Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

PENYAKIT TROPIS KARENA INFEKSI BAKTERI TUBERKULOSIS PARU PADA


ANAK DI PUSKESMAS GUNTUNG KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN
2021

Dosen Pengampu : Fitri Yuliana., SST., M.Kes

Disusun Oleh:
KELOMPOK 5

1. Gusti Nurayani NIM 11194862111244


2. Hartuti NIM 11194862111246
3. Islahul Annisa NIM 11194862111138
4. Nur Malinda Putri NIM 11194862111142
5. Rabiatul Aulia NIM 11194862111145
6. Rias Mustika NIM 11194862111147
7. Rida Ayu Rezeki NIM 11194862111148

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ilmu Penyakit Tropis
dengan tepat waktu yang berjudul “Tuberkulosis Paru Pada Anak”.

Harapan kami sebagaimana penyusun yaitu agar pembaca dapat memahami tentang
Tuberkulosis Paru Pada Anak. Kami ingin mengucapkan terimakasih pada dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Penyakit Tropis yaitu ibu Fitri Yuliana, SST.,M.Kes. kami juga menyadari
sepenuhnya dalam makalah Ilmu Penyakit Tropis ini masih terdapat banyak kekurangan –
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Baik dalam sistematika penulisan maupun
penggunaan bahasa. Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
ilmu wawasan kita mengenai Ilmu Penyakit Tropis. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Banjarmasin, 26 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL....................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................3

C. Tujuan...........................................................................................................3

D. Manfaat.........................................................................................................3

BAB II URAIAN MATERI

A. Tuberkulosis Paru Pada Anak......................................................................5

1. Pengertian Tuberkulosis Paru...............................................................5

2. Etiologi.................................................................................................5

3. Eidemiologi Tuberkulosis Pada Anak..................................................6

4. Patofisiologi dan Pathogenesis.............................................................7

5. Cara Penularan Tuberkulosis................................................................8

6. Klasifikasi.............................................................................................8

7. Manifestasi Klinik dan Tanda Gejala.................................................10

8. Pemeriksaan Penunjang......................................................................11

9. Komplikasi.........................................................................................12

10. Pencegahan.......................................................................................13

11. Penatalaksanaan................................................................................13

12. Pengobatan TB Pada Anak...............................................................14

13. Pathway............................................................................................16

iii
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................17

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................31

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................40

B. Saran............................................................................................................40

EVALUASI............................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Analisa Data...................................................................................


Tabel 3.2 Diagnosa Kebidanan......................................................................
Tabel 3.3 Intervrestasi Kebidanan..................................................................
Tabel 3.4 Implementasi Kebidanan................................................................

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberkulosis. Umumnya setelah masuk ke dalam tubuh melalui
rongga pernapasan, bakteri ini akan menuju ke paru-paru. Tetapi bukan hanya di
paru-paru, bakteri ini juga dapat menuju organ tubuh lain, seperti ginjal, limpa,
tulang, dan otak. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang telah lama di
kenal di dunia. Penyakit ini menjadi masalah yang cukup besar bagi kesehatan
masyarakat, terutama di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
(Febrian, 2015). TBC adalah salah satu penyakit menular yang terus mengalami
peningkatan di tiap tahun. Setidaknya ditemukan lebih dari 9 juta penderita TBC
di tiap tahun dimana 1 juta diantaranya adalah anak-anak. Lebih dari 3 juta
penderita tidak dapat diketahui penyebabnya yang berakibat pada meningkatnya
penularan TBC di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Penularan TBC
dalam keluarga disebabkan oleh kontak serumah dengan pasien. Sebuah studi
menunjukkan dari 100 kontak yang tinggal dengan pasien TBC terhitung
ditemukan 7 keluarga yang teridentifikasi memiliki penyakit TBC yang
ditegakkan dengan pemeriksaan bakteriologis (Panco, 2019). Menurut WHO
risiko terkena infeksi tuberkulosis jauh lebih besar pada bayi dan anak usia di
bawah 5 tahun yang diperoleh dari orang dewasa yang menderita penyakit TB
dan menularkannya melalui kontak secara langsung ke udara dalam bentuk
percikan dahak (Pratama, 2021).

Setiap anak memiliki risiko terinfeksi TB, akan tetapi terdapat beberapa faktor
yang dapat meningkatkan risiko tersebut. Faktor risiko tersebut adalah: imunitas
yang rendah, berhubungan atau kontak secara dekat dengan orang dewasa yang
terinfeksi TB, kewarganegaraan atau lahir di negara dimana TB adalah hal yang
lazim, ras, usia anak, status gizi buruk, status imunisasi BCG, kurangnya akses
layanan medis yang bersifat reguler, anak yang tinggal di wilayah hunian pada

1
dan menggunakan fasilitas bersama, anak yang tinggal di kamp pengungsian atau
wisma perlindungan, perjalanan internasional ke daerah endemis TB, tuna wisma
lingkungan, sanitasi dan ventilasi rumah yang buruk serta rendahnya pengetahuan
orangtua tentang TB (Brajadenta et al., 2018). Wilayah Asia memiliki jumlah
penderita tuberkulosis terbesar di dunia, dengan sepuluh kali lipat laporan kasus
pada anak-anak lebih besar dibandingkan Eropa pada tahun 2012. Diperkirakan
sekitar 1 juta anak di India setiap tahun beresiko terinfeksi karena berkontak
dengan orang dewasa yang memiliki BTA–positif. Di Thailand, penelitian
surveilans di empat provinsi dan satu rumah sakit, menunjukan bahwa hanya 279
(2%) dari 14.487 total kasus tuberkulosis terjadi pada anak-anak yang dilaporkan,
ini mungkin terjadi karena sulitnya dalam menegakkan diagnosis penyakit
tuberkulosis pada anak. Di Indonesia proporsi kasus tuberkulosis pada anak di
tahun 2010 berjumlah 9,4%, tahun 2011 berjumlah 8,5%, tahun 2012 berjumlah
8,2%, tahun 2013 berjumlah 7,9%, tahun 2014 berjumlah 7,16%, dan pada tahun
2015 berjumlah 9% (Pratama, 2021). Ini menunjukkan jumlah kasus TB dari
tahun ke tahun sangat fluktuatif.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018, menunjukkan


bahwa prevalensi TB paru di Provinsi Kalimantan Selatan hampir setara dengan
prevalensi secara nasional yakni 0,42%. Selain itu, berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar Provinsi tahun 2018, menunjukkan bahwa prevalensi TB paru
pada anak di Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu pada anak berusia <1 tahun
adalah 0,10% , 1-4 tahun adalah 0,13% , dan 5-14 tahun adalah 0,21%. Selain itu,
Riskesdas tahun 2018 juga menunjukkan bahwa prevalensi TB paru di Kota
Banjarbaru adalah 0,13% (Marlinae, 2019). Salah satu upaya pencegahan
penyakit TB anak yang dilakukan pemerintah dan dunia yaitu dengan melakukan
tindakan pemberian imunisasi BCG, membudayakan perilaku hidup bersih dan
sehat, membudayakan perilaku etika batuk, melakukan pemeliharaan dan
perbaikan kualitas perumahan serta lingkungan sesuai dengan standar rumah
sehat, peningkatan daya tahan tubuh, penanganan penyakit penyerta TBC di
fasilitas kesehatan dan diluar fasilitas kesehatan serta melakukan diagnosis TBC
sedini mungkin. (Rakhmawati & Yulianti, 2020).

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut : “Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu
Sungai Utara tahun 2021”

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Anak dengan TB Paru di Puskesmas
Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian kebidanan pada anak yang mengalami TB Paru di
Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021
b. Menetapkan diagnosa kebidanan pada anak yang mengalami TB Paru di
Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021
c. Menyusun pelaksanaan tindakan kebidanan pada anak yang mengalami TB
Paru di Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021
d. Melaksanakan tindakan kebidanan pada anak yang mengalami TB Paru di
Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021
e. Melakukan evaluasi kebidanan pada anak yang mengalami TB Paru di
Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021
f. Melakukan dokumentasi kebidanan pada anak yang mengalami TB Paru di
Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021

D. Manfaat
1. Bagi Penulis ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan serta sebagai penerapan ilmu yang berhubungan
dengan ilmu penyakit tropis. Serta hasil ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam rangka peningkatan program kesehatan,
khususnya dalam peningkatan kesehatan ilmu penyakit tropis.
2. Bagi Pembaca atau Masyarakat diharapkan dapat menambah wawasan dan
memberikan informasi kepada masyarakat tentang ilmu penyakit tropis,
khususnya penderita TB Paru mengenai tindakan pencegahan penularan TB
dengan cara selalu berperilaku hidup bersih dan sehat, menjaga kebersihan
diri, kebersihan lingkungan sekitar dan selalu cek kesehatan rutin di pelayanan
kesehatan terdekat.

3
3. Bagi Petugas Kesehatan sebagai masukan atau informasi untuk meningkatkan
kemampuan dan kualitas khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan
dengan kasus TB Paru guna meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.
4. Bagi Akademik hasil laporan yang diperoleh diharapkan dapat menjadi
referensi bagi pengembangan pengetahuan dan dapat menjadi masukan bagi
peneliti lain untuk penelitian selanjutnya, khususnya bagi penelitian yang
berhubungan dengan ilmu penyakit tropis. Serta hasil penelitian ini dapat di
manfaatkan oleh instansi kesehatan sebagai bahan intervensi dan evaluasi
terhadap ilmu penyakit tropis.

4
BAB II

URAIAN MATERI

A. Tuberkulosis Paru Pada Anak


1. Pengertian Tuberkulosis Paru
Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman Mycobceterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus.
TBC paru tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman
menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh
lainnya (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar
disebabkan kuman mycobacterium tuberculosis. Kuman tesebut biasanya masuk
ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru, kemudian
kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem
peredaran, sistem saluran limfa, melalui saluran (bronchus) atau penyebaran
langsung ke bagian tubuh lainnya. Penyakit ini umumnya menimbulkan tanda-
tanda dan gejala yang sangat bervariasi pada masing-masing penderita, mulai dari
tanpa gejala hingga gejala yang sangat akut (Sarmen, FD, & Suyanto, 2017).

2. Etiologi
Menurut (Halim, 2017) Sebagaimana telah diketahui, tuberculosis paru
disebabkan oleh hasil TB (mycobacterium tuberculosis) yaitu mycobacterium
tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, kuman ini
disebut dengan Basil Tahan Asam (BTA). Jika bakteribakteri lain hanya
memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk sel tunggal yang membelah,
basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam untuk membelah diri. Basil TB
sangat rentang terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja basil
TB akan mati. Kerentangan ini terutama karena terkena sinar ultra violet.
Sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah yang

5
terkena air yang bersuhu 100◦C. Basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa
menit.

3. Epidemiologi Tuberculosis Pada Anak


Menurut (Subuh & Priohutomo, 2014) TB pada anak adalah penyakit TB
yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Cara penularan TB pada anak adalah
sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.
Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang sekitarnya, kecuali
anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.
Faktor resiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan,
lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA
negatif. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%,
pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien
TB dengan hasil kultur negatif dan foto Thoraks positif adalah 17% (Subuh &
Priohutomo, 2014).
Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat
diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan
pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak anak menderita TB yang tidak
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan
strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan peningkatan dampak negatif pada
morbiditas dan mortalitas anak (Subuh & Priohutomo, 2014).
Data TB anak Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB anak di antara
semua kasus TB pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan
variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukkan kualitas diagnosis
TB anak yang masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB anak
dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan data
jumlah kasus pada kelompok umur 5-4 tahun yang lebih tinggi dari kelompok
umur 0-4 tahun. Sesuai dengan epidemiologinya, seharusnya jumlah kasus TB
pada kelompok umur 0-4 tahun lebih tinggi dari kelompo umur 5-14 tahun. Kasus
BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%. (Subuh &
Priohutomo, 2014).

6
4. Patofisiologi dan pathogenesis
a. Tuberculosis Primer
Menurut (Halim, 2018) Pada seseorang yang belum pernah kemasukan
hasil TB, Tes tuberkulin akan negatif karena sistem imunologi belum
terkontaminasi oleh bakteri TB. Bila seseorang mengalami infeksi oleh basil
TB, walaupun sudah difogositosis oleh magrofag, Basil TB tidak akan mati.
Basil TB dapat berkembang pesat selama 2 minggu dan minggu pertama di
alveolus paru, dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 bagian selama 20 jaam,
sehingga dengan infeksi oleh 1 basil selama 2 minggu basil bertambah
menjadi 100.000.
Secara klinis, sifat ini dikenal dengan reaksi tuberkulin (sering juga
disebut dengan tes Mantoux ), tes Mantoux bertujuan untuk memeriksa
apakah seseorang itu pernah terinfeksi basil TB, sistem imunitas seluler
belum terangsang untuk melawan basil TB, dalam keadaan normal, sistem ini
sudah 1 minggu terangsang secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer
(Crofton, 2017).
Dalam waktu kurang dari 1 jam setelah berhasil masuk ke dalam
alveoli, sebagian basil TB akan terangkut oleh aliran limfe ke dalam kelenjar-
kelenjar limfe original dan sebagian akan masuk kedalam aliran darah.
Kombinasi tuberkel dalam paru dan limfadenitis regional disebut dengan
kompleks primer. Biasanya suatu lesi primer TB mengalami penyembuhan
spontan dengan atau tanpa adanya klasifikasi (Halim, 2017).
Penyebaran TB primer yang mengikuti suatu pola tertentu yang
meliputi empat tahap yaitu tahap pertama terjadi rata-rata 3-8 minggu setelah
masuknya kuman, memberikan test tuberculin yang positif, disertai demam
dan pada fase positif terbentuk kompleks primer. Tahap kedua Berlangsung
pada waktu rata-rata 3 bulan (1-8 bulan sejak pertama basil TB masuk. Tahap
ketiga terjadi rata-rata dalam waktu 3-7 bulan (1-12 bulan), pada fase ini
terjadi penyebaran infeksi ke pleura. Tahap keempat terjadi rata-rata dalam
waktu 3 tahun ( 1-6 tahun ), terjadi setelah kompleks primer mereda (Halim,
2017).

7
b. Tuberculosis Sekunder
Dimaksud dengan TB sekunder ialah penyakit TB yang baru timbul
setelah lewat 5 tahun sejak terkena infeksi primer. Dengan demikian TB
postprimer secara internasional diberi nama TB sekunder (Halim, 2017).

5. Cara Penularan Tuberculosis


Sumber penularan adalah pasien TB BTA yang positif pada saat pasien
batuk-batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara. Dalam bentuk
percikan air liur yang mengandung bakteri TB. Sekali batuk dapat menghasilkan
3000 percikan. Umumnya penularan TB terjadi di dalam ruangan yang tidak ada
ventilasinya atau tidak ada cahaya. Cara batuk memegang peranan penting. Bila
batuk ditahan basil yang akan keluar sedikit, apalagi disaat pasien batuk menutup
mulut dengan menggunakan tissue daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan. Makin tinggi derajat kepositifan makin
besar penularannya (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

6. Klasifikasi
Klasifikasi Tuberkulosis menurut Pedoman Nasional Penganggulangan TB
(2014).
Pasien Tuberkulosis juga diklasifikasikan menurut: Lokasi anatomi dari
penyakit, Riwayat pengobatan sebelumnya, Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
dan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik.
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada parenkim
(jaringan) paru Milier Tuberkulosis dianggap sebagai Tuberkulosis paru
karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis Tuberkulosis dirongga
dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran
radiologis yang mendukung Tuberkulosis pada paru, dinyatakan sebagai
Tuberkulosis ekstra paru. Pasien yang menderita Tuberkulosisparu dan
sekaligus juga menderita Tuberkulosis ekstra paru, diklasifikasikan sebagai
pasien Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis ekstra paru: Adalah Tuberkulosis yang terjadi pada organ
selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,
kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis Tuberkulosis ekstra paru

8
dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.
Diagnosis Tuberkulosis ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis.
Pasien Tuberkulosis ekstra paru yang menderita Tuberkulosis pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis ekstra paru
pada organ menunjukkan gambaran Tuberkulosis yang terberat.
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Pasien baru Tuberkulosis: adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan pengobatan Tuberkulosis sebelumnya atau sudah pernah
menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (dari 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati Tuberkulosis: adalah pasien yang
sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (dari 28
dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan Tuberkulosis terakhir, yaitu:
3) Pasien kambuh: adalah pasien Tuberkulosis yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis Tuberkulosis
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena
benar-benar kambuh atau karena reinfeksi)
4) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien
Tuberkulosis yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
5) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow
up(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien
setelah putus berobat /default).
6) Lain-lain: adalah pasien Tuberkulosis yang pernah diobati namun
hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Klasifikasi pasien Tuberkulosis berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
mikroskopis yaitu :
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorak dada
menunjukkan tuberkulosis.

9
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
Tuberkulosis positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS yang pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA
negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
2) Tuberkulosis BTA Negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru
BTA positif. Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif
harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto thorak abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

7. Manifestasi Klinik dan tanda gejala


Manifestasi Menurut (Nair & Peate, 2014) :
a. Hemoptisis atau batuk darah merupakan masalah kesehatan yang berpotensi
menyebabkan kematian karena sulit diprediksi tingkat keparahan dan
perkembangan klinisnya
b. Penurunan berat badan
c. Pireksia ( demam ) merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu dihipotalamus. Sebagian
besar demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas
(termoregulasi) di hipotalamus. Penyakitpenyakit yang ditandai dengan
adanya demam dapat menyeran system imun tubuh. Selain itu demam
mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan
nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi
d. Keletihan
e. Keringat malam.
Ketika individu pertama kali terinfeksi, biasanya pada lobus atas, limfosit
dan neutrofil berkumpul pada bagian yang mengalami infeksi. Basilus kemudian
terperangkap dan terpecah oleh jaringan fibrosa. Fase TB ini disebut dengan

10
infeksi primer dan individu yang terinfeksi sering asimtomatik dan tidak sadar.
Pada beberapa saat setelah itu, pajanan kembali terhadap TB atau bakteri lain
menyebabkan infeksi sekunder. Basilus kemudian diaktifkan kembali dan mulai
menggandakan diri, setelah itu pasien mengalami simtomatik dan infeksius.
Basilus sangat kuat dan dapat bertahan ketika terperangkap dalam jaringan
fibrosa selama waktu yang lama. Individu dapat tetap tidak sadar ketika mereka
mengalami TB selama bertahun-tahun (Nair & Peate, 2014).
Insiden TB tumbuh di seluruh dunia dan peningkatannya berkaitan dengan
peningkatan perjalanan internasional, imigrasi, dan kemiskinan. Akan tetapi TB
dapat ditangani dengan menggunakan rawat jalan selama 6 bulan berturut-turut
dengan kombinasi antibiotik. Karena peningkatan strain resistan obat terhadap
TB, aspek utama perawatan adalah pengendalian infeksi dan pemeliharaan
kepatuhan. Tuberculosis sering di julukan dengan nama the great iminator yaitu
suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain seperti
gejalanya demam dan lemah. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan. (Nair & Peate, 2014).
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu gejala
respiratorik meliputi batuk, gejala batuk timbul paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan oleh penderita TB. Batuk darah, darah
yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, ada yang berupa garis dan ada yang
berupa bercak-bercak. Sesak nafas, gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim
paru sudah luas karena ada hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneuomothorax. Nyeri dada, nyeri dada pada penderita TB paru sangatlah ringan.
Gejala sistemik meliputi demam, merupakan gejala yang sering dijumpai
biasanya timbul pada sore sampai malam hari mirip dengan demam influenza.
Gejala sistemik lain seperti keringat dingin di tengah malam, anoreksia,
penurunan berat badan secara malaise (Nair & Peate, 2014).

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Halim, 2017) ada beberapa pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan untuk mengecek apakah seseorang itu terkena bakteri tuberkulosis.
Tes tuberkulin (Montoux) yaitu tes ini bertujuan untuk memeriksa
kemampuan reaksi hipersensitive tipe lambat, yang dianggap mencerminkan
potensi sistem imun seseorang. Pada seseorang yang belum pernah terkena basil

11
TB, sistem imun belum terangsang untuk melawan basil TB. Pada anak uji
tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam
“screening tbc”. Efektifitas dalam menemukan infeksi tbc dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita
tbc aktif uji tuberkulin positif 100% umur 1-2 tahun 92%, 2-4 tahun 78%, 4-6
tahun 75%, dan umur 6-12 tahun 51%. Dari presentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik
(Halim, 2017).
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intracutan (kedalam
kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi (a) Pembengkakan
(indurasi) : 0-4 mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi
mycobacterium tuberculosis (b) Pembengkakan (indurasi) : 5-9 mm, uji mantoux
meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG (c) Pembengkakan (indurasi) :
>= 10 mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi
mycobacterium tuberculosis, (d) Foto rontgen paru. Pada stadium pemula, TB
akan lolos dalam pemeriksaan jasmani, akan tetapi dengan pemeriksaan foto paru
semua basil-basil yang ada dalam paru pasti akan terlihat dengan jelas, (e)
Pemeriksaan sputum yaitu teknik pemeriksaan sputum sekarang bermacam-
macam, tetapi meskipun bermacam-macam pemeriksaannya hanya tes sputum
yang hanya ampuh untuk melihat apakah ada basil TB di dalam paru-paru. Selain
sputum, spesimen lain yang harus diperiksa adalah sekret bronkus. Nilai tertinggi
dalam pemeriksaan sputum adalah hasil pembenihan yang positif. Oleh sebab itu,
diambil praktiknya sekali sputum BTA (+) sudah dianggap untuk menentukan
diagnosa tuberculosis (Halim, 2017).

9. Komplikasi
TB paru akan menimbulkan komplikasi bila tidak ditangani dengan baik.
Menurut Sudoyo (2009) dalam (Bagaskara, 2019), komplikasi-komplikasi pada
penyakit TBC dibedakan menjadi 2:

12
a. Komplikasi Dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laryngitis
5) Usus Poncet’s
6) Arthropathy
b. Komplikasi Stadium Lanjut
1) Hemoptisis masis, dapat mengakibatkan kematian karena pendarahan
yang terjadi pada saluran nafas bawah menyumbat jalan nafas.
2) Kolaps lubus akibat sumbatan duktus
3) Bronkietaksis, pada paru terjadi pelebaran bronkus setempat dan terjadi
pembentukan jaringan ikat pada proses reaktif dan pemulihan.
4) Pneumotoraks spontan, terjadi paru kolaps spontan karena udara yang
terdapat di pleura.
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti, tulang, ginjal, otak dan sendi.

10. Pencegahan
a. Pencegahan penularan pada sarana kesehatan (ventilasi udara yang baik
disekitar sumber kasus)
b. Vaksin satu-satunya tersedia terhadap tuberculosis → Vaksin BCG

11. Penatalaksanaan
Terapi anti tuberculosis berikut ini merupakan terapi obat anti tuberculosis
pada anak yaitu isonazid (INH) Obat ini bekerja berdifusi ke dalam semua
jaringan dan cairan tubuh, dan efek yang amat merugikan sangat rendah. Obat ini
diberikan melalui oral atau intramuskuler (a) Rifampin (RIF) Obat ini merupakan
obat kunci pada manajemen terapi tuberculosis modern. RIF diserap dengan baik
di saluran pencernaan selama puasa. Obat ini bekerja dengan berdisfusi luas ke
dalam jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal. Obat RIF
diekskresi utama melalui saluran empedu. Obat RIF diberikan melalui oral dan
intra vena. RIF tersedia dalam takaran 150 mg dan 300 mg sesuai berat badan
anak. Suspensi dapat digunakan sebagai pelarut tetapi tidak boleh diminum

13
bersamaan dengan makanan karena malabsorpsi. Kadar puncak serum dicapai
dalam waktu 2 jam. Efek samping RIF adalah terjadinya perubahan warna orange
pada urin dan air mata, gangguan saluran pencernaan, dan hepatotoksisitas, hal ini
muncul karena peningkatan kadar transaminase serum namun tidak menimbulkan
keluhan pada penderita tuberculosis (Halim, 2017).
Pirazinamid (PZA) Dosis optimum obat ini pada anak belum diketahui.
Reaksi hipersensitivitas jarang pada anak. Satu-satunya bentuk dosis PZA adalah
tablet dengan dosis 500 mg sehingga menimbulkan masalah dosis pada anak
terutama bayi. Tablet ini dapat dihancuran dan diberikan bersamaan dengan
makanan (Halim, 2017).
Etambutol (EMB) Kemungkinan toksisitas etambutol terjadi pada mata.
Dosis bakteriostatik adalah 15 mg/kg/24 jam, tujuannya untuk mencegah
munculnya resistensi terhadap obat lain. Kemungkinan toksisitas utama obat ini
adalah neuritis optik. Etambutol tidak dianjurkan untuk penggunaan umum pada
anak yang muda karena pemeriksaan penglihatannya tidak mendapatan hasil yang
tepat tetapi harus dipikirkan pada anak dengan tuberculosis terjadi resistensi obat,
bila obat lain tidak dapat digunakan sebagai terapi (Halim, 2017).
Terapi antibiotik yang diberikan pada anak dengan tuberculosis yaitu
Streptomisin, streptomisin kurang sering digunakan pada anak yang menderita
tuberculosis paru, tetapi obat ini penting untuk pengobatan dan pencegahan
resistensi obat. Obat ini harus diberikan dengan cara melalui injeksi intamuskular.
Obat ini bekerja dapat menembus meningen yang mengalami peradangan.
Toksisitas streptomisin yaitu terjadi pada vestibuler dan saraf kranial 8 auditorius,
tetapi toksisitas pada ginjal jarang terjadi (Halim, 2017).

