Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA
DEMENSIA

NURUL ALFIYAH CAHYANI


1130016010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini di buat dan disusun sebagai
bukti bahwa mahasiswa di bawah ini telah mengikuti Pratikum Pra Profesi :
Nama Mahasiswa : Nurul Alfiyah Cahyani
NPM : 1130016010
Kompetensi : Keperawatan Jiwa
Waktu Pelaksanaan : 22 Juni 2020

Surabaya, 22 Juni 2020 Mengetahui


Pembimbing Akademik

Nurul Alfiyah Cahyani (......................)


NIM : 1130016010 NPM :
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demensia adalah satu penyakit yang menyebabkan sel-sel otak mati
secara bertahap seiring dengan bertambahnya usia. Namun, sel-sel otak
penderita demensia akan mati dengan cepat dan volume otak mereka akan
menyusut, menyebabkan kerusakan parah terhadap fungsi otak. Pasien
penderita demensia bukan saja bisa menjadi pelupa, tetapi juga memiliki
masalah dengan pemahaman, bahasa, pembelajaran, perhitungan, dan
penilaian. Kepribadian dan perilaku mereka juga bisa berubah (Lau, 2016).
Insiden demensia di seluruh dunia meningkat dengan cepat dan saat ini
diperkirakan mendekati 46,8% atau 50 juta orang yang didiagnosis dengan
demensia di dunia. 20,9 juta di Asia Pasifik (Alzheimer’s Disease
International, 2017) ada sekitar 10 juta kasus baru setiap tahun.
Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 1,2 juta orang dengan
demensia pada tahun 2016, yang akan meningkat menjadi 2 juta di 2030 dan 4
juta orang pada tahun 2050. Pada tahun 2016, demensia diperkirakan memiliki
biaya sebesar USD 818 milyar per tahun, dan diprediksi meningkat menjadi
USD 1 triliun pada tahun 2018 dan menjadi USD 2 triliun pada tahun 2030.
Sebagian besar masyarakat menganggap demensia sebagai bagian dari
proses penuaan yang sifatnya alami. Di sisi lain penyakit demensia belum ada
obatnya sehingga deteksi dini sangat perlu dilakukan (Sulastri, 2016).
Memberikan terapi musik adalah salah satu cara untuk meringankan
gejala demensia dengan mendampingi penderita mendengarkan musik
favoritnya. Karena secara tidak langsung otak kanan yang semula mengalami
penurunan fungsi kognitif, musik akan kembali merangsang fungsi otak kanan
dalam hal persamaan, khayalan, krestifitas, bentuk atau ruang, emosi, musik
dan warna. Daya ingat otak kanan bersifat jangka panjang, bila terjadi
kerusakan otak kanan karena berbagai sebab, maka fungsi yang terganggu
adalah kemampuan visual dan emosi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan laporan pendahuluan untuk menambah
pengetahuan pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya mengenai
gangguan jiwa lansia yaitu demensia.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Definisi Demensia
2. Mengetahui Klasifikasi Demensia
3. Mengetahui Etiologi Demensia
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Demensia
5. Mengetahui Patofisiologi Demensia
6. Mengetahui WOC Demensia
7. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Demensia
8. Mengetahui Komplikasi Demensia
9. Mengetahui Penatalaksanaan Demensia
10. Mengetahui Terapi Modalitas Demensia
11. Mengetahui Asuhan Keperawatan Teori Demensia
12. Mengetahui Asuhan Keperawatan Kasus Pada Penderita Demensia
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Demensia
Demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan
gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa
dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perubahan control emosi,
perilaku dan motivasi. Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan
intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan dan perkembangan
tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan
perilaku dan kepribadian, dimanifestasukan dalam bentuk gangguan fungsi
kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran
konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif
(Keliat, 2011).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapagangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive).
Untari (2016) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsikognitif global yang biasanya bersifat progresif dan
mempengaruhi aktivitas social dan okupasiyang normal juga aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS).
Demensia adalah satu penyakit yang menyebabkan sel-sel otak mati
secara bertahap seiring dengan bertambahnya usia. Namun, sel-sel otak
penderita demensia akan mati dengan cepat dan volume otak mereka akan
menyusut, menyebabkan kerusakan parah terhadap fungsi otak. Pasien
penderita demensia bukan saja bisa menjadi pelupa, tetapi juga memiliki
masalah dengan pemahaman, bahasa, pembelajaran, perhitungan, dan
penilaian. Kepribadian dan perilaku mereka juga bisa berubah (Lau, 2016).
2.2 Klasifikasi Demensia
2.2.1 Demensia Karena Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyebab demensia yang paling umum.
Walaupun biasanya terjadi pada usia 65 tahun ke atas, namun Alzheimer juga
dapat terjadi pada umur di bawah itu. Penyebab Alzheimer masih belum
diketahui dengan pasti, namun hasil pencitraan otak menggambarkan bahwa
adanya plak (timbunan protein beta-amyloid) dan masa jaringan protein tau.
Memburuknya penyakit alzheimer berlangsung secara perlahan, 8-10 tahun.
Para penderita alzheimer biasanya menunjukan gejala seperti kesulitan untuk
mencari kata-kata yang tepat ketika ingin berbicara dan mudah lupa (National
Dementia Helphine, 2017).
2.2.2 Demensia Vaskular
Kondisi ini terjadi karena adanya kerusakan otak akibat kurangnya
aliran darah menuju otak yang juga menyebabkan kematian beberapa sel otak
dan stroke. Demensia biasa terjadi pada penderita tekanan darah tinggi dan
pasien yang mempunyai riwayat stroke atau serangan jantung (National
Dementia Helphine, 2017).
2.2.3 Demensia Lewy Body
Kondisi ini merupakan salah satu jenis demensia yang tidak dapat
disembuhkan. Gejala utama yang timbul adalah halusinasi visual dan gejala
penyakit Parkinson seperti getaran pada tangan (tremor) dan otot kaku.
Penderita demensia Lewy Body dapat mengalami gangguan tidur, termasuk
melakukan kegiatan saat bermimpi (National Dementia Helphine, 2017).
2.2.4 Demensia Frontotemporal (temporal bagian depan)
Pada penderita demensia frontotemporal, sel-sel otak yang berada
pada lobus temporal dan frontal (daerah depan) mengalami penurunan fungsi,
yang berakibat pada kelainan perilaku, bahasa, serta kesulitan dalam berpikir,
berkonsentrasi dan bergerak (National Dementia Helphine, 2017).
2.3 Etiologi
2.3.1 Penyalahgunaan konsumsi zat terlarang dalam jangka Panjang
2.3.2 Tumor otak yang dapat diangkat
2.3.3 Hematoma subdural (pendarahan di kepala pada rongga subdural)
2.3.4 Gangguan kelenjar tiroid
2.3.5 Kurangnya vitamin, terutama Vitamin B12
2.3.6 Hipoglikemia atau gula darah rendah
2.3.7 Hidrosefalus tekanan normal (membesarnya ventrikel otak yang dapat
menyebabkan hilangnya ingatan) (Lau, 2016)
2.4 Manifestasi klinis
2.4.1 Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
2.4.2 Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
2.4.3 Pelupa.
2.4.4 Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swing.
2.4.5 Sering mengulang kata-kata.
2.4.6 Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan.
2.4.7 Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
2.4.8 Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham & paranoia.
2.4.9 Agnosia, apraxia, afasia.
2.4.10 ADL (Activities of Daily Living) susah.
2.4.11 Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
2.4.12 Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian.
2.4.13 Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting.
2.4.14 Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang.
2.4.15 Mudah terjatuh, keseimbangan buruk.
2.4.16 Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru.
2.4.17 Kurang konsentrasi.
2.4.18 Kurang kebersihan diri.
2.4.19 Rentan terhadap kecelakaan : jatuh.
2.4.20 Tremor.
2.4.21 Kurang koordinasi gerakan (Lau, 2016)
2.5 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan
biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak
sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor
etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat
mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak,
gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik
dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel
neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi,
deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu
fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar
neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga
akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya
ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran),
persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau
penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari
hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia.
2.6 Web Of Causation (WOC)

Gangguan Peredaran Darah di Otak, radang,


neoplasma, penyakit degenerative, faktor usia

Kerusakan Sel Otak

Hilangnya memori/inggatan
jangka pendek

Kemampuan belajar menurun

Demensia

D. Alzheimer D. Vaskular

Kematian sel otak Kelemahan


yang masif anggota gerak

Kelainan gaya
Gangguan Mudah lupa Gangguan berjalan
Memori Kognitif
Tremor,
Kurang koordinasi
Penurunan Ketidakmampuan Muncul gejala
gerakan
kemampuan memegang/ neuropsikiatrik
dalam menggunakan
memutuskan benda Resiko Cedera
Perubahan
perhatian
persepsi,
Penurunan transmisi dan
Binggung kemampuan integrasi
melakukan sensori Gangguan
aktivitas Konsep diri :
Tidak mampu
Perubahan HDR
berfikir jernih
persepsi
Defisit sensori
Konfusi Kronis Isolasi Sosial :
Perawatan
Menarik Diri
Diri
Hambatan
Sumber : Keliat (2011) Komunikasi
Verbal
2.7 Pemeriksaan penunjang
2.7.1 Pemeriksaan laboratorium untuk membantu memastikan adanya
gangguan lain seperti hipotiroidisme atau kekurangan vitamin B12,
dll.
2.7.2 Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
2.7.3 Evaluasi perilaku dan uji kognitif: Sejumlah tes terstruktur untuk
mengukur ingatan dan keterampilan mental, untuk menentukan
apakah ada penyakit demensia.
2.7.4 Pemeriksaan EEG
2.7.5 Pemeriksaan cairan otak
2.8 Komplikasi
2.8.1 Meningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
1. Ulkus dekubitus
2. Infeksi saluran kencing
3. Pneumonia
4. Thromboemboli, infarkmiokardium
5. Kejang.
6. Kontraktur sendi.
7. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri.
8. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan
menggunakan peralatan.
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Farmakologi
Cara Pemberian Efek Pengobatan Tindakan Keperawatan
Bonzodiazepin : yang Mengurangi 1. Obat diberikan
tersedia dibukesmas adalah kecemasan, sebelum tidur sesuai
injeksi diazepam (valium) menurunkan anjuran dokter
10 mg dan tablet diazepam agitasi, dan 2. kolaborasi untuk
2mg dan 5 mg. mengurangi stres menurunkan dosis
Pemberian tablet 2 mg 2-3 obat dan minta obat
kali sehari dan pemberian yang kurang
injeksi 10 mg sekali sehari mengandung sedative
3. anjurkan pasien untuk
tidak mengendarai
kendaraan atau
menjalankan
kendaraan bila
mengalami sedasi.
4. Anjurkan pasien
untuk menggunakan
obat sesuai dengan
resep dokter
5. Beri pendidikan
kesehatan tentang
akibat ketergantungan
dan penyalah gunaan
obat.
Antipsikotik dosis rendah Mengontrol 1. Berikan permen,
: haloperidol tablet 0,5-1,0 agitasi, minum air sedikit-
mg, 1-2 kali sehari menggunakan sedikit, dan bersihkan
Risperidon tablet 0,5-1 mg, gejala gangguan mulut secara teratur
2 kali sehari psikotik, dan 2. Berikan bantuan
menurunkan untuk tugas yang
agresi atau membutuhkan
perilaku ketajamaan
kekerasaan penglihatan
3. Makan makanan
tinggi serat
4. Tidak menyetir atau
mengoprasikan
peralatan berbahaya
5. Perlahan-lahan
bangkit dari posisi
baring atau duduk
Antioksidan : jenis obat Efek obat
ini adalah vitamin E dosis bermanfaat untuk
tinggi 1000 unit yang mengurangi
diberikan 2 kali sehari kerusakan fungsi
peredaran darah
pada pasien
demensia
vaskuler
2.10 Terapi Modalitas
Secara garis besar, CRT (Cognitive Rehabilitation Therapy) dapat
dilakukan berdasarkan timbulnya gangguan sebagai berikut :
1. Gejala utama : Gangguan kognitif, gangguan fungsional, dan gangguan
sosial
2. Gangguan tambahan : Agitasi, agresi, depresi, psikosis, gangguan repetisi,
gangguan tidur, dan gangguan perilaku non spesifik.
Cognitive Rehabilitation Therapy standar yang bisa dilakukan bagi
para penderita demensia mencakup :
1. Terapi Standar (Standart Therapies)
a) Terapi Perilaku (Behavioural Therapy)
Pada mulanya, terapi perilaku dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
penyesuaian dan teori pembelajaran dengan menggunakan strategi yang
ditujukan untuk menekan atau bahkan menghilangkan gangguan perilaku.
Terapis akan sering menggunakan grafik atau catatan harian untuk
mengumpulkan informasi mengenai manifestasi suatu bentuk gangguan
perilaku dan rangkaian peristiwa yang menyebabkannya. Intervensi terapi
kemudian dilaksanakan berdasarkan temuan ini. Mengajarkan kembali
cara untuk defekasi/meksi, mengulang ritual tidur saat penderita menderita
sulit tidur dan lain-lain.
b) Orientasi Realitas (Reality Orientation)
Orientasi realitas merupakan penatalaksanaan yang paling banyak
digunakan pada penderita demensia, terutama yang terkait dengan
gangguan memori dan disorientasi. Cara ini menggunakan daya ingatan
tentang penderita dihubungkan dengan lingkungannya. Misalnya dengan
mengingatkan berbagai benda, tanda dan aktivitas yang ada dalam suatu
lingkungan, dan dihubungkan dengan kondisi dan situasi penderita pada
saat itu.
c) Terapi Validasi (Validation Therapy)
Terapi validasi digunakan jika orientasi realitas kurang atau tidak
berhasil dilakukan. Terapi validasi membutuhkan kesabaran dan empati
yang kuat bagi para terapis, dan melakukan percakapan yang intens namun
tidak terdengar menghakimi.
d) Terapi Ingatan/Kenangan (Reminiscence Therapy)
Terapi ingatan/kenangan bertujuan selain untuk memperbaiki daya
ingat, juga untuk menimbulkan rasa senang saat mereka mengingat
berbagai kenangan hidup mereka, seperti menikah, melahirkan, liburan
keluarga, dan lain-lain. Terkadang dilakukan bersama-sama dengan terapi
alternatif, misalnya sambil menggambar/melukis dan mendengarkan
musik.
2. Terapi Alternatif (Alternative Therapies)
a) Terapi Seni (Art Theraphy)
Terapi seni direkomendasikan sebagai suatu terapi untuk
meningkatkan stimulasi, interaksi sosial, dan memperbaiki rasa
percaya diri. Aktivitas menggambar/melukis memberi kesempatan
mengekspresikan diri dan melatih membuat pilihan dengan memilih
warna-warna yang akan dipakai dan membentuknya karya sendiri.
b) Terapi Musik (Music Therapy)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas bermusik
(bernyanyi, bermain alat musik, dan mendengarkan musik) membantu
peningkatan perbaikan perilaku dan psikologis, menimbulkan
perasaan senang dan perbaikan interaksi sosial bagi para penderita
demensia.
c) Terapi Aktivitas (Activity Therapy)
Terapi aktivitas dilakukan dengan melibatkan orang lain, seperti
bermain drama, olahraga, dan menari. Penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas fisik membantu meningkatkan rasa percaya diri,
memperbaiki kesehatan mental, pola tidur, dan mood.
d) Terapi Komplementer (Complementary Therapy)
Meskipun belum terbukti secara ilmiag, namun beberapa terapi
komplementer seperti pijat, reiki, dan refleksiologi dapat
menimbulkan rasa senang dan ketenangan bagi penderita demensia.
e) Terapi Aroma (Aromatherapy)
Terapi aroma merupakan bagian dari terapi komplementer. Terapi
aroma membantu memperbaiki fungsi sensorik penderita demensia.
Zat yang paling sering digunakan untuk terapi aroma adalah ekstrak
lavender dan balsam melissa. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terapi aroma memperbaiki gangguan agitasi.
f) Terapi Cahaya (Brigth-Light Therapy)
Penggunaan cahaya redup sebagai terapi dapat membantu
memperbaiki disorientasi waktu. Juga memperbaiki gangguan tidur.
g) Terapi Multisensori (Multisensory Approaches)
Pendekatan multi-sensorik mencakup penggunaan beberapa terapi
alternatif, seperti kamar dengan terapi aroma, music, cahaya redup.
3. Psikoterapi Ringkas (Brief Psychotherapies)
a) Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
Cognitive Behavioural Therapy (CBT) cocok untuk diterapkan
penderita demensia dengan misinterpretasi kognitif, pikiran
berprasangka, distorsi, kesulitan memecahkan masalah, dan kesulitan
berkomunikasi. Dengan kata lain, gambaran klinis tersebut
menunjukkan penderita demensia dengan pola berpikir yang khas.
b) Terapi Interpersonal (Interpersonal Therapy)
Terapi interpersonal ditunjukkan untuk penderita demensia yang
merasa sangat kesulitan dengan kondiisnya. Ini mencakup empat hal :
konflik pribadi, gangguan kepribadian, rasa kesedihan, dan masa
transisi. Terapi ini cocok dilakukan pada penderita demensia usia
lanjut.
4. Stimulasi
Menciptakan jalur saraf yang baru merupakan salah satu cara
yang dipercaya mampu memperlambat efek dari demensia. Ada begitu
banyak stimulasi kreatif, seperti mempelajari keterampilan yang baru,
melakukan hobi atau hal-hal yang baru serta eksplorasi intelektual
lainnya. Hal seperti ini nantinya akan membuat jalur sarat baru dan
akan ikut menunjang jaringan kognitif orang-orang yang mengidap
demensia.
5. Training
Dengan menggunakan MTA (Memory Training Apps) yang
merupakan aplikasi untuk membantu dalam mengolah otak agar selalu
aktif dan menyegarkan gejala demensia dini. Beberapa hal yang
dilakukan dalam pelatihan otak :
a) Tinggikan Latihan Otak
b) Aplikasi yang Cerdas
c) Fit Brain Training
d) Lumosity Brain Training
e) Permanan yang menggunakan memori sebagai latihan otak
6. Rehabilitasi
Prosentase untuk prevelensi orang yang mengalami dimensia
semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu diupayakan
tindakan-tindakan promotif, preventif maupun kuratif. Baik bagi
mereka tanpa masalah maupun yang sudah bermasalah sesuai dengan
yang sudah dibahas di atas.
Hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada
pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif maupun kuratif.
Konsep penanganan non-farmakologis bisa menggunakan rekreasi
terapeutik. Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan dan
mempertahankan kebutuhan psikososial lansia serta bertujuan
meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi,
mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
7. Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap masalah
perilaku orang dengan dimensia (ODD). Kebanyakan ODD di
Indonesia masih dirawat di rumah bersama keluarga, namun
kemungkinan perawatan di institusi terjadi seiring perkembangan
penyakit dan perubahan struktur sosial dan keluarga. Menata
lingkungan fisik sekitar ODD sangatlah penting. Modifikasi
lingkungan, seperti modifikasi jalan keluar sebagai pembatas
subyektif telah digunakan untuk mengurangi masalah perilaku ODD.
Hal ini termasuk penggunaan cermin, penanda garis-garis di lanta dan
kamuflase pintu. Metode ini aman, tidak mahal, efektif, alternatif dari
pengobatan obat atau pembatasan pada penanganan masalah
wandering ODD. Saat memodifikasi lingkungan harus disesuaikan
dengan kebutuhan yang tergantung pada riwayat personal, kultur,
agama, dan derajat gangguan.
8. Perawatan dirumah
Perawatan dirumah umumnya dilakukan oleh pihak keluarga
maka dari itu intervensi dan edukasi untuk keluarga atau pengasuh
sangatlah penting demi terlaksananya perawatan di rumah yang baik
bagi penderita demensia. Intervensi psikososial penting untuk ODD
maupun pendampingnya. Pendamping pada umumnya akan
menghadapi berbagai konsekuensi akibat perwatan jangka panjang,
sehingga pendamping harus diberikan dukungan pengetahuan,
keterampilan, dan psikososial. Intervensi pengasuh dapat meliputi :
a) Konseling individu dan keluarga
b) Intervensi yang bisa dilakukan di rumah
c) Caregiver support group
d) Intervensi berbasis teknologi
e) Respite care
f) Pelatihan keterampilan dan psikoedukasi untuk pendamping.
Perawatan ODD dilakukan secara holistik melalui intervensi
multikomponen dan sesuai kebutuhan spesifik masing-masing
pengasuh.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA PASIEN DEMENSIA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan data
Pengkajian dilakukan cara mengidentifikasi :
1. Identifikasi klien dan penanggung jawab
2. Alasan dirawat
3. Riwayat penyakit
4. Aspek fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan
pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan
lingkungan.
a) Aktifitas/istirahat
1) Merasa lelah; kelemahan bisa meningkatkan bahaya gejala.
Khususnya pada malam hari terbalik mengira siang/malam,
terjaga sepanjang malam/kluyuran tanpa tujuan, gangguan
irama tidur.
2) Lelargi; penurunan ketertarikan pada aktifitas sehari-hari,
hobi, ketidak mampuan untuk mengulang apa yang
dibaca/mengikuti cerita acara televisi; kemungkinan dipaksa
untuk pensiun hambatan keterampilan motorik; ketidak
mampuan melakukan gerakan yang lazim dan bertujuan.
3) Sering duduk dan mengamati orang lain
4) Aktifitas utama mungkin mengumpulkan benda mati,
pengulangan gerakan (mis: melipat- membuka–melipat
kembali kain), menyembunyikan benda atau keluyuran
b) Sirkulasi
Kemungkinan riwayat penyakit sekuler sistemik/senebral.
Hipertensi, episode embolik (faktor predisposisi)
c) Integritas ego
Perilaku sering tidak konsisten ; perilaku verbal non verbal
mungkin tidak sesuai. Curiga atau ketakutan pada orang lain
atau situasi yang dikhayatkan, berpegangan tangan dengan
orang terdekat. Salah mempresepsikan lingkungan.
Mengidentifikasi objek atau orang, mengumpulkan benda-
benda, perubahan pada etika tubuh dan harga diri labilitas
emosional (mudah menangis, tertawa dengan tidak tepay) ;
perubahan suasana hati yang bervariasai (apatis, ketargi, sukar
istirahat, rentang perhatian yang pendek, iritabilitas) ; tiba-tiba
marah meledak-ledak (reaksi katastropik)
Dapat menyangkal perubahan/gejala awal signifikan,
terutama perubahan kognitif, dan/ penjelasan yang tidak jelas,
keluhan hipokondria (lemah, diare, pusing, sakit kepala tiba-
tiba). Dapat menyembunyikan keterbatasan (membuat alasan
jika tidak mampu, menyelesaikan tugas; mengisap ibu jari saat
memegang buku tanpa membacanya). Merasa tidak berdaya;
kuat, depresi, delusi, paranioid.
d) Eliminasi
1) Urgensi (dapat mengindikasi hilangnya tonus otot)
2) Inkontinenssia urine atau veses
3) Cenderung konstipasi atau inpaksi, dengan diare.
e) Makan atau minum
1) Episode hipoglikemik (faktor predisposisi)
2) Kurang minat pada atau melupakan waktu makan,
bergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan
menyiapkan makanan dari meja, selera; menyangkal sedang
lapar atau menolak makan (dapat mencoba
menyembunyikan kehilangan keterampilan).
3) Kehilangan kemampuan untuk mengunyah (aspirasi samar)
4) Penurunan berat badan, masa otot ; menjadi kurus (vase
lanjut)
f) Hygiene
1) Mungkin bergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan kebersihan dasar.
2) Terlihat tidak di cukur, rambut tidak di sisir, bau badan
tidak sedap kebiasaan pribadi yang rendah.
3) Berpakaian tidaj sesuai dengan situasi atau kondisi cuaca.
4) Salah menginterpretasikan atau mengabaikan isyarat
internal, lupa langkah dalam memenuhi kebutuhan toileting,
atau tidak mampu mencari kamar mandi.
g) Neurosensorik
1) Menyembunyikan ketidak mampuan (dapat membuat alasan
saat tidak menyelesaikan tugas, menghisao ibu jari saat
memegang buku tanpa membaca)
2) Anggota keluarga dapat melaporkan adanya penurunan
terhadap dalam kemampuan kognitif, kerusakan
penilaian/keputusan yang tidak tepat, hambatan ingatan
baru tetapi ingatan baik, perubahan perilaku/pwerubahan
sifat kepribadian individu atau menjadi berat.
3) Kehilangan kemampuan persepsi (lokasi tubuh/bagian
tubuh dalam ruang)
h) Interaksi sosial
1) Kemampuan pembicaraan terkotak-kotak, afasia dan
disfasia.
2) Dapat mengabaikan atuaran kontak sosial atau perilaku
tidak tepat.
3) Faktor psikososial resiko sebelumnya (secara individu dan
pribadi mempengaruhi adanya perubahan pola prilaku)
4) Peran keluarga mungkin berubah atau kebalikan karena
individu jadi lebih tergantung.
i) Pengajaran atau pembelajaran
Riwayat keluarga (4 kali lebih besar dibandingkan populasi
umun) angka insiden demensia degeneratife primer lebih sering
pada wanita (yang hidup lebih lama) dibandingkan pada pria.
Demensia vascular timbul lebih sering pada pria dibandingkan
pada wanita. Dapat menunjukkan gambaran kesehatan total
kecuali untuk ingatan atau perubahan perilaku. Mengguankan
atau menyalahgunakan obat, obat yang di jual bebas, alkohol.

Mini Mental State Examination


Nama pasien : Nama pewawancara :
Usia pasien : Tanggal pewawancara :

Skor Skor Pertanyaan Ket


Max pasien
5 Sekarang (hari), (tgl), (bulan), (tahun), siang Orientasi
/malam?
3 Sekarang kita berada dimana? (lorong), Orientasi
(dusun), (kelurahan), (kabupaten), (provensi)
5 Pewawancara menyebutkan nama 3 buah
benda : almari, sepatu, buku, satu detik untuk
setiap satu benda. Lansia mengulang ke
3nama benda tsb.
Berikan nilai 1 untuk setiap jawaban yang
benar
3 Hitunglah mundur dari 10000 ke bawah Atensi dan
dengan pengurangan Rp. 1000,- , berika nilai kalkulasi
1 untuk jawaban yang benar
3 Tanyakan kembali nama 3 benda yanga telah mengingat
disebutkan diatas , berikan nilai 1 untuk setiap
ajwaban yang benar
9 a. Apakah nama benda ini ? perlihatkan pensil Bahasa
dan pukul tangan nilai (2) jika jawaban
benar
b. Ulangi kalimat berikut “ saya ingin sehat”
nilai 1
c. Laksanakan 3 buah perintah “peganglah
selembar kertas dengan lengan kanan,
lipatlah kertas itu pada pertengahan dan
letakkan di lantai (nilai 3)
d. Bacalah dan laksnakan perintah berikut
“pejamkan mata anda !” (nilai 1)
e. Tulislah sebuah kalimat “ Allahu akbar”
dalam Bahasa arab (nilai 1)
f. Tirulah gambar ini “ pohon (nilai 1)
Hasil :
Niali 21-30 dimensia ringan
Nilai 11-20 demensia sedang
Nilai <10 demeensia berat (stadium lanjut )

3.2 Diagnosa Keperawatan

Ketergantungan
Resiko Jatuh
dalam ADL

Gangguan Proses Pikir Resiko


ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh

Kemunduran daya
ingat

Penatalaksanaan Resiko
regimen terapeutik tidak kekurangan
efektif volume cairan
3.3 Intervensi
Sp 1 pasien
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; Mempraktikkan pemenuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Sp 2 Pasien
Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktikannya
Sp 3 Pasien
Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar

Sp 1 keluarga
Membina hubungan saling percaya dengan keluarga, mengidentifikasi
masalah menjelaskan proses terjadinya masalah dan membantu pasien
untuk patuh minum obat.
Sp 2 Keluarga
Melatih keluarga cara merawat pasien
Sp 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Terapi Aktivitas Kelompok


TAK Orientasi Realitas
1. Sesi 1 : Pengenalan orang
2. Sesi 2 : Pengenalan tempat
3. Sesi 3 : Pengenalan waktu
TAK Sosialisasi
1. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
2. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan
3. Sesi 3 : Kemampuan berbicara
4. Sesi 4 : Kemampuan berbicara topik tertentu
5. Sesi 5 : Kemampuan berbicara masalah pribadi
6. Sesi 6 : Kemampuan bekerjasama
7. Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi
3.4 Implementasi
Melakukan rencana keperawatan yang telah di susun

3.5 Evaluasi
Kemampuan pasien:
3.5.1 Mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun sekarang dengan benar
3.5.2 Menyebutkan nama orang yang dikenal
3.5.3 Menyebutkan tempat dimana pasien tinggal
3.5.4 Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadwal
3.5.5 Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan
Kemampuan keluarga
3.5.6 Mampu membantu pasien mengenal waktu, tempat dan orang
3.5.7 Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran per hari dengan
tulisan besar dan pukul besar
3.5.8 Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadwal yang
dibuat
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika.
Keliat Budi Anna, dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Jakarta : EGC.
Lau.KH. (2016). Dementia Indonesian. Hospital Authority Hongkong : Smar
Patient
National Dementia Helpline. (2017). Mengenal Demensia 1. dementia.org.au
Untari. Ida. (2015). Kajian Tingkat Demensia Pada Lansia Di Pantu Wredha
Darma Bakti Surakarta.vol 12, sept 2014-2015

Anda mungkin juga menyukai