Anda di halaman 1dari 6

Program Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)

Program Pemberantasan Penyakit Diare adalah salah satu usaha pokok di Puskesmas.
Kebijaksanaan Program P2D ini adalah menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
penanggulangan KLB karena diare yang akan terus dilaksanakan dengan mengintensifkan
peningkatan mutu pelayanan (quality assurance), meningkatkan kerja sama lintas program
dan sektoral terkait serta mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat secara luas, antara
lain dengan organisasi profesi dan LSM di pusat maupun daerah.
1
Target atau cakupan yang ditetapkan sebagai indikator keberhasilan dalam pemberantasan
penyakit diare di propinsi DKI Jakarta meliputi:
100% Rumah Sakit, Puskesmas, dan swasta melaporkan kasus diare tepat waktu (tanggal
10 setiap bulannya),
Angka kematian 0%,
Kejadian luar biasa (KLB) diare 0%,
100% masyarakat terlayani air bersih,
100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mampu melakukan rehidrasi
intravena,
Angka kesakitan < 1% (50 / 1000 penduduk tahun 2005),
100% kader terlatih tentang penanganan penderita diare,
100% penderita diare tertangani,
100% oralit tersedia di kader minimal 10 sacchet (@ 200 ml),
100% tenaga medis dan paramedis melakukan tatalaksana diare (MTBS),
100% ketepatan diagnosis,
100% cakupan imunisasi campak,
100% Puskesmas mempunyai protap tatalaksana diare,
100% penderita diare diobati dan mendapat oralit,
100% PDAM bebas kuman,
100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mempunyai pojok oralit,
100% Puskesmas Kecamatan mempunyai klinik sanitasi, dan
100% masyarakat menggunakan jamban pada daerah kumuh.
Program P2D dilakukan dengan berfokus pada pelanggan, yaitu menjalankan segala
kegiatan yang dapat memuaskan pelanggan dengan pelayanan yang profesional, sarana dan
prasaran yang memadai, dan informasi yang mudah didapat. Hal ini meliputi:
Semua penderita diare didiagnosis dan diberikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana
atau dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Pengambilan anal swab dilakukan bila penderita dicurigai kolera dan bila terjadi kejadian
luar biasa.
Pengobatan penderita dengan memberikan oralit tanpa obat anti diare atau antibiotik,
kecuali pada kasus disentri atau kolera.
Pelayanan prima bagi penderita diare meliputi:
- Waktu tunggu 5 menit
- Waktu tunggu gawat darurat 1 menit
- Petugas harus ramah
- Petugas menguasai standar operasional prosedur pelayanan
Lokasi pelayanan mudah dijangkau.
Informasi tentang diare mudah dimengerti oleh masyarakat.
Penderita diare mendapatkan pelayanan yang sama di semua unit pelayanan kesehatan,
baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.
Masyarakat menginginkan pelayanan cepat, tepat / akurat, murah, mudah dijangkau,
dilayani secara manusiawi dengan pengobatan sesuai standar dan mendapat informasi
yang jelas tentang cara-cara penanggulangan diare.
Pelatihan bagi kader untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dilengkapi buku
pedoman penanggulangan diare.
Pelatihan bagi petugas kesehatan untuk peningkatan ketrampilan.
Petugas kesehatan menginginkan prosedur kerja sederhana, tersedianya sarana
pengobatan yang memadai, serta website diare.
Pengorganisasian program P2D di Puskesmas kelurahan meliputi (1) penyediaan
pelayanan pemeriksaan, pengobatan, dan rujukan ke Puskesmas kecamatan dan rumah sakit
serta (2) koordinasi dengan Puskesmas kecamatan bila terjadi peningkatan kasus di wilayah
kerjanya.
Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program P2D di Puskesmas kelurahan
adalah dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor program diare dan
petugas perawatan kesehatan masyarakat. Dokter umum harus memiliki kompetensi untuk
melaksanakan penanggulangan diare sesuai dengan standar. Perawat / wasor harus mampu
menganalisis data dalam rangka sistem kewaspadaan dini serta mampu memberikan
penyuluhan (KIE komunikasi, informasi, dan edukasi) dan pemeriksaan di Posyandu.
Selain itu, pada kegiatan Posyandu diperlukan kader / toma yang membantu perawat atau
bidan dalam memberikan penyuluhan. Untuk memperlengkapi petugas dengan kompetensi
dan ketrampilan tersebut, dibutuhkan beberapa pelatihan tentang (1) program pemberantasan
diare (P2D) yang meliputi aspek manajemen, aspek klinik, aspek epidemiologi, dan aspek
laboratorium, (2) peningkatan peran serta masyarakat bagi kader kesehatan di Posyandu, (3)
tatalaksana diare bagi petugas Puskesmas, dan (4) tatalaksana diare dengan pendekatan
manajemen terpadu balita sakit (MTBS) bagi petugas kesehatan di Puskesmas. Selain
kompetensi tersebut, petugas juga perlu memiliki sikap dan perilaku tertentu, yaitu dokter
umum harus memiliki sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam menangani penderita diare,
perawat / wasor harus mempunyai sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam melaksanakan
perawatan kesehatan masyarakat, dan kader harus mampu memotivasi dan menggerakkan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Secara umum, pembiayaan program P2D bersumber dari APBN, APBD tingkat I dan II,
BLN, LSM, dan swadana masyarakat. Pembiayaan ini digunakan untuk pengadaan sarana
dan prasarana, dan menunjang kegiatan operasional. Ketentuan yang berlaku adalah (1) 100%
sumber anggaran pengadaan obat dan oralit bersifat swadaya Puskesmas, (2) 100%
pembiayaan operasional manajemen P2D di Sudinkesmas berasal dari anggaran APBD
tingkat II, dan (3) biaya operasional pengobatan berasal swadana Puskesmas.
Sarana dan prasarana yang diperlukan di Puskesmas kelurahan untuk mendukung
terlaksananya program P2D adalah (1) ruang periksa dengan ukuran 4 x 5 m
2
, cukup
pencahayaan dan ventilasi, dan bertemperatur maksimum 23
o
Celcius, (2) ruang tunggu
pasien yang terbuka dan cukup pencahayaan, serta (3) pojok oralit sebagai tempat konsultasi
tentang diare. Pada Posyandu, sarana dan prasarana yang diperlukan adalah (1) oralit untuk
rehidrasi oral bagi penderita diare dan (2) lembar penyuluhan.

