Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA GANGGUAN


SISTEM PERNAFASAN : TUBERKULOSIS PARU”

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Ali Akbar ., M. Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :


Annisa Pinna Aprilianti (821221014)
Mia Ramadani (821221060)
Michaelis Rua (821221061)
Siti Nurlita Direnda (821221095)
Keanu Zimbran Fatahilah (821221046)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang Maha Kuasa,
Khalik langit dan bumi. Karena dengan penyertaan-Nyalah sehingga tugas makalah ini dapat
terselesaikan. Dalam makalah ini penulis memasukkan beberapa hal utama tentang
“GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : TUBERKULOSIS PARU” guna agar kita semua
dapat mengetahui tentang hal ini dan dapat menjaga kesehatan fisik.

Tugas ini pun dapat membantu para pembaca agar semakin menambah
wawasan pengetahuan dan mengerti akan hal-hal yang akan di bahas dan dapat mengetahui
solusi yang dapat dilakukan untuk masalah yang dibahas didalamnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca, Sekian penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membanti Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa meridhai segala usaha kita,
Aamiin.

Pontianak, 13 Oktober 2023

kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
C. Metode Penulisan.........................................................................................................2
D. Ruang Lingkup Penulisan.............................................................................................2
E. Sistematika Penulisan...................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................3

A. Konsep Dasar Gangguan Sistem Pernafasan : TB Paru...............................................3


B. Asuhan Keperawatan Teoritis Fokus Penelitian TB Paru............................................10

BAB III EVIDENCE BASED PRACTICE..........................................................................18

A. Informasi Hasil Penelitian............................................................................................18


B. Implikasi dan Keterbatasan..........................................................................................19

BAB IV PENUTUP................................................................................................................23

A. Kesimpulan...................................................................................................................23
B. Saran.............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pernafasan pada manusia merupakan hal yang sangat penting bagi
keberlangsungan hidup manusia. Bila ada terjadi disfungsi atau gangguan karena suatu
penyakit pada salah satu organ sistem pernafasan, manusia tidak akan hidup. Salah satu
organ sistem pernafasan yang sering mengalami gangguan adalah paru-paru. Adapun
jenis penyakit paru-paru yang sering dijumpai di Indonesia adalah TB paru (Frida, 2019).
TB paru merupakan masalah yang cukup besar secara epidemiologi yang berdampak
besar secara global. Prevalensi tuberkulosis di dunia menurut data Global Tuberculosis
Report 2020 diketahui bahwa terdapat 1,4 juta jiwa yang meninggal karena penyakit
tuberkulosis. Adapun beberapa negara dengan kasus terbesar yaitu India, China,
Indonesia, Philipina, serta Pakistan. Dari data tersebut diketahui bahwa Indonesia
mendapat peringkat ketiga di dunia dengan 845.000 kasus tuberkulosis. Indonesia
memiliki tantangan dalam menghadapi kasus tuberkulosis. Data Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2019 didapati sebanyak 8.364 kasus dengan angka
case notification rate (CNR) sebanyak 165 per 100.000 penduduk dengan rincian 75,5%
atau setara dengan 4.633 penderita yang telah berobat, dan 3.500 penderita dinyatakan
sembuh dengan sebaran 14 Kabupaten Kota di Kalimantan Barat. Kota Pontianak
menduduki peringkat kedua dengan kasus TB terbanyak setelah Kabupaten Sambas. Pada
tahun 2018 sebanyak 515 kasus, 437 dinyatakan sembuh, 20 orang meninggal, dan 58
orang drop out (DO). Sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 631 kasus dengan rincian
574 dinyatakan sembuh, 41 meninggal dan 16 drop out (DO). Banyaknya kasus TB
menambah daftar kasus penyakit menular di Indonesia. Banyak sekali faktor mengapa
angka kasus TB di negara kita sangat banyak. Mulai dari kepadatan penduduk, sosio-
ekonomi masyarakat yang buruk. Banyaknya kasus TB diakibatkan karena adanya
tingkat kepatuhan minum obat yang rendah dan banyaknya faktor penghambat dalam
penyembuhan seperti kurangnya pengetahuan, kurangnya kepatuhan, dan masih banyak
lagi. Dampak dari penderita yang tidak patuh dalam pengobatan dapat mengakibatkan
adanya kekambuhan, resistensi obat anti tuberkulosis, dan bahkan dapat
mengakibatkan kematian (salsabila, 2022).

1
B. Tujuan Penulisan
1. Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar gangguan sistem pernafasan : TB Paru
dan asuhan keperawatan teoritis TB Paru dengan menerapkan EBP.
2. Khusus
a. Agar mahasiswa/i mengetahui konsep dasar gangguan sistem pernafasan : TB
Paru.
b. Agar mahasiswa/i mengetahui asuhan keperawatan teoritis gangguan sistem
pernafasaan : TB Paru.
c. Agar mahasiswa/i mengetahui hasil penelitian terbaru gangguan sistem pernafasan
TB Paru.
C. Metode Penulisan
Data dan informasi yang mendukung penulisan makalah ini dikumpulkan dengan
melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian
data-data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu dari e-book, jurnal,
dan beberapa pustaka yang relevan.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah mencakup tentang penyakit
gangguan sistem pernapasan : TB Paru, beserta asuhan keperawatan teoritis TB Paru.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penyusun menguraikan materi mengenai gangguan sistem pernapasan
TB Paru yang terdiri dari konsep TB Paru dan asuhan keperawtan teoritis TB Paru.
BAB III EVIDENCE BASED PRACTICE
Bab ini berisikan informasi mengenai hasil penelitian, implikasi dan keterbatasan.
BAB IV PENUTUP

2
Bab IV akan menguraikan kesimpulan dan saran penulis mengenai gangguan sistem
pernapasan : TB Paru.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gangguan Sistem Pernafasan : TB Paru


1. Definisi
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ
tubuh lainnya seperti kelenjar, tulang, kulit, dan sebagainya. Bakteri ini dapat masuk
melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit.
Tetapi banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut (Nurarif, & Kusuma, 2015).
Tuberculosis merupakan salah satu penyakit yang angka kasusnya cukup tinggi di
Indonesia. Bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia termasuk negara yang
memiliki banyak penderita tuberkulosis. Kebanyakan kasus ini terjadi pada negara-
negara yang berkembang serta negara yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri atau kuman Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini mudah menular lewat udara sehingga penyakit ini sering dikaitkan dengan
penyakit paru walaupun sebenarnya kuman ini tidak hanya menyerang paru-paru saja.
Kuman yang masuk ke dalam saluran pernapasan tidak langsung menginfeksi individu
tersebut. Ada berbagai proses yang terjadi. Tubuh yang memiliki kekebalan atau
imunitas yang baik tentu dapat menghalangi perkembangan si kuman, sebaliknya bila
kekebalan tubuh rendah maka si kuman akan berkembang serta menyerang organ
target (dalam hal ini paru-paru) (Sembiring, 2019).

3
2. Etiologi
M. tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceace yang mempunyai berbagai
genus, salah satunya adalah Mycobaterium dan salah satu spesisnya adalah M.
tuberculosis. Bakteri ini berbahaya bagi manusia dan mempunyai dinding sel lipoid
sehingga tahan asam Bakteri ini memerlukan waktu untuk mitosis 12-24 jam M.
tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari dan sinar ultraviolet sehingga dalam
beberapa menit akan mati. Bakteri ini juga rentan terhadap panas-basah sehingga
dalam waktu 2 menit yang berada dalam lingkungan basah sudah mati bila terkena air
bersuhu 100°C. Bakteri ini juga akan mati dalam beberapa menit bila terkena alkhohol
70% atau Lysol 5% (Danusantoso, 2012) Agen infeksius utama, M tuberculosis adalah
batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar matahan M bovis dan M avium adalah kejadian yang jarang yang berkaitan
dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Wijaya dan Putri, 2013) M tuberculosis
terkandung di dalam droplet ketika penderita TB batuk, bersin atau berbicara. Droplet
akan meninggalkan organisme yang cukup kecil untuk terdeposit di dalam alveoli
ketika dihirup. Ketika berada di dalam alveoli, sistem imun akan merespon dengan
mengeluarkan stokin dan limfokin yang menstimulasi monosit dan makrofag M
tuberculosis mulai berkembang biak di dalam makrofag Beberapa dari makrofag
tersebut meningkatkan kemampuan untuk membunuh organisme, sedangkan yang
lainnya dapat dibunuh oleh basil Setelah 1-2 bulan pasca paparan, di paru-paru terlihat
lesi patogenik yang disebabkan oleh infeksi (Brooks et al, dalam sigalingging, 2019).

3. Manifestasi Klinis

4
Berikut beberapa manifestasi klinis pada pasien TB Paru menurut Nurarif & Hardi
2013, yaitu :
a. Demam 40-41°C, serta ada batuk/batuk darahS
b. Sesak napas dan nyeri dada
c. Malaise, keringat malam
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
TB paling sering menyerang paru-paru dengan gejala klasik berupa batuk, berat
badan turun, tidak nafsu makan, demam, keringat di malam hari, batuk berdarah, nyeri
dada, dan lemah. Jenis batuk juga bisa berdahak yang berlangsung selama lebih dari
21 hari. Saat tubuh kita sehat, sistem kekebalan tubuh dapat memberantas basil TB
yang masuk ke dalam tubuh. Tapi, sistem kekebalan tubuh juga terkadang bisa gagal
melindungi kita. Basil TB yang gagal diberantas sepenuhnya bisa bersifat tidak aktif
untuk beberapa waktu sebelum kemudian menyebabkan gejala-gejala TB. Kondisi ini
dikenal sebagai tuberkulosis laten. Sementara basil TB yang sudah berkembang,
merusak jaringan paru-paru, dan menimbulkan gejala dikenal dengan istilah
tuberkulosis aktif (Amin,dkk, 2019).

4. Patofisiologi
Patofisiologi TB paru merupakan infeksi yang diawali karena seseorang
menghirup hasil Myobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat menumpuk. Perkembangan
myobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru
(lobusatas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lain (ginjal, tulang, dan teks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memerikan respons dengan melakukan reaski
inflamasi. Neutrofil dan makrofga melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara fosit spesifik tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal Reksi jaringan mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang
menyebabkan brokonpnemonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri (Somantri, 2010). Interaksi antara Myobacterium

5
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah
massa jaring baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil
hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya
berubah bentuk menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tuberculosis. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju
(necrotizing caseosa), hal ini akan menjadi klsifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi
Lanth parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi tulang atau bakteri
yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing cases fidalam bronkhus
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut
Paru-paru yang tennfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya
bronkopnemonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pnemonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biakdidalam sel makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel eptoloid dan fibroblas akan menimbulkan respon
berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh
tuberkel (sigalingging, 2019).

Pathway Tuberkulosis Paru

Inhalasi Mycobacterium tuberculosis

Kuman Masa inkubasi


mati 6 (2-10 minggu)
Fagositesis oleh
Makrofag alveolus paru

Kuman tetap hidup

Berkembangbiak
Pembentukan fokus primer
Penyebaran limfogen
Penyebaran hematogen *1)

Kompleks primer ghon *2)


Uji tuberkulin
Terbentuk imunitas seluler
(+) spesifik

TB Primer *3)
Sakit TB Infeksi

Komplikasi kasus primer


komplikasi penyebaran Imunitas
hematogen
Komplikasi penyebaran
limfogen

Meninggal
Imunitas turun, reaktivasi

Sembuh Sakit TB *4)

5. Komplikasi
Menurut Wulandari (2019), Komplikasi TB Paru dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut:
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis

7
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
5) TB usus
6) Poncet's arthropathy
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan nafas (Sindrom Obstruksi Pasca TB)
2) Kerusakan parenkim berat (fibrosis paru)
3) Kor- pulmonal, amioloidosis paru
4) Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)
5) TB milier
6) Jamur
7) jamur paru (aspergil-losis) dan
8) kavitas (Supriatun Evi, 2020)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray thorax
Pemeriksaan x-ray thorax perlu dilakukan untuk melihat lesi TB pada paru – paru
sebagai organ yang paling sering terkena TB. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
walaupun dilaporkan bahwa hasil x-ray normal pada 70% pasien.
b. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR menggunakan cairan akuos dapat mendeteksi MTB dengan
sensitivitas 77,77% dan spesifisitas 100%.
c. Kultur
TB intraokular adalah penyakit paucibacillary dan hampir tidak mungkin untuk
berhasil mendapatkan sampel dari cairan atau jaringan intraokular. Sebagai
hasilnya, kultur sangat jarang dapat menunjukkan MTB.
d. Tes Mantoux
Hasil positif didefinisikan sebagai diameter indurasi lebih dari 10 mm pada pasien
tanpa HIV dan lebih dari 5 mm pada pasien HIV9 dengan sensitivitas 71% dan
spesifisitas 66%. Tes Mantoux tidak dapat membedakan infeksi TB aktif dan TB

8
laten. Pada beberapa negara berkembang, tes ini masih rutin dilakukan sebagai
bagian dari pemeriksaan penunjang untuk TB.
e. Interferon-Gamma Release Assays (IGRA) seperti QuantiFERON-TB gold test
Sensitivitas dan spesifisitas mencapai 58% dan 77% dalam mendiagnosis TB paru
aktif dan 82% dan 76% dalam mendiagnosis TB intraokular. IGRA tidak dapat
membedakan infeksi TB aktif dan TB laten dan sering menimbulkan hasil positif
palsu (Astari, 2019).
f. Pemeriksaan Darah
Leukositosis, laju endap darah
g. Bronkografi
Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena
TB (Supriatun, 2020).

7. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
1) Terapi nebuliser-mini
Terapi nebuliser-mini merupakan suatu alat genggam yang dapat menyemburkan
obat seperti agens bronkodilator atau mukolitik menjadi suatu partikel yang
sangat kecil, selanjutnya akan dikirimkan ke dalam paru-paru saat pasien
menghirup napas. Agens bronkodilator dan mukolitik berfungsi untuk
mengencerkan sekresi pulmonal sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan.
Nebuliser mini umumnya sering digunakan di rumah dalam jangka waktu yang
panjang (Smeltzer & Bare, 2013).
2) Terapi inhalasi dengan nebulizer
Terapi inhalasi adalah suatu terapi pemberian obat dengan cara menghirup uap
dengan menggunakan alat nebulizer. Tujuan dari pemberian terapi inhalasi untuk
meminimalkan proses peradangan dan pembengkakan selaput lendir, membantu
mengencerkan dan memudahkan dalam pengeluaran sputum, menjaga selaput
lendir agar tetap lembab dan melegakan dalam proses respirasi (Lusianah et al.,
2013).
b. Non Farmakologis

9
1) Fisioterapi dada
Fisioterapi dada terdiri dari drainase postural, perkusi, dan vibrasi dada. Tujuan
dari fisioterapi dada yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi
bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi dan meningkatkan efisiensi dari otot-
otot sistem pernapasan agar dapat berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,
2013).
Drainase postural adalah suatu posisi yang spesifik dengan menggunakan gaya
gravitasi untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi bronkhial. Tujuan
dilakukan drainase postural adalah untuk mencegah atau menghilangkan
obstruksi bronkhial, yang disebabkan oleh adanya akumulasi sekresi. Tindakan
drainase postural dilakukan secara bertahap pada pasien, dimulai dari pasien
dibaringkan secara bergantian dalam posisi yang berbeda. Prosedur drainase
postural dapat diarahkan ke semua segmen paru-paru, dengan membaringkan
pasien dalam lima posisi yang berbeda yaitu satu posisi untuk mendrainase
setiap lobus paru-paru, kepala lebih rendah, pronasi, lateral kanan dan kiri, serta
duduk dalam posisi tegak. Dari perubahan posisi yang dilakukan dapat
mengalirkan sekresi dari jalan napas bronkhial yang lebih kecil ke bronki yang
lebih besar dan trakea. Sekresi akan dibuang dengan cara membatukkan
(Smeltzer & Bare, 2013).
Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak tangan dengan
menepuk secara ringan pada area dinding dada dalam. Gerakan menepuk
dilakukan secara berirama di atas segmen paru yang akan dialirkan (Smeltzer &
Bare, 2013).
Vibrasi dada adalah suatu tindakan meletakkan tangan secara berdampingan
dengan jari-jari tangan dalam posisi ekstensi di atas area dada. Vibrasi dada
dilakukan untuk meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara saat ekshalasi
untuk menghilangkan sekret (Smeltzer & Bare, 2013).
Perkusi dan vibrasi dada merupakan suatu tindakan menepuk sekaligus
memvibrasi dada untuk membantu melepaskan mukus yang kental dan melekat
pada daerah bronkiolus dan bronki (Smeltzer & Bare, 2013).
2) Latihan batuk efektif

10
Latihan batuk efektif adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mendorong
pasien agar mudah membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga
dapat mempertahankan jalan napas yang paten. Latihan batuk efektif dilakukan
dengan puncak rendah, dalam dan terkontrol. Posisi yang dianjurkan untuk
melakukan latihan batuk efektif adalah posisi duduk di tepi tempat tidur atau
semi fowler, dengan posisi tungkai diletakkan di atas kursi (Smeltzer & Bare,
2013).
3) Penghisapan lendir
Penghisapan lendir atau section adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan napas. Penghisapan lendir
bertujuan untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Smeltzer & Bare,
2013).
B. Asuhan Keperawatan Teoritis Fokus Penelitian TB Paru
1. Pengkajian
a. Definisi
Pengkajian keperawatan merupakan suatu tahap penting dari proses
pemberian asuhan keperawatan yang sesuai bagi kebutuhan individu. Oleh karena
itu, pengkajian yang akurat, lengkap sesuai kenyataan, dan kebenaran data sangat
penting untuk langkah selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
respons individu (Rahman, 2022).
Pengkajian keperawatan pada sistem pernapasan adalah salah satu komponen
proses keperawatan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan sistem pernapasan klien. Kegiatan tersebut meliputi usaha
pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan (Rahman, 2022).
b. Tujuan
Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih lanjut tentang gangguan
sistem pernapasan : TB Paru yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan
tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah yang menyangkut aspek
fisik, mental, sosial, spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data

11
subjektif maupun objektif yang diperoleh harus akurat dan mudah dianalisis (Hia,
2019).
c. Tahap-tahap Pengkajian (Hutagulung, 2019) :
1) Pengumpulan data
- Identifikasi Informasi
- Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
- Pemeriksaan Fisik
 TTV
 Auskultasi paru
 Perkusi dada
- Pemeriksaan Laboratorium
 Tes darah untuk mengetahui kadar limfosit
2) Klasifikasi ata
- Data subjektif
- Data objektif

2. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Carpenito, 2000 dalam Hia, 2019).
Menurut (Rahman, 2022) Diagnosa yang sering muncul pada penderita TB Paru
adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Defisit nutrisi
c. Defisit pengetahuan

Berikut adalah penjelasan dari diagnosa keperawatan (SDKI, 2017) :


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

12
1) Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk tetap
paten.
2) Etiologi
- Sekresi yang tertahan
- Hipersekresi jalan napas
- Sekresi yang tertahan
- Proses infeksi
3) Gejala dan Tanda Mayor
Objektif
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Sputum berkebih
- Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Dispnea
- Sulit Bicara
- Ortopnea
Objektif
- Gelisah
- Bunyi nafas menurun
- Frekuensi nafas berubah
b. Defisit nutrisi
1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
2) Etiologi
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
3) Gejala dan Tanda mayor
Objektif

13
- Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun
Objektif
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Serum albumin menurun
- Rambut rontok berlebihan
c. Defisit pengetahuan
1) Definisi
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu
2) Etiologi
- Kurang terpapar informasi
- Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
- Menanyakan masalah yang di hadapi
Objektif
- Menunjukkan prilaku tidak sesuai anjuran
- Menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah
4) Gejala dan Tanda Minor
Objektif
- Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
- Menunjukan prilaku berlebihan ( mis, apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)

14
3. Intervensi
Adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil
yang di harapkan (Gordon, 1994 dalam Hia, 2019).
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
1) Luaran : Bersihan jalan napas
a) Kriteria hasil
- Meningkatkan efisiensi batuk
- Mengurangi sekresi sputum
2) Intervensi : Latihan batuk efektif
a) Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
b) Terapeutik
- Atur posisi fowler atau semi fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke
3
b. Defisit nutrisi
1) Luaran : Status nutrisi
a) Kriteria hasil
- Nafsu makan membaik
- Frekuensi makan membaik
- IMT membaik

15
- Membran mukosa membaik
- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Intervensi : Manajemen nutrisi
a) Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi makanan yang disukai
- Monitor asupan makanan
- Monitor BB
b) Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan
- Sajikan makanan kaya serat untuk mencegah sembelit
- Menyajikan makanan berkalori tinggi
- Kaya protein
- Suplemen makanan
3) Defisit pengetahuan
1) Luaran : Tingkat pengetahuan
a) Kriteria hasil
- Prilaku membaik
- Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
- Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
2) Intervensi
a) Observasi
- Identifikasi kemampuan dan kesiapan menerima informasi
b) Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
c) Edukasi
- Jelaskan faktor resiko
- Ajarkan prilaku hidup bersih dan sehat

16
4. Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Implementasi bisa dilakukan jika tidak adanya kontra indikasi yang dialami pasien
(Hia, 2019).
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Mengajarkan batuk efektif
- Mengidentifikasi kemampuan batuk
- Memonitor adanya retensi sputum
b. Defisit nutrisi
- Mengidentifikasi status nutrisi
- Mengidentifikasi makanan yang disukai
- Memonitor asupan makanan
- Memonitor berat badan
- Melakukan oral hygiene sebelum makan
- Menyajikan makanan kaya serat, protein dan berkalori tinggi
- Memberikan suplemen makanan
c. Defisit pengetahuan
- Mengidentifikasi kemampuan dan kesiapan klien dan keluarga dalam
menerima informasi
- Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai dengan kesepakatan
- Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
- Menjelaskan fakto resiko
- Mengajarkan prilaku hidup bersih dan sehat

5. Evaluasi
Adalah tahap dimana perawat mengevaluasi tindakan yang sebelumnya sudah
di implementasikan. Memastikan masih ada/tidak tanda dan gejala pada pasien. Jika
tanda dan gejala pada masalah yang dialami pasien tidak ada lagi maka tindakan

17
dihentikan, jika masih ada tanda dan gejala maka tindakan dilanjutkan atau di
modifikasi (Hutagulung, 2019). Berikut adalah poin-poin yang perlu di evaluasi :
a. Bersihan jalan Nafas Tidak Efektif
- Kemampuan batuk
- Jumlah sputum
- Suara nafas tambahan mengi/wheezing
b. Defisit Nutrisi
- Berat badan
- Membran mukosa
c. Defisit pengetahuan
- Pemahaman tentang penyakit yang diderita
- Kemampuan menejelaskan ulang terkait penyakit yang diderita

BAB III
EVIDENCE BASED PRACTICE
A. Informasi Hasil Penelitian
1. Bersihan jalan napas tidak efektif

18
2. Defisit pengetahuan

3. Defisit nutrisi

19
B. Implikasi dan Keterbatasan
Implikasi adalah penerapan dari hasil penelitian yang dapat di temukan dari
berbagai referensi, sedangkan keterbatasan maupun kekurangan adalah hambatan dari
penerapan hasil penelitian yang belum tentu bisa di terapkan di semua situasi atau
kondisi.
1. Implikasi
a) Bersihan jalan napas tidak efektif

20
Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada untuk mengatasi ketidakefektifan
bersihan jalan napas pada klien yang mengalami tuberculosis.
1) Rencana keperawatan yang dilakukan Fisioterapi dada dan batuk efektif sebagai
penatalaksanaan bersihan jalan nafas pada pasien TB paru meliputi:
- Fisioterapi dada
- Motivasi klien untuk mengeluarkan sekret (batuk efektif)
- Mengajarkan terapi batuk efektif.
Hasil dari penelitian ini diperoleh penerapan fisioterapi dada dan batuk efektif
dilakukan 3 hari dengan frekuensi latihan 2x.

2) Asuhan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


akumulasi secret pada pasien tuberculosis menggunakan metode penelitian
pengumpulan data dalam wawancara dan observasi melalui:
- Pemeriksaan fisik menggunakan stetoskop
- Thermometer
- Hasil pemeriksaan laboratorium

3) Pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien TB paru


menggunakan metode pendekatan metodologi keperawatan meliputi:
- Diagnosa keperawatan
- Tindakan keperawatan
- Evaluasi keperawatan

b) Defisit Nutrisi
Implementasi keperawatan dengan masalah deficit nutrisi pada pasien tuberculosis
1) Implementasi asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien penderita
tuberculosis paru dengan masalah defisit nutrisi :
- Manajemen nutrisi : ( Mengukur IMT,berat badan dan tinggi badan )
- oral hygiene dan diet tinggi kalori tinggi protein
- Edukasi Diet : jumlah, jenis
2) Adapun definisi istilah pada studi kasus ini adalah :

21
- Defisit Nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
- Manajemen nutrisi adalah mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi
yang seimbang.
- Orale Hygiene adalah Perawatan mulut adalah mengidentifikasi dan merawat
kesehatan mulut serta mencegah terjadinya komplikasi.
- Edukasi diet adalah Mengajarkan jumlah, jenis dan jadwal asupan makanan
yang diprogramkan.

c) Defisit pengetahuan
1) Edukasi Kesehatan Untuk Meningkatkan Pengetahuan Tentang Pengobatan
Rutin pasien TB Paru, metode edukasi yang digunakan meliputi:
- Penyuluhan maupun sosialisasi mengenai pengobatan TB paru yang baik dan
benar sesuai prosedur
- Pengertian secara lisan kepada sekelompok pendengar disertai dengan diskusi
dan tanya jawab sehingga responden pun memahami apa yang diberikan dan
disampaikan
- Memberikan dan menampilkan materi melalui media leaflet
- Memberikan masing masing kuesioner sebelum dan sesudah pemberian
edukasi

2. Keterbatasan
a) Bersihan jalan napas tidak efektif
Keterbatasan penerapan metode hasil penelitian untuk mengatasi bersihan jalan
nafas
1) Pada metode penelitian yang menggunakan pengumpulan data dalam studi kasus
wawancara dan observasi melalui pemeriksaan fisik dimana peneliti
menggunakan 2 klien yang mengalami tuberculosis dan terdapat perbedaan
antara 2 klien dimana klien 1 masalah keperawatan terlampaui dalam waktu
3x24 jam dan klien 2 masalah keperawatan hanya teratasi sebagian.

22
2) Pada metode pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, thermoter, serta
dari hasil pemeriksaan laboratorium kriteria hasil belum terlampaui dalam batas
waktu yang ditentukan sehingga masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas hanya teratasi sebagian.
b) Defisit nutrisi
Keterbatasan penerapan metode hasil penelitian untuk mengatasi defisit nutrisi
1) Keterbatasan kondisi pasien karena pada saat akan dilakukan implementasi
kondisi pasien tidak memungkinkan karena lemas sehingga implementasi belum
dilakukan/ditunda
2) Keterbatasan ketersediaan APD saat bertemu pasien sehingga adanya faktor
resiko tertular
3) Keterbatasan waktu : karena implementasi dilakukan 3hari sedangkan untuk
latihan teknik batuk efektif diperlukan waktu yg cukup lama dan rutin agar
keluhan berkurang
c) Defisit pengetahuan
Keterbatasan penerapan metode hasil penelitian untuk mengatasi defisit
pengetahuan
1) Pasien yang berasal dari keluarga tidak mempu setelah beberapa bulan
menjalani pengobatan yang seharusnya mengkonsumsi obat TB paru selama 6
(enam) bulan belum tuntas tiba – tiba putus pengobatan dengan berbagai alasan
diantaranya, ekonomi mencari kerja keluar daerah, (jadi buruh tani di perusahan
sawit kaltim)
2) Tidak ada orang yang mengantar ke puskesmas untuk mengambil obat TB paru
3) Perasaan tidak enak saat mengkonsumsi obat TB paru sesingga penderita
memberhentikan minum obat
4) Penderita TB paru sudah merasa bahwa penyakitnya sudah sembuh sehingga
tidak perlu lagi melanjutkan pengobatan 6 (enam) bulan
5) Pindah domisili juga bisa menyebapkan pengobatan TB paru tidak tuntas.

23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem pernafasan merupakan hal yang penting untuk keberlangsungan hidup
manusia maka dari itu jika terdapat kelainan atau disfungsi pada sistem pernafasan
manusia akan kesulitan untuk menghirup oksigen dan karbondioksida yang menjadi
kebutuhan manusia untuk bertahan hidup, yang berarti manusia itu sendiri harus
mampu menjaga kesehatan sistem pernafasan dengan baik, di makalah ini
menjelaskan tentang gangguan sistem pernafasan salah satunya adalah gangguan
sistem pernafasan : Tuberculosis Paru yaitu penyakit infeksi menular yang di
sebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru,
bakteri ini mudah menular lewat udara sehingga penyakit ini sering di kaitakn dengan
penyakit paru walaupupun sebenarnya bakteri ini tidak hanya menyerang paru-paru
saja tetapi juga dapat menyerang kelenjar, tulang, kulit dan sebagainya, kemudian
dlam makalah ini juga terdapat patofisiologi, etiologi, tanda dan gejala yang sudah di
jelaskan, dengan berbagai manifestasi klinis yang sudah di jelaskan jika terdpat tanda
dan gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala tuberculosis paru maka di harapkan
untuk memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit terdekat agar dapat di
deteksi dan kemudian mendapatkan banyak infosrmasi yang nanti nya kan membntu
untuk mencegah penyakit ini semakin parah. Tuberculosis Paru ini memang sudah
memakan banyak jiwa dengan berbagai faktor penyebab nya di antara lain seperti,
kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi kebawah dan berbagai faktor yang
menghambat kesembuhan seperti, ketidak patuhan meminum obat, kurang nya
pengetahuan dan lain-lain. Di makalah ini juga tercantum asuhan keperawatan teoritis
tuberculosis paru dengan 5 tahapan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
B. Saran

24
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang diambil dalam makalah ini,
maka ada beberapa saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Bagi pasien
Masyarakat hendaknya juga senantiasa memperhatikan kondisi lingkungan
Sekitar, baik terhadap informasi adanya warga Masyarakat yang mengalami tanda
dan gejala TB, sehingga deteksi pasien TB dapat ditemukan dan pengobatan
segera dilaksanakan.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat hendaknya juga senantiasa memperhatikan komisi lingkungan sekitar,
baik terhadap informasi adanya warga Masyarakat yang mengalami tanda dan
gejala TB, sehingga deteksi pasien TB dapat ditemukan dan pengobatan segera
dilaksanakan
3. Bagi petugas Kesehatan
Petugas Kesehatan dapat melakukan upaya Upaya seperti meningkatkan
pengetahuan pasien mengenai pencegahan, penularan tuberculosis secara
maksimal untuk meningkatkan kesadaran pasien

25
Daftar Pustaka

Frida, N. (2019). Penyakit Paru-Paru dan Pernafasan. Semarang : ALPRIN.


Salsabila, L. Z., Susanti, R., & Bhakti, W. K. (2022). Analisis Faktor Tingkat Kepatuhan Minum
Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien TB Paru Rawat Jalan Di Puskesmas Perumnas 1 Kota
Pontianak Tahun 2021. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 6(1).
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta: EGC.
Sembiring, Samuel.(2019). Indonesia Bebas Tuberkulosis. Sukabumi : CV Jejak, anggota IKAPI.

Sigalingging, I. N., Hidayat, W., & Tarigan, F. L. (2019). Pengaruh pengetahuan, sikap, riwayat
kontak dan kondisi rumah terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Hutarakyat Kabupaten Dairi Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Simantek, 3(3).
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa dan
Nanda NIC NOC Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Press, Airlangga University. 2013. T. Surabaya : Pusat Penerbirtan dan Percetakan Unair (AUP).
Supriatun Evi, Uswatun Insani. (2020). Pencegahan Tuberculosis. Kediri: Chakra Brahmanda
Lentera.
Lusianah, et al., (2013). Prosedur Keperawatan. Jakarta: CV: Trans Info Media.
Astari, P. (2019). Tuberkulosis Intraokular. Nusantara Medical Science Journal, 4(1), 1.
https://doi.org/10.20956/nmsj.v4i1.4684.
PUTRI, Z. A. K. (2020). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Tuberkulosis Paru
Dengan Masalah Defisit Pengetahuan Tentang Resiko Penularan. (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surabaya).
Rahman, I. A., & Ciamis, S. M. (2022). Penatalaksanaan Batuk Efektif Akibat Tuberkulosis
Paru. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(2), 323-329.

Hia, Y. (2019). Tahap-Tahap Pengkajian Dalam Proses Keperawatan Dirumah Sakit.

Hutagalung, D. N. (2019). Tahapan Pengkajian Dalam Asuhan Keperawatan.

Widodo, W., & Pusporatri, S. D. (2020). Literatur Review: Penerapan Batuk Efektif Dan
Fisioterapi Dada Untuk Mengatasi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Klien Yang
Mengalami Tuberculosis (Tbc). Nursing Science Journal (NSJ), 1(2), 1-5.

26
Prihartini Desi. (2022). Implementasi Keperawatan Dengan Masalah Defisit Nutrisi Pada Pasien
Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. www.Poltekkes
Palembang.ac.id

Yani, A., Tasya, Z., & Syam, S. (2020). Edukasi Kesehatan Untuk Meningkatkan Pengetahuan
Tentang Pengobatan Rutin Pasien TB Paru. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
(MPPKI), 3(1), 74-77.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2017. Standar intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

27

Anda mungkin juga menyukai