Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TOURING DI RUANG HEMODIALISA

SMC RS TELOGOREJO SEMARANG

Disusun oleh :

Katarina Richa Eva Amalia (21655)

PROGRAM STUDI D-3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO

SEMARANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia
seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui
membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan
dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012,
hlm.94).

Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau filtrasi.
Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif
ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan
menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel
(ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar toksin atau zat beracun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian
(Mutaqin & Sari, 2011, hlm.266).

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang
terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang
dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD
persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007, hlm.145).
B. Definisi
Hemodialisis berasalah dari kata hemo=darah, dan dialisis=pemisahan atau filtrasi.
Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progersif
ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Terapi ini dilakukan dengan
menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel
(ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau at racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian. Tujuan
dari hemodialisis adalah untuk memidahkan produk-produk limbah yang terakumulasi
dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis (Muttaqin & Sari, 2011,
hlm.266).

Pada klien GGK, tindakan hemodialisis dapat menurunkan resiko kerusakan organ-organ
vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis
tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK
biasanya harus menjalani terapi terapi dialisis sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali
seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal
baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin & Sari, 2011, hlm.266).

C. Prinsip Tindakan
Menurut Muttaqin dan Sari (2011, hlm.266), seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
1. Proses difusi adalah proses perpindahan zat karena adanya perbedaan kadar di dalam
darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Proses ultrafiltrasi adalah proes berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air
yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser, dan rendaman dialisat memerlukan
pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi
(misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan [hipotensi,
kram, muntah], perembesan darah, kontaminasi, dan koplikasi terbentuknya pirau atau
fistula).
BAB II
LAPORAN TOURING

A. Indikasi Tindakan
Indikasi dilakukan hemodialisis. Hemodialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan
beberapa kondisi, seperti ensefalopati uremik, perikarditis, asidosis yang tidak
memberikan respons terhadap pengobatan lainna, gagal jantung, dan hiperkalemia
(Muttaqin & Sari, 2011, hlm.267).

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (2014, hlm.2193-2194) mengatakan


bahwa didalam panduan dari Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI) tahun
2006 merekomendasikan untuk mempertimbangkan manfaat dan resiko memulai terapi
pengganti ginjal (TPG) pada pasien dengan perkiraan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2 (PGK tahap 5). Akan tetapi kemudian terdapat bukti-
bukti penelitian baru bahwa tidak terdapat perbedaan hasil antara yang memulai dialisis
dini dengan yang terlambat memulai dialisis (early versus late dialysis). Oleh karena itu
pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK) tahap 5, hemodialisa dilakukan apabila ada keadaan
sebagai berikut:
1. Kelebihan (overload) cairan ekstraseluler yang sulit dikendalikan dan atau hipertensi
2. Hiperkalemia yang refrakter terhadap retriksi diit dan terapi farmakologis
3. Asidosis metabolik yang refrakter terhadap pemberian terapi bikarbonat
4. Hiperfosfatemia yang refrakter terhadap retriksi diit dan terapi pengikat fosfat
5. Anemia yang refrakter terhadap pemberian eritropoietein dan besi
6. Adanya penurunan kapasitas fungsional atau kualitas hidup tanpa penyebab yang
jelas
7. Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama apabila disertai gejala mual, muntah
atau adanya bukti lain gastroduodenitis
8. Selain itu indikasi segera untuk dilakukannya hemodialisis adalah adanya gangguan
neurologis (seperti neuropati, ensefalopati, gangguan psikiatri), pleuritis atau
perikarditis yang tidak disebabkan oleh penyebab lain, serta diatesis hemoragik
dengan pemanjangan waktu perdarahan.
B. Persiapan
1. Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
a. Persiapan mesin :
1) Listrik 12) air (sudah melalui pengolahan)
2) Saluran pembuangan 13) Dialyzer (ginjal buatan)
3) AV Blood line 14) AV Fistula/ Abocath
4) Infuse set 15) Spuit 50cc, 5 cc
5) Insulin, Heparin Injeksi 16) Xylocain (anestesi local)
6) Nacl 0,90% 17) Kain Kasa/ Gaas Steril
7) Persiapan peralatan & obat2 18) Duk steril
8) Sarung tangan steril 19) Bak & mangkuk steril kecil
9) Klem, Plester 20) Desinfektan (alkohol, betadin)
10) Gelas ukur 21) Timbangan BB
11) Formulir Hemodialisis 22) Sirkulasi darah
2. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien
a. Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:
b. Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino
c. Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
d. Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol
e. Anestesi local (lidocain, procain inj)
f. Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath, fiksasi tutup dengan
kasa steril
g. Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)
h. Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
i. Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena
j. Bolus heparin inj (dosis awal)
k. Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal
l. Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan
m. Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril
n. Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis, tekan arteri
femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis
o. Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)
p. Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 – 5 menit dan fiksasi, tutup kassa
steril
3. Memulai Hemodilasis
a. Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
b. Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
c. Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai sirkulasi darah
terisi semua
d. Jalankan pompa darah dengan Ob
e. Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi
outlet
f. Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
g. Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan
sesuai kebutuhan)
h. Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikan
sampai 300 ml/ m (dilihat dari keadaan pasien)
i. Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure,
hidupkan air/ blood leak detector
j. Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan
dengan NaCl
k. Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan
megukur TD, nadi lebih sering
l. Isi formulir HD antara lain: Nama, umur, BB, TD, N, S, P, Tipe GB, cairan
priming yang masuk, makan/ minum, keluhan selama HD, Masalah selama HD.

Mesin:
a. Memprogam mesin hemodialisis:
1) Qb: 200 – 300 ml/ m
2) Qd : 300 – 500 ml/m
3) Temperatur : 36 – 400 c
b. Heparinisasi
1) Dosis awal : 25 – 50 U/ kg BB
2) Dosis selanjutnya (maintance) = 500 – 1000 U/ kg BB
Cara memberikan:
a) Kontinus
b) Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD
selesai
4. Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa
a. Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet, outlet, keluhan /
komplikasi hemodialisis
b. Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/ tekanan arterial
& venous, dialysate, UFR, Air leak & blood leak, heparinisasi, sirkulasi ekstra
corporeal, sambungan-sambungan
Catatan:
Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest
kmd disuntik 2 ml/ IV

5. Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)


Persiapan alat:
Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine, antibiotik powder
(Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 – ½ kram): pada punksi femoral

C. Prosedur Tindakan
Prosedur pelaksanaan HD menurut Wijaya dan Putri (2013, hlm.242) adalah sebagai
berikut:
1. Tahap persiapan
a. Mesin sudah siap pakai
b. Alat lengkap (set HD)
1) Dialiser
2) Av blood line
3) Av vistula
4) Cairan dialisat pekat
5) Infus set
6) Spuit 1cc, 5cc, 10cc, dan 20cc
7) Kassa steril
8) Pinset, dock, klem : steril
9) Gunting dan plester
c. Obat-obatan
1) lidocain 4) heparin
2) Alkohol 5) kalmetason
3) Betadin 6) anti histamin & NaCl 0,9%
d. Adm
1) Informed concent
2) Formulir HD dan travelling dialisis
2. Tahap pelaksanaan
a. Penjelasan pada klien dan keluarga
b. Timbang berat badan
c. Atur posisi, observasi TTV
d. Siapkan sirkulasi mesin
e. Persiapkan tindakan sterilpada daerah punksi
f. Lakukan penurunan vena (out let dan in let) dengan AV fistula→fixasi kemudian
tutup dengan kasa steril
g. Berikan bolus heparin dosis awal, heparin 5000 Ui encerkan 1 cc menjadi 10 cc
dengan NaCl
h. Memulai HD
1) Hubungan sirkulasi mesin dengan klien
2) Jalankan pompa darah dengan 26 ± 100 ml/’ sampai sirkulasi darah terisi semua
3) Cairan priming ditampung → ukur jumlahnya
4) Hubungkan selang-selang untuk semua monitor
5) Pompa heparin dijalankan
6) Catat keluhan dan masalah sebelum HD
3. Tahap penghentian
a. Siapkan alat yang dibutuhkan
b. Ukur TTV
c. 5 menit pre HD berakhir 26 diturunkan sekitar 100 cc/lo, UFR: 0
d. Blood pump stop
e. Ujung ABL di klem, jarum dicabut, bekas tusukan inlet ditekan dengan kassa steril
yang diberi betadin
f. Hubungkan ujung ABL dengan infus set
g. Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorongan NaCl 0,9% (±50.100 cc)
h. Setelah outlet dicabut, bekas punksi outlet ditekan dengan kassa steril + betadin
i. Ukur TTV
j. Timbang berat badan

4. Proses hemodialisis
Proses hemodialisa akan memompa darah keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin
dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses
difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat, lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah
dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 2-3 kali seminggu di Rumah
sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam. Dengan terapi ini
fungsi ginjal untuk membersihkan darah memang dapat diabil alih oleh mesin
hemodialisis. Tetapi cuci darah tidak menyebabkan fungsi ginjal menjadi baik, orang
yang melakukan terapi akan memiliki ketergantungan pada mesin hemodialisa
(Colvy, 2010, hlm.59).

Alam dan Hadibroto (2007, hlm.56) mengungkapkan agar prosedur hemodialisa


dapat berlangsung, perlu dibuatkan akses untuk keluar masuknya darah dari tubuh,
akses tersebut dapat bersifat sementara (temporer) maupun menetap (permanen).
Akses temporer berupa kateter yang dipasang pada pembuluh darah balik (vena)
didaerah leher, sedangkan akses permanen biasanya dibuat dengan akses fistula, yaitu
menghubungkan salah satu pembuluh darah balik dengan pembuluh darah nadi
(arteri) pada lengan bawah, yang dikenal dengan nama cimino.
RESUME KEPERAWATAN Ny.E DI RUANG HEMODIALISA

Unit : Hemodialisa Tanggal Tindakan : 01 Juli 2019


Ruang : Hemodialisa Jam : 14.00

I. IDENTIFIKASI
A. Pasien
Nama : Ny.E
Umur : 45 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kangguru Timur lll
Diagnosa masuk : Chronic Kidney Disease (CKD)

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny.E
Alamat : Kangguru Timur lll

C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : Tidak ada keluhan
2. Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan sebelumnya pasien mengalami CKD kemudian
dilakukan Hemodialisa selama 2x dalam seminggu lewat AV fistula
sebelah kiri pasien. Dengan Berat badan 83,5 kg, Tinggi badan 155
cm. Pada hemodialisa sebelumnya pasien dengan Berat badan 81 kg
dan terjadi kenaikan Berat badan sebanyak 2,5 Kg dengan Tanda-tanda
vital Post Hemodialisa TD : 120/70 mmHg, Suhu :36,50c, Nadi
80x/menit, pernafasan 16x/menit. Kemudian pasien dilakukan
hemodialisa pada jam 14.15.
3. Riwayat keehatan lalu
Pasien mengatakan mengalami CKD (Chronic kidnay Disease)
4. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita CKD.

D. Proses Hemodialisa
1. Persiapan mesin ( mesi dialisis jenis Nipro di sambungkan ke top
kontak kemudian di hidupkan)
2. Persiapan pasien
 Melakukan perhitungan Berat badan ebelum dilakukan
Hemodialisa unruk mengetahui berapa cairan yang harus
dibuang dari tubuh pasien. ( BB Ny.E : 83,5kg)
 Melakukan pengukuran TTV
TD : 120/70 mmHg
N : 80x/menit
Suhu : 36.50c
RR : 16x/mnt
3. Persiapan Alat
 Menyiapkan HD fistula
 Selang aterial- Venuse Blood Line (AVBL)
 Dializer Rheuse ke 3 / elisio 13H
 Larutan dialisat bikarbonat
4. Proses
 Jam 14.00 pasien datan ke ruang hemodialisa dengan kadaan
umum baik kesadaran compomentis TD : 120/70 mmhg, N :
80x/mnit, Suhu : 36,50c, RR : 16x/menit.
 Jam 14.05 dilakukan proses priming kemudian proses
pembilasan /pencampuran dialisat untuk mengeluarkan udara
dan bahan kimia lalu proses circulation dengan heparin dosis
awal tidak di berikan,kemudian pada dosis selanjutnya 1000
international Unit( priming 215 ml dan sisa priming 160 ml ).
 Jam 14.10 menyambungkan selang fistula intlet dengan selang
darah arteri dengan mula-mula 1000 setelah darah mengisi
semua selang darah dan dialiyzer, matikan pompa darah
kemudian menyambungkan selang darah venous ke ujung AV
fistula outlet dan mengatur UF goal 2.750 ml, QB 100-175
mL/mit, UF rate 0,66.
 Jam 14.15 dilakukan hemodialisa selama 4,5 jam.
 Jam 18.45 proses Hemodialisa berahir degan TD : 130/80
mmHg, N : 80x/mnt, RR : 20 x/mnt, Suhu : 37,0oC.
Memberekan alat kemudian proses rinsing.
BAB lll
KESIMPULAN

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti
air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Indikasi dilakukan hemodialisis adalah Hemodialisis
dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan beberapa kondisi, seperti ensefalopati uremik,
perikarditis, asidosis yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan lainna, gagal
jantung, dan hiperkalemia
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Hadibroto, J. (2007). Gagal ginjal. Jakarta: Gramedia pustaka utama.

Colvy, J. (2010). Gagal ginjal: tips cerdas mengenali dan mencegah gagal ginjal.
Yogyakarta: Dafa Publishing.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. (2011). Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Penghimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.

Wijaya, Andra Saferi, dan Putri, Yessie Mariza. (2013). Keperawatan medikal bedah dewasa.
Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai