-Letakkan posisi GB terbalik, yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas
-Gantungkan NaCl 0,9 % (2-3 kolf)
-Pasang infus set pada kolf NaCl
-Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
-Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, (untuk hubungan tekanan arteri,
tekanan vena, pemberian obat-obatan)
-Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
-Jalankan Qb dengan kecepatan 100 ml/m
-Udara yang ada dalam GB harus hilang (sampai bebeas udara) dengan cara menekannekan VBL
-Air trap/Bubble trap diisi 2/3-3/4 bagian
-Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
-Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL, klem tetap
dilepas
-Masukkan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
-Ganti kolf NaCl dengan yang baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus
dibuka
-Jalankan sirkulasi darah + soaking (melembabkan GB) selama 10-15 menit sebelu
dihubungkan dengan sirkulasi sistemik (pasien).
CATATAN !!!!
-PERSIAPAN SIRKULASI
-Rinsing/Membilas GB + VBL + ABL
-Priming/ mengisi GB + VBL + ABL
-Soaking/ melembabkan GB.
-Volume priming : darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL )
1.Persiapan mental
2.Izin hemodialisis
3.Persiapan fisik :Timbang BB, Posisi, Observasi KU (ukur TTV)
Perawatan saat hemodialisa
Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi :
Dengan internal A-V shunt/ fistula cimino
Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan & tangan
Teknik aseptic + antiseptic : bethadine + alcohol
Anestesi local (lidocain inj, procain inj)
Punksi vena (outlet). Dengan AV fistula no G.14 s/d G.16/ abocath, fiksasi, tutup dengan
kasa steril
Berikan bolus heparin inj (dosis awal)
Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
Dengan eksternal A-V shunt (Schibner)
Desinfektan
Klem kanula arteri & vena
Bolus heparin inj (dosis awal)
Tanpa 1 & 2 (femora dll)
Desinfektan
Anestesi local
Punksi outlet/ vena (salah satu vena yang besar, biasanya di lengan).
Bolus heparin inj (dosis awal)
Fiksasi, tutup kassa steril
Punksi inlet (vena/ arteri femoralis)
Fluktuasi hasil-hasil laboratorium ini pada CAPD tidak begitu ekstrim dibandingkan
dengan dialisis peritoneal intermiten, karena proses dialisis berlangsung secara
konstan. Kadar elektrolit biasanya tetap berada dalam kisaran normal. Semakin lama
waktu retensi, klirens molekul yang berukuran sedang semakin baik, molekul ini
merupakan toksin uremik yang signifikan. Dengan CAPD kliren molekul ini
meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah, seperti ureum, akan berdifusi
lebih cepat dalam proses dialisis dari pada molekul berukuran sedang, meskipun
pengeluaranya selama CAPD lebih lambat daripada selama hemodialisis.
Pengeluaran cairan yang berlebihan pada saat dialisis peritoneal dicapai dengan
menggunakan larutan dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang
tinggi sehingga tercipta gradien osmotik. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25%
harus tersedia dengan beberapa ukuran volume, mulai dari 500 ml 3000 ml,
sehingga memungkinkan pemilihan dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukuran
tubuh dan kebutuhan fisiologik pasien. Semakin tinggi konsentrasi glukosa, semakin
besar gradien osmotik dan semakin banyak air yang dikeluarkan. Pasien harus
diajarkan cara memilih larutan glukosa yang tepat berdasarkan asupan makanannya.
Prinsip kerja dari CAPD cukup sederhana. Dialisis Peritoneal diawali dengan
memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut
melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Ketika dialisat berada di dalam
rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan kelebihan cairan
tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat. Zat-zat racun yang terlarut di dalam
darah akan pindah ke dalam cairan dialisat melalui selaput rongga perut (membran
peritoneum) yang berfungsi sebagai alat penyaring, proses perpindahan ini disebut
Difusi. Cairan dialisat mengandung dekstrosa (gula) yang memiliki kemampuan
untuk menarik kelebihan air, proses penarikan air ke dalam cairan dialisat ini disebut
Ultrafiltrasi.
dan
hanya
darah dari uterus lewat orificium tuba falopii yang bermuara ke dalam kavum
peritoneal. Kejadian ini dapat terjadi selama beberapa kali penggantian cairan
mengingat darah akibat prosedur tersebut tetap berada pada rongga abdomen.
Penyebab lain adanya perdarahan karena pergeseran kateter dari pelvis serta
pada pasien yang habis menjalani pemeriksaan enema atau mengalami trauma.
Adapun intervensi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pertukaran
cairan lebih sering untuk mencegah obstruksi kateter oleh bekuan darah.
4) Komplikasi lainnya adalah
a) Hernia abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen yang terus
menerus. Tipe hernia yang terjadi adalah insisional, inguinal, diafragmatik,
dan umbilikal. Tekanan intra abdomen yang persisten meningkat juga dapat
memperburuk gejala hernia hiatus dan hemoroid.
b) Hipertrigliseridemia sehingga memberi kesan
dapat
mempermudah
rumah sakit.
Ketidakpatuhan terhadap rencana tindakan.
Fistula tersumbat bekuan.
Pembuatan fistula
Menanyakan tipe diet yang digunakan dirumah,jumlah cairan yang
diijinkan, obat obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa,
penusukan
dan
pemeliharaan
akses
vascular,
emboli
a.
b.
c.
d.
dilakukan
e. Berikan cairan pengganti sesuai instruksi dan indikasi.
f. Periksa kadar kalsium, natrium, kalium, CO2 pradialisis.
g. Kolaborasikan dengan tim medis untuk tindakan kolaboratif
h. Pantau konmdisi klien secara berkala setelah tindakan.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan pengembangan
diafragma
Kriteria hasil : menunjukan pola pernapasan efektif dengan bunyi nafas
jelas, GDA dalam batas normal.
Intervensi:
a. Kaji TTV ; RR
b. Jelaskan pada klien terjadinya pola nafas tidak efektif
c. Awasi frekuensi / upaya pernapasan.penurunan kecepatan infuse bila
d.
e.
f.
g.
ada dispnea.
Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.
Libatan keluarga dalam proses pelaksanaan tindakan pada klien
Berikan analgesic sesuai indikasi.
Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian analgesic pada
klien
h. Pantau keefektifan tindakan yang telah diberikan pada klien.
3) Resiko tinggi untuk cidera b,d akses vascular dan komplikasi sekunder
terhadap
penusukan
dan
pemeliharaan
akses
vascular,
emboli
Pemilihan tempat yang baik untuk pergantian cairan memiliki beberapa kriteria :
1. Pastikan tempat tersebut : bersih, tidak ada hembusan agin (kipas angin, pintu / jendela
terbuka), dan memiliki penerangan yang baik.
2. Tidak diperkenankan adanya binatang disekitar saat pergantian cairan dan di tempat
penyimpanan peralatan anda.
3. Bebas gangguan dari luar.
Peralatan :
1. Ultrabag / twinbag sistem : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan
dialysis (ultra bag / twin bag system), Minicap, Outlet port clamps (untuk twin bag
system).
2. Sistem Ultraset / Easi-Y_system : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan
dialysis, Minicap, Outlet port Clamps (untuk sistem kantung kembar), Ultra set / Easi-Y
set, Kantong drainase untuk Easi-Y system.
Pola Makan Pengguna Terapi
Pengguna terapi peritoneal dialysis memerlukan makanan berprotein tinggi guna
melawan infeksi.Dikarenakan sejumlah protein terbawa cairan dialisis pada saat cairan
tersebut dikeluarkan.Sehingga diperlukan protein lebih banyak guna menggantikan
protein yang hilang terbawa cairan dialysis. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
protein tidak terserap oleh tubuh:
Semakin besar kandungan dextrose pada cairan dialysis (4,25%) semakin banyak
protein yang hilang.
Jika terjadi infeksi dapat menyebabkan kehilangan protein juga.
Selain memerlukan protein tinggi ada beberapa kandungan zat yang perlu di batasi,
dikarenakan ada sejumlah produk sisa di dalam darah yang tidak dapat terbuang dengan
sempurna selama dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut adalah:
1. Fosfor
Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan kelebihan fosfor, maka fosfor akan menumpuk
pada tubuh anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor akan menyebabkan tulang lebih
rapuh dan mudah patah, fosfor banyak terdapat pada kacang-kacangan, ikan, dan produk
susu.
2. Kalium
Merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk fungsi syaraf dan otot yang baik. Ginjal
yang tidak berfungsi dengan baik akan sulit untuk membuang kelebihan kalium.
Kelebihan dan kekurangan dalam kalium dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan
sering kram. Dan kadar kalium yang tinggi dapat membahayakan jantung. Perlu
diperhatikan dalam mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran hijau yang mengandung
kalium tinggi seperti pisang, jambu biji, pepaya, tomat, kentang dan kacangkacangan.Sebaiknya hindari garam diet dikarenakan mengandung kalium tinggi.
3. Natrium
Adalah elektrolit yang berperan dalam mengontrol cairan dan tekanan darah di dalam
tubuh.Saat ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium yang berlebih
sehingga tetap berada dalam jaringan bersama dengan air.Asupan natrium dan garam
yang tinggi menyebabkan tubuh menahan air dan tekanan darah menjadi tinggi. Dapat
diperhatikan jika mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium (garam) akan
menimbulkan rasa haus sehingga akan sulit mengontrol jumah cairan yang diminum.
Makanan yang mengandung natrium tinggi sangat perlu dihindari, makanan ini berupa
makanan kaleng, fast food, kudapan yang asin, bumbu penyedap, kecap, dan keju.Untuk
menggantikan natrium dapat menggunakan bawang putih, bawang, lada, jeruk limau, dan
bumbu rempah lainnya.Hindari menggunakan garam diet / pengganti.
4. Kabohidrat
Pada saat menjalani terapi Dialysis peritoneal, tubuh menerima kalori secara normal dari
makanan yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis yang masuk ke dalam rongga
peritoneal mengandung glukosa sejenis gula. Jumlah kalori yang diserap setiap 2 liter
cairan berbeda pada setiap pasien, kurang lebihnya sebagai berikut:
kantung 1,5% mengandung 80 kalori.
kantung 2,5% mengandung 14% kalori.
kantung 4,25% mengandung 230 kalori.
Nilai tersebut tergantung karateristik peritoneal, dan jumlah yang diresepkan oleh dokter.