12. Pengobatan TB pada anak


Menurut (Subuh & Priohutomo, 2014) Tatalaksana medikamentosa TB
anak terdiri dari terapi (pengobatan dan profilaksis (pengobatan pencegahan).
Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang
terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah obat TB diberikan
dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi . Pemberian gizi

14
yang adekuat, mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan
(Subuh & Priohutomo, 2014).
Panduan OAT anak prinsip pengobatan TB anak OAT diberikan dalam
bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Waktu
pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. Pemberian obat jangka panjang selain
untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekambuhan (Subuh & Priohutomo, 2014).
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap tahap awal, selama 2 bulan
pertama, pada tahap intensif, diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil
pemeriksaan bekteriologis dan berat ringannya penyakit. Tahap lanjutan, selama
4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan bakteriorologis dan berat
ringannya penyakit. Selama tahap awal dan lanjutan, OAT pada anak diberikan
setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering
terjadi jika obat tidak diminum setiap hari (Subuh & Priohutomo, 2014).
Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik paru maupun ekstra
paru seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas
kesehatan rujukan tindak lanjut. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi
pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB,
diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi
dalam 3 dosis. Dosis maksimal predinosone adalah 60 mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off
dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi
proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan (Subuh & Priohutomo,
2014).

15
13. Pathway

Bakteri mycrobakterium tuberulosis

Masuk ke paru-paru melalui udara Daya tahan tubuh lemah

Bakteri akan menyebabkan historis


Imun tidak adekuat, menjadi lebih parah

Metabolisme
Reaksi implamasi/peradangan dan meningkat
merusak parenkim paru
Suhu tubuh meningkat demam

Hipertermia

Kerusakan Perubahan Suhu tubuh


Produksi sekret
membrane cairan meningkat
meningkat
alveolar,kapi intrapleura
lar merusak
pleura,
atelaktasis Demam
Batuk Sesak,
produktif/berda sianosis,
rah penggunaan
Sesak nafas otot bantu
nafas hipertermia
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas Gangguan
Ketidakefekt
pertukaran gas
ifan pola
nafas

16
BAB III

TINJAUAN KASUS

SKENARIO KASUS

Ny. J, usia 25 tahun dan Tn.F usia 28 tahun datang ke Puskesmas Guntung pada tanggal 18-
05-2021 dengan maksud ingin memeriksakan bayi laki-laki nya yang berusia 4 bulan dengan
keluhan mual, batuk, nafsu makan menurun serta berat badan tidak naik. Dari pemeriksaan
fisik pada anak didapatkan hasil: BB bayi 8 Kg, PB 79 Cm, Suhu : 37 oC, Nadi : 85 kali /
menit, Respirasi : 50 X/ menit. Kemudian dilakukan pemeriksaan test mantoux dengan hasil
positif TB pada anak dan dilakukan rujukan dari Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai
Utara ke dokter spesialis anak di rumah sakit dengan fasilitas kesehatan yang lengkap.

1. Pengkajian Kebidanan
a. Identifikasi pasien
Tanggal pengkajian : 18-05-2021
Nama : An. M
Tgl lahir/Umur : 24 - 01- 2021/4 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Tidak kawin
Agama : Islam
Pendidikan : belum sekolah
Pekerjaan :-
Alamat : Kamayahan
Diagnosa Medis : TB paru
b. Identitas Orang Tua
1) Ayah
Nama : Tn. F
Usia : 28 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Alamat : Kamayahan

17
2) Ibu
Nama : Ny. J
Usia : 25 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Kamayahan
c. Identitas Saudara Kandung
NO NAMA USIA HUBUNGAN KET
1 - - - -

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama : batuk, nafsu makan menurun, berat badan tidak naik.
2) Keluhan saat dikaji : batuk, nafsu makan menurun, berat badan tidak naik.
Klien sering demam, riwayat kontak dengan pasien TB dewasa ada, yaitu
tetangga nenek klien.
b. Riwayat kesehatan dahulu (Khusus untuk anak usia 0-5 tahun )
1) Prenatal Care
a) Mulai melakukan perawatan selama hamil, sejak usia 4 bln sebanyak 4
kali
b) Keluhan ibu selama hamil : mual, kadang- kadang muntah
c) Tidak ada riwayat terkena sinar X
d) Kenaikan BB selama hamil 7 kg
e) Imunisasi : 2 X pemberian ( TT )
f) Golongan darah ibu A dan ayah B
2) Natal
a) Tempat melahirkan di Praktek Bidan.
b) Persalinan normal/ spontan
c) Penolong persalinan adalah Bidan
d) Komplikasi persalinan tidak ada
3) Post Natal
a) Kondisi bayi ( BB : 2200 gr dan PB : 47 cm ) APGAR 7/8

18
b) Anak pada saat lahir tidak mengalami aspiksia.
c) Tidak ada penyakit kuning, kebiruan, kemerahan, tidak ada problem
menyusui .
d) Penyakit yang pernah dialami : batuk pilek berlendir, demam dan berobat
ke Puskesmas.
e) Klien tidak pernah mengalami Kecelakaan termasuk keracunan
f) Prosedur operasi dan perawatan RS : tidak pernah
g) Alergi ( makanan, obat-obatan, zat/substansi, tekstil) tidak ada
h) Pengobatan dini ( komsumsi obat-obatan bebas ) : tidak ada
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit TB paru maupun penyakit
sistemik lainnya.
d. Riwayat imunisasi
No Jenis Imunisasi Waktu pemberaian Reaksi setelah pemberian
1. BCG 1X -
2. DPT 3X Demam
3. Polio 4X -
4 Campak 1X -
5. Hepatitis 4X -

e. Riwayat Tumbuh Kembang


1) Pertumbuhan Fisik
a) Berat Badan : 8 kg
b) Tinggi Badan : 79 Cm
2) Perkembangan Tiap tahap
Pertumbuhan : berat badan saat ini 8 kg
Perkembangan : umur 3 bulan anak sudah bisa mengangkat kepala
memasukkan tangan ke mulut.
f. Riwayat Nutrisi
1) Pemberian ASI
a) Pertama kali disusui : sekitar 2 jam setelah melahirkan
b) Waktu dan cara pemberian : tidak teratur ( setiap kali menangis )
c) Lama pemberian : sampai anak berhenti sendiri

19
2) Pemberian Susu tambahan
Diberikan susu botol sejak lahir , selang seling dengan ASI.
3) Pola perubahan Nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis nutrisi Lama pemberian
0 – 3 bulan ASI + susu botol 3 bulan
4 – sekarang ASI , susu botol 4 bulan - sampai sekarang

g. Riwayat Psikososial
- Anak bersama ayah, ibu, dan seorang kakak.
- Lingkungan berada di desa
- Hubungan antar anggota keluarga : baik
- Yang mengasuh anaknya adalah Ibu kandung
h. Riwayat Spritual
Keluarga sering beribadah
3. Reaksi Hospitalisasi
a. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Ibunya membawa anaknya ke Puskesmas karena telah berobat ke Bidan dan
diberi obat tapi keadaan anaknya tidak ada perubahan malah keadaannya tambah
berat. Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : ya Perasaan orang tua
saat ini : cemas, khawatir karena kondisi anaknya masih lemah, batuk, dan nafsu
makan berkurang.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
Belum dapat dikaji.
4. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Sebelum sakit : minum ASI tidak teratur setiap kali menangis sampai anak
berhenti sendiri serta diselingi susu botolan. Saat sakit : frekuensi minum ASI
serta susu botolan makin berkurang.
b. Pola Eliminasi
BAB 1 x sehari, konsistensi lembek, berbau khas
BAK 4-5 x/ hari, warna kuning jernih, berbau khas.
c. Pola tidur dan istirahat
Klien tidur siang 2-3 jam, tidur malam 7-8 jam, tidur klien pulas.

20
d. Pola aktivitas dan latihan
Aktifitas sehari-hari klien hanya bermain, tidak ada latihan khusus.
e. Personal Hygine :
 Mandi : Frekuensi 2 x/ hari.
 Cuci rambut : frekwensi 2 – 3 x/mgg ( tergantung kebutuhan )
 Gunting kuku : setiap kali panjang
f. Rekreasi
Frekwensi tidak terjadwal dengan keluarga.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien : lemah
b. Tanda – tanda vital :
 Suhu : 37oC
 Nadi : 85 kali / menit
 Respirasi : 50 X/ menit
c. Antropometri :
 Tinggi Badan : 79 cm
 Berat Badan : 8 kg.
 Lingkar lengan atas : 12 cm
 Lingkar kepala : 50 cm
 Lingkar dada : ... cm
 Lingkar perut : ... cm
d. Sistem Pernafasan
 Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : tidak ada, terdapat secret
 Leher :tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Dada :
- Gerakan dada : tidak terdapat retraksi dada, tidak simetris ki/ka
- Suara nafas : Ronkhi basah
e. Sistem kardiovaskuler :
 Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : tidak pucat/cyanosis.
 Sistem Pencernaan
 Skelera : tidak ikterus, Bibir : agak kering

21
 Mulut : Lidah agak kotor,berbau, stomatitis tidak ada, kemampuan menelan
baik, gerakan lidah bagus.
 Lambung : gerakan paristaltik normal, kembung tidak ada
 Anus : tidak ada lecet, hemoroid : tidak ada, spingter Ani berfungsi baik,
klien merasa dan dapat menahan BAB.
f. Sistem indra
 Mata : kelopak mata tidak ada kemerahan ataupun ptosis, bulu mata ada
posisi agak lentik, alis tebal, Visus 6/6, Lapang pandang : Normal
 Hidung : Penciuman baik dapat membedakan bau-bauan, perih dihidung
tidak ada, ada cairan hidung berupan secret, trauma hidung tidak pernah ,
mimisan tidak pernah.
 Telinga : keadaan daun telinga baik, operasi telinga tidak pernah, membran
tympani baik, fungsi pendengran baik dapat mendengar bunyi gesekan
rambut.
g. Sistem syaraf
Fungsi cerebral :
 Status mental: dapat merespon semua hal.
h. Sistem Muskulo Skeletal
 Kepala : ubun–ubun besar dan kecil tertutup
 Vertebrae : gerakan baik, ROM : baik
 Pelvis : ka-ki sejajar
 Kaki : keutuhan ligamen baik, ROM : agak kaku
 Bahu : Pergerakan baik
 Tangan : pergerakan baik
i. Sistem Integumen
 Rambut : warna : hitam, tidak mudah tercabut, cukup bersih
 Kulit : warna : Sawo matang, temperatur : normal , kelembaban : baik, sering
berkeringat.
 Kuku : warna : agak pucat, permukaan kuku datar, tidak mudah patah, bersih.
j. Sistem Endokrine :
 Kelenjar thyroid : Tidak ada pembesar
 Ekskresi urine : sering. ± 100 cc/ sekali berkemih

22
 Tidak ada riwayat urine dikelilingi semut
k. Sistem perkemihan ( semua normal bak lancar )
Sistem imun : Tidak ada riwayat alergi
l. Data Penunjang
Laboratorium : pemeriksaan mantoux
m. Program dan rencana pengobatan
- Rujukan ke Dokter Spesialis Anak di Rumah Sakit terdekat.

6. Analisa Data
Tabel 3.1 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif : Intake nutrisi yang Ketidakseimbangan
Orang tua klien mengatakan tidak adekuat nutrisi kurang dari
anaknya: kebutuhan tubuh
- Malas minum ASI dan susu
- Berat badan tidak naik- naik
Data Objektif
- Klien tampak lesu
- BB klien 8 kg
- TB 79 cm
2 Data subjektif Penumpukan sekret Ketidakefektifan
Orang tua klien mengatakan : bersihan jalan nafas
- anaknya batuk berdahak
- susah mengeluarkan dahak
Data Objektif
- Klien tampak susah
mengeluarkan dahak jika batuk
- Vital sign
Suhu : 37 ºc
Nadi : 85x/i
P : 50x/i
3 Data subjektif Kurang informasi Defisit
Orang klien mengatakan : tentang penyakit pengetahuan orang
- Tidak mengerti tentang penyakit

23
anaknya TB anak tua
- Apakah sakit anaknya ini bisa
disembuhkan
Data objektif
- Orang tua tampak bingung
- Orang tua klien bertanya-tanya
tentang penyakit anaknya.

7. Diagnosa Kebidanan :
Tabel 3.2 Diagnosa Kebidanan
No Diagnosa Ditemukan Masalah Diatasi
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1. Ketidak seimbangan 18-05-2021 19-05-2021
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake nutrisi yang tidak
adekuat

2. Bersihan jalan nafas 18-05-2021 19-05-2021


tidak efektif d.b
penumpukan
Secret
3. Defisit pengetahuan 18-05-2021 19-05-2021
orang tua b.d Kurang
informasi

8. Intervensi Kebidanan
Tabel 3.3 Intervensi Kebidanan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)

Defisit nutrisi (D.0019) Tujuan: Manajemen Nutrisi

24
Setelah dilakukan tindakan (I.03119)
keperawatan status nutrisi
Observasi
membaik
1. Identifikasi status
nutrisi
Kriteria hasil (L.030303): 2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang
3. Identifikasi makanan
dihabiskan meningkat
yang disukai
2. Berat bada membaik
4. Identifikasi kebutuhan
3. Nafsu makan membaik
kalori dan jenis
4. Indeks masa tubuh
nutrient
(IMT) membaik
5. Identifikasi perlunya
5. Frekuensi makan
penggunaan selang
membaik
nasogastrik
6. Monitor asupan
makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik

9. Lakukan oral hygiene


sebelum makan, jika
perlu
10. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
11. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
12. Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah

25
konstipasi
13. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
14. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi

16. Anjurkan posisi


duduk, jika mampu
17. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi

18. Kolaborasi pemberian


medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik),
jika perlu
19. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Bersihan jalan nafas Tujuan : Manajemen jalan nafas
tidak efektif b/d Setelah dilakukan intervensi (I.01011)
sekresi yang keperawatan diharapkan
Observasi
tertahan (D.0001) bersihan jalan napas
membaik 1. Monitor pola napas

26
(frekuensi, kedalaman,
Kriteria hasil (L.01001): usaha napas)
1. Batuk efektif meningkat 2. Monitor bunyi napas
2. Produksi sputum tambahan (mis.
menurum gurgling, mengi,
3. Wheezing menurun wheezing, ronchi
4. Dispnea menurun kering)
5. Gelisah menurun 3. Monitor sputum
6. Frekuensi napas (jumlah, warna,
membaik aroma)
7. Pola napas membaik Terapeutik

4. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
headtilt dan chin-lift
(jawthrust jika curiga
trauma servical)
5. Posisikan semi-fowler
atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
9. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan
benda pada dengan
forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika
perlu

27
Edukasi

12. Anjurkan asupan


cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
13. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi

14. Kolaborasi pemberian


bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Defisit pengetahuan Tujuan : Setelah dilakukan Edukasi perilaku upaya


(D.0111) tindakan tingkat kesehatan (I.12435)
pengetahuan meningkat
Observasi

1. Identifikasi kesiapan
Kriteria hasil (L.12111): dan kemampuan
menerima informasi
1. Perilaku sesuai anjuran
2. Identifikasi bahaya
meningkat
keamanan di
2. Kemampuan
lingkungan (mis. Fisik,
menjelaskan
biologi, dan kimia)
pengetahuan tentang
Terapeutik
suatu topik meningkat
3. Pertanyaan tentang 3. Sediakan materi dan
masalah yang dihadapi media Pendidikan
menurun kesehatan
4. Pertanyaan tentang 4. Jadwalkan Pendidikan
masalah yang dihadapi kesehatan
meningkat perilaku 5. Berikan kesempatan
membaik untuk bertanya

28
Edukasi

1. Ajarkan perilaku hidup


sehat
2. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

9. Implementasi Kebidanan
Tabel 3.4 Implementasi Kebidanan
NO Hari Diagnosa Implementasi Paraf
/Tanggal
1. 19-05- Ketidak 1.Mengidentifikasi status Nutrisi
2021 seimbangan 2.Mengidentifikasi alergi dan
nutrisi kurang intoleransi makanan
dari kebutuhan 3.Mengidentifikasi makanan yang
tubuh b.d intake disukai anak
nutrisi yang tidak 4.Mengidentifikasi kebutuhan
adekuat kalori dan jenis nutriet
5.Memonitor asupan makanan
6.Memonitor atau meevaluasi berat
badan setiap bulan
7. Memonitor hasil pemriksaan
laboratorium
2. 19-05- Bersihan jalan Manajemen Jalan Nafas
2021 nafas tidak 1.Memonitor frekwensi nafas,
efektif d.b kedalaman usaha nafas ,retraksi
penumpukan tarikan dinding dada
Secret 2.Memonitor bunyi nafas
(Wheezing, Ronchi)
3.Memonitor Sekret sputum
(jumlah,warna,aroma)
4.Berikan Minuman hangat

29
5.Menganjurkan asupan cairan
6.Memberikan arahan kepada
orang tua cara membantu anak
mengelurkan dahak
7.Mengkolaborasikan kepada
dokter untuk pemberian
bronkodilator,ekpektoran,mukolitik
jika perlu
3. 19-05- Defisit Edukasi perilaku uaya kesehatan.
2021 pengetahuan 1.Mengidentifikasi kesiapan dan
orang tua b.d kemampuan menerima informasi
Kurang informasi 2.Mengidentifikasi bahaya
keamanan di lingkungan (misal
Fisik,biologi dan Kimia)
3.Menyediakan media materi
Edukasi pendidikan kesehatan
terutama yg berhubungan dengan
permasalhan penyakit anak
4.Berikan kesempatan kepada
orang tua untk bertanya dengan
permaslahan kesehatan anak
5.Menajarkan cara prilaku hidup
sehat
6.Mengajarakan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

10. Evaluasi
Hasil evaluasi Asuhan Kebidanan pada An.M dilakukan pemeriksaan mantoux
dengan hasil positif TB pada anak. Untuk penanganan pada TB serta gizi buruk yang
terlihat dari asupan nutrisi anak dan berat badan yang semakin menurun, pihak
Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara melakukan tindakan rujukan ke
fasilitas Rumah Sakit terdekat.

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini dijelaskan kesenjangan antara teori dan asuhan kebidanan secara
langsung pada anak M dengan diagnosa TB paru di Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu
Sungai Utara yang meliputi pengkajian, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian pada tahap pengumpulan data, kelompok tidak mengalami kesulitan
karena kelompok telah mendapatkan data dari Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu
Sungai Utara. Agar pelaksanaan asuhan kebidanan berjalan lancar pada keluarga
diharapkan terbuka dan mengerti serta kooperatif.
Identitas Pasien : Pada tinjauan pustaka anak dengan TB paru berdominan terjadi pada
anak laki-laki. Sedangkan dari hasil tinjauan kasus ditemukan hal yag sama yaitu anak
laki-laki berumur 4 bulan. Pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus tidak ditemukan
kesenjangan.
Keluhan utama : Pada kasus tinjauan pustaka anak dengan TB paru biasanya dengan
keluhan batuk yang lebih dari 3 minggu, sedangkan pada tinjauan kasus yang ditemukan
keadaan umum pasien mual, batuk, nafsu makan menurun, berat badan tidak naik, dan ada
sekret yang susah keluar. Pada keluhan utama tidak ditemukan kesenjangan antara
tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.
Riwayat penyakit saat ini : Pada tinjauan pustaka teori mengatakan anak dengan TBC
dengan keluhan : demam selama >2 minggu dan berulang, batuk selama 3 minggu, nafsu
makan menurun, berat badan turun atau tidak naik 2 bulan berturut-turut, anak lesu tidak
seaktif biasanya, sedangkan hasil dari tinjauan kasus di peroleh data yaitu tidak ada
benjolan dileher atau kelenjar getah bening, pasien tidak mengalami demam selama
kurang lebih 2 minggu dan berulang, pasien mengalami penurunan nafsu makan, dan
pasien juga mengalami penurunan berat badan. Pada riwayat penyakit saat ini tidak
ditemukan kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.
Riwayat imunisasi : Pada tinjauan pustaka anak berusia 0-3 bulan di berikan imunisasi
BCG dengan dosis 0,05cc di berikan 1x secara intrakutan, sedangkan pada tinjauan kasus

31
pasien sudah di beri imunisasi BCG dengan dosis 0,05cc di berikan 1x secara intrakutan.
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus hal ini di karenakan
sudah sama dan sudah mendapatkan imunisasi BCG sesuai dengan yang seharusnya.
Riwayat penyakit keluarga : Pada tinjauan pustaka mengatakan secara patologi TB
Paru tidak di turunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah di
alami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
Sedangkan pada tinjauan kasus yang di temukan pada keluarga pasien tidak ada anggota
keluarga yang menderita TB Paru. Pada riwayat penyakit keluarga tidak ditemukan adanya
kesenjangan namun pada tinjauan kasus ditemukan data adanya kontak dengan pasien TB
dewasa yaitu tetangga nenek pasien.
Riwayat lingkungan : Pada tinjauan pustaka teori mengatakan lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan anak dengan TB Paru yaitu lingkungan yang sebagian besar
orang sekitarnya banyak yang menderita TB Paru. Sedangkan pada tinjauan kasus yang di
temukan adalah lingkungan sekitar rumah pasien yang padat dan para perokok aktif yang
merokok berdekatan dengan anak-anak di bawah umur. Walaupun dalam keluarga tidak
ada yang menderita TB Paru namun adanya faktor lingkungan setempat yang
mempengaruhi penularan meningkat lebih cepat pada bayi, terutama asap para perokok
aktif yang meningkatkan resiko TB laten sebesar 2 kali lipat.
Pada pemeriksaan fisik B1 (Breathing) menurut tinjauan pustaka di dapat Inspeksi :
bentuk dada dan gerakan pernapasan sekilas anak dengan TB paru biasanya tampak kurus
sehingga terlihat adanya penurunan proporsi lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru
seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga
dada. TB paru yang di sertai atelaksis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris.
Pada anak dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernafasan
tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya anak akan terlihat mengalami
sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan penggunaan otot bantu pernafasan. Batuk
dan sputum: saat melakukan pengkajian batuk pada anak dengan TB paru, biasanya di
dapatkan batuk produktif yang di sertai adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi
sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru di sertai
adanya bronkhietaksis yang membuat anak mengalami peningkatan produksi sputum.
Palpasi : palpasi trachea menandakan adanya gangguan penyakit pada lobus atas paru.
Pada TB paru yang di sertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trachea ke arah berlawana ke sisi sakit. TB paru tanpa komplikasi pada

32
saat di lakukan palpasi, gerakan dada saat pernafasan biasanya normal dan seimbang
antara bagian kanan dan kiri adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya di
temukan pada anak TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas. Getaran suara
(vokal fremitus) : Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di punggung
saat klien berbicara adalah bunyi yang di bangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas merasakan bunyi dada di sebut taktil fremitus.
Adanya penurunan taktil fremitus pada anak dengan TB paru biasanya di temukan pada
anak yang di sertai komplikasi trasmisi getaran suara harus melewati cairan yang
berakumulasi di rongga pleura. Perkusi : pada anak dengan TB paru minimal tanpa
komplikasi, biasanya akan di dapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Pada anak dengan TB paru yang di sertai komplikasi seperti efusi pleura akan di dapatkan
bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di
rongga pleura. apabila di sertai pneumothoraks, maka di dapatkan bunyi hiperresonan
terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi: pada anak dengan TB paru di dapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) pada
posisi yang sakit. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika anak berbicara atau
menangis di sebut dengan resonan vocal. Anak dengan TB paru yang di sertai komplikasi
seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan di dapatkan penurunan resonan vocal pada
sisi yang sakit. Sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan data yang sama yaitu pada
inspeksi pasien batuk, ada sekret, namun pada bentuk dada di temukan hal yang tidak
sama yaitu bentuk dada simetris, pola nafas irreguler, pada palpasi di dapatkan vocal
fremitus yang sama antara kanan dan kiri. Pada perkusi thorak di dapatkan suara
pekak/redup pada daerah yang terdapat sekret, pada auskultasi di temukan suara nafas
tambahan (ronkhi). Di bagian dada sebelah kanan (lobus dextra) bagian atas. Tidak ada
kesenjangan pada pemeriksaan fisik B1 (Breathing) dikarenakan pada tinjauan pustaka
dan tinjauan kasus terdapat kesamaan.
Pada pemeriksaan fisik B2 (Blood) pada tinjauan pustaka di dapatkan Inspeksi:
inspeksi tentang adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan fisik, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Palpasi: denyut nadi perifer
melemah. Perkusi: tidak ada. Auskultasi: bunyi jantung tambahan biasanya tidak di
dapatkan. Sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan data yang tidak sama yaitu : pasien
tidak terdapat sianosis, tidak ada pembengkakan jari tangan dan kaki. Pada palpasi ictus
cordis tidak teraba, CRT< 2 detik, tidak terdapat nyeri dada, nadi 90x/menit. Pada perkusi

33
suara sonor. Pada auskultasi di dapatkan bunyi S1 S2 tunggal. Pada pemeriksaan fisik B2
terdapat kesenjangan dikarenakan pada tinjauan kasus tidak ditemukan adanya sianosis
perifer dan gangguan perfusi jaringan berat hal ini disebabkan karena terjadi penurunan
sirkulasi lokal dan penurunan sirkulasi oksigen dalam jaringan perifer.
Pada pemeriksaan B3 (Brain) pada tinjauan pustaka di dapatkan data kesadaran
biasanya composmentis. Pada pengkajian obyektif, anak tampak dengan wajah meringis,
merintih, menegang dan menggeliat. Pada tinjauan kasus di dapatkan data yang sama yaitu
kesadaran pasien composmentis GCS 456, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala,
dan tidak ada kejang. Ibu pasien mengatakan anaknya istirahat tidur siang saat di rumah
kurang lebih 2 jam, di RS kurang lebih 1/2 jam, dan istirahat malam kurang lebih dirumah
8 jam, di RS 4 jam. Tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus
dikarenakan terdapat kesamaan.
Pada pemeriksaan fisik B4 (Bledder) pada tinjauan pustaka di dapatkan pengukuran
volume akut urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu bidan perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Anak
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi meminum OAT terutama
Rimfampisin. Sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan data bentuk alat kelamin pasien
normal dan bersih, frekuensi berkemih 3-4x/hari warna kuning, bau khas, produksi urine
kurang lebih ±500cc/hari dikamar mandi. Tidak ada kesenjangan pada pemeriksaan fisik
B4 (Bledder) dikarenakan pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan.
Pada pemeriksaan fisik B5 (Bowel) pada tinjauan pustaka di dapatkan data anak
biasanya mengalami mual mutah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
Sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan data keadaan mukosa mulut pasien kering dan
terlihat pecah- pecah, tidak ada sianosis, lidah bersih, rongga mulut bersih, tenggorokan
tidak ada pembesaran. Pada abdomen tidak ada asites dan nyeri tekan dan tidak ada
masalah eliminasi. Saat di puskesmas dan di rumah pasien BAB 1x/hari konsistensi
lembek warna kuning bau khas. Pada palpasi tidak terdapat benjolan, pada perkusi tidak di
dapatkan kembung, pada auskultasi bising usus dalam batas normal 12x/menit. Tidak ada
kesenjangan pada pemeriksaan fisik B5 (Bowel) dikarenakan pada tinjauan pustaka dan
tinjauan kasus terdapat kesamaan.
Pada pemeriksaan fisik B6 (Bone) pada tinjauan pustaka di dapatkan data Anak
dengan TB paru aktivitas sehari-harinya berkurang, gejala yang muncul antara lain
kelemahan, kelelahan, dan demam. Sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan data pada

34
pengkajian tidak di dapatkan fraktur, kemampuan pergerakan sendi dan tungkai bebas
kekuatan otot tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri maksimal, turgor elastis, tidak
ada odem, akral hangat. Kelembapan kulit lembab. Tidak ada kesenjangan pada
pemeriksaan fisik B6 (Bone) dikarenakan pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus
terdapat kesamaan.
Pada pemeriksaan fisik B7 (Pengindraan) pada tinjauan pustaka di dapatkan data anak
dengan TB paru, mata biasanya tidak mengalami gangguan, hidung terdapat sekret,
mukosa hidung lembab, telinga biasanya tidak mengalami gangguan, perasa baik dan
peraba bisa merasakan sentuhan. Sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan data pada
pengkajian mata: pada pemeriksaan fisik mata gerakan mata kanan dan kiri normal,
konjungtiva tidak anemis kanan dan kiri, sklera mata tidak ikterus kanan dan kiri, pupil
isokor kanan dan kiri, reflek terhadap cahaya positif kanan dan kiri, palpebra tidak odema
kanan dan kiri, tidak terdapat alat bantu penglihatan dan ketajaman penglihatan normal.
Hidung : pada hidung pasien mukosa hidung lembab, tidak ada sekret, dan ketajaman
penciuman normal. Telinga : kedua telinga pasien simetris kanan dan kiri, tidak ada
serumen kanan dan kiri, ketajaman pendengaran kanan dan kiri normal. Perasa : indra
perasa pasien normal: manis, asam, pahit, asin, pedas. Peraba: indra peraba pasien normal.
Tidak ada kesenjangan pada pemeriksaan fisik B7 (Pengindraan) dikarenakan pada
tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan. Pada pemeriksaan fisik B8
(Endokrin) pada tinjauan pustaka di dapatkan data anak dengan TB paru didapatkan tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar parotis, pada kasus TB paru jarang sekali
ditemukan masalah pada sistem endokrin atau hormonal. Sedangkan pada tinjauan kasus
di dapatkan data pada pemeriksaan ini tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar
parotis. Tidak ada kesenjangan pada pemeriksaan fisik B8 (Endokrin) dikarenakan pada
tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan. Pada pemeriksaan penunjang di
tinjauan kasus yang kelompok temukan adalah hasil pemeriksaan mantoux positif.
2. Diagnosis kebidanan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus pasien An.M yang sesuai tinjauan
pustaka ialah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi sputum berlebih
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konsolidasi dan eksudasi
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi
d. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi

35
e. Defisiensi tingkat pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya informasi
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
Pada tinjauan kasus di peroleh tiga diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pembentukan sputum
berlebih.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutisi kurang.
c. Defisiensi tingkat pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya informasi
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus pasien An.M yang sesuai tinjauan
pustaka ialah sebagai berikut di temukan enam diagnosa keperawatan yaitu,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi sputum berlebih,
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konsolidasi dan eksudasi,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi, hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi, resiko
infeksi berhubungan dengan organisme purulen, defisiensi pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi. Tetapi pada tinjauan kasus tidak ditemukan
diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konsolidasi dan
eksudasi, dikarenakan tidak didapatkan data yang menunjang masalah gangguan
pertukaran gas selain itu pasien juga tidak dilakukan pemeriksaan GDA. Diagnosa
hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi tidak muncul pada tinjauan kasus karena
tidak didapatkan peningkatan suhu tubuh pada pasien. Diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan organisme purulen tidak muncul pada tinjauan kasus di karenakan
pasien sudah terinfeksi oleh Mycrobacterium Tuberculosis.
3. Perencanaan
Pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi
sputum berlebih tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus
dikarenakan pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan.
Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi kurang tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan
tinjauan kasus dikarenakan pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan.
Pada diagnosa defisiensi tingkat pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan
kurangnya informasi tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan
kasus dikarenakan pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan.
4. Implementasi

36
Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan secret yang disebabkan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap informasi
tindakan manajemen pembersihan jalan nafas. Salah satunya memberikan arahan kepada
orang tua cara membantu mengeluarkan dahak pada anak. Kemudian melakukan
kolaborasi dengan tim medis dalam pengobatan.
Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang kurang perencanaan yang telah dilakukan, menjelaskan kepada
keluarga tentang pentingnya nutrisi, menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan
makanan sedikit tapi sering atau memberikan makanan yang disukai anak,memonitor atau
mengevaluasi berat badan anak setiap bulan dan berkolaborasi dengan Ahli gizi untuk
menentukan komposisi.
Pada diagnosa defisiensi tingkat pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan
kurangnya informasi perencanaan keperawatan yang telah dilakukan yaitu menjelaskan
pada keluarga klien tentang proses penyakit, definisi, etiologi, manifestasi klinis, cara
penularan dan cara pencegahan TB dan menjelaskan tentang program pengobatan.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap kelima dimana dilakukan pengukuran keberhasilan dari
suatu tindakan asuhan kebidanan yang telah dilakukan oleh kelompok serta kerjasama
dengan tim perawat di Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara dari tanggal 18
Mei 2021. Adapun dalam evaluasi proses kelompok menggunakan intervensi yang telah
dibuat peserta respon dari pasien sedangkan evaluasi hasil kelompok menggunakan SOAP
(Subjektif, Objektif, Analisa dan Planning) untuk dapat mengetahui apakah masalah
teratasi, teratasi sebagian, sebelum teratasi/timbul masalah baru. Evaluasi proses dan
evaluasi akhir yang kelompok lakukan selama 3 minggu berturut-turut.
Adapun evaluasi keperawatan dengan masalah teratasi sebagian, dari anak M selama
dilakukan asuhan kebidanan dan keperawatan, sebagai berikut :
a. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produktif sputum
akibat proses infeksi. Evaluasi yang didapatkan adalah pasien mengatakan batuk sudah
mulai berkurang, terdengar suara ronchi, frekuensi pernapasan normal. Planning pada
diagnosa ini lanjutkan intervensi, observasi manajemen jalan nafas.
b. Resiko nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan intake yang tidak adekuat. Evaluasi
yang didapatkan adalah keluarga pasien mengatakan pasien mual berkurang dan nafsu
makan menurun. Planning pada diagnosa ini dilanjutkan intervensi anjuran makan

37
sedikit tapi sering, berikan dukungan untuk tetap memberikan asupan nutrisi, lanjutkan
pemberian obat.
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang informasi tentang proses
penularan dan pencegahan. Evaluasi yang didapatkan adalah keluarga pasien mulai
memahami informasi tentang proses penularan dan pencegahan TB paru pada anak.
Planning yang akan dilakukan adalah lanjutkan intervensi, anjurkan keluarga pasien
untuk menggunakan masker dan memberikan informasi kepada warga setempat.
Lanjutkan pemberian obat.
Adapun faktor pendukung dalam melakukan evaluasi yaitu keluarga pasien
kooperatif saat diajak berbicara. Faktor penghambat yang kelompok temukan yaitu
kurang lengkap nya pendokumentasian yang dilakukan oleh perawat di Puskesmas
Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama respon klien dari tindakan pada
evaluasi proses dan untuk evaluasi hasil. Solusi yang kelompok lakukan
mengoptimalkan pendokumentasian melalui catatan keperawatan dan catatan
perkembangan yang terdapat dalam makalah ini.

38
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada An.M dengan kasus TB paru Anak
di Puskesmas Guntung Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021, penulis mampu :
1. Memahami konsep TB paru anak
2. Mampu melaksanakan pengkajian pada An.M dengan kasus TB anak
3. Mampu menegakkan diagnosa kebidanan sesuai dengan analisa data yang di
dapat
4. Melaksanakan tindakan nyata/intervensi kebidanan sesuai dengan analisa data
yang di dapat.
5. Mampu mengevaluasi hasil dari tindakan kebidanan sesuai dengan masalah yang
diprioritaskan.
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan/kebidanan
pada anak TB Paru, maka kelompok dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengkajian pasien di dapatkan batuk, nafsu makan menurun, berat badan
tidak naik, ada demam disertai mukosa bibir kering. Di dapatkan data fokus
pasien batuk di sertai dahak yang susah keluar, terdapat otot bantu nafas, suara
nafas ronkhi dan bunyi redup pada dada sebelah kanan, terdapat penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan, mukosa bibir kering keadaan umum cukup,
kesadaran komposmentis, kemampuan pergerakan bebas, tidak ada masalah
eliminasi.
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan defisiensi
pengetahuan tentang penyakit.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi sputum
berlebih pada paru-paru menimbulkan batuk berdahak, setelah di lakukan asuhan
keperawatan dengan tujuan ketidakefektifan bersihan jalan nafas kembali efektif,
kriteria hasilnya anak dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan, batuk berkurang,
pola nafas reguler, suara nafas tambahan tidak ada, sputum tidak ada, suara nafas
vesikuler, RR dalam batas normal 20-21x/menit. Ketidakseimbangan nutrisi

39
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan tujuan menunjukkan berat badan meningkat, nafsu makan
meningkat atau porsi makan habis, melakukan perilaku untuk mempertahankan
berat badan yang tepat. Defisiensi pengetahuan tentang penyakit berhubungan
dengan kurang informasi, setelah di lakukan asuhan keperawatan dengan tujuan
keluarga pasien dan pasien mengerti proses penyakitnya dan program perawatan
serta terapi yang di berikan dengan kriteria hasil : ibu pasien mampu menjelaskan
kembali tentang penyakitnya, ibu pasien mampu mengenal kebutuhan perawatan
dan pengobatan sesuai dengan penyakitnya, ibu pasien mampu menyebutkan 3
dari 5 pencegahan TBC, ibu pasien mampu menyebutkan cara penularan TB, ibu
pasien mampu menyebutkan penyebab dan tanda gejala TB.
4. Pada akhir evaluasi semua tujuan dapat di capai karena adanya kerjasama yang
baik antara pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan. Hasil evaluasi pada anak
M sudah sesuai dengan harapan masalah teratasi.

B. Saran
1. Bagi Profesi Kebidanan
Penulisan ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi bagi bidan dalam
memberikan asuhan pada kasus TB paru pada Anak
2. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai tugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai pengetahuan,
keterampilan yang cukup serta dapat bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya
dengan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru.
3. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan pengalaman
dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung pada pasien TB paru
Anak
4. Bagi Institusi Pendidikan
Penulis Karya ilmiah ini dapat memberikan referensi kepustakaan dan
masukan tentang asuhan kebidanan pada pasien TB paru Anak.

40
EVALUASI

Seorang bayi laki-laki datang ke Puskesmas A dibawa oleh orang tuanya, pada tanggal
20-02-2022 dengan maksud ingin memeriksakan bayi laki-laki nya yang berusia 5 bulan
dengan keluhan mual, batuk, nafsu makan menurun serta berat badan tidak naik. Dari
pemeriksaan fisik pada anak didapatkan hasil: BB bayi 8 Kg, PB 79 Cm, Suhu : 37oC, Nadi :
85 kali / menit, Respirasi : 50 X/ menit. Kemudian dilakukan pemeriksaan test mantoux
dengan hasil positif TB pada anak dan dilakukan rujukan dari Puskesmas A ke Rumah Sakit
Umum Daerah.
Di bawah ini adalah faktor resiko TB pada anak, kecuali :
a. Prevalensi TB di masyarakat yang tinggi
b. Tertular dari kontak serumah dengan TB BTA positif
c. vaksinasi BCG
d. Infeksi HIV
e. Gizi kurang

41
DAFTAR PUSTAKA

Brajadenta, G. S., Saprasetya, A., Laksana, D., Sang, I. D., & Putu, A. (2018). Faktor Risiko
Tuberkulosis Paru Anak : Studi pada Balai Kesehatan Paru Masyarakat ( BKPM )
Purwokerto. 7(2), 1–6. https://doi.org/10.30994/sjik.v7i2.160

Febrian, M. A. (2015). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN BANDUNG. III(2), 64–


79.

Marlinae, L. dkk. (2019). Desain Kemandirian Pola Perilaku Kepatuhan Minum Obat Pada
Penderita TB Anak Berbasis Android (S. Theana, A. Lutfiani, & Marisa (eds.)).

Panco, R. A. S. (2019). DOI: http://dx.doi.org/10.33846/sf10405 Pencegahan Tuberkulosis


Paru dalam Keluarga: Kajian Literatur Sri Ayu Rahayu S. Paneo. 10(2), 270–274.

Pratama, arvendo yogi. (2021). Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 3, 237–242.

Rakhmawati, F. J., & Yulianti, A. B. (2020). Angka Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak
dengan Imunisasi BCG di RSUD Al-Ihsan Bandung Bulan Januari – Juni 2019 Numbers
of Lung Tuberculosis in Children with BCG Immunization in Al Ihsan Bandung Hospital
Months January – June 2019. 2(2), 114–117.

42

Anda mungkin juga menyukai