Anda di halaman 1dari 15

TUGAS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

“TUBERKULOSIS PARU”

Oleh:

Dwi Aprilio (14120190081)

Muhammad Zulfikar (14120190205)

Muhammad Yusril Fauzan (14120190267)

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2020/2021

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tuberkulosis Paru” ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Sistem Informasi Kesehatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Sistem Informasi Kesehatan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Farihah.selaku dosen mata kuliah yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar,17 April 2021

Penulis
Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Pengertian TB..................................................................................................................................6
B. Etiologi TB......................................................................................................................................7
C. Gejala Klinis TB..............................................................................................................................8
D. Pencegahan......................................................................................................................................9
E. Scrining TB...................................................................................................................................11
BAB III......................................................................................................................................................12
PENUTUP.................................................................................................................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang
disebabkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru, penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada didunia
sejak 5000 tahun sebeum Masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian
penyakiit TB baru terjadi dalam dua abad terakhir.

World Health Organization (2013) menjelaskan bahwa penyakit tuberku-losis paru (TB)
saat ini telah menjadi ancaman global, karena hampir sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi. Sebanyak 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada
negara-negara berkembang. TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit
menular dan merupakan peringkat ketiga dari 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia
yang menyebabkan 100.000 kematian setiap tahunnya. Kementerian Kesehatan RI (2013)
menjelaskan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China yaitu hampir
700 ribu kasus, angka kematian masih tetap 27/100 ribu penduduk. Ditemukan jumlah kasus
baru BTA positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi dilaporkan
terdapat di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga
provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan


jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah
sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000
kasus baru dan kematian 101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di
Indonesia yang ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah
110 per 100.000 2 penduduk (Riskesdas, 2013).

Di Indonesia sendiri tercatat 0,42% penduduknya terdiagnosis penyakit TBC. Angka


kejadian TBC tertinggi di Indonesia berada di provinsi Papua dengan prevalensi 0,77%,
kemudian provinsi Banten Page 2 dengan prevalensi 0,76%, kemudian provinsi Jawa Barat
dengan prevalensi 0,63% (Riskesdass 2018)

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Tuberkulosis
2. Bagaimana Etiologi Tuberkulosis
3. Apa Saja Gejala Tuberkulosis
4. Bagaimana Epidemiologi Pencegahan Dan Penanggualangan Tuberkulosis
5. Bagaimana Skirining Tuberkulosis

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tuberkulosis
2. Untuk Bagaimana Etiologi Tuberkulosis
3. Untuk Mengetahui Gejala Tuberkulosis
4. Untuk Mengetahui Pencegahan Tuberkulosis
5. Untuk Mengetahui Skirining Tuberkulosis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian TB

TBC (tuberkulosis) disebabkan oleh infeksi kuman dengan nama yang sama, yaitu
Mycobacterium tuberculosis. Kuman atau bakteri ini menyebar di udara melalui percikan ludah
penderita, misalnya saat berbicara, batuk, atau bersin. Meski demikian, penularan TBC
membutuhkan kontak yang cukup dekat dan cukup lama dengan penderita, tidak semudah
penyebaran flu.Kuman TBC tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa menyerang
tulang, usus, atau kelenjar. Penyakit ini ditularkan dari percikan ludah yang keluar penderita
TBC, ketika berbicara, batuk, atau bersin.

Makin lama seseorang berinteraksi dengan penderita TBC, semakin tinggi risiko untuk
tertular. Misalnya, anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TBC. Pada
penderita TBC yang tidak menimbulkan gejala (TBC laten), kuman TBC tetap tinggal di
dalam tubuhnya. Kuman TBC dapat berkembang menjadi aktif jika daya tahan tubuh orang
tersebut melemah, seperti pada penderita AIDS. Namun, TBC laten ini tidak menular.

Risiko penularan setiap tahun Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) di Indonesia
dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1- 3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%,
berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk sepuluh orang diantaranya akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar
10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Diperkirakan bahwa pada daerah
dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita
tuberkulosis setiap tahun,dimana 50 penderita adalah BTA positif (Kemenkes, 2011).

Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah


daya tahan tubuh yang rendah, antara lain keadaan gizi buruk atau HIV/AIDS. Penularan TB
akan lebih mudah terjadi antara lain: (Kemenkes, 2011)

1. Hunian padat (overcrowding), misalnya di penjara, pondok pesantren, dan tempat-tempat


pengungsian dan kurang berventilasi
2. Situasi sosial ekonomi yang tidak menguntungkan (social deprivation), misalnya keadaan
malnutrisi, pelayanan kesehatan yang buruk, tuna wisma.
3. Lingkungan kerja, misalnya pertambangan, laboratorium, rumah sakit.

B. Etiologi TB
Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut sebagai basil tahan asam,
intraseluler, dan bersifat aerob.

Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat
fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya
akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap
serangan sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan
asam (pewarna tahan asam).

Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan basil tersebut.

Transmisi organisme ini secara primer terjadi melalui droplet di udara yang berasal dari
individu yang mengidap TB aktif, atau dalam stadium infeksius TB. Walaupun pernah pula
dilaporkan penularan melalui transdermal dan gastrointestinal.

Droplet rata-rata berdiameter 1-5 µm, yang dalam sekali batuk dapat menyemburkan
3000 droplet terinfeksi, dimana sedikitnya 10 basil saja sudah mampu mengawali infeksi
paru-paru.

Individu imunokompeten yang terpapar Mycobacterium tuberculosis biasanya akan


berstatus terinfeksi TB laten atau dorman. Hanya 5% dari individu-individu tersebut yang
kemudian akan memperlihatkan gambaran klinis. Namun, bila kekebalan tubuh individu
yang imunokompeten berubah menjadi menurun, atau tidak kompeten maka Mycobacterium
tuberculosis yang tadinya laten/dorman akan aktif kembali, memperbanyak diri dan merusak
jaringan paru.

Transmisi infeksi TB bergantung pada 3 hal, yaitu jumlah kuman yang dikeluarkan,
konsentrasi kuman, dan lamanya basil-basil TB berada di udara bebas
Penularan tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernafasan, kuman Mycobacterium tuberkulosis tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan
dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut

Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan. Gejala utama adalah batuk terus menerus dan berdahak selama
2 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang sering dijumpai adalah dahak bercampur darah,
batuk berdarah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari sebulan (Kandun, 2000). Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai
pula pada penyakit paru selain tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Unit
Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut harus dianggap sebagai seorang “suspek
tuberkulosis” atau tersangka penderita TBC, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai 700 penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya (Kemenkes, 2011)

C. Gejala Klinis TB
TB Paru adalah penyakit radang parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium Tuberculosis. TB Paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit
TB sedangkan 20% selebihnya merupakan TB Ekstra Paru.

Tuberkulosis paru mempunyai prevalensi dan frekuensi tertinggi dibandingkan dengan


penyakit tuberkulosis lainnya seperti tuberkulosis miliar, tuberkulosis tulang, tubererkulosis
meningitis dan tuberkulosis ekstra paru lainnya. Menurut Kemenkes (2011), gejala umum
dari tuberkulosis yang harus diketahui secara praktis adalah batuk terus menerus, berdahak
atau bercampur darah dan nyeri dada yang berlansung selama 2 minggu atau lebih. Gejala
lainnya adalah nafsu makan hilang, berat badan menurun, berkeringat malam tanpa ada
kegiatan, demam dan sesak nafas.

Gejala-gejala dari tuberkulosis kelenjar adalah timbulnya pembengkakan pada kelenjar


getah bening yang terinfeksi jika mengenai selaput otak (meningen) akan timbul gejala
seperti meningitis yaitu sakit kepala, demam, kejang, kaku kuduk, dan gangguan mental.

D. Pencegahan

Dalam pencegahan tuberkulosis ini level pencegahan primer adalah pencegahan yang
paling harus dilakukan karena level primer ini adalah level pencegahan pertama sebelum
masalah timbul dan sebelum menularkan pada anggota sehat lainnya karena mencegah
sebelum masalah timbul lebih baik dan lebih mudah dilakukan daripada melakukan
pengobatan seperti yang dilakukan dalam level pencegahan sekunder. Sedangkan pada level
pencegahan tersier di khususkan untuk mengurangi kecacatan dan keterbatasan masih sangat
kurang dilakukan oleh keluarga. Hal ini dikarenakan meskipun sebagian besar responden
termasuk dalam usia produktif dalam memahami pengetahuan yang didapatkan tetapi karena
kesibukan pekerjaan sebagai petani maka mereka jarang mendapatkan kesempatan dan
waktu luang untuk mengikuti berbagai informasi terutama informasi tentang pencegahan
tersier.

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah tahap pencegahan yang dilakukan sebelum masalah timbul.
Pencegahan primer melibatkan promosi kesehatan dan tindakan pencegahan spesifik atau
tindakan perlindungan kesehatan yang dirancang untuk menjaga individu bebas dari
penyakit atau cedera. Tindakan pencegahan spesifik atau prilaku yang melindungi
kesehatan juga disebut pemeliharaan kesehatan. Promosi kesehatan yang dilakukan dapat
berupa pemberian pendidikan kesehatan, kebersihan diri, penggunaan sanitasi lingkungan
yang bersih, imunisasi, perubahan gaya hidup. Perawat keluarga harus membantu
keluarga untuk memikul tanggung jawab kesehatan mereka sendiri, keluarga tetap
mempunyai peran penting dalam membantu anggota keluarga untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik
b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah tahap pencegahan kedua yang dilakukan pada awal
masalah timbul maupun saat masalah berlangsung dengan melakukan deteksi dini dan
melakukan tindakan penyembuhan seperti screening kesehatan, deteksi dini adanya
gangguan kesehatan.

Pelaksanaan pencegahan sekunder meliputi penderita tuberkulosis paru diminta


menutup hidung dan mulutnya apabila mereka batuk atau bersin, minum obat sesuai
anjuran dokter, tidak meludah disembarang tempat.

Pengetahuan baik yang didapatkan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti media
massa,pengalaman, usia dan lingkungan. Pelaksanaan sekunder ini dilakukan agar
penderita tidak menularkan kepada anggota yang sehat lainnya dengan pencegahan yang
cukup baik tersebut diharapkan resiko menularkan kepada anggota sehat lainnya dapat
berkurang.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah level pencegahan yang dilakukan ketika masalah telah selesai.
selain mencegah juga meminimalkan keterbatasan dan memaksimalkan fungsi melalui
rehabilitasi seperti melakukan rujukan kesehatan, melakukan konseling kesehatan bagi
yang bermasalah, memfasilitasi ketidakmampuan dan mencegah kematian.

Pencegahan tersier merupakan pencegahan setelah masalah berakhir tetapi apabila


tidak dilakukan dengan benar maka ada kemungkinan masalah itu kembali dan
menambah keterbatasan penderita. Menurut Potter & Perry (2005) pencegahan penyakit
merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Perawatan pencegahan
melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan termasuk Program pendidikan kesehatan
khusus yang dibuat untuk membantu klien menurunkan resiko sakit, mempertahankan
fungsi yang maksimal, dan meningkatkan kebiasaan yang beruhubungan dengan
kesehatan yang baik.

