Anda di halaman 1dari 10

A.

Definisi Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan
atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan
untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika
secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin
yang dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).
Hemodialisis dapat dilakukan pada saar toksin atau zat beracun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan
kematian (Mutaqin & Sari, 2011).
Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan GGK atau gagal ginjal
yang sudah tidak dapat diperbaiki serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit (Hawks dan Black, 2014).
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).

B. Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk
limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin
dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat
menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat
toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis tidak menyembuhkan
atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK biasanya
harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali
seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai
mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

C. Indikasi Hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan
HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan,
Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
1. Kegawatan ginjal
a) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5
mmol/l )
e) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g) Ensefalopati uremikum
h) Neuropati/miopati uremikum
i) Perikarditis uremikum
j) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
k) Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
3. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu
dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
a) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
c) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e) Komplikasi metabolik yang refrakter

D. Kontraindikasi Hemodialisa
Menurut Wijaya & Putri, (2013) menyebutkan kontra indikasi pasien
hemodialisa adalah sebagia berikut :
1. Hipertensi berat(TD > 200 / 100 mmHg)
2. Hipotensi (TD < 100 mmHg)
3. Adanya perdarahan hebat
4. Demam tinggi

E. Prinsip Hemodialisis
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja
hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
1. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi
jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan
rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi
berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi
yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan
darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin
& Sari, 2011).

F. Komplikasi Hemodialisa
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal
kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun
tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani HD.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah
gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan
dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik
terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H reguler. Namun sekitar 5-
15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan
Light, 2010). Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Daurgirdas et al., 2007).
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot,
mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan
menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013).
Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik
hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang
terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade
jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah (Bieber
dan Himmelfarb, 2013).
1. Penyakit jantung
2. Malnutrisi
3. Hipertensi / volume excess
4. Anemia
5. Renal osteodystrophy
6. Neurophaty
7. Disfungsi reproduksi
8. Komplikasi pada akses
9. Gangguan perdarahan
10. Infeksi
11. Amiloidosis
12. Acquired cystic kidney disease
G. Proses Hemodialisa
Ada 3 tahap dalam proses hemodialisa yaitu:
1. Tahap persiapan
a) Mesin sudah siap pakai
b) Alat lengkap (set HD)
c) Dializer
d) Av blood line
e) Av vistula
f) Cairan dialisat pekat
g) Infus set
h) Spuit 1cc, 5cc, 10cc, dan 20cc
i) Kassa steril
j) Hanschoen steril
k) Pinset, dock, klem (steril)
l) Gunting dan plaster
m) Obat-obatan
n) Lidocain
o) Alkohol
p) Betadin
q) Heparin
r) Kalmetason
s) Anti histamin dan NaCl 0,9%
t) Adm
u) Informed concent
v) Formulir HD dan travelling dialisist
2. Tahap pelaksanaan
a) Penjelasan pada klien dan keluarga
b) Timbang berat badan
c) Atur posisi, observasi TTV
d) Siapkan sirkulasi mesin
e) Persiapan tindakan steril pada daerah punksi
f) Lakukan penurunan vena (out let dan in let) dengan AV fistula lalu
fixasi
kemudian tutup dengan kassa steril
g) Berikan bolus heparin dosis awal
h) Mulai HD:
1. Hubungkan sirkulasi mesin dengan klien
2. Jalankan pompa darah dengan 26 ± 100 ml/’ sampai sirkulasi darah
terisi semua.
3. Cairan priming ditampung lalu ukur jumlahnya
4. Hubungkan selang-selang untuk semua monitor
5. Pompa heparin dijalankan
6. Catat keluhan dan masalah sebelum HD
3. Tahap penghentian
a) Siapkan alat yang dibutuhkan
b) Ukur TTV
c) 5 menit pre HD berakhir 26 diturunkan sekitar 100 cc/l, UFR:0
d) Blood pump stoop
e) Ujung ABL diklem, jarum dicabut, bekas tusukan inlet ditekan dengan
kassa steril yang diberi betadin
f) Hubungkan ujung ABL dengan infus set
g) Darah dimasukan dalam tubuh dengan didorong NaCl 0,9 % (±50.100
cc)
h) Setelah outlate dicabut, bekas outlet ditekan dengan kassa steril dan
betadin
i) Ukur TTV
j) Timbang berat badan
H. Diagnose Keperawatan
1. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
2. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan asupan cairan
I. Intervensi Kepererawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Risiko Fluid Balance: Fluid monitoring:


ketidakseimbangan 1.Mempertahankan urine 1.Monitor TTV
elektrolit Output sesuai dengan usia 2.Monitor intake & output cairan
Dan BB, BJ urine normal,HT 3.Observasi respon pasien
normal 4.Kolaborasi dengan tim dokter
2.TTV normal(TD,N,RR,S)

2 Kelebihan volume Fluid balance: Fluid management:


Cairan b.d kelebihan 1.Edemaperifer/Terbebas dari 1.Monitor input dan output cairan
Asupan cairan edem 2.Pasang kateter urin jika diperlukan
2.Keseimbangan intake dan 3.Ajarkan keluarga untuk bisa
Output dalam 24jam. Mencatat cairan yangmasuk.
3.TTVdalam batas normal 4.Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian terapi
farmakologi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Intan, P, Daryaswanti, Ketut, I, Dira, Purwadmi, S, Rahayu, & Wayan, Ni Purnami.
2018. Gambaran Upaya Mengatasi Kecewaan Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Kesehatan Medika Undayana
Volume 5 Nomor 1.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Handbook for Health Student.
Mediaction Publishing. Yogyakarta.

Rahman. 2013. Buku Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2017. . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edk 12. Vol
2. EGC. Jakarta.

Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan medikal bedah. KMB 1. Yogyakarta : Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai