Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA


A. Pengertian

Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialyzer dan
merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner &
Suddart, 2009). Hemodialisa adalah dialysis dengan menggunakan mesin dialyzer yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit
setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam (Clovy, 2010)

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.


Hemodialisa digunakan bagi pasiean dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (Nursalam, 2008). Sedangkan
menurut Stein (2011) hemodialisa adalah cara terpilih pada pasien yang mempunyai laju
katabolisme tinggi dan secara hemodinamik stabil.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian
yang lain. Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa
atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat
molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat
kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan
sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat
pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi (Hidayat, 2008).

B. Fungsi sistem ginjal buatan

Menurut Syarif (2015), Hemodialisis merupakan pengganti fungsi ginjal, namun


fungsi tersebut belum dapat mengganti seluruh fungsi ginjal seperti pembentukan
hormone eritropoetine dan mengatur keseimbangan cairan. Berikut adalah fungsi sistem
pengganti ginjal dengan HD yaitu:

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan
negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).

1
3. Mempertahankan dan mengembalikan sistem buffer tubuh.

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

C. Indikasi
Indikasi secara umum dialisis pada gagal ginjal kronik adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/ menit). Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat kondisi sebagai berikut: Hiperkalemia,
Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
(ureum > 200 mg/dL atau Kreatinin > 6 mEq/L), Kelebihan cairan (fluid overloaded),
Mual dan muntah hebat, dan Anuria berkepanjangan (> 5 hari). Selain itu Indikasi HD
juga dapat terjadi pada:

Penyakit dalam (Medikal)


- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
- Malaria falciparum fulminant
- Leptospirosis
Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
- Serum kreatinin > 2 mg%/hari
- Hiperkalemia
- Overload cairan yang parah
- Edema pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF:
BUN > 200 mg%
Creatinin > 8 mg%
Hiperkalemia

2
Asidosis metabolik yang parah
Uremic encepalopati
Overload cairan
Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi

D. Kontra Indikasi

Gangguan pembekuan darah


Anemia berat
Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat

E. Komponen HD
Ada 3 unsur pokok yang saling terkait dalam proses pemisahan tersebut, yaitu:
darah, ginjal buatan dan dialisat. Pada prinsipnya dengan memakai selang darah akan
dipompakan ke ginjal buatan sementara, dari arah yang berlawanan dialisat dialirkan juga
menuju ginjal buatan. Di dalam ginjal buatan terjadi proses dialysis yang meliputi difusi,
osmosis dan ultra filtrasi. Setelah melalui proses dialysis darah akan dipompakan
kembali ke dalam tubuh pasien. Demikian siklus proses dialisia terjadi berulang-ulang
sesuai waktu yang dibutuhkan.

F. Prinsip-prinsip yang mendasari hemodialisis

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis: yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang
penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat
dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialisate bath) secara tepat (pori-pori
kecil dalam membran semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan
protein), kemudian zat limbah metabolism tubuh akan terbuang bersama cairan dialisat
ke saluran pembuangan (Brunner & Suddart, 2009).

Air yang berlebihan dikeluarkan dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran
air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan; dengan kata lain, air
bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang
lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif

3
diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini diperlukan
untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai keseimbangan cairan atau Isovolemia
(Brunner & Suddart, 2009)

Gambar 2.1
Skema Mekanisme Kerja Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

G. Prosedur pelaksanaan Hemodialisa

1. Persiapan
Persiapan pasien
Persiapan mesin
Persiapan alat dan obat-obatan
2. Pelaksanaan
Urutan awal tindakan HD
- Setting: mengeset alat HD
- Priming: pengisian pertama kali AVBL, dialiser menggunakan Nacl
- Soaking: (melembabkan) untuk meningkatkan permeabilitas membran
Menentukan dan melakukan penusukan
Memulai hemodialisis
Melakukan monitoring saat HD
Mengakhiri HD

H. Perawatan Hemodialisa

1. Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)