Memaksimalkan peran perawat dalam pencegahan penularan tuberkulosis paru


menjadi salah satu langkah strategis yang bisa diprioritaskan seperti dengan melakukan
home care kepada keluarga sehingga dengan melakukan kunjungan seperti itu diharapkan
setiap keluarga memahami secara rinci tentang pencegahan penularan tuberkulosis.
Pendidikan kesehatan mengenai pencegahan penyakit menular tuberkulosis paru yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dan keluarga sangat bermanfaat dalam hal
sehingga penularan tuberkulosis dapat dicegah. Dengan demikian peran perawat
komunitas sebagai edukator, advokat, konseling, fasilitator dan case finding juga sangat
dibutuhkan dalam hal pencegahan penularan tuberkulosis paru
E. Scrining TB
Skirining adalah uatu kegiatan untuk mengidentifikasikan dan memisahkan orang
yang tampaknya sehat, tetapi kemungkinan berisiko terkena penyakit dari mereka yang
mungkin tidak terkena penyakit tersebut (Timmreck, 2005). Skrining tidak dimaksudkan
untuk mendiagnosis penyakit. Orang-orang yang positif berpenyakit atau orang-orang
yang dicurigai berpenyakit harus dirujuk ke dokter untuk memperoleh diagnosis dan
pengobatan yang diperlukan. Selain itu, skrining disebut juga penyaringan penyakit yaitu
salah satu metode dalam epidemiologi untuk menemukan penyakit secara aktif pada
orang-orang yang tanpa gejala (asimtomatis) dan nampak sehat (Priyono, 2009). Menurut
Lapau (2009) memberi batasan bahwa skrining adalah satu uji sederhana, murah, dan
cepat untuk mengetahui seseorang dengan faktor risiko (faktor yang mungkin
menyebabkan seseorang menderita sakit) atau penyakit subklinis (penyakit tanpa gejala
dan tanda serta penderita sendiri tidak mengetahui bahwa sakit atau asimtomatis).
Skrining bukan alat untuk mendiagnosis, subjek yang ditemukan positif atau
kemungkinan mengidap suatu penyakit tertentu, skrining masih perlu dirujuk kembali
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakan diagnosa. Biasanya kegiatan
skrining bukan berasal dari kemauan penderita tetapi berasal dari petugas kesehatan atau
pihak lain yang ingin mengetahui besarnya kejadian penyakit tertentu.

Tujuan uji skrining adalah deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak
khas terhadap orang-orang yang tampak sehat, tetapi menderita penyakit yaitu orang yang
mempunyai risiko tinggi untuk terkena penyakit (population at risk).

Skrining Tuberkulosis

1. Uji Diagnostik Sesuai dengan perjalanan alamiah dari TB, maka dalam penegakan uji
diagnostik pada skrining adalah berdasarkan gejala klinis TB yaitu : Batuk berdahak
selama 2-3 minggu atau lebih. Dahak bercampur darah, Batuk darah, Sesak napas ,
Rasa nyeri dada, Badan lemah, Nafsu makan menurun, Berat badan turun, Rasa
kurang enak badan (malaise), Berkeringat pada malam hari walaupun tanpa Demam,
meriang yang berulang lebih dari sebulan kegiatan.

2. Baku emas (Gold Standar) dalam pelaksaan skrining ini adalah didasarkan pada paru
ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
TBC (tuberkulosis) disebabkan oleh infeksi kuman dengan nama yang sama, yaitu
Mycobacterium tuberculosis. Kuman atau bakteri ini menyebar di udara melalui percikan
ludah penderita, misalnya saat berbicara, batuk, atau bersin. Meski demikian, penularan
TBC membutuhkan kontak yang cukup dekat dan cukup lama dengan penderita, tidak
semudah penyebaran flu.Kuman TBC tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa
menyerang tulang, usus, atau kelenjar. Penyakit ini ditularkan dari percikan ludah yang
keluar penderita TBC, ketika berbicara, batuk, atau bersin. Penyakit ini lebih rentan terkena
pada seseorang yang kekebalan tubuhnya rendah, misalnya penderita HIV.

