Anda di halaman 1dari 22

A.

KONSEP DASAR HEMODIALISA


1. PENGERTIAN
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis nadalah memisah
dari yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan komponen darah dari zat
metabolisme dan zat yang dibutuhkan oleh tubuh dengan menggunakan ginjal pengganti
(dialyzer) dan dialisat melalui membran semi permeabel.
Hemodialisa-dialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air mengadakan
difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dan kompartemen cair menuju
kompartemen lain (Prince & Wilson, 2005). Proses ini digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan elektrolit limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut.

2. TUJUAN HEMODIALISA
a. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.

3. INDIKASI HEMODIALISA
a. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil dengan terapi
konservatif.
b. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginjal.
c. Dialisis pre operatif.

4. INDIKASI ABSOLUTE HEMODIALISA


a. Ureum lebih dari 200 mg%
b. Kreatinin lebih dari 8 mg%
c. Kelebihan voleme cairan coverload.
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit/hiperkalemia
e. Gangguan asam basa (asidosis) pH < 7,2
f. Klinis uremia dengan kesadaran menurun meskipun ureum darah < 200 mg%
g. Keracunan obat dan kesalahan transfuse
h. Tes Clearen Creatinin (CCT) < 10 ml/menit
i. Perikarditis
j. Uremic lung
k. Enselopati
l. Hipertensi Berat

5. PRINSIP HEMODIALISA
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan oleh suatu
membran (selaput tipis) yang disebut membrane semi permeabel. Membrane dapat dilalui
oleh air dan zat tertentu (zat sampah) sesuai dengan besar molekulnya. Proses ini disebut
dialisis yaitu pemisahan air dan zat tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen
dialisat atau sebaliknya dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui
membrane semi permeabel.

6. MEKANISME PERPINDAHAN HEMODIALISA


Mekanisme perpindahan ditentukan oleh 3 proses, yaitu:
a. Difusi
Berpindahnya suatu zat (solute) karena tenaga yang ditimbulkan oleh keadaan kadar
zat (konsentrasi) di dalam darah dan dializat yaitu makin tinggi kadar zat dalam darah
makin banyak yang dipindahkan ke dializat. Kecepatan perpindahan darah
dipengaruhi oleh:
1) Konsentrasi
2) Berat molekul
3) QB dan QD
4) Luas permukaan membran
5) Permeabilitas membrane
b. Osmosis
Perpindahan air oleh karena kimiawi, yaitu karena perbedaan osmolalitas darah dan
dialisat.

c. Ultrafiltrasi
Berpindahnya air dan zat melalui membran semi permeabel akibat tekanan hidrostatik
yang bekerja pada membrane atau perbedaan tekanan hidrostatik di dalam
kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Perpindahan dan kecepatan ini
dipengaruhi oleh :
1) TMP (trans membrane pressure)
2) Luas permukaan membran
3) KUF (koefisien Ultra Filtrasi
4) QB dab QD

7. KOMPONEN UTAMA HEMODIALISA


Komponen utama hemodialisa terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Sirkulasi darah
Adalah sirkulasi yang memberikan darah dari tubuh melalui jarum atau kanula arteri
dengan bantuan pompa darah (blood pump) ke kompartemen darah dengan kecepatan
aliran darah QB kemudian darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui jarum/kanula
vena. Sirkulasi darah ada 2 bagian besar, yaitu:
1) Saluran arteri (arteri line) atau in let set yaitu: saluran sirkulasi darah sebelum
dializer yang berwarna merah (ABL)
2) Saluran vena ( vena line) atauout let set yaitu: saluran sirkulasi darah sesudah
dialyzer yang berwarna biru (AVL)
b. Sirkulasi cairan dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa, berada dalam
kompartemen dialisat, bersebrangan dengan kompartemen darah dengan bantuan
pompa dialisat, ada 2 jenis dialisat yaitu:
a. Asetat (acetat)
b. Bikarbonat (bicarbonate)
c. Dializer (Gb)
Dializer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah hasil
metabolism tubuh atau zat toksik lainnya dari dalam tubuh. Dializer merupakan suatu
kotak atau tabung tertutup yang dibagi atas 2 ruangan atau kompartemen oleh suatu
membran (selaput tipis) semi permeabel yaitu kompartemen dialisat dan
kompartemen darah dan mempunyai 4 jalan masuk/keluar, 2 buah berhubungan
dengan kompartemen darah dan 2 buah lagi berhubungan dengan kompartemen
dialisat.

8. HEPARINISASI
Pemberian antikoagulan pada sirkulasi HD, merupakan pemberian/ mengedarkan suatu
antikoagulan, dimana hal ini heparin di injeksi ke dalam sirkulasi dalam tubuh maupun
sirkulasi luar tubuh (sistemik atau ekstrakorporeal) pada waktu proses hemodialisa.
Tujuan heparisasi adalah mencegah pembekuan darah di dalam kedua sirkulasi terutama
pada dialyzer AVBL, jarum punksi (avfistula/kanula).
Dosis heparin:
a. Dosis awal/dosis pemula
Dosis yang diberikan 25 unit-100 unit/kg (2500 unit) dimasukkan pada awal
hemodialisa.
b. Dosis lanjutan
Dosis yang diberikan 500-2000 unit/jam (1250 unit/jam diberikan sebelum
hemodialisa berakhir, heparin sudah harus di stop.

9. AKSES VASKULER
a. Permanen : AV fistula
b. Sementara : femoral
c. Long HD
1) HD pertama kali : 3 jam
2) HD kedua : 4 jam
3) HD rutin : 4-5 jam

10. PERAWATAN PADA PASIEN HEMODIALISA


a. Pre hemodialisa
1) Persiapan alat
a) Mesin HD
b) Listrik
c) Air ( reserve asmosis)
d) Cairan dializat
2) Dialisa set
a) Hallow fiker (GB)
b) Blood line ABL, VBL
c) Fistula sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
d) Infus set/blood set
3) Persiapan alat
a) NaCl 0,9% 2 flash (2000cc)
b) Kupet steril : 1 spuit 20cc, 5cc, 1cc, duk, gaas steril 3 buah, handscoon
steril
c) Alat-alat lain :
- Gunting
- Plaster
- Klem
- Timbangan
- Desinfektan, alcohol dan betadin
- Antikoagulasi + heparin
- Tempat sampah medis dan non medis
4) Persiapan pasien
1) Perjanjian HD
- Persiapan mental
- Anamnesa kesehatan umum pasien
- Pemeriksaan fisik : timbang BB, posisi pasien, observasi vital sign
b. Intra Hemodialisa
1) Monitor penderita : KU pasien, Observasi TTV
2) Monitor mesin HD: QB ( kecepatan aliran HD), conductivity, TMP, Venoeus
pressure, UFG, UFR, ultrafiltrasi, heforinisasi, kecepatan aliran dializat, kecepatan
aliran darah, temperature.
3) Sirkulasi darah : Sambungan sirkulasi darah, gelombang darah, kecepatan
aliran darah, bekuan darah, kebocoran darah.
c. Post Hemodialisa
1) Darah dimasukkan di dorong dengan NaCl 0,9%
2) Tekan luka bekas tusukan dengan gaas betadine
3) Perhatikan KU pasien
4) Mengukur TTV
5) Menimbang BB

11. KOMPLIKASI
a. Hipotensi
Angka terjadinya komplikasi ini sekitar 15–30% dari pasien yang menjalankan
hemodialisa. Keadaan yang biasa menyebabkan hipotensi menurut Clarkson et al
(2010) antara lain kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi, diabetes mellitus, amyloidosis,
medikasi (beta bloker, alpha bloker, nitrat, calcium channel blocker), proses
pencernaan makanan selama dialisis.
b. Emboli udara
dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasien
c. Nyeri dada
dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan terjadinya sirkulasi darah di
luar tubuh
d. Kram otot
Kram otot terjadi sekitar 20% dalam terapi dialisis. Keram otot ini berhubungan
dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi dan rendahnya konsentrasi sodium diasilat
yang dapat mengindikasi terkadinya keram yang menjadikan penyebab terjadinya
kontraksi akut volume ekstraseluler (Clarkson et al., 2010). Selain itu kram mungkin
adalah reflek dari perubahan elektrolit yang berpindah ke otot membran
(O’Callaghan, 2006)
e. Dialysis Disequilibrium Syndrome
Terjadi pada saat hemodialisis pertama kali atau pada awal dimulainya terapi
hemodialisis. Sindrom ini merupakan akibat dari perubahan osmotik pada otak,
khususnya pada dinding urea plasma. (O’Callaghan, 2006). Sindrom ini berhubungan
dengan sekumpulan gejala yang mencakup mual dan muntah, kegelisahan, sakit
kepala, dan kelelahan selama dilakukannya hemodialisa atau setelah dilakukannya
hemodialisa. Dialysis Disequilibrium biasanya dilihat pada situasi dimana pada awal
konsentrasi larutan sangat tinggi dan alirannya menalami kemunduran kecepatan
(Clarkson et al., 2010).
f. Hipoglikemia
Disebabkan oleh pengurangan level potassium yang terlalu sering.
g. Perdarahan
Terjadi karena kerusakan fungsi platelet di daerah uremik dan adanya perubahan
permeabilitas kapiler serta anemia. Dari beberapa hal tersebut dapat meningkatkan
hilangnya di saluran pencernaan karena gastritis atau angiodysplasia, lesi yang
berhubungan dengan gagal ginjal. Pada awal dilakukannya hemodialis, dilaporkan
bahwa adanya sebagian kerusakan yang disebabkan disfungsi platelet dan
permeabilitas kapiler. Pasien yang menjalani hemodialisis mempunyai resiko tinggi
untuk terkena perdarahan karena terpapar heparin secara berulang ulang (Clarkson et
al., 2010).
h. Hipoksemia
Merupakan reflek dari hipoventilasi yang menyebabkan perpindahan dari bikarbonat
atau penutupan pulmo sehingga mengakibatkan perubahan vasomotor dan terjadi
aktifasi subtansi pada membran dialisis (O’Callaghan, 2006).
i. Gatal gatal
Terjadi setelah proses hemodialisis dilakukan mungkin terjadi karena adanya reflek
gatal pada gagal ginjal kronik, eksaserbasi dari pelepasan histamin menyebabkan
adanya reaksi alergi ringan pada membran dialisis. Jarang terjadi dengan terpaparnya
darah pada membran dialisis dapat meyebabkakan respon alergi yang general
(O’Callaghan, 2006).

Penanganan komplikasi HD
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian membandingkan
antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk menentukan jumlah cairan yang
akan dikeluarkan
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot – otot HD
tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan sebelum alat dipasang pada
pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl 0,9% sekaligus untuk mendorong udara
keluar, udara harus dikeluarkan dari alat dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler
pasien karena dapat menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi lemas,
pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa lemas dengan cepat
setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh lambat
penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat membantu
merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pernapasan : nafas pendek, dispnea, batuk
b. Makan dan minum : peningkatan berat badan cepat (odema), penurun berat badan
(malnutrisi), anoreksia, mual, muntah, perubahan turgor kulit.
c. Eleminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
d. Aktifitas dan istirahat : kelelahan, kelemahan otot,penurunan rentang gerak,
kehilangan tonus, malaisie
e. Sirkulasi : riwayat hipertensi nyeri dada, odema jaringan umum (kaki tangan)
f. Integritas ego : factor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, perubahan
kepribadian takut.
g. Neurosensori : sakit kepala,penglihatan kabur, keram otot/kejang, kehilangan memori,
penurunan kesadaran
h. Seksualitas : penurunan libido, amenoria, infertilitas
i. Penyuluhan dan pembelajaran : riwayat dalam keluarga, penyakit polikistik, nefrtis
herideter, penggunaan antibiotik,terpejam toksik
j. Keamanan : kulit gatal, pruritis, demam

Pre Hemodialisa (HD)