4
a. Persiapan mesin :
- Listrik - air (sudah melalui pengolahan)
- Saluran pembuangan - Dialyzer (ginjal buatan)
- AV Blood line - AV Fistula/ Abocath
- Infuse set - Spuit 50cc, 5 cc
- Insulin, Heparin Injeksi - Xylocain (anestesi local)
- Nacl 0,90% - Kain Kasa/ Gaas Steril
- Persiapan peralatan & obat2 - Duk steril
- Sarung tangan steril - Bak & mangkuk steril kecil
- Klem, Plester - Desinfektan (alkohol, betadin)
- Gelas ukur - Timbangan BB
- Formulir Hemodialisis - Sirkulasi darah
b. Langkah langkah:
1) Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas
2) Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
3) Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL dihubungkan
dengan alat penampung/ matkan
4) Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas
5) Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)
6) Pasang inus set pada kolf NaCl
7) Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
8) Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk hubungan tekanan
arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)
9) Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
10) Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m
11) Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara degan cara menekan
nekan VBL
12) Air trap/ bubble trap disisi 2/3 bagian
13) Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
14) Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL, klem
tetap dilepas
15) Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
16) Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus
dibuka
17) Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10- 15 menit
sebelum dihubungkan dengan sirkulasi sistemik pasien
Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:
Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)
Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)
Soaking (Melembabkan GB)

5
Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi dialisat.
Bila mempergunakan dialyzer reuse/ pemakaian GB ulang:
Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat
Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15 menit pada
posisi rinse.
Test formalin dengan tablet clinitest
Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain ambil 100 tts ( 1/ 2 cc)
masukkan ke dalam tabung gelas, masukan 1 cairan tablet clinitest ke dalam
tabung gelas yang sudah berisi cairan. Lihat reaksi:
Warna biru : - / negatif
Warna hijau : + / positif
Warna kuning : + / positif
Warna coklat : + / positif
Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara mengisi GB baru.
Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL)
Cara menghitung volume priming :
NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah Nacl yang ada didalam mat kan
(gelas tampung/ukur). Contoh:
Nacl yang dipakai membilas 1000 cc
Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc
Jadi volume priming : 1000 cc 750 cc = 250 cc

18) Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis, persiapan fisik (timbang
BB, Posisi, Observasi Ku dan ukur TTV)

2. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien


Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:
a. Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino
b. Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
c. Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol
d. Anestesi local (lidocain, procain inj)
e. Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath, fiksasi tutup dengan
kasa steril
f. Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)
g. Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
h. Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena
i. Bolus heparin inj (dosis awal)
j. Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal
k. Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan
l. Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril
m. Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis, tekan arteri
femoralis 0,5 1 cm ke arah medial vena femoralis

6
n. Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)
o. Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 5 menit dan fiksasi, tutup kassa
steril

3. Memulai Hemodilasis
a. Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
b. Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
c. Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai sirkulasi darah terisi
semua
d. Jalankan pompa darah dengan Ob
e. Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi
outlet
f. Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
g. Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan
sesuai kebutuhan)
h. Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikan
sampai 300 ml/ m (dilihat dari keadaan pasien)
i. Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure,
hidupkan air/ blood leak detector
j. Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan
dengan NaCl
k. Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan
megukur TD, nadi lebih sering
l. Isi formulir HD antara lain: Nama, umur, BB, TD, N, S, P, Tipe GB, cairan
priming yang masuk, makan/ minum, keluhan selama HD, Masalah selama HD.

Cacatan:
o Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi
kembalikan ke posisi sebenarnya
o Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus
diamankan lebih dulu
o Semua sambungkan dikencangkan
o Tempat-tempat punksi harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi
perdarahan dari tempat punksi
Mesin:
Memprogam mesin hemodialisis:
Qb: 200 300 ml/ m
Qd : 300 500 ml/m
Temperatur : 36 400 c
TMP, UFR
Heparinisasi
Dosis awal : 25 50 U/ kg BB

7
Dosis selanjutnya (maintance) = 500 1000 U/ kg BB

Catatan :
o Dosis awal: diberikan pada waktu punksi (sirkulasi sistem)
o Dosis selanjutnya: diberkan dengan sirkulasi ekstra korporeal
o Tekanan (+) , tekanan (-)
o Tekanan / Pressure:
- Aterial pressure / tekanan arteri: banyaknya darah yang keluar dari tubuh
- Venous pressure/ tekanan vena: lancar atau tidak darah yang masuk ke
dalam.

4. Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa


a. Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet, outlet, keluhan /
komplikasi hemodialisis
b. Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/ tekanan arterial &
venous, dialysate, UFR, Air leak & blood leak, heparinisasi, sirkulasi ekstra
corporeal, sambungan-sambungan
Catatan:
Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest kmd
disuntik 2 ml/ IV

5. Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)


Persiapan alat:
Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine, antibiotik powder
(Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 kram): pada punksi femoral
Cara Bekerja:
a. Menit sebelum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m UFR= 0
b. Ukur TD, nadi
c. Blood Pump Stop
d. Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut, bekas punksi inlet ditekan dengan kassa
steril yang diberi betadine
e. Hubungkan ujung ABL dengan indus set 50 100 cc, 100ml/m Nacl masuk
f. Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorong dengan Nacl sambil Qb
dijalankan
g. Setelah darah masuk ke tubuh blood pump stop, ujun VBL diklem
h. Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan kassa steril yang
diberi betadine
i. Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet dan outlet
dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/ band aid lalu pasang
verband
j. Ukur TTV : TD, N, S, P
k. Timbang BB (kalau memungkinkan)

8
l. Isi Formulir Hemodialisis

Catatan:
o Cairan pendorong/ pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan kalau perlu didorong
dengan udara (harus hati-hati)
o Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
o Bekas punksi femoral lebih lama, setelah peredarahn berhenti, ditekan kembali
dengan bantal pasir
o Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
o Memakai teknik aseptik dan antiseptik
Lama HD: 10-15 jam/minggu
Creatinin klien 3-5 ml/m: 10 jam
Creatinin < 3 ml/m: 15 jam.

I. Tanda-tanda dialysis adekuat:


Tercapai BB kering
Pasien tampak baik
Bebas simtom uremia
Nafsu makan baik
Aktif
TD terkendali
Hb > 10 gr/dl

J. Keunggulan HD
Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
Waktu dialisis cepat
Resiko kesalahan tehnis kecil
Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat dibenarkan.

K. Kelemahan HD
o Tergantung mesin
o Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom
o Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amiloidosis
o Vaskuler access: infeksi trombosis
o Sisa fungsi ginjal cepat menurun disbanding peritoneal dialysis.

L. Komplikasi Hemodialisa

Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi


ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (PGK)

9
stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami
masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita
yang menjalani HD adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi
intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H reguler. Namun sekitar 5-
15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light,
2010). Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Daurgirdas et al., 2007).
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual
muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
(Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup
sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat
HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi
dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis,
emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis
kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat terjadi: (Bieber dan Himmelfarb,
2013).
1. Penyakit jantung
2. Malnutrisi
3. Hipertensi / volume excess
4. Anemia
5. Renal osteodystrophy
6. Neurophaty
7. Disfungsi reproduksi
8. Komplikasi pada akses
9. Gangguan perdarahan
10. Infeksi
11. Amiloidosis
12. Acquired cystic kidney disease

M. Fokus Pengkajian Keperawatan

Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan


hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman dalam melakukan pengkajian
keperawatan praprosedur hemodialisa.

10
1) Pengkajian Anamnesis
a. Kaji identitas klien
Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan
b. Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis
Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi keperawatan
yang sesuai dengan progam dokter
c. Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladktif terutama pada pasein yang pertama kali
divonis untuk cuci darah dapat memepengaruhi pelaksanaan. Peran perawat sangat
penting untuk membantu pasien dalam mencari mekanisme koping yang positif.
Prosedu kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama
kali dilakukan hemodilalisis. Peran perawat memberikan dukungan dan penjelasan
yang ringkas dan mudah dimengerti agar bisa menurunkan kecemasan pasien.
d. Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis
Rasional: untuk menentukan tingkat koorperatif dan sebaga materi dasar untuk
memberikan penjelasan prosedur hemodialisis sesuai dengan tingkat
pengetahuannya.
e. Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan informed
consent
Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu diberi
penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat pesetujuan tindakan.
f. Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.
Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis
g. Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya
Rasional: klien yang meminum obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar
kadar obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksis. Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis,
oleh karena itu penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang
terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran
metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila
seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisinya harus dievaluasi
dengan cermat. Terapi antihipertensi yang sering merupakan bagian dari susunan
terapi dialisis meruapakan salah satu contih dimana komunikasi, pendidikan dan
evalusasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan
minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi
diminum pada pagi hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek
hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah
rendah yang berbahaya.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Timbang berat badan pasien

11
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan hemodialisis. Berat
badan akan menurun pada saat prosedur selesai dilaksanakan.
b. Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan tekanan
darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur pada saat selesai
prosedur dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.
c. Kaji adanya akses vakuler
Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian praprosedur
d. Subklavia dan femoralis
Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter dwi
lumen atau multi lumen dimasukkan ke dalam vena subklavia. Meskipun
metode akses vaskular ini memiliki risiko misalnya dapat menyebabkan cedera
vaskuler seperti hematom, pneumothoraks, infeksi, trombosis vena subklavia,
dan aliran darah yang tidak adekuar. Namun metode tersebut biasanya dapat
digunakan selama beberapa minggu. Kateter femoralis dapat dimasukan ke
dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara.
Kateter tersebut dikeluarkan jika sudah tidak diperlukan karena kondisi pasein
telah membaik, atau terdapat cara akses lain. Oleh karena mayoritas pasien
hemodialisis jangka panjang yang harus dirawat dirumah sakit merupakan
pasien dengan kegagalan akses sirkulasi yang permanen, maka salah satu
prioritas dalam perawatan pasien hemodilasis adalah perlindungan terhadap
akses sirkulasi tersebut.
e. Fistula arteri vena
Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang
biasanya dilakukan pada lengan bawah dengan cara menghubungkan atau
menyambung pembuluh arteri dengan vena secara dihubungkan antar sisi atau
dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah. Fistula tersebutkan
memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu untuk menjadi matang sebelum siap
digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula
pulih dan segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima
jarum berlumen besar dengan ukuran 14 sampai 16. Jarum ditusukan ke
dalam pembuluh darah agar cukup aliran darah yang akan mengalir melalui
dialiser. Segmen arteri fistula digunakan untuk aliran darah arteri dan segmen
vena digunakan untuk memasukan kembali reinfus darah yang sudah didialisis.
Untuk menampung aliran darah ini, segmen arteri vena fistula tersebut harus
lebih besar daripada pembuluh darah normal. Pasien dianjurkan untuk
melakukan latihan guna meningkatkan ukuran pembuluh darah yaitu dengan
meremas remas bola karet untuk melatih fistula yang dibuar dilengan bawah
sehingga pembuluh darah yang sudah lebar dapat menerima jarum berukuran
besar yang digunakand alam proses hemodialisis.
f. Shunt/ Tandur

12
Rasional: dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,
sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau
vena dari sapi, materia; gore tex (heterografi) atau tandur vena safena dari
pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien tidak
cocok untuk dijadikan fistula. Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah,
lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskular yang terganggu
seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum
menjalani hemodialisis. Oleh karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah
artifisial, risiko infkesi akan meningkat.

3) Pengkajian Penunjang
a. Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan hemodialisis,
meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN, Kreatinin dan elektrolit.
b. Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV
Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan universa;
precaution dan mencegahan menular
c. Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT
Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim serum
hati

DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schriers Disease of the Kidney. 9th
edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W.
editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.
Colvy, J. (2010). Tips cerdas mengenali dan mencegah gagal ginjal. Yogyakarta: DAFA
Publishing

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.

13
Hidayat, S. (2015). Gambaran perilaku pengolahan makanan keluarga klien hemodialisa di
unit hemodialisa rs. bhakti kartini bekasi. Jakarta: PSIK Universitas Borobudur

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S.D., Bare, B.G. (2009). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner and
suddarth. Jakarta: EGC
Stein, J. H. (2011). Panduan klinis ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC

LAMPIRAN

14
Mesin Hemodialisa Gambaran Hemodialisa

Alat-alat untuk HD Mesin Ro

15

Anda mungkin juga menyukai