TB Paru adalah penyakit radang parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium Tuberculosis. gejala umum dari tuberkulosis yang harus diketahui secara
praktis adalah batuk terus menerus, berdahak atau bercampur darah dan nyeri dada yang
berlansung selama 2 minggu atau lebih. Gejala lainnya adalah nafsu makan hilang, berat
badan menurun, berkeringat malam tanpa ada kegiatan, demam dan sesak nafas.

Penyakit ini dapat dicegah dengan 3 level yaitu: pencegahan primer seperti penyuluhan
kesehatan,pencegahan sekunder seperti mencari pengobatan dan pencegahan tersier seperti
menjaga pola hidup sehat

Uji skrining tuberculosis paru dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu 1.Uji klinis atau
melihat secara langsung gejala yang ada, 2. Baku emas (Gold Standar) dalam pelaksaan
skrining ini adalah didasarkan pada paru ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

B. Saran

1.Dinas Kesehatan Kabupaten

Merencanakan kegiatan skrining TB paru di wilayah puskesmas lainnya sehingga cakupan


penemuan kasus TB paru di Kabupaten Banyumas dapat ditingkatkan.

2. Puskesmas

Bagi pelaksanaan skrining - Pasien TB BTA positif yang sudah ditemukan dalam kegiatan
skrining segera dilakukan motivasi untuk menjalani program pengobatan sesuai dengan
standar program nasional TB. - Bagi suspek dengan BTA Negatif, dilakukan tindak lanjut
penatalaksanaan sesuai dengan Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa - Pengambilan
sampel dahak yang purulen lebih ditingkatkan, dan jika mendapatkan sampel dahak berupa
air liur, harus dilakukan pengulangan pengambilan sampel dahak. b. Bagi peningkatan
cakupan penemuan kasus TB paru - Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat di
wilayah kerja puskesmas tentang TB terutama kepada orang yang mempunyai gejala TB,
tentang cara mengeluarkan dahak dan cara menyiapkan dahak yang berkualitas sebagai
sampel pemeriksaan mikroskopis dahak. - Jika menemukan pasien di puskesmas dengan
gejala batuk 720 berupa batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, sesak nafas, berat
badan menurun, demam meriang lebih dari 1 bulan, segera dilakukan pemeriksaan dahak
mikroskopis. - Pengobatan pasien TB BTA positif, baik hasil dari kegiatan skrining ini
maupun yang ditemukan dalam pelayanan di Puskesmas harus dikelola dengan baik,
sehingga mampu menyelesaikan pengobatan dan mengikuti pemeriksaan follow-up dahak
sesuai pedoman nasional TB dengan harapan tidak terjadi drop- out dan angka
kesembuhannya mencapai 100%.

3. Masyarakat Bagi masyarakat yang memiliki gejala batuk berdahak selama 2 – 3 minggu
atau lebih, terlebih jika gejala tersebut disertai dengan sesak nafas, berat badan menurun,
demam meriang lebih dari 1 bulan segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., Ramadiani, R., & Hatta, H. R. (2017). Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit
Tuberkulosis. Informatika Mulawarman : Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer, 12(1), 56.
https://doi.org/10.30872/jim.v12i1.224
Iik, O. A. (2017). Volume 4 ‫ ן‬Nomor 1‫ן‬. Jurnal Ekonologi Ilmu Manajemen, 4(1), 195–202.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/ekonologi/article/view/1150
Kemenkes RI. (2017). Kebijakan Program Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia. Modul
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, 1–23.
Kemenkes Rl. (2016). Info data dan informasi Tuberculosis Temukan Obati Sampai Sembuh (p.
12).
Mardiah, A. (2019). Skrining Tuberkulosis (Tb) Paru Di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa
Tengah. Jurnal Kedokteran, 4(1), 694. https://doi.org/10.36679/kedokteran.v4i1.62

Anda mungkin juga menyukai