Secara umum, program P2D meliputi:

II.2.1. Penemuan kasus dini
Proses inti dari program pemberantasan diare adalah penemuan kasus diare secara dini baik
oleh petugas ataupun masyarakat. Penemuan kasus ini dilakukan secara pasif, yaitu kasus
ditemukan saat penderita datang berobat ke Puskesmas, Posyandu, atau rumah sakit. Tujuan
dari penemuan kasus dini adalah untuk mengobati penderita diare sedini mungkin untuk
mencegah penularan, menurunkan angka kesakitan dan kematian terutama pada balita, serta
mencegah terjadinya KLB.


II.2.2 Diagnosis
Penemuan kasus diare dilanjutkan dengan diagnosis yang tepat kemudian tatalaksana yang
cepat dan akurat. Diagnosis diare dan penilaian tingkat dehidrasi penderita dapat dilakukan
oleh dokter, paramedis, dan kader yang sudah terlatih tentang diare.

II.2.3. Pengobatan
Pengobatan yang dimaksud adalah statu proses penanganan penderita diare sedini mungkin
dari masyarakat sampai sarana kesehatan sesuai dengan tatalaksana penderita dan sistem
rujukan sejak diagnosis ditegakkan.
Tatalaksana pasien diare di sarana kesehatan
a. rehidrasi oral dengan oralit
b. pemberian cairan intravena dengan ringer laktat untuk pasien diare dehidrasi berat
dan tidak bisa minum
c. penggunaan antibiotika secara rasional
d. nasihat tentang meneruskan pemberian makanan, rujukan, dan pencegahan

II.2.4. Surveilans
Surveilans adalah suatu proses pengamatan penyakit diare dalam rangka kewaspadaan
terhadap timbulnya KLB dan penyebaran penyakit diare serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pada masyarakat yang kegiatannya dilakukan secara terus menerus, cepat dan
tepat, melalui pemetaan data epidemiologi. Penerapan dari hal ini adalah dilakukannya
pengumpulan data epidemiologi diare secara terus menerus dan analisis secara langsung
untuk menemukan cara penyelesaian secara tepat dan cepat. Puskesmas harus membuat
laboran rutin mingguan (W2) yang berisi pencatatan harian penderita diare yang datang ke
saran kesehatan, posyandu, atau kader. Selain itu, terdapat pula laporan KLB / wabah (W1)
yang harus dibuat dalam periode 24 jam.

II.2.5. Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih yang dimaksud adalah proses penyediaan air yang memenuhi syarat
kesehatan baik fisik, nimia, bakteriologis, maupun radioaktif di masyarakat. Penerapan dari
hal ini adalah inspeksi sarana penyediaan air bersih, pemeriksaan contoh air dan analisis
laboratorium (bakteri dan kimia), rehabilitasi sarana yang telah rusak, dan pemberian bahan
kimia (kaporisasi).

II.2.6. Distribusi logistik
Distribusi logistik adalah suatu rangkaian kegiatan pendistribusian oralit dan ringer laktat
(RL) dalam rangka penyediaan cairan rehidrasi di unit pelayanan kesehatan. Penerapan dari
hal ini adalah tersedianya oralit di kader-kader kesehatan, Posyandu, dan Puskesmas, serta
tersedianya antibiotik dan ringer laktat (RL) di Puskesmas. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk mencegah kematian pada balita dan dehidrasi berat pada semua golongan umur
penderita diare. Ketentuan yang ditetapkan adalah terpenuhinya kebutuhan oralit pada setiap
penderita sebanyak 6 bungkus oralit 200 ml serta pengadaan oralit / RL oleh Puskesmas dan
didistribusikan ke Puskesmas kelurahan dan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.

II.2.7. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
KIE meliputi serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai
suatu keadaan di mana individu, keluarga, dan masyarakat mendapat informasi dengan cepat
dan benar tentang penanggulangan penyakit diare. Penerapan dari hal ini adalah penyuluhan
baik perorangan maupun kelompok yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
dan pelatihan petugas serta kader. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan, kesadaran, kemauan, dan praktik mengenai penanggulangan
penyakit diare.
Sasaran utama KIE adalah masyarakat.
e. Tatalaksana pasien diare di rumah
i. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti kuah sayur, air tajin,
larutan gula garam, atau oralit terutama untuk dehidrasi
ii. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta
makanan ekstra sesudah diare
iii. Membawa pasien diare ke sarana kesehatan, bila dalam 3 hari tidak membaik
atau ada salah-satu tanda berikut: berak cair berkali-kali, muntah berulang-
ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinja
berdarah
f. Pencegahan penyakit
i. Meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
ii. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
iii. Menggunakan air bersih yang cukup
iv. Mencuci tangan dengan sabun
v. Menggunakan jamban dan membuang tinja bayi dengan benar
vi. Imunisasi campak

Anda mungkin juga menyukai