 Data Subjektif
- Pasien mengeluh sulit bernafas
- Pasien mengeluh sering mual dan muntah
- Pasien mengeluh nafsu makan menurun
- Pasien mengeluh nyeri dada
- Pasien mengeluh nyeri/ sakit kepala
- Pasien mengeluh penglihatan rabun
- Pasien mengeluh gatal pada kulit dan mengeluh demam
- Pasien mengatakan aktifitas seksual mulai menurun
 Data objektif
- Pasien terlihat lemas
- Nafas pendek
- Dispneu
- Mual, muntah, dan anoreksia
- Penurunan BB yang drastis
- Penurunan kesadaran
- Perubahan turgor kulit

Intra Hemodialisa
 Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh mual, muntah
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaannnya
 Data objektif
- Kelemahan otot, kehilangan tonus
- Pendarahan
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak cemas dan gelisah

Post Hemodialisa
 Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas, kepala pusing, gatal- gatal, pada tubuhnya
 Data Objektif
- Pendarahan
- Terjadi atau terdapat tanda- tanda infeksi (kolor, dolor, rubor, tumor dan
fungsiolasia)

2. DIAGNOSA
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema sekunder pada paru akibat
GGK
2) Perubahan pefusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan
menurun
3) Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium, penurunan haluaran urine
4) Resiko penurunan curah jantung b/d ketidak seimbangancairan yang
mempengaruhi volume sirkulasi
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual, muntah
6) Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum
7) Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
b. Intra Hemodialisa
1) Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrasi yang berlebihan
2) Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan darah actual
3) Nyeri akut b/d proses patologis penyakit
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi pembatasan
5) Ansietas b/d kurang pengetahuan terhadap penyakitnya, program pengobatan
c. Post Hemodialisa
1) Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebihan
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive

3. PERENCANAAN
1. Prioritas masalah
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif
2) Perubahan perfusi jaringan perifer
3) Kelebihan volume cairan
4) Resiko penurunan curah jantung
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
6) Kerusakan integritas kulit
7) ansietas
b. Intra Hemodialisa
1) Kekurangan volume cairan
2) Resiko syok hipovolemik
3) Nyeri akut
4) Intolerabsi aktivitas
5) Ansietas
c. Post Hemodialisa
1) Resiko terjadinya pendarahan
2) Resiko tinggi infeksi

2. Rencana Tindakan
a. Pre Hemodialisa
1) Diagnose : Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema,
sekunder pada paru akibat GGK
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas
pasien efektif

Kriteria Hasil :
a) Frekuensi nafas efektif
b) RR = 16-20 x/menit
c) Pasien tidak mengeluh sesak
d) Pasien tidak mengeluh nyeri dada
Intervensi :
a) Beri posisi semifowler / posisi yang nyaman
R/ : meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan
b) Kaji pola nafas, auskultasi kedalaman pernafasan
R/ : untuk mengetahui kebutuhan
c) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ : untuk mengetahui kebutuhan oksigen pasien secara
adekuat
d) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai
kebutuhan
R/ : meningkatkan sediaan oksigen pasien untuk
kebutuhan miocard untuk memperbaiki kontraktilitas,
menurunkan iskemia dan kadar asam laktat

2) Diagnose : Perubahan perfusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen


dan nutrisi ke jaringan menurun
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi
jaringan perifer kembali efektif
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada sianosis
b) Kulit pasien teraba hangat
c) Tidak merasa kesemutan lagi
d) CRT < 3 detik
Intervensi :
a) Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa
R/ : kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane bibir/lidah,
atau dingin, kulit burik menunjukkan vasokontriksi perifer
(syok) atau gangguan aliran darah sistemik
b) Tingkatkan tirah baring selama fase akut
R/ : pembatasan aktivitas menurunkan aktivitas oksigen
c) Tinggikan kaki bila ditempat tidur atau duduk, sesuai
indikasi
R/ : menurunkan pembengkakan jaringan dan pengosongan
cepat vena superficial dan tibial, mencegah distensi
berlebihan dan sehingga meningkatkan aliran balik vena
d) Peringatkan pasien untuk menghindari menyilang kaki atau
hiperfleksi lutut.
R/ : pembatasan fisik terhadap sirkulasi mengganggu aliran
darah dan meningkatkan statis vena pada pelvis, popliteal,
dan pembuluh kaki, jadi meningkatkan pembengkakan
embolisasi dan meningkatkan risiko komplikasi
e) Anjurkan pasien untuk menghindari pijatan pada
ekstremitas yang sakit
R/ : aktivitas ini potensial memecah/menyebar thrombus,
menyebabkan embolisasi dan meningkatkan risiko
komplikasi
f) Dorong latihan nafas dalam
R/ : meningkatkan tekanan negative pada thoraks, yang
membantu pengosongan vena besar.

3) Diagnose : Resiko penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan


cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi
Tujuan :
a) Pasien dapat mempertahankan curah jantung
b) Irama jantung dan frekuensi dalam batas normal
c) Nadi perifer kuat
Kriteria Hasil :
a) Observasi TD dan frekuensi jantung
R/ : kelebihan volume cairan disertai hipertensi dapat
menimbulkan gagal jantung
b) Auskultasi bunyi jantung
R/ : apabila terbentuk suara jantung S3 dan S4
menunjukkan gagal jantung
c) Kaji warna kulit, membrane mukosa, dan dasar kuku.
Perhatikan waktu pengisian kapiler
R/ : pucat dapat menunjukan vasokontriksi. Sianosis
mungkin berhubungan dengan kongesti paru atau gagal
ginjal.
d) Pertahankan tirah baring
R/ : menurunkan konsumsi oksigen
e) Kolaborasi dalam berikan tambahan oksigen sesuai indikasi
R/ : memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokardial untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia
seluler.

4) Diagnose : Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium,


penurunan haluaran urine.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan volume
cairan pasien seimbang
Kriteria Hasil :
a) BB pasien stabil (BB Post HD = BB Kering)
b) Tidak terdapat edema
c) Kadar Na + dan air didalam darah pada batas normal
d) TTV dalam batas normal ( TD : 110-120/70-80 mmHg, N:
60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit)
Intervensi :
a) Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi
derajad edema (+1 sampai +4)
R/ : edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung
pada tubuh, contoh tangan, kaki, area lumbosacral. BB
pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum
piting edema terdeteksi
b) Ukur semua sumber pemasukan dan pengeluaran. Timbang
dengan rutin
R/ : membantu mengevaluasi status cairan khususnya bila
dibandingkan dengan berat badan. Peningkatan berat badan
antara pengobatan harus tidak lebih dari 0,5 kg/hari.
c) Timbang BB pre HD
R/ : BB pre HD diperlukan untu menentukan HD yang
dilakukan
tubuh
d) Ukur Tanda-Tanda Vital Pre-HD
R/ : TTV Pre-HD dapat menentukan program HD dapat
dilakukan atau tidak
e) Lakukan persiapan pelaksanaan HD sesuai program dan
SOP
R/ : pelaksanaan HD dapat membantu mengeluarkan sisa-
sisa metabolisme dan cairan berlebih yang tidak mampu
dilakukan oleh ginjal
f) Lakukan HD sesuai kebutuhan
R/ : program HD sesuai kelebihan cairan dalam
g) Berikan KIE pada pasien dan keluarga untuk membatasi
asupan cairan sesuai indikasi
R/ : Pembatasan konsumsi cairan dapat membantu
mencegah terjadinya kelebihan volume cairan dalam tubuh
h) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi: Diuretik,
contoh furosemide (Lasix), Mannitol (Osmitrol)
R/ : diberikan dini pada fase oliguria pada GGa pada upaya
mengubah ke fase nonoliguria, untuk melebarkan lumen
tubular dari debris, menurunkan hyperkalemia, dan
meningkatkan volume urine yang adekuat.

5) Diagnose : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual,


muntah
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharpkan nutrisi pasien
adekuat
Kriteria Hasil :
a) BB pasien stabil
b) Terjadi peningkatan nafsu makan
Intervensi :
a) Beri makan sedikit tapi sering
R/ : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan status uremik/menurunnya peristaltic dan
memberikan sedikit energy
b) Batasi kalium, natrium, dan pemasukan fosfat sesuai
indikasi
R/ : pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialysis tidak
menjadi bagian pengobatan,dan/atau selama fase
penyembuhan GGA
c) Timbang BB tiap dilakukan HD
R/ : untuk mengetahui siklus nutrisi

d) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian asupan nutrisi


R/ : memberi asupan nutrisi yang tepat bagi pasien

6) Diagnosa : Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan
integritas kulit dapat diatasi
Kriteria Hasil :
a) Mempertahankan kulit utuh
b) Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan
atau cedera kulit.
Intervensi :
a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular.
Perhatikan kemerahan, ekskoriasi. Observasi terhadap
ekimosis, purpura
R/ : menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan decubitus/infeksi
b) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran
mukosa
R/ : mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang memengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada
tingkat seluler
c) Ubah posisi dengan sering, gerakan pasien dengan
perlahan, beri bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit
domba, pelindung, siku, atau tumit
R/ : menurunkan tekanan pada oedema, jaringan dengan
perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian
meningkatkan aliran balik status vena terbatas atau
pembentukan oedema.
d) Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan
salep atau krim (mis lanolin, aquaphor)
R/ : Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.
e) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan (daripada garukan) pada area
pruritus. Pertahankan kuku pendek, berikan sarung tangan
selama tidur bila diperlukan.
R/ : menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan
resiko cidera dermal
f) Anjurkan menggunakan katun longgar
R/ : mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit.

7) Diagnosa : Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
cemas
Kriteria Hasil :
a) Pasien tampak tenang dan nyaman
b) Kecemasan pasien berkurang
Intervensi :
a) Kaji tingkat ansietas
R/ : untuk menentukan intervensi yang diberikan
b) Beri informasi tentang HD
R/ : untuk mengetahui prosedur HD
c) Komunikasi Terapeutik
R/ : sesuatu yang disampaikan pada pasien agar menjadi
efektif.

b. Intra Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrafiltrasi
berlebihan.
Tujuan : Setekah diberikan asuhan keperawatan diharapka klien tidak
mengalami syok hipovolemik
Kriteria Hasil :
a) Volume darah dalam tubuh kembali normal
b) Keadaan pasien compos mentis
c) Keadaan umum pasien baik
d) TTV dalam batas normal (S= 36-37,40C, TD= 120/80
mmHg, RR=16-20 x/mnt, nadi=60-100 x/mnt)
Intervensi :
a) Observasi KU pasien
R/: Pasien syok tidak menunjukkan KU yang lemah
b) Observasi TTV pasien tiap jam
R/: Penurunan TD dan nadi menunjukkan adanya syok
c) Monitor nilai UFG & QB pada mesin HD
R/ : nilai UFG menunjukkan banyaknya cairan yang telah
ditarik dari tubuh dan nilai QB merupakan kecepatan
penarikan cairan
d) Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang tanda-tanda
syok hipovolemik yaitu penurunan tekanan darah dan
peningkatan nadi
R/ : KIE dapat membuat pasien dan keluarga lebih waspada
dan bisa melaporkan pada petugas apabila tanda syok
muncul
e) Kolaborasi pemberian cairan intravena (IVFD)
R/: mengganti kekurangan cairan dan meneimbangkan
cairan vaskuler

2) Diagnosa : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan


darah actual.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
cairan klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a) Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
a) Kaji ulang KU dan tanda-tanda vital pasien
R/: Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normal
b) Observasi tanda-tanda syok
R/: Dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
terjadinya syok
c) Catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan cairan
d) Kolaborasi pemberian cairan intravena dengan dokter
R/: pemberian cairan intravena sangat penting bagi pasien
yang mengalami kekuranmgan cairan tubuh. Karena cairan
yang diberikan langsung masuk kedalam pembuluh darah.

3) Diagnosa : Nyeri akut b/d proses patologis penyakit


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien
berkurang
Kriteria Hasil :
a) Nyeri pasien berkurang/hilang
b) KU klien baik, klien tidak meringis
c) Skala nyeri (0-3) dari skala yang diberikan
Intervensi :
a) Monitor TTV
R/: Mengetahui KU pasien dan sebagai data dasar untuk
tindakan lebih lanjut
b) Observasi nyeri pasien dengan teknik PQRST
R/: Mengetahui penyebab, kualitas, lokasi, skala dan waktu
terjadinya nyeri
c) Beri posisi nyaman, usahakan situasi ruangan tenang
R/: Mengurangi rasa nyeri
d) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/: Analgetik dapat menekan rasa nyeri

4) Diagnosa : Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi, pembatasan


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan aktivitas
pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a) Klien mampu beraktifitas mandiri
b) Klien tidak merasa lemas lagi
Intervensi :
a) Kaji faktor yang mempengaruhi kelemahan
R/: Untuk mengetahui penyebab terjadinya kelemahan
b) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
R/: Melatih pasien untuk beraktivitas secara bertahap
c) Kaji ulang hal-hal yang mampu dan tidak mampu
dilakukan pasien
R/: Mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya
d) Bantu pasien memenuhi ADL yang tidak dapat dilakukan
sendiri
R/: Menumbuhkan rasa percaya diri pasien dalam
melakukan ADL

5) Diagnosa : Ansietas b/d kurangnya pengetahuan terhadap penyakitnya


dan program pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien
tidak cemas lagi

Kriteria Hasil :
a) Pasien tampak nyaman dan tenang
b) Kecemasan pasien berkuran/pasien tidak cemas lagi
Intervensi :
a) Kaji tingkat ansietas
R/: Penentuan tindak lanjut intervensi keperawatan yang
akan diberikan
b) Berikan informasi mengenai tindakan HD yang dilakukan
R/: Untuk mengetahui prosedur tindakan HD dan
menurunkan ansietas
c) Gunakan komunikasi terapeutik
R/: Segala sesuatu yang disampaikan, diajarkan pada pasien
agar memberikan hasil yang efektif
d) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
R/: Mengetahui sejauh mana klien tahu tentang
penyakitnya
e) Berikan dukungan pada pasien dan libatkan orang
terdekat /keluarga untuk mendampingi pasien
R/: dukungan yang diberikan dapat menurunkan ansietas
pasien

c. Post Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebih
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pendarahan tindak lanjut
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Intervensi :
a) Observasi daerah luka penusukan
R/: Untuk mengetahui terjadinya pendarahan secara dini
b) Observasi TTV pasien
R/ : penurunan tekanan darah yang drastis dapat
menunjukkan terjadinya perdarahan
c) Lakukan fiksasi/penekanan pada tempat penusukan dengan
gaas berisi betadine
R/: Mencegah pengeluaran darah

2) Diagnosa : Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive


Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (pembengkakan,
kemerahan, nyeri, panas dan perubahan fungsi
Intervensi :
a) Ukur TTV pasien
R/: Sebagai data dasar untuk tindakan selanjutnya
b) Observasi daerah pemasangan/daerah penusukan
R/: Mengetahui tanda-tanda infeksi pada daerah
pemasangan alat HD/bekas luka tusukan

c) Lakukan teknik aseptik saat melakukan aff HD dan


tindakan perawatan luka bekas penusukan
R/: Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi
d) Tutup luka bekas penusukan dengan gaas steril
R/ : Perawatan dengan gaas steril dapat mencegah
kontaminasi kuman
e) Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi
R/ : KIE dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga tentang infeksi dan mampu melaporkan ke petugas
jika terjadi
f) Segera cabut jarum bila tampak adanya
pembengkakan/flebitis
R/: Menghindari kondisi yang lebih buruk
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat,
dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto
dan Wartonah, 2003).

5. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Pre Hemodialisa
1) Pola napas efektif
2) Perfusi jaringan perifer kembali efektif
3) Tidak terjadi penurunan curah jantung
4) Volume cairan klien seimbang
5) Nutrisi klien adekuat
6) Kerusakan integritas kulit dapat diatasi
7) Ansietas tidak terjadi
b. Intra Hemodialisa
1) Syok hipovolemik tidak terjadi
2) Keseimbangan cairan tetap tejaga
3) Rasa nyeri pasien berkurang
4) Aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi
5) Ansietas tidak terjadi
c. Post Hemodialisa
1) Pendarahan tidak terjadi
2) Infeksi tidak terjadi

Anda mungkin juga menyukai