Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.D

DENGAN HIPERTENSI

WAZILATUL AFKHARINA

14401.17.18041

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2020
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN
GERONTIK DUSUN TAMAN DESA TIRIS KECAMATAN TIRIS
KABUPATEN PROBOLINGGO

Telah diperiksa kelengkapannya pada :

Hari :

Tanggal :

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui

Koordinator Praktik Dosen Pembimbing

Nurul Laili,S.Kep.,Ns.,M.Kep Nurul laili,S.kep.,Ns.,M.kep

Ketua Prodi
D3 Keperawatan

Mariani, S.Kep.,Ns.,M.PH
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP LANSIA

1. KONSEP KEPERAWATAN LANSIA


A. Pengertian lansia

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke


atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8 dalam Sunaryo et al., 2016).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan unuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Costantinides, 1994 dalam Sunaryo et al., 2016). Oleh karena itu,
dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolic dan
structural yang disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia
akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan
Martono, 1994;4 dalam Sunaryo et al., 2016)

Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau
sama dengan 55 tahun (WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan
sebagai menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).

B. Batasan Umur Lanjut Usia


Menurut pendapat berbagai ahli dalam (Efendi, 2009 dalam
Sunaryo et al 2016), batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur
lansia sebagai berikut

a. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)


lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45
sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
4) Sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
b. Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1
Pasal 1Ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas”
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu :
1) Fase Inventus ( pertama) ialah 25-40 tahun
2) Fase Virilites (kedua) ialah 40-55 tahun
3) Fase Presenium (ketiga) ialah 55-65 tahun
4) Fase Senium (keempat) ialah 65 tahun hingga tutup usia
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia
(geriatricage): > 65 tahun atau 70 tahun, masa lanjut usia (geriatric
age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old
(70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun) (Efendi,
2009 dalam Sunaryo et al., 2016).
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan masuia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat 2, 3, 4 UU No. 13
tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Sunaryo et al.,
2016).

C. Klasifikasi Lansia

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :


1)Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54
tahun.2)Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.3)Lansia
muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.4)Lansia tua (old),
yaitu kelompok usia 75-90 tahun.5)Lansia sangat tua (very old), yaitu
kelompok usia lebih dari 90 tahun.Berikut merupakan kategori umur
menurut Depkes RI (2009):1)Masa balita= 0 –5 th2)Masa kanak-kanak=
5 –11 th3)Masa remaja awal= 12 –16 th4)Masa remaja akhir= 17 –25
th5)Masa dewasa awal= 26 –35 th6)Masa dewasa akhir= 36 –45
th7)Masa lansia awal= 46 –55 th8)Masa lansia akhir= 56 –65 th9)Masa
manula= > 65 th
D. Tipe Lansia

Tipe lansia berkaitan dengan karakter, pengalaman


kehidupannya, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya, antara lain : tipe optimis, tipe kontruktif, tipe
ketergantungan (dependent), tipe defensif, tipe militant dan serius, tipe
marah/frustasi (the angry man), dan tipe putus asa (benci pada diri
sendiri) (Sunaryo et al., 2016).

1) Tipe Optimis: lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik,
mereka memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari
tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan
pasifnya.

2) Tipe Konstruktif: lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat


menikmati hidup, memiliki toleransi yang tinggi, humoristik,
fleksibel, dan tahu diri. Biasanya, sifat ini terlihat sejak muda. Mereka
dengan tenang menghadapi proses menua.

3) Tipe Ketergantungan: lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah


masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak
mempunyai inisiatif dan bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang
pensiun, tidak suka bekerja, dan senang berlibur, banyak makan, dan
banyak minum.

4) Tipe Defensif: lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat


pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan,
emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat
konpultif aktif, dan menyenangi masa pensiun.

5) Tipe Militan dan serius: lanjut usia yang tidak mudah menyerah,
serius, senang berjuang, bisa menjadi panutan.
6) Tipe Pemarah: lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian
yang buruk. Lanjut usia sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.

7) Tipe Bermusuhan: lanjut usia yang selalu menganggap orang lain yang
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.
Biasanya, pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap menjadi
tua itu bukan hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda,
senang mengadu masalah pekerjaan, dan aktif menghindari masa yang
buruk.

8) Tipe Putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia ini
bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi,
mengalami penurunan sosial-ekonomi, tidak dapat menyesuaiakan
diri. Lanjut usia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga
depresi, memandang lanjut usia sebagai tidak berguna karena masa
yang tidak menarik. Biasanya perkawinan tidak bahagia, merasa
menjadi korban keadaan, membenci diri sendiri, dan ingin cepat mati.

E. Penggolongan Lanjut Usia

Ada juga pendapat yang menggolongkan lansia dalam


kelompok-kelompok sebagai berikut: lanjut usia mandiri sepenuhnya,
lanjut usia mandiri dengan bantuan langsung keluargannya, lanjut usia
mandiri dengan bantuan tidak langsung, lanjut usia dibantu oleh badan
sosial, lanjut usia Panti Sosial Tresna Werdha, lanjut usia yang dirawat
di rumah sakit, dan lanjut usia yang mengalami gangguan mental.
(Sunaryo et al., 2016)
F. Perubahan Akibat Proses Menua

a. Perubahan fisik dan fungsi pada Lansia menurut Aspiani (2014) :


1) Sel: jumlah sel menurun/lebih sedikit, ukuran sel lebih besar,
jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang, proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun, jumlah
sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak
menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-20%, lekukan otak akan
menjadi lebih dangkal dan melebar.
2) Sistem Persyarafan: menurun hubungan persarafan, berat otak
menurun 10-
20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinnya,
respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khusunya terhadap
stress, saraf panca indera mengecil, penglihatan, pendengaran
menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, kurang
sensitif terhadap sentuhan, defisit memori.

3) Sistem Pendengaran: membran timpani menjadi atrofi


menyebabkan otosklerosis, tinitus (bising yang bersifat
mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus
menerus atau intermiten), vertigo (perasaan tidak stabil yang
terasa seperti bergoyang atau berputar).
4) Sistem Penglihatan: sfingter pupil timbul sklerosis dan respons
terhadap sinar menghilang, kornea lebih berbentuk sferis (bola),
lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
5) Sistem Kardiovaskular: katup jantung menebal dan menjadi
kaku, elastisitas dinding aorta menurun, curah jantung menurun,
tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
meningkat, sistole normal ± 170 mmHg, diastole ± 90 mmHg.
6) Sistem Pernafasan: otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan
menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru
kehilangan elastisitas: kapasitas residu meningkat, menarik nafas
lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun dan kedalaman bernafas menurun, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, O2 pada
arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 pada arteri tidak
berganti, kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan otot
pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.

7) Sistem Gastrointestinal
a) Kehilangan gigi
b) Indra pengecap menurun : adanya iritasi yang kronis dan
selaput lendir, atropi indra pengecap 80%, hilangnya
sensitivitas dari indra pengecap di lidah terutama rasa
manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari saraf pengecap
tentang rasa asin, manis ,pahit, asam.
c) Esofagus melebar.
d) Lambung : rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu mengosongkan menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
f) Fungsi absorpsi melemah/terganggu.
g) Liver (hati) : makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
8) Sistem Genitourinaria
a) Ginjal
Nefron mengecil dan nefron berubah menjadi atrofi, aliran darah
ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya
kurangya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urine menurun
proteinuria, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
b) Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Otot-otot menjadi lemah, kapasitaya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya
retensi urine.

c) Pembesaran prostat ±75% dialami oleh pria usia diatas 65


tahun.
9) Sistem Endokrin
produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi
parathiroid dan sekresinya tidak berubah, pertumbuhan hormon ada
tetapi lebih rendah dan hanya didalam pembuluh darah, menurunnya
aktivitas tiroid, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi
hormon kelamin, misalnya: progesteron, esterogen dan testosteron.
10) Fungsi Integumen
Fungsi kulit meliputi proteksi, perubahan suhu, sensasi, dan
ekskresi Dengan bertambahnya usia, terjadilah perubahan intrinsik dan
ekstrinsik yang mempengaruhi penampilan kulit : kulit mengkerut atau
keriput akibat hilangnya jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan
bersisik (karena kehilangan proses keratinisasi serta perubaan ukuran dan
bentuk-bentuk sel epidermis), produksi serum menurun, gangguan
pigmentasi kulit, kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurangmya jumlah dan
fungsi, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

11) Sistem Muskuloskeletal


tulang kehilangan cairan dan makin rapuh dan osteoporosis,
kifosis, pinggang, lutut, dan jari-jari pergelangan terbatas, discus
Intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang),
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis.
12) Sistem Reproduksi dan Seksualitas
a) Vagina
Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus,
sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali dan terjadi
perubahan warna.

b) Menciutnya ovari dan uterus.


c) Atrofi payudara.
d) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara ber
angsur-angsur.
e) Produksi esterogen dan progesteron oleh ovarium menurun
saat menopouse.
b. Perubahan Psikososial pada Lansia menurut Aspiani (2014) :
1) Pensiun
Bila seseorang pensiun, ia akan mengalami kehiangan-
kehilangan antara lain : kehilangan finansial, kehilangan status (yang
dulunya mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan
segala fasilitasnya), kehilangan teman atau relasi, kehilangan
pekerjaan atau kegiatan.

2) Merasakan atau sadar akan kematian.


3) Perubahan dalam cara hidup.
4) Ekonomi, akibat pemberhentian dari jabatan atau
pekerjaan., meningkatnya biaya hidup, dan bertambahnya
biasa pengobatan.
5) Penyakit kronis dan ketidkamampuan.
6) Kesepian akbiat pengasingan dari lingkungan sosial.
7) Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Kehilangan teman dan keluarga
9) Perubahan terhadap gambaran diri dan kosep diri.
c. Perubahan Psikologis pada Lansia:
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental menurut
Aspiani (2014): perubahan fisik terutama organ-organ perasa,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan.

Sedangkan perubahan psikologis menurut Maryam et al., (2008)


sebagai berikut :

1) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung


kepada orang lain.
2) Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan
untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola
hidupnya.
3) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status
ekonomi dan kondisi fisik.
4) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang
telah meninggal atau pergi jauh.
5) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang
semakin bertambah.
6) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa.
G. Masalah yang dapat terjadi pada Lansia

Menurut Mubarak (2009), terdapat beberapa permasalahan yang


sering dialami oleh seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia,
antara lain:

1) Perubahan Perilaku, pada Lansia sering dijumpai terjadinya


perubahan perilaku, di antaranya : daya ingat menurun, pelupa, sering
menarik diri, ada kecenderungan penurunan merawat diri, timbulnya
kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik lagi, dan Lansia sering
menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya menjadi
sumber banyak masalah.
2) Perubahan Psikososial, masalah perubahan psikososial serta reaksi
individu terhadap perubahan ini sangat beragam, bergantung pada
kepribadian individu yang bersangkutan. Lansia yang telah menjalani
dengan bekerja, mendadak dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya
dengan masa pensiun. Bila Lansia cukup beruntung dan bijaksana,
maka ia akan mempersiapkan diri dengan menciptakan berbagai
bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunya akan
memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Namun,
bagi banyak pekerja, pensiun berarti terputus dari lingkungan, dan
teman-teman yang akrab.

3) Pembatasan Aktivitas Fisik, semakin lanjut usia seseorang, mereka


akan mengalami kemunduran, terutama di bidang kemampuan fisik
yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan
sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.

4) Kesehatan Mental, pada umumnya Lansia mengalami penurunan


fungsi kognitif dan psikomotor, perubahan-perubahan mental ini erat
sekali kaitanya dengan perubahan fisik. Semakin lanjut usia
seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang dan akan
mengakibatkan berkurangnya interaksi dengan lingkunganya.
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara
terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg. (Aspiani, 2014)

B. Etiologi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara
terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg. (Aspiani, 2014)
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut

(Aspiani, 2014) :

a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik


karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu :
(Aspiani, 2014)

1) Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko


tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat
dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah
tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia

Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi
untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah
meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki
lebih tinggi dari pada perempuan.
3) Diet

Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan


berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita
dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi berlebihan,
ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih
banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang
tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang
dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah
bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding
pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
4) Berat badan

Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam
keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5) Gaya hidup

Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat
dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan
merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari
dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering,
atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien
sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk
menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan
pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa
terjadi.

b .Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu contoh


hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat
stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat
aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke
ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan
pelepasn renin, dan pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara
langsung meningkatkan tekanan darahdan secara tidak langsung
meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi natrium. Apabiladapat
dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila ginjal yang terkena
diangkat,tekanan darah akan kembalike normal (Aspiani, 2014).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014) menyebutkan
gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan darah tinggi
tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa tanda gejala.
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai
berikut:
a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

e. Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera

f. Mudah lelah dan lemas

Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi mengalami


nyeri kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah
akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan
tekanan vasculer cerebral, keadaan tersebut akan menyebabkan nyeri kepala
sampe tengkuk pada klien hipertensi.
D. Patofisiologi Hipertensi
a) Pathway
Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

Resistensi pembuluh darah otak Vasokontriksi


Defisit
pengetahuan
Afterload
Nyeri Akut

Penurunan curah
jantung

Ketidakmampuan keluarga merawat

Dan mengenal masalah

Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif


E. Penatalaksaan Hipertensi
a. Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat
penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan mengobati tekanan darah tinggi , berbagai macam
cara memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
(Aspiani, 2014) b.
Pengaturan diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada
klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi
stimulasi sistem renin- angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai
anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau
setara dengan 3-6 gram garam per hari.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya
belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan
vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitat pada dinding
vaskular.
3) Diet kaya buah sayur.

4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

c. Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan


berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi
beban kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan
bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi
ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yangs angat efektif
untuk menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1 kg/minggu)
sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan
perlu menjadi perhatian khusus karenan umumnya obat penurunan penurunan
berat badan yang terjual bebas mengandung simpasimpatomimetik, sehingga
dapat meningkatkan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal
jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.
d. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung..
olahraga isotonik dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin
perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30
menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk
menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat
mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
e. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti
merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek
jangka oanjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
f. Penatalaksanaan Farmakologis 1)Terapi oksigen
5) Obat-obatan

(a) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium Diuretic


bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan
mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagai diuretik
(tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor ACE berfungsi
untuk menurunkan angiostenin II dengan menghambat enzim yang diperlukan
untuk mengubah angiostenin I menjadi angiostenin II. Kondisi ini
menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara
tidak langsung dengan menurunakan sekresi aldosterne, yang akhirnya
meningkatkan pengeluaran natrium
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor
resiko seperti hipokoagulabilitas dan anemia
2. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi/fungsi ginjal
3. Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
4. Uranalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM
5. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
6. EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi
7. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu
ginjal, perbaikan ginjal
8. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area
katup, pembesaran jantung
G. Komplikasi hipertensi
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai
organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu : (Aspiani,

2014)

a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak
dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan
tekanan darah tinggi.
b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12
trombus yang bisa memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah.
Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita
hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan
mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya
jantung tidak mampu lagi memompa, banyak cairan tertahan diparu yang
dapat menyebabkan sesak nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak
sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat
yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. (2008).Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.FKUE:Jakarta.

Aspiani, Reny Yuli. (2014).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik


Jilid1:Jakarta Timur .CV TRANS INFO MEDIA.

Aziz, Alimul H.(2004) .Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba


Medika: Jakarta.

Carretero OA, Oparil S (Januari 2010). “Hipertensi Esensial Bagian 1:


Definisi dan Etiologi”: Sirkulasi.

Brunner, Suddarth, (2001). Keperawatan Medical Bedah Vol 2. EGC: Jakarta

Corwin , Elizabeth.(2000). Buku Saku Patofisiologi.EGC:Jakarta.

Gray, H. Huon , dkk.(2005). Lecture Notes Kardiologi Edisi 4. Erlangga


Medical Series: Jakarta.

Hamid, Achir Yani S.(2008). Buku Ajar Riset Keperawatan, Konsep Etika
dan Instrumentasi.Jakarta : EGC.

Herdman, Heater. Kamitsuru, Shigemi.(2015). Diagnosis Keperawatan


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. ECG : Jakarta.

Huda, Amin. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC, Medi Action : Yogyakarta.

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek


Salemba Medika: Jakarta.

Price, Sylvia (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi 6. EGC: Jakarta.

Puspitorini. (2008). Hipertensi: Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah


Tinggi. Image Press: Jokjakarta.

Rilantono, Liliy Ismudiati. (2003). Buku Ajar Kardiologi. Penerbit buku


FKUE: Jakarta.
RISKESDAS(Riset Kesehatan Dasar ). (2013). Prevalensi Hipertensi. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai