Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN RESPIRATORI : TB PARU

Dosen Pengajar :
Ns. Muhammad Irwan., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Bahrul Ilmi

Juwita Asri

Nur Azizah

Piki Ari Pandi

Ria Yulianti

Winanto

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSTIKES TENGKU MAHARATU


PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta
petunjuk-Nya sehingga tersusunlah makalah ini dalam mata pelajaran
Keperawatan Dewasa.

Dengan segala kerendahan hati kami menyadari dan mengakui, bahwa isi
dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih dalam proses
pembelajaran.

Tidaklah akan terwujud dalam penyusunan makalah ini tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak yang membantu kami. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Ns. Muhammad
Irwan., S.Kep selaku pengajar mata kuliah Keperawatan Dewasa atas bimbingan
yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Akhirnya, harapan kami semoga Allah SWT. membalas kebaikan-kebaikan


semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta bantuan dalam pembuatan
makalah ini.

Pekanbaru, 12 November 2023

Kelompok V
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................ Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ........................................ Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan....................................................................................................... 4

BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT ............................................................. 5

2.1 Anatomi Fisiologi..................................................................................... 5

2.2 Pengertian Tuberkulosis Paru................................................................... 7

2.3 Epidemologi Tuberkulosis Paru ............................................................... 8

2.4 EtiologiTuberkulosisParu ......................................................................... 8

2.5 Klasifikasi Tuberkulosis Paru .................................................................. 9

2.6 Patofisiologi Tuberkulosis...................................................................... 11

2.7 Manifestasi Tuberkulosis ....................................................................... 11

2.8 Pemeriksaan penunjang Tuberkulosis ................................................... 13

2.9 ManifestasiKlinis Tuberkulosis Paru ..................................................... 14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................. 18

3.1 Pengkajian Tuberkulosis ........................................................................ 18

3.2Diagnosa Keperawatan Tuberkulosis ...................................................... 30

3.3 Intervensi Tuberkulosis .......................................................................... 31

BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 41

4.1 Kesimpulans ............................................................................................ 41

4.2 Saran......................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan

oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan.

Tuberkulosis dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui

transmisi udara (droplet dahak pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi

Tuberkulosis akan memproduksi droplet yang mengandung sejumlah basil

kuman TB ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara. Orang yang

menghirup basil kuman TB tersebut dapat menjadi terinfeksi Tuberkulosis.

Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya

menjadi komitmen global dalam MDG’s (Kemenkes, 2015). Pada tahun

2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru yaitu 5,4 juta adalah laki-laki,

3,2 juta di kalangan perempuan dan 1,0 juta anak- anak. Penyebab

kematian akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat tinggi yaitu 1,5 juta

kematian , dimana sekitar 890.000 adalah laki-laki, 480.000 adalah

perempuan dan 140.000 anak-anak (WHO, 2015). Indikator yang

digunakan dalam penanggulangan TB salah satunya Case Detection Rate

CDR), yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang ditemukan

dan pengobatan terhadap jumlah pasien baru BTA positif, yang

diperkirakan dalam wilayah tersebut (Kemenkes, 2015).Pencapaian

CDR (Case Detection Rate-Angka. Penemuan Kasus) TB di Indonesia

tiga tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun 2012 sebesar 61

%, tahun 2013 sebesar 60 %, dan tahun 2014 menjadi 46 %

(Kemenkes RI, 2015)

1
Laporan TB dunia oleh World Health Organization (WHO) pada

tahun 2015, masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB

terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Cina, diperkirakan ada 1

juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan

100.000 kematian pertahun (41 per 100.000). Penderita TBC di Indonesia

pada tahun 2016 mencapai 156.723 orang, Provinsi dengan peringkat 5

tertinggi yaitu Jawa Barat sebanyak 23.774 orang, Jawa Timur sebanyak

21.606 orang, Jawa Tengah sebanyak 14.139 orang, Sumatera Utara

sebanyak 11.771 orang, DKI Jakarta sebanyak 9.516 orang (Profil

kesehatan Indonesia, 2016). Berdasarkan data Dinas Kesehatan di

Kabupaten Kampar pada tahun 2018 terdapat 1.079 kasus dengan rincian

perempuan 383 kasus dan laki-laki sebanyak 696 kasus (Dinas Kesehatan

Kabupaten Kampar, 2018).

Penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

penyakit jantung dan saluran pernapasan pada semua kelompok usia serta

nomor satu untuk golongan penyakit infeksi. Korban meninggal akibat

TB Paru di Indonesia diperkirakan sebanyak 61.000 kematian setiap

tahunnya (Depkes RI, 2011).

Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi. Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi dini

antara lain pleuritis, efusi pleura empiema, laryngitis dan TB Usus.

Selain itu juga dapat menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut seperti

obstruksi jalan napas dan amiloidosis. Untuk mencegah komplikasi

tersebut maka dibutuhkan peran dan fungsi perawat.

