihat, dan
merasakan langsung gejala dan efek kanker serviks. Poster digunakan untuk
menunjukkan organ reproduksi wanita, proses dan tahap pertumbuhan kanker.
Desain poster lebih banyak gambar yang dilampirkan. Penggunaan alat peraga
dapat memperkuat dan meningkatkan kompetensi kader dan sangat efektif. Radio
talk show digunakan sebagai penyampaian informasi penting mengenai perawatan
kesehatan reproduksi wanita dan pencegahan kanker serviks. Leaflet digunakan
untuk memberikan gambar yang jelas mengenai kanker serviks.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia) adalah salah satu
wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi
ini ternyata mampu memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainya
seperti Polindes, POD (pos obat desa), Pos UKK (pos upaya kesehatan kerja),
TOGA (taman obat keluarga), dana sehat, dll. Bentuk-bentuk UKBM
diantaranya yaitu posyandu, polindes, pos obat desa, dana sehat, LSM, Upaya
Kesehatan Tradisional, upaya kesehatan kerja, Upaya Kesehatan Dasar
Swasta, kader kesehatan dan Kemintraan LSM dan Dunia Usaha.
5.2 Saran
Perawat harus lebih aktif dalam mengembangkan upaya kesehatan
masyarakat bersumberdaya manusia. Disamping itu, masyarakat juga harus
memiliki inisiatif untuk ikut serta dalam kegiatan UKBM karena kegiatan
UKBM merupakan kegiatan yang berbasis masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Chambers, Robert. 1996. PRA (Participatory Rural Appraisal) Memahami Desa


Secara Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisuis.
Departemen Dalam Negeri, UGM. 1991. Pengukuran Kemampuan Daerah
Tingkat II Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Yang Nyata dan
Bertanggung Jawab. Laporan Akhir Penelitian. Yogyakarta : Fisipol
UGM.

Depkes RI. 2001. Profil Kesehatan Indonesia Menuju Indonesia Sehat 2010.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2006. Profil Kesehatan 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI..

Saiful Ady. 2009. Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

UPTD. 2009. Profil UKBM UPTD Yankes Kecamatan Pangalengan. Bandung

Nirwa, Maya Diah, dkk. 2015. The Cadre of Integrated Health Service Post
(Posyandu)as an Agent in the Socialization of Cervical Cancer Prevention
in Malang Regency, Indonesia: A Cultural Approach. Volume 211:
Elsevier (diakses pada tanggal 17 September 2016 melalui
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042815054439)

Anda mungkin juga menyukai