Anda di halaman 1dari 13

I.

Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling
sering ditemukan dari pada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna,
fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Sementara beberapa ahli mendefinisikan
hepatoma sebagai berikut :
1. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer
atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari
sel hati (Misnadiarly, 2007).
2. Hepatoma adalah kanker hati primer dapat timbul dari hepatosit (sel hati), jaringan
penyambung, pembuluh darah, empedu. (Ester, 2002).
3. Hepatoma atau Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma = HCC)
merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. (Sudoyo, 2007).
B. Etiologi
1. Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat,
baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang
hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat
terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini
berakibat akan terjadinya kronisitas. Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi
melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA
ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan
gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang
aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan
secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen
yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik seperti
aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya hepatoma tanpa melalui sirosis hati.
2. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor resiko
penting dari hepatoma. Sekitar 5 - 30% orang dengan infeksi HCV akan berkembang
menjadi penyakit hati kronis. Dalam kelompok ini, sekitar 30% berkembang menjadi
sirosis, dan sekitar 1 - 2% per tahun berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler.
Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar 5% dan muncul 30

1
tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien dengan HCV kronis lebih
beresiko terkena karsinoma hepatoseluler dibandingkan dengan infeksi HCV saja.
3. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di dunia dan melatar
belakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat
dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi hepatitis B. Setiap tahun, 3-
5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita hepatoma. Hepatoma merupakan
penyebab utama kematian pada sirosis hati. Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati,
20 - 80% di antaranya telah menderita hepatoma.
4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak
berhubungan dengan makanan berjamur. Di Indonesia terlihat berbagai makanan yang
tercemar dengan aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian (kentang rusak,
umbi rambat rusak, singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur. Salah
satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi
pada gen supresor tumor p53. Berbagai penelitian dengan menggunakan biomarker
menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dalam diet dengan morbiditas
dan mortalitas hepatoma.
5. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat diketahui
bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5x akibat kanker pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40 kg/m2) dibandingkan
dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Obesitas merupakan faktor resiko
utama untuk non-alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian
berlanjut menjadi hepatoma.
6. Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk penyakit hati
kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis
non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar
insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif
potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari

2
banyak penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang melibatkan173.643 pasien DM
dan 650.620 pasien bukan DM menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada kelompok
DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi hepatoma kelompok bukan
DM.
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50 70 g/hari atau >6 - 7 botol per hari) selama lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit bukti adanya
efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko
terjadinya sirosis hati dan hepatoma pada pengidap infeksi HBV atau HVC. Sebaliknya,
pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan
HBsAg positif atau anti-HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol
terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV.

C. Patofisiologi
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang
disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting
adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis
hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada
lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya
tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan
reseksi lokal lagi. Stadium hepatoma :
1. Stadium I: Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
2. Stadium II: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segment I atau
multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri hati.
3. Stadium III: Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke lobus
kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh
darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus
kanan atau lobus kiri hati.
4. Stadium IV: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri
hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler )
ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah
di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau
vena cava inferior-atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

3
Patway

Virus Hepatitis B atau C dan Bahan-bahan Hepatokarsinogenik

Terjadinya peradangan sel hepar

Percabangan pembuluh hepatik dan aliran darah pada portal

Hipertensi portal (peningkatan tekanan aliran darah portal diatas 10-12 mmHg yang menetap,
dimana tekanan dalam keadaan normal berkisar 4-8 mmHg)

Meningkatnya resistensi portal dan aliran darah portal

Pemekaran pembuluh vena esofagus, vena rektum superior dan vena kolateral dinding perut

Perdarahan (hematemesis melena)

Perubahan arsitektur vaskuler hati

Kongesti vena mesentrika


Penimbunan cairan abnormal dalam perut (acites)

Kelebihan volume cairan

Memacu proses regenerasi sel-sel hepar secara terus menerus (fibrogenesis)

Gangguan kemampuan fungsi hepar

Produksi albumin menurun

Tidak dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid

Terjadinya acites dan oedema

Depot glikogen di hati menurun

Kanker hati (Hepatoma)

4
D. Manifestasi Klinis
1. Hepatoma fase subklinis
Hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan
tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan
teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan,
teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT
atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah:
masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau
HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi
hepatoma primer.

2. Hepatoma fase klinis


Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi
utama yang sering ditemukan adalah:

a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang
berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas.
Nyeri umumnya bersifat tumpul ( dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu,
sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat
hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat
atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma.
b. Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati
bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arkus
kostae berbenjol benjol; hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat
langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil
sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri.
c. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan
fungsi hati.
d. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena
terasa begah.
e. Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya
masukan makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia.

5
f. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika
tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
g. Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan
fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di
saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus
obstruktif.
h. Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut
membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.
i. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang
kanan, odem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis
hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi
dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru,
tulang dan banyak organ lain.

E. Komplikasi
1. Pendarahan varises asoragus
2. Koma hepatis
3. Koma hipoglikemi
4. Ruptar tumor
5. Infeksi Sekunder
6. Metastase ke organ lain terseing ke paru

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan
radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya
ukuran kanker, lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter)
atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau
kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke
tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena
porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.
1. Laboratorium
a. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus
vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam

6
serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25
ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma
testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.)
dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien
hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat.
b. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk
diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus
dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan
adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-
glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.
c. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar
belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda
hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk
hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis
2. Biopsi
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan
untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging
dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Cara melakukan biopsi dengan
dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien
dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan
jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang
diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan
tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar
tumor.
3. Radiologi
Untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat menentukan dalam
pengobatannya. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan
berbentuk kebulatan (nodule) satu buah, dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak
dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri
membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.

7
4. Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang
normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). USG conventional
hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hatidiameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila
USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik sistem bisa
mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan
diagnosanya hanya 60%.
5. CT scan
CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan
gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT
scann dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat
jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
6. Angiografi
Angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita
lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja
ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan
ukuran kanker yang sebenarnya.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography
(MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker
hati ini.
8. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker
menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan
dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme
di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker.
PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut
penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu
juga dapat melihat metastase (penyebaran).

8
G. Penatalaksanaan
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi
gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik
hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya
adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi efektif menuntut
sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai terapi pertama. Terapi gabungan:
Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum dapat mencapai hasil yang memuaskan,
berbagai metode terapi hepatoma memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan
secara fleksibel sesuai kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan,
agar semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan tumor, tapi juga semaksimal
mungkin mempertahankan fisik, memper-panjang survival. Terapi berulang. Terapi satu
kali terhadap hepatoma sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi
ulangan sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi perkutan
arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali, reseksi ulangan pada
rekurensi pasca operasi dll.
1. Terapi operasi
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada kemung-
kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik, diperkirakan tahan
operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya
pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites; pembuluh
utama vena porta mengandung trombus kanker; rudapaksa serius jantung, paru, ginjal
dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan operasi.
a. Metode hepatektomi.
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini.
Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm)
dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi terdiri atas hepatektomi beraruran dan
hepatektomi tak beraturan. Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati
dilakukan diseksi, memutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait,
kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen) tersebut
dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu mengikuti
secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu berjarak 2-
3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan
saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan
jaringan hati sekitarnya.

9
Kunci dari hepatektomi adalah mengontrol perdarahan. Pada waktu reseksi
hati, metode mengurangi perdarahan meliputi obstruksi aliran darah porta pertama
hati, koagulasi gelombang mikro potongan hati, klem hati, obstruksi temporer satu
sisi cabang vena porta dan cabang arteri hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis hati,
obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat
diobstruksi berulang kali.
b. Transplantasi hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya
tinggi, donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti
rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi
kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat
mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik
untuk transplantasi hati.
c. Terapi operatif nonreseksi
Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak
dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi,
mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi
embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi
arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi
tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.
2. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalis
medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak parah, pasien
mentolerir radioterapi.

II. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Usia : Biasanya menyerang dewasa dan orang tua
b. Jenis kelamin : Kanker hati sering terjadi pada laki laki dari pada perumpuan.
c. Pekerjaan : Dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas yang berlebihan

10
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Keluhan pasien pada waktu dikaji.
b. Riwayat penyakit dahulu : Pasien dahulu pernah menderita penyakit apa dan
bagaimana pengobatanya.
c. Riwayat penyakit sekarang
3. Perubahan pola fungsi
a. Aktivitas : Klien akan mengalami kelelahan, kelemahan, malaise
b. Sirkulasi : Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, akterik pada sclera, kulit dan
membran mukosa.
c. Eliminasi: Warna urin gelap (seperti teh), diare feses warna tanah liat.
d. Makanan dan cairan : Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan muntah,
terjadi peningkatan edema, asites.
e. Neurosensori : Peka terhadap rangsangan, cenderung tidur, asteriksis
f. Nyeri/Kenyamanan : Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas,
mialgia, sakit kepala, gatal gatal.
g. Keamanan : Urtikaria, demam, eritema, splenomegali, pembesaran nodus servikal
posterior
h. Seksualitas : Perilaku homoseksual aktif atau biseksual pada wanita dapat
meningkatkan faktor resiko.

B. Diagnosa dan Intervensi


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar dan
bendungan vena porta.
a. Kriteria hasil
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis
kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya).
b. Intervensi dan Rasional.
1) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Deteksi dini adanya kelainan
2) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan
untuk intensitas nyeri.
Rasional : Melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan
kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.

11
3) Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri.
Rasional : klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan
nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding
klien yang penjelasan kurang atau tidak terdapat penjelasan).
4) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik distraksi
Rasional : Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga
mengurangi emosional dan kognitif
5) Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali
perhatian.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan peristaltic (reflek
visceral), empedu tertahan, ditandai dengan kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
a. Kriteria Hasil
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
b. Intervensi dan Rasional
1) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan.
Rasional : akumulasi Prtikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa
tak sedap yang akan menurunkan nafsu jika tidak dibersihkan.
2) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional: menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan.
3) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak.
Rasional: glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan
energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap atau dimetabolisme sehingga
akan membebani hepar.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme
sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.
a. Kriteria Hasil
Mengembangkan pola aktivitas atau istirahat konsisten dengan keterbatasan
fisiologis.

12
b. Intervensi dan rasional
1) Ajarkan orang terdekat untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan
2) Pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/
frekuensi jantung / pernapasan.
Rasional : Teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi,
keseimbnagan cairan dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
3) Beri oksigen sesuai indikasi
Rasional : Adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan
memperberat keletihan.
4) Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu
kepala lebih tinggi.
Rasional : suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangan
membantu untuk bersantai dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru-
paru untuk melakukan ekspansi optimal.

13

Anda mungkin juga menyukai