2
Peran perawat dalam promotif dan preventif yakni memberikan

pendidikan kesehatan tentang TB Paru dan penularan TB Paru terhadap

keluarga maupun pasien itu sendiri. Dalam upaya penanggulangan

penyakit TB Paru, peran serta keluarga dalam kegiatan pencegahan

merupakan faktor yang sangat penting.

Peran serta keluarga dalam penanggulangan TB Paru harus diimbangi

dengan pengetahuan yang baik, dengan pengetahuan yang dimiliki oleh

keluarga dapat meningkatkan status kesehatan klien sehingga bila ada

anggota keluarga yang sakit segera memeriksakan kondisi secara dini,

memberikan OAT sesuai jangka waktu tertentu untuk mengobati

penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien secara optimal.

Berdasarkan laporan kasus di Puskesmas Siak Hulu I Kabupaten

Kampar, untuk penyakit TB Paru pada tahun 2018 didapat 21 orang

penderita sedangkan di tahun 2019 meningkat sebanyak 24 orang.

Dimana terdapat 10 orang yang mendapat pengobatan lengkap, 3 orang

sembuh, meninggal 1 orang, pindah 2 orang dan 8 orang sedang

menjalani pengobatan.

Berdasarkan data diatas penderita paru semakin meningkat, padahal

TB Paru penyakit yang bisa disembuhkan apabila cara penanganannya

menggunakan prosedur dengan benar, yaitu menerapkan asuhan

keperawatan pada klien dengan baik. Pentingnya peran perawat sebagai

tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan termasuk

berupaya bersama-sama mencegah dan mengendalikan penyebaran

penyakit TB Paru baik dengan cara pendidikan kesehatan kepada klien.

3
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud tuberkulosis paru ?

1.2.2 Apa etiologi dari penyakit tuberkulosis paru ?

1.2.3 Apa patofisiologi dari tuberkulosis paru ?

1.2.4 Apa manifestasi klinis dari tuberkulosis paru ?

1.2.5 Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan ?

1.2.6 Pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan ?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan tuberkulosis paru.
1.3.2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari penyakit tuberkulosis
paru.
1.3.3. Mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit
tuberkulosis paru.
1.3.4. Mengetahui pencegahan dari penyakit tuberkulosis paru.

4
BAB 2
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Anatomi Fisiologi Paru


2.1.1 Anatomi Paru

Paru-paru terletak pada rongga dadayang ujungnya berada di atas


tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi
menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus
tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis
yaitu pleura. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang
disebut mediastinum (Sherwood, 2001).

Bagian paru paru terdiri dari beberapa organ sebagai berikut :


1. Trakea
Trakea atau tenggorokan merupakan bagian paru-paru yang
berfungsi menghubungkan larynk dengan bronkus. Trakea pada manusia
teridiri dari jaringan tulang rawan yang dilapisi oleh sel bersilia. Silia yang
terdapat pada trakea ini berguna untuk menyaring udara yang akan masuk
ke dalam paru-paru.

5
2. Bronkus
Bronkus merupakan saluran yang terdapat pada rongga dada, hasil
dari percabangan trakeayang menghubungkan paru-paru bagian kiri
dengan paru-paru bagian kanan.Bronkus bagian sebelah kanan bentuknya
lebih lebar, pendek serta lebih lurus, sedangkan bronkus bagian sebelah
kiri memiliki ukuran lebih besar yang panjangnya sekitar 5cm. Jika dilihat
dari asalnya bronkus dibagi menjadi dua, yaitu bronkus premier dan
bronkus sekunder.
3. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan bagian dari percabangan saluran udara dari
bronkus. Letaknya tepat di ujung bronkus.Bronkiolus mempunyai diameter
kurang lebih 1mm atau bisa lebih kecil.Bronkiolus berfungsi untuk
menghantarkan udara dari bronkus masuk menuju ke alveoli serta juga
sebagai pengontrol jumlah udara yang akan nantinya akan di distribusikan
melalui paru-paru oleh konstriksi dan dilatasi
4. Alveolus
Alveolus merupakan kantung kecil yang terletak di dalam paru-
paru yang memungkinkan oksigen dan karbondioksida untuk bisa bergerak
di antara paru-paru dan aliran darah.Di dalam tubuh manusia terdapat
kurang lebih hampir 300 juta alveoli untuk menyerap oksigen yang berasal
dari udara. Alveolus berfungsi untuk pertukaran karbon dioksida (CO2)
dengan oksigen (O2).
5. Pleura
Pleura adalah selaput yang fungsinya membungkus paru-paru serta
melindungi paru-paru dari gesekan-gesekan yang ada selama proses
terjadinya respirasi. Ada dua lapisan pada Pleura paru-paru manusia
diantarnya adalah:
a. Pleura visceraladalah bagian dalam yang membungkus langsungparu
b. Pleura parietaladalah pleura bagian luar yang menempel di rongga
dada.

6
2.1.2. Fisiologi Paru
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran gas antara darah dan
atmosfer dengan tujuan untuk menyuplai oksigen bagi jaringan dan
mengeluargkan karbondioksida. Pertukaran gas melalui beberapa proses
udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit
yaitu bronkus dan bronkiolus yang merupakan cabang dari trakea atau
tenggorokan. Udara tersebut menuju ke alveolus yang merupakan
gelembung udara tempat pertukaran antara oksigen dankarbondioksida
(Mc. Ardle, 2006). Terdapat empat mekanisme kerja paru-paru, antara
lain sebagai berikut :
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara
alveoli dan atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh
d. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).

2.2 Definisi Penyakit


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang biasanya menyerang
organ parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru biasanya ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini
bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa,
dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculosis (Saputra, 2010). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007),
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri berbentuk batang yang tahan asam-

7
alkohol (acid-alcohol-fast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis
terutama mengenai paru, kelenjar getah bening, dan usus.
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau
bagian lain dari tubuh manusia melalui droplet (bersin, batuk dan berbicara)
yang dapat menyerang lewat udara dari penderita ke orang lain.

2.3 Epidemiologi
Dalam laporan WHO pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah
pasien dengan HIV positif. Sekitar 75 % dari pasien tersebut berada di
wilayah Afrika, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang
menderita TB MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia.
Di Indonesia berpeluang mengalami penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 apabila dibandingkan
dengan data tahun 1990. Angka prevalensi TB pada tahun1990 sebesar 443
per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000
penduduk. Berdasarkan hasil survei prevalensi TB tahun 2013, prevalesi TB
Paru smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257.
Secara umum angka notifikasi kasus BTA positif baru da semua kasus dari
tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus
(case notification rate/ CNR) pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117
per 100.000 penduduk (Depkes RI., 2016).

2.4 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah bakteri mycrobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um
(Amin dan Asril, 2007). Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri
yang bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang
memiliki konsentrasi tinggi oksigen seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

8
Mycobacterium tuberculosis rentan atau cepat mati terhadap paparan sinar
matahari langsung, namun dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini bisa
mengalami dorman atau inaktif (tertidur lama) selama beberapa tahun.
Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles,
kemudian dihirup oleh manusia melalui udara dan menginfeksi organ tubuh
terutama paru-paru. Diperkirakan, satu orang menderita TB paru BTA positif
yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang setiap tahunnya. (Depkes RI,
2002; Aditama, 2002).

2.5 Klasifikasi
Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :


b. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
c. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB
Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau
biakan kuman TB positif.

9
4) satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

10
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.

2.6 Patofisiologi/Patologi
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang
kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil
ini langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri
namun tidak membunuh, sesudah hari-hari pertama leukosit diganti dengan
makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi bersatu menjadi sel tuberkel epiteloid. Jaringan
mengalami nekrosis keseosa dan jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa dan
membentuk jaringan parut kolagenosa, Respon radang lainnya adalah
pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan
penumpukan sekret. Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dorman

11
aktif kembali dikarenakan imunitas yang menurun (Price dan Lorraine, 2007;
Amin dan Asril, 2007).

2.7 Manifestasi Klinis

Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi
atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik adalah:
1) Badan Panas
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering
kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas
badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang
menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau
muka terasa panas.
2) Menggigil
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi
tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat
terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.
3) Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses
telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat
malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala
timbul bila ada panas.
4) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa
tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin
kurus, sakit kepala, mudah lelah.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus.
Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat
adanya peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk

12
produktif ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi
peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.
2) Sekret
Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam
jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau
kuning hujau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila
sudah terjadi pengejuan dan perlunakan.
3) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura
terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.
4) Ronchi
suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama
ekspirasi disertai adanya sekret.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)

13
merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staning untuk menentukan adanyan IgG spesifik
terhadap basil TB
6. Tes mantoux / tuberkulin
7. Teknik polymerase chain reaction
deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya retensi
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)
deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.Obat utama yang dipakai dalam terapi
Tuberculosis Paru antara lain sebagai berikut :
2.9.1 Rifampisin

Rifampisin ; 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau


(BB > 60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg,
Dosis intermiten 600 mg / kali) Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini
harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu
khawatir.

14
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
2.9.2 Isoniazid (INH)

Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg BB,


maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 Xseminggu, 15 mg/kg BB 2 X
semingggu atau (300 mg/hariuntuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali).
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunanpada
syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeriotot. Efek ini
dapat dikurangi dengan pemberian piridoksindengan dosis 100 mg
perhari atau dengan vitamin Bkompleks. Pada keadaan tersebut
pengobatan dapatditeruskan. Kelainan lain ialah menyerupai
defisiensipiridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbulpada
kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitisimbas obat atau
ikterik, hentikan OAT dan pengobatansesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus.
2.9.3 Pirazinamid

Obat ini digunakan pada saat fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg
BB 3 Xsemingggu,50 mg /kg BB 2 X semingggu atau :BB > 60 kg :
1500 mg, BB 40-60 kg : 1 000 mg, BB < 40 kg : 750 mg
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat(penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus).Nyeri sendi juga dapat
terjadi (beri aspirin) dan kadangkadangdapat menyebabkan serangan
arthritis Gout, hal inikemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi
danpenimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksidemam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

15
2.9.4 Streptomisin

Pada obat streptomisin ini di berikan dosis 15mg/kgBB atau (BB


>60kg : 1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB).
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapanyang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.Risiko efek samping tersebut
akan meningkat seiring denganpeningkatan dosis yang digunakan dan
umur penderita.
2.9.5 Etambutol

Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg /kg BB,
fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2
Xseminggu atau : (BB >60kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000 mg, BB
< 40 kg : 750 mg, Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali).
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatanberupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warnamerah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okulertersebut tergantung pada dosis
yang dipakai, jarang sekaliterjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari
atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan
penglihatanakan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obatdihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anakkarena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

16
2.10 Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis

Alveolus

Respon radang

Leukosit Demam Pelepasan bahan tuberkel


memfagosit bacteri dari dinding kavitas

Leukosit digantikan
Trakeobronkial
oleh makrofag

Makrofag mengadakan Bersihan jalan


Penumpukan sekret
infiltrasi napas tidak efektif

Terbentuk Sel tuberkel Batuk Anoreksia, mual,


epiteloid muntah

Nekrosiskaseosa Nyeri droplet

Granulasi Resiko tinggi Gangguan keseimbangan


nutrisi kurang dari
penyebaran
Jaringan parut kolagenosa kebutuhan
infeksi

Kerusakan membran Sesak Gangguan pola tidur


alveolar nafas

Inadekuat oksigen untuk


Gangguan
pertukaran
Gas Intoleransi aktivitas

17
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian
Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi
subyektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan
masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke
pelayanan kesehatan (Niman, 2013). Identitas pasien yang perlu untuk dikaji
meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35 tahun.
d. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat
pendapatan, jenis pekerjaan
3.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien
hanya kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan anggukan kepala atau
gelengan.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:

pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya


klien pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat
TB Paru.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:

secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu


menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.

18
d. Riwayat Tumbuh Kembang:

Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan


pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit
seperti gizi buruk.
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang likungan atau
tempat tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yang
terkena TB Paru berasal dari likungan atau tempat tinggalnya padat dan
kumuh itu.
f. Riwayat Psikologi:

Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien


dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya
itu. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan
TB Paru dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti halnya
berhubungan dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa kekhawatiran
akan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya
sehingga dapat mengakibatkan orang tersebut menjauhkan diri dari
semua orang.
3.1.2 Pengkajian Berdasarkan NANDA NIC NOC
a. Domain Promosi Kesehatan
1) Arti sehat dan sakit bagi pasien.
2) Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini.
3) Perlindungan terhadap kesehatan: program skrining, kunjungan
ke pusat pelayanan kesehatan, diet, latihan dn olahraga,
manajemen stress, faktor ekonomi.
4) Pemeriksan diri sendiri: riwayat medis keluarga, pengobatan yang
sudah dilakukan.
5) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.
6) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
b. Domain Nutrisi
1) Kebiasaan jumlah makanan.
2) Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)

19
3) Pola makan 3 hari terakhir/ 24 jam terakhir, porsi yang
dihabiskan, nafsu makan.
4) Kepuasaan akan berat badan.
5) Persepsi akan kebutuhan metabolic
6) Faktor pencernaan: nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau,
gigi, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan,
alergi makanan.
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan
SMRS)
c. Domain Eliminasi dan Pertukaran
8) Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah (cc), wana, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan menontrol BAK, adanya perubahan
lain.
9) Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya
perubhana lain.
10) Keyakinan budaya dan kesehatan.
11) Kemampuan perawatan diri: ke kamar mandi, kebersihan diri.
12) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
13) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdmen, genetalia,
rectum, prostat)
c. Domain Aktivitas / Istirahat
1) Aktivitas kehidupan sehari-hari
2) Olahraga: tipe, frekuensi, durasi, da inetensitas.
3) Aktivitas menyenangkan
4) Keyakinan tentang latihan dan olahraga
5) Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi,
makan, kamar mandi)
6) Mandiri, bergantung atau perlu bantuan.
7) Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
8) Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular,
muskoloskeletal, neurologi)

20
9) Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan
bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran setelah tidur)
10) Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan)
11) Jadwal istirahat dan relaksasi
12) Gejala gangguan pola tidur
13) Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
14) Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,
mengantuk)
d. Domain Persepsi / Kognisi
1) Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengar, perasa, peraba)
2) Penggunaan ketidaknyaman nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif)
3) Keyakinan budaya terhadap nyeri
4) Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
5) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
e. Domain Persepsi Diri
1) Keadan sosial: pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial.
2) Identitas Personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki
3) Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang
disukai dan tidak)
4) Harga diri: perasaan mengenai diri sendiri.
5) Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran).
6) Riwayat berhubungan denan masalah fisik dan tau psikologi.
7) Data meneriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung,
gidak mau berintaksi)

21
f. Domain Hubungan Peran
1) Gambaran tentang peran berkaitan degan keluarga, teman, kerja
2) Kepuasan/ ketidak puasaan menjalankan peran
3) Efek terhadap status kesehatan
4) Petingnya keluarga
5) Struktur dan dukungan keluarga
6) Proses pengambilan keputusan keluarga
7) Pola membesarkan anak
8) Hubungan dengan orang lain
9) Orang terdekat dengan klien
10) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
g. Domain seksualitas
1) Masalah atau perhatian seksual
2) Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami/istri
3) Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, peukan,
sentuhan, dll)
4) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reprosuksi
5) Efek terhadap kesehatan
6) Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologi
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rektum)
h. Domain Koping / Toleransi Stress
1) Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
2) Tingkat stress yang dirasakan
3) Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
4) Strategi mengatsai stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya.
5) Strategi koping yang biasa digunakan
6) Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7) Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga.

22
i. Domain Prinsip Hidup
1) Latar belakang budaya/ etnik
2) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya/ etnik
3) Tujuan kehidupan bagi pasien
4) Pentingnya agama/ spiritualitas
5) Dmapak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
6) Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, larangan, adat)
yang dpat mempengaruhi kesehatan
j. Domain Keamanan / Perlindungan
1) Infeksi
2) Cedera fisik
3) Perilaku kekerasan
4) Bahaya lingkungan
5) Proses pertahanan tubuh
6) Temoregulasi
k. Domain Kenyamanan
1) Berisikan Kenyamanan fisik, lingkungan dan sosial pasien
l. Domain Pertumbuhan / Perkembangan
1) Berisi tentang pertumbuhan dan perkembangan klien
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Keadaan umum pada klien dengan TB Paru dapat dilakukan
secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian
tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran
klien yang terdiri dari compos mentis, apatis, somnolen, sopo,
soporokoma, atau koma. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada
klien dengan TB Paru biasanya di dapatkan peningkatan suhu
tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai
sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit seperti hipertensi.

23
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB Paru meliputi pemeriksaan
fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus
pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernafasan.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System ) B1 (Breathing) :
pemeriksaan fisik pada klien TB Paru merupakan pemeriksaan
fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi.
a. Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit
dari Tb Paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka
terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran
intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB Paru yang
disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan
intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
b. Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-
meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru.
Pada TB Paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea kearah
berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB
Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada
saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara kiri dan
kanan. Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa
ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien
berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam

24
laring arah distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi
konsonan.

c. Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi,
biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru. Pada klien TB Paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di
rongga pleura.
d. Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat
pemeriksaan untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan
vokal.

e. B2 (Blood) : pada klien dengan TB paru pengkajian yang


didapat meliputi :
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan
kelemahan fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB
Paru dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi
sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
f. B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan
adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan
berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah

25
mringis, menangis,merintih, meregang, dan menggeliat.
Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
adanya konjungtiva anemis pada TB Paru dengan hemoptoe
masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati.
g. B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan
dengan intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa
dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi
karena meminum OBAT terutama rifampisin.
h. B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
i. B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien
dengan TB Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,
kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tak teratur.
3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
2. Pemeriksaan CT Scan
3. Radiologi TB paru militer
a. TB paru militer akut
b. TB paru militer subakut (kronis)
4. Pemeriksaan Laboratorium

26
3.1.5 Analisa Data
Tabel 3.1 Konsep Analisa Data
No Data Masalah Etiologi Paraf
1. DO : Ketidakefektif Ketidakefektifanb IS
anbersihan ersihan jalan
1. pasien tampak batuk
jalan nafas nafas
2. suara terdengar serak
DS :
Spasme jalan
1. pasien mengatakan batuk
nafas
berdahak
2. pasien mengatakan dahak
Perubahan
tidak bisa keluar.
frekuensi nafas
3. Pasien mengatakan sesak
nafas
4. Auskultasi paru
:Terdengarsuararonkhipadapa
rukanan

2. DO : Nyeri akut Nyeri akut

1. Pasien meringis kesakitan


Agen cedera
2. TTV : TD : 110/70 mmHg,
biologis
suhu: 36C, Nadi: 84x/menit,
RR: 28x/menit.
DS : Mengekspresikan
prilaku
1. pasien mengatakan nyeri
pada dada saat batuk.
2. Pengkajian nyeri P: batuk
menetap Q: menusuk R:
dada, S: 5, T: timbul kadang-
kadang saat batuk.
3. DO : Ketidakseimba Ketidakseimbang IS
ngan : kurang an : kurang dari
1. Pasien mengalami penurunan

27
berat badan dari kebutuhan kebutuhan tubuh
2. Pasien tampak lemah tubuh.
3. Makan tampak tidak habis 1 Kurang asupan
porsi makanan
4. Pasienmengalamipenurunnbe
ratbadan ± 6 kg Berat badan 20%
atau lebih
dibawah rentang
DS :
berat badan ideal.

1. Pasien mengatakan nafsu


makan menurun
2. Pasien mengeluh mual
3. Pasien mengatakan badan
terasa lemas

4. DO: Risiko tinggi Risiko tinggi


1. Pasien sering batuk di depan penyebaran penyebaran infeksi
orang lain tanpa menutup infeksi
mulut. Kurangnya
2. BTA positif pengetahuan
DS: untuk
1. Pasien mengatakan sering menghindari
kontak dengan orang lain pemajanan
2. Pasien mengatakan bahwa patogen
saat batuk di depan orang
lain tidak menutup mulut
3. Membuang dahak pada
plastik yang diikat dan
dibuang ketempat sampah
5. DO: GangguanPe GangguanPertu IS
1. klien terlihat sesak, rtukaran Gas karan Gas
pernafasan takipnea

28
danortopnoe,menggunakan Perubahan
otot bantu pernafasan , membran
retraksi dinding dada, batuk alveolar-kapiler.
berdahak dankental,menggun
akannafas cuping hidung Pola pernafasan
DS: abnormal.
1. klien mengatakan nafasnya
terasa sesak
2. Klien mengeluh susah tidur.
3. Klien mengatakan anaknya
batuk-batuk , berdahak.
6. DO : Gangguan pola Gangguan pola tidur IS
1. Kantong mata bawah hitam. tidur
2. Konjungtiva anemis.
imobilisasi
3. Pasien tampak lemas.
4. Pasien sering terbangun pada
malam hari. penurunan

DS : kemampuan

1. Pasien mengatakan tidak berfungsi

dapat tidur nyenyak dan


sering terbangun karena
batuk.
2. Pasien tidur ± 6-7 jam sehari
dan tidur siang ± 1-2 jam
7. DO: IntoleransiAk IntoleransiAktivi IS
1. Klien tampak memanggil
tivitas tas
keluarga saat butuh sesuatu
2. Klien tampak lemas
DS : imobilisasi

1. Klien mengatakan badannya


lemas sehingga susah keletihan
beraktivitas.
2. Pasien mengatakan

29
kepalanya pusing.
3. Pasien mengatakan sesak
nafas

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan
respons dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas
(Herdman, 2015). Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan TB
Paru, yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan menurunnya
ekspresi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.
5. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan adanya batuk, sesak nafas,
dan nyeri dada.
6. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang
lemah)
7. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas) dan prognosis penyakit
yang belum jelas.
8. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan di rumah.

30
3.3 Intervensi
Tabel 3.2 Konsep Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Domain 11 : Keamanan/perlindungan.
Kelas 2. Cedera fisik (00031)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas
untuk mempertahankan jalan nafas.

NOC

Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam masalah ketidakefektifan bersihahan


jalan nafas dapat teratasi.

(0410) status pernafasan : kepatenan jalan nafas

Definisi : saluran trakeobronkial yang terbuka dan lancar untuk pertukaran gas.

1. Frekuensi pernafasan dari skala 1(deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

2. kedalaman inspirasi dari skala 1(deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

3. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)


NIC
(3160) penghisapan lendir pada jalan nafas
Definisi : membuang sekret dengan memasukkan kateter suksion kedalam mulut,
nasofaring atau trakhea pasien
1. Lakukan tindakan cuci tangan.
2. Lakukan tindakan pencegahan umum.

31
3. Gunakan alat pelindung diri sesuai dengan kebutuhan.
4. Tentukan perlunya suktion mulut atau trakhea.
5. Aukultasi suara nafas sebelum dan setelah tindakan suction.
6. Aspirasi nasopharingeal dengan kanul suction sesuai dengan kebutuhan
7. Berikan sedatif sebagaimana mestinya.
8. Masukan nasopharingeal airway untuk melakukan suction nasotracheal sesuai
kebutuhan
9. Instruksikan pada pasien untuk menarik nafas dalam sebelum dilakukan
suction nasotracheal dan gunakan oksigen sesuiai kebutuhan.
Diagnosa :
Domain 4:Aktivitas/ Istirahat
Kelas 4. Respons Kardiovaskuler/ Pulmonal(00032)Ketidakefektifan pola
nafas.
Definisi: Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
NOC

Kriteria Hasil :

setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam masalah ketidakefektifan pola nafas
dapat teratasi.

(0403) status pernafasan : ventilasi.

Definisi : keluar masuknya udara dari dan kedalam paru.

1. Frekuensi pernafasan dari sekala 1 (deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

2. Irama pernafasan dari sekala 1 (deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

3. Kedalaman inspirasi dari sekala 1 (deviasi berat dari kisaran normal)


ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)
NIC
3140 manajemen jalan nafas
Definisi: fasilitas kepatenan jalan nafas.

32
1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust sebagai mana
mestinya.
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
3. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas.
4. Masukkan alat (NPA) atau (OPA) sebagaimana mestinya.
5. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya.
Diagnosa :
Domain 3: Eliminasi dan pertukaran
Kelas 4. Fungsi respirasi (00030) Gangguan pertukaran gas
Definisi: kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida
pada membran alveolar-kapiler
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam gangguan pertukaran gas kembali
normal.
(0402) status pernafasan : pertukaran gas
Definisi:
pertukaran karbondioksida dan oksigen di alveoli untuk mempertahankan
konsentrasi darah arteri.

1. Tekanan parsial oksigen didarah arteri dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).

2. Tekanan parsial karbondioksida didarah arteri dari skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).

3. PH arteri dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala
4 (deviasi ringan dari kisaran normal).

4. Saturasi oksigen dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan
ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).
NIC
(3140) Manajemen jalan nafas
Definsi:fasilitas kepatenan jalan nafas.

33
Aktivitas-aktivitas:
1.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2.Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar, dan batuk
3.Posisikan untuk meringankan sesak nafas
4.Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
Diagnosa :
Domain 2: Nutrisi
Kelas 1. Makan (00002) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi:asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam intake nutrisi klien terpenuhi.
(1009) status nutrisi : asupan nutrisi.
Definisi:
asupan gizi untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan metabolik

1.Asupan protein dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

2.Asupan lemak dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

3.Asupan karbohidrat dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

4.Asupan vitamin dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

5.Asupan mineral dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

6.Asupan zat besi dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4
(sebagian besar adekuat)

7.Asupan kalsium dari skala 1 (tidak adekuat)ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

34
NIC
(1100) manajemen nutrisi
Definisi:menyediakan dan meningkatkan intake nurisi yang seimbang.
akvifitas-aktivitas:
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya elergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien.
3. Tentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien.
4. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
5. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi.
6. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap pilihan yang
lebih sehat.
Diagnosa :
Domain 4: aktivitas/istirahat
Kelas 1. Tidur/istirahat (000198) Gangguan pola tidur
Definisi:interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor eksternal.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam masalah gangguan pola tidur dapat
teratasi.
(0003) istirahat
Definisi:berkurangnya kuantitas dan pola aktifitas untuk memulihkan mental dan
fisik.
1. Pola istirahat dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi skala 5
(tidak terganggu)
2. kualitas istirahat dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi skala 5
(tidak terganggu)
3. beristirahat secara fisik dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi
skala 5 (tidak terganggu)
4. beristirahat secara mental dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi
skala 5 (tidak terganggu)

35
NIC
(1850) peningkatan tidur
Definisi:memfasilitasi tidur/siklus bangun teratur.
Aktivitas-aktivitas:
1. tentukan pola tidur pasien
2. jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama penyakit dan lain-lain
3. monitor pola tidur pasien dan catat kondisi fisik.
4. Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur.
5. Mulai/terapkan langkah-langkah kenyamanan seperti pijat,pemberian posisi
dan sentuhan efektif.
6. Bantu meningkatkan jumlah jam tidur.
7. Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur.
Diagnosa :
Domain 4: aktifitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal (00092) Intoleran aktivitas
Definisi:ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam masalah intoleransi aktifitas
tercapai.
(0002) konservasi energi
Definisi:tindakan individu dalam mengelola energi untuk memulai dan
mempertahankan aktivitas.

1. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat dari skala 1 (tidak pernah


menunjukan) ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)

2.Menyadari keterbatasan energi dari skala 1 (tidak pernah menunjukan)


ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)

3.Menggunakan teknik konservasi energi dari skala 1(tidak pernah menunjukan)

36
ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)

4.Mengatur aktivitas untuk konservasi energi dari skala 1(tidak pernah


menunjukan) ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)
NIC
(4310) terapi aktivitas
Definisi:peresepan terkait dengan menggunakan bantuan aktivitas fisik, kognisi,
sosial dan spiritual untuk meningkatkan frekuensi dan durasi aktivitas kelompok.
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas
spesifik.
2. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan frekuensi dan jarak
aktifitas.
3. Bantu klien untuk tetap fokus pada kekuatan (yang dimilikinya)
dibandingkan dengan kelemahan (yang dimilikinya)
4. Dorong aktivitas kreatif yang tepat.
5. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan.
6. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam level
aktivitas tertentu.
7. Sarankan metode-metode untuk meningkatkan aktivitas fisik yang tepat.
8. Bantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien terhadap
pencapaian tujuan
Diagnosa :
Domain 9 : koping/toleransi stres Kelas 2. Respons koping
(00147) Ansietas Kematian
Definisi: perasaan tidak nyaman atau gelisah yang samar atau yang ditimbulkan
oleh persepsi tentang ancaman nyata atau imajinasi terhadap eksistensi seseorang.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam klien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Ansietas
Definisi: perasaan tidak nyaman atau gelisah yang samar yang ditimbulkan oleh
persepsi ancaman nyawa atau imajinasi terhadap eksistensi seseorang.

37
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2. Klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik


untuk mengontrol cemas.

3. Postur tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.


NIC
(5820) pengurangan kecemasan
Definisi: mengurangi tekanan, kekuatan, firasat, maupun ketidaknyamanan terkait
dengan sumber-sumber bahaya yang tidak teridentifikasi.
Aktivitas-aktivitas:
1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap prilaku klien.
3. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi ketakutan
4. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat.
5. Dengarkan klien
6. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan.
7. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan.
8. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Diagnosa :
Domain 5:
Persepsi/kognisi Kelas 4. Kognisi (00126)defisiensi pengetahuan
Definisi:ketidaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam klien mampu melaksanakan apa
yang telah diinformasikan.
(1803) pengetahuan : proses penyakit
Definisi:tingkat pemahaman yang disampaikan tentang proses penyakit tertentu
dan komplikasinya.
1. Karakter spesifik penyakit dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)

38
2. Faktor-faktor penyebab dan faktor yang berkontribusi dari skala 1 (tidak ada
pengetahuan) ditingkatkan menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
3. Faktor resiko dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan menjadi skala
4 (pengetahuan banyak)
4. Tanda dan gejala dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan menjadi
skala 4 (pengetahuan banyak)
5. Proses perjalanan penyakit biasanya dari skala 1 (tidak ada pengetahuan)
ditingkatkan menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
6. Strategi untuk meminimalkan
Perkembangan penyakit dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
NIC
(5602) pengajaran: proses penyakit
Definisi: membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan dengan
proses penyakit secara spesifik.
Aktivitas-aktivitas:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang spesifik.
2. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya.
3. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai kebutuhan.
4. Jelaskan mengenai proses penyakit, sesuai kebutuhan
5. Berikan informasi pada pasien mengenai kondisi, sesuai kebutuhan.
6. Berikan informasi kepada keluarga yang penting bagi pasien mengenai
perkembangan pasien sesuai kebutuhan.
7. Edukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol/meminimalkan gejala
sesuai kebutuhan.

39
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam


banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian
tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan
infeksi Tuberkulosis aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah
mereka melalui udara.Penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan saluran pernapasan pada semua
kelompok usia serta nomor satu untuk golongan penyakit infeksi. Penyakit
TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.

Peran perawat dalam promotif dan preventif yakni memberikan

pendidikan kesehatan tentang TB Paru dan penularan TB Paru terhadap

keluarga maupun pasien itu sendiri. Dalam upaya penanggulangan

penyakit TB Paru, peran serta keluarga dalam kegiatan pencegahan

merupakan faktor yang sangat penting.

Peran serta keluarga dalam penanggulangan TB Paru harus diimbangi


dengan pengetahuan yang baik, dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
keluarga dapat meningkatkan status kesehatan klien sehingga bila ada
anggota keluarga yang sakit segera memeriksakan kondisi secara dini,
memberikan OAT sesuai jangka waktu tertentu untuk mengobati penyebab
dasar dan dalamperawatan diri klien secara optimal.

4.2 Saran

Asuhan Keperawatan TB Paru diharapkan bias menjadi dasar bagi


perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien TB Paru dan
untuk keluargaserta masyarakat sebagai acuan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H dan Mukty, A. (2020). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press

Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2019. Nursing Intervention Classification
(NIC). Edisi Indonesia Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia.

Depkes RI. (2020). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2011. [Serial Online]
Diunduh dari
http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman-
Nasional-Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf Diakses
tanggal 12 Oktober 2017.

Depkes RI. 2021. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI.

Irman Somantri, S,Kp. M. Kep. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., Swanson, E. 2019. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2019. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Edisi kelima. CV. Mocomedia.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

PPTI. 2021. Buku Saku TBC Bagi Masyarakat. Denpasar:PPTI.

Price & Wilson. 2020. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC.

Santa Manurung dkk, (2018). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat


Infeksi,CV.Trans Info Medika: Jakarta – timur.

41

Anda mungkin juga menyukai