Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH NURSING GERONTIK

DENGAN DEMENSIA

Dosen Pembimbing : Nurul Laili, S.Kep.Ns.M.Kep

Nama Kelompok 1 :

1. Dewi Masithoh
2. Imaiz Karimah.
3. Sri Wahyuni (B)
4. Syahrul Nizam
5. Titik Nurhayatiningsih
6. Wazilatul Afkarina

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


      Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah keseimbangan
yang sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit
dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah
keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sakit adalah ketidakseimbangan
fungsi normal tubuh manusia, termaksud sejumlah sistem biologis dan kondisi
penyesuaian.
      Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional psikologis dan
sosial yang telihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan
koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilitas emosional
(Videbeck,2008). Gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau
perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan
dengan adanya distress misalnya gejala nyeri atau distabilitas (kerusakan pada
satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck,2008).
      Demensia sering dikenal dengan istilah pikun oleh kebanyakan
orang, demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,
termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.
Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan
dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand
dan Barlow, 2006).
      Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,
penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan
ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih
sederhana ,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda,
bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya
penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya. demensia adalah suatu
keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan daya ingat sehingga
meyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
      Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.
Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50
tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang
hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh
siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003).
Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya
hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).
      Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan
masalah demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara
atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius,
sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah
demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi
orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut
usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka
masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan:
Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis
dan Psikolog Klinis.
 
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum :
Menjadi reveransi dalam melaksanakan asuhan keperawaan pada lansia
dengan gangguan pola pikir yaitu demensia (pikun).
1.2.2 Tujuan Khusus :
1)      Menjelaskan pengertian dari demensia.
2)      Menjelaskan klasifikasi dari demensia.
3)      Menjelaskan etiologi demensia.
4)      Menjelaskan patofisiologi demensia
5)      Menjelaskan gejala klinis.
6)      Menjelaskan tanda dan gejala demensia.
7)      Menjelaskan diagnosis dari demensia.
1.3 MANFAAT
1.3.1 Teoritis
    Mahasiswa memiliki ilmu pengetahuan tentang konsep teori penanganan
pada pasien gangguan jiwadengan gangguan proses pikir demensia atau
pikun. 
1.3.2 Praktis
    Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan wawasan kepada pembaca mengenai penyakit demensia pada
lansia. Bagi kelompok lansia makalah ini dapat digunakan sebagai masukan
untuk memperhatikan  gaya hidup mereka yang merupakan faktor resiko
terjadinya demensia atau pikun.

 
BAB II
TINJAUAN KASUS
 
2.1 PENGERTIAN
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/ memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brockle Hurst & Allen dalam Darmojo, 2004).
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,
termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.
Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan
dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand
dan Barlow, 2006)
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-
Darmojo, 2009).
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan terjaga. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak,
penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu
serta penurunan fungsi intelektual didapat yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial (Elizabeth J. Corwin, 2009).

2.2 ETIOLOGI

Keadaan yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan, untuk


mengingat berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai”
sebagai berikut :

D   : Drugs ( obat-obatan )
E    : Emotional ( gangguan emosi, misal : depresi, dll )

M   : Metabolik/ endokrin

E    : Eye & Ear ( disfungsi mata dan telinga )

N   : Nutrisional

T    : Tumor & trauma

I     : Infeksi

Arteriosklerotik ( komplikasi penyakit aterosklerosis, misal : infark


miokard, gagal jantung, dll ) dan alcohol.

Keadaan yang secara potensial teversible atau bisa dihentikan (Mangoen


Prasodjo: 2004 ) :

1.Intoksikasi ( obat, termasuk alkohol, dll )


2.Infeksi susunan syaraf pusat tumor otak, stroke
3.Gangguan metabolik
4.Gangguan nutrisi
5.gangguan vaskuler ( dimensia multi infark )
6.Lesi desak ruang        
7.Hidrocephalus bertekanan normal
8.Depresi (Pseudo - dimensia depresif ) 
2.3 PATOFISIOLOGI
1. Dimensia Degeneratif Prime
Dikenal juga dengan nama dimensia tipe alzheimer, adalah suatu
keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron
di daerah tertentu dari kortex otak. Terjadi kekusutan neurofiblier dan
plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kolinergik di daerah-daerah
tertentu di otak. Penyebab tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa
teori menerangkan kemungkinan adanya faktor kromosom atau genetik,
radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam aluminium, akibat infeksi
virus lambat/ pengaruh lingkungan lain.
2. Dimensia Multi Infark
Dimensia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit
alzheimer. Bisa didapatkan secara tersendiri atau bersama dengan
dimensia jenis lain. Didapatkan sebagai akibat/ gejala sisa dari stroke
kortikal atau subkortikal yang berulang. Oleh karena lesi di otak seringkali
tidak terlalu besar, gejala strokenya ( berupa defisit neurologik) tidak jelas
terlihat. Dapatan yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan
penurunan bertingkat (stepwise), di mana setiap episode akut menurunkan
keadaan kognitifnya. Hal ini berbeda dengan dapatan pada penyakit
alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif pada
penyakit alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif.
3. Dimensia pada Penyakit Neurologik
Berbagai penyakit neurologik sering disertai dengan gejala dimensia.
Diantaranya yang tersering adalah penyakit parkinson, khorea huntington
dan hidrocephalus bertekanan normal. Gejala mirip dimensia sub kortikal,
yaitu selain didapatkan dimensia juga gejala postur dan langkah (gait)
serta depresi.
4.Sindroma Amnestik dan Pelupa Benigna Akibat Penuaan
Pada dimensia amnestik terdapat gangguan menori (daya ingat)/ hal
yang baru terjadi, biasanya penyebabnya adalah :
a.  Defisiensi tiamin (sering akibat pemakaian alkohol berlebihan)
b.  Lesi pada struktur otak bagian temporal tengah (akibat trauma atau
anoksia)
c.   Iskemia global translen (sepintas) akibat insufisiensi cerebrovaskuler. 
2.4 TANDA DAN GEJALA
a)  Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b)  Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
c)  Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
d)  Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e)  Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.
2.5 GEJALA KLINIS
      Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe
Alzheimer dan Vaskuler :
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia
akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif
lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak
yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam
kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness)
yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar,
berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan
adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti,
Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi
pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan
tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a.  Stadium I
   Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan
memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang
terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
b. Stadium II
   Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya
antara lain,
a)  Disorientasi.

b)  gangguan bahasa (afasia).


c)   penderita mudah bingung.

d)   penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat


melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya
tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya
lagi.

e)  Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat


di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”

c. Stadium III

   Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala


klinisnya antara lain:

a)  Penderita menjadi vegetative.

b)   tidak bergerak dan membisu.

c)    daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal


keluarganya sendiri.

d)    tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil.

e)    kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain.

f)    kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.

2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan
sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat
berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu
di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat
didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada
demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena
kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada
demensia vaskuler. 
Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker,
diantaranya :
a. Kelainan sebagai penyebab Demensia :

                  1. Penyakit Degenaratif.
                  2.  Penyakit Serebrovaskuler.
                  3. Keadaan Anoksi/ Cardiac Arrest, Gagal Jantung, Intioksi Co.
                  4. Trauma Otak.
                  5. Infeksi (Aids, Ensefalitis, Sifilis).
                  6. Hidrosefaulus Normotensif.
                  7. Tumor Primer Atau Metastasis.
                  8. Autoimun, Vaskulitif.
                  9. Multiple Sclerosis.
                10. Toksik.
         Kelainan lain : epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease.
b.  Gangguan psiatrik :

1. Depresi.
2. Anxietas.
3. Psikosis.
c. Obat-obatan :

1. Psikofarmaka.

2. Antiaritmia.

3. Antihipertensi.

d. Antikonvulsan : Digitalis

e. Gangguan nutrisi :

1. Defisiensi B6 (Pelagra)

2. Defisiensi B12

3.  Defisiensi asam folat

4. Marchiava-bignami disease

f. Gangguan metabolisme :
1.  Hiper/hipotiroidi
2.  Hiperkalsemia
3.  Hiper/hiponatremia
4.  Hiopoglikemia
5. Hiperlipidemia
6. Hipercapnia
7.  Gagal ginjal
8.  Sindromk Cushing.
9.  Addison’s disesse. 
2.6 KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Menurut Umur:
a. Demensia senilis (>65 th)
b. Demensia prasenilis (<65 th)
2.  Menurut perjalanan penyakit
a. Reversibel
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi,   Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
3. Menurut kerusakan struktur otak Tipe Alzheimer Tipe non-Alzheimer
a)  Demensia vaskular
b) Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dimensia)
c)  Demensia Lobus frontal-temporal
d)  Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
e)  Morbus Parkinson
f)   Morbus Huntington
g)  Morbus Pick
h)   Morbus Jakob-Creutzfeldt
i)    Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
j)    Prion disease
k)   Palsi Supranuklear progresif
l)   Multiple sklerosis
m)  Neurosifilis
n)    Tipe campuran
4.  Menurut sifat klinis:
a.  Demensia proprius
b.   Pseudo-demensia

2.7 MANIFESTASI KLINIS


1. Dimensia degeneratif primer (alzheimer)
Penyakit alzheimer mempunyai awitan yang lambat dibandingkan
dimensia multi infark. Penyakit ini muncul secara berangsur-angsur, tetapi
kemampuan kognitif mengalami kemunduran secara progresif tanpa
berhenti/ meningkat
Gejala klinik alzheimer dibedakan dalam 3 fase ( Whaley, 1997 ) :
a. Fase I
Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan
gangguan visuo-spatial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing,
sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin
mengeluhkan agnosia kanan dan kiri. Bahkanpada fase dini ini rasa
tilikan sudah terganggu.
b. Fase II
Terjadi tanda yang mengarah kerusakan fokal, kortikal, walaupun tidak
terlihat pola defisit yang khas. Gejala neurologik mungkin termasuk
tanggapan ekstensor plantans dan beberapa kelemahan fasial, delusi
dan halusinasi mungkin terdapat, walaupun pembicaraan mungkin
masih kelihatan normal.
c. Fase III
Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Penderita
tampak terus menerus apatik. Banyak penderita tidak mengenali diri
sendiri/ orang yang dikenalnya. Penderita sering hanya berbaring di
tempat tidur, inkontinensia alvi/ urine. Gejala neurologik menunjukkan
gangguan berat dari gerak langkah, tonus otot, sindrom kluver-Bucy
(apatis, gangguan pengenalan, gerak mulut tidak terkontrol, amnesia,
bulimia).
2.  Dimensia multi infark
Dapatan yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan
penurunan bertingkat di mana setiap episode akut menurunkan keadaan
kognitifnya.
3.  Dimensia pada penyakit neurologik
Gejala mirip dimensia subkortikal yaitu selain didapatkan dimensia
juga gejala postur langkah gait seperti depresi. Pada MRI didapatkan
pelebaran ventrikel melebihi proporsi dibanding atrofi kortikal otak.
4.   Sindroma amnestik dan pelupa benigna akibat penuaan
a. Gejala utama adalah gangguan memori (pada kedua keadaan di atas)
b. Pada dimensia terdapat gangguan fungsi kortikal
c.  Pada sindroma amnestik terdapat gangguan pada daya ingat hal yang
baru terjadi
d.  Pelupa benigna akibat penuaan biasanya terlihat sebagai gangguan
ringan daya ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Biasanya dikenali oleh keluarga, teman karena sering
mengulang pertanyaan yang sama/ lupa pada kejadian yang baru
terjadi. Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai
gangguan intelektual yang lain maka kemungkinan besar diagnosis
dimensia dapat ditegakkan (Brockle hurst et. Al 1994, dalam
Darmojo : 2004 ). 
2.8 PENATALAKSANAAN
1.   Optimalkan fungsi dan penderita :

a)  Obati penyakit yang mendasari


b)  Upayakan aktivitas fisik dan mental
c)  Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
d)  Akses keadaan lingkungan kalau perlu buat perubahan
e)   Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
2.   Kenali dan obati komplikasi

a)  Depresi
b)  Agitasi
c)   Inkontinensia
d)  Gangguan perilaku lain
e)  Mengembara dan berbagai perilaku merusak
3.   Upayakan perumatan berkesinambungan

4.   Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga

a)   Berbagai hal tentang penyakitnya


b)  Prognosis
c)  Kemungkinan gangguan atau kelainan yang terjadi
5.  Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan
keluarganya

                                  
DAFTAR PUSTAKA
 
Askepdemensia,file:///C:/Users/superadmin/Documents/DEMENSIA/ASKEP
%20DEMENSIA.htm. Diakses pukul 19.46 WIB tanggal 30 maret 2014

Caron,V.B.(2000). MentalHealthNursing:TheNurs-Petient
Journey  2nd  Ed..Philadelpia : W. B Saunders. C. O

Darmojo, R. (2004). Buku  Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ) edisi


ke-   3. Jakarta : Balai Penerbit FKU.

Demensiapadalansia, http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia
-pada-lansia-3/. Diakses pukul 19.50 WIB tanggal 28 maret 2014

Makalahdemensia.http://gustriag.wordpress.com/2012/11/16/makalah-demensia/. 
Diakses pukul 19.40 WIB tanggal 28 maret 2014

Nugroho, Wahjudi. (2000). KeperawatanGerontik.Edisi2.  BukuKedokteran.Jakart
a : EGC.
Stanley,Mickey. (2002). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta.
http://ners-blog.blogspot.com/2011/09/kumpulan-sp-jiwa.html.diakses pukul
19.34 WIB tanggal 26 maret 2014.
Videbeck L, Sheila ; (2008). Buku ajar keperawatan jiwa, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai