Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN INFARK CEREBRI

DISUSUN OLEH :

FATMAWATI
19.04.039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES PANAKKUKANG
MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Anatomi Fisiologi
1.   Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum
(otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan
diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan
korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari
a. Lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar,
b. Lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya,
c. Lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran
d. Lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan
otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula
oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).
a. Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah.
b. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
c. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan
desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum
dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus
berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan
emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20%
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis
komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk
ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior
memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri,
termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media
mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis
korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri
ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan
sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah
dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-
cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem:
kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan
sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan
hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan
karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral,
arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua
arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah
bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan
sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan.
(Hudak & Gallo, 2005)
B. Definisi
Infark cerebri merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat
dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian
(Muttaqin, 2008).   
Infark cerebri adalah sindrom klinik yang awal timbulnya
mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang
berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002).
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab dari infark cerebri (Muttaqin, 2008)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah
otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
Faktor Resiko Terjadinya (Brunner & Suddarth, 2000):
a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m.Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
Faktor resiko (Muttaqin, 2008) :
a. Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit
f. Diabetes Melitus
g. Merokok
D. Klasifikasi
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan
Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia.
b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium
Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia,
Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat
otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan
Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
1-2 menit
Dalam 1 jam
Timbulnya Sangat hebat
Hebat
Nyeri Kepala Menurun
Menurun
Kesadaran sementara
Umum
Kejang Sering fokal
+/-
Tanda rangsangan Meningeal. +++
Hemiparese
++
Gangguan saraf otak +/-
+
+++
2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umummnya baik.
Perbedaan CVA infark dan haemoragie :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
E. Patofisiologi
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat akut/mendadak
Peringatan + 50% TIA Sedang aktifitas
Nyeri Kepala +/- -
Kejang - +++
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +
+++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu
aterosklerosis di retina, hypertensi,
koroner, perifer. Emboli aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP -
X foto Skedel + +
Kemungkinan
Angiografi Oklusi, stenosis pergeseran glandula
pineal
Aneurisma. AVM.
CT Scan Densitas berkurang massa intra
(lesi hypodensi) hemisfer/ vaso-
spasme.
Opthalmoscope Crossing phenomena Massa intrakranial
Silver wire art densitas bertambah.
Lumbal pungsi : (lesi hyperdensi)
      Tekanan Normal Perdarahan retina
      Warna Jernih atau corpus vitreum
      Eritrosit < 250/mm3
Arteriografi oklusi Meningkat
EEG di tengah Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
F. Tanda Dan Gejala
Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000), yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu
menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi
terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental
dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
2) Defisit bahasa/komunikasi
 Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami)
 Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
 Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
 Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)\
 Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan).
b. Non Dominan
1) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
 Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan
obyak-obyak dengan tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indra)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau
tempat
 Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia
(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA
ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen.
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl,
Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur
kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang
tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan
apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic
dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida).
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak.
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali)    dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif.
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran  darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke
5. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke secara.
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar.
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera.
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial.
8. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan
besar / luasnya daerah infark.
H. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan (Muttaqin, 2008):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35
mmHg
2) Osmoterapi antara lain :
 Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali
dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
 Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (15-30⁰)
4) Menghindari mengejan pada BAB
5) Hindari batuk
6) Meminimalkan lingkungan yang panas
PATHWAY

Infark serebri

Cerebrum (otak besar) Batang otak


Cerebellum
(Otak kecil)

Penurunan Menekan Defisit motorik


Gangguan Gangguan Gangguan tingkat medula
fungsi motorik fungsi vegetatif persepsi sensori Gerakan
kesadaran apatis oblongata
involunter/inko
s/d koma ordinasi
Penglihatan: Reflek
Kelemahan patologi
Bicara Kelemahan otot spicter - Diplopia Gangguan pola
anggota - Hilang separuh Kematian napas Kerusakan
gerak lapang pandang
mobilitas
- Pandangan kabur Reflek batuk
fisik
- Disfasia Inkontinensia menurun
- Disatria Hemipalgia urine Peraba: Pola napas
Paraplegia - Parastesi tidak efektif
Tetraplegia - Hemistesi

Kerusakan Reflek Bersihan


Pendengaran:
komunikasi menelan jalan napas
verbal Gangguan Vertigo menurun tidak efektif
mobilitas fisik
Pengecap:
Hilang rasa ujung
lidah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga
dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi.
2. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penyalahgunaan obat (kokain).
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi
karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa
cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
7. Kebutuhan
a. Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
b. Eliminasi: menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
c. Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
d. Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
8. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Respirasi (Breathing): batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret
dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran
klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis
3) Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada
apakah bleeding atau infark
4) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman
 Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
 Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
 Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
 Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
d. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine.
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual.
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g. Sistem Gastrointestinal (Bowel): adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
h. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan
X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
i. Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan
5. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada
neuron motor atas yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam eliminasi
urine, ketidakmampuan miksi.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan kerusakan artikulasi, tidak
dapat berbicara tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan.

C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
bersihan jalan napas keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola napas
berhubungan dengan maka diharapkan bersihan jalan (frekuensi, kedalaman,
hipersekresi jalan napas dapat membaik dengan usaha napas)
napas kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas
1. Batuk efektif dari tambahan
menurun (1) menjadi 3. Monitor sputum (jumlah,
sedang (3) warna,aroma)
2. Produksi sputum dari 4. Posisikan semi fowler
meningkat (1) menjadi atau fowler
sedang (3) 5. Lakukan pengisapan
3. Ronchi dari meningkat lendir kurang dari 15
(1) menjadi sedang (3) detik
4. Dipsnea dari meningkat 6. Berikan oksigen, jika
(1) menjadi sedang (3) perlu
5. Frekuensi napas dari 7. Kolaborasi pemberian
memburuk (1) menjadi bronkodilator
cukup membaik (4)
6. Pola napas dari
memburuk (1) menjadi
cukup membaik (4)

Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan neurologis


perfusi jaringan otak keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor tingkat
(serebral) tidak terjadi peningkatan kesadaran
berhubungan dengan tekanan intra kranial dengan 2. Monitor tanda tanda vital
perdarahan kriteria hasil : 3. Monitor status
intracerebral, edema 1. Tekanan darah (sistolik pernapasan
serebral, gangguan dan diastolik) dalam batas 4. Monitor reflex kornea
oklusi normal 5. Monitor respon babinski
2. MAP dalam batas normal 6. Tingkatkan frekuensi
3. Sakit kepala pemantauan neurologis
berkurang/hilang 7. Jelaskan prosedur dan
4. Tidak gelisah tujuan pemantauan
5. Tidak mengalami muntah 8. Informasikan hasil
6. Tidak mengalami pemantauan
penurunan kesadaran

Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi


fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri
dengan kelemahan, maka diharapkan mobilitas fisik atau keluhan fisik lainnya
parastesia, dapat meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi fisik
hemiparese/hemiplag hasil: melakukan pergerakan
ia 1. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor kondisi umum
dari menurun (1) selama melakukan
menjadi sedang (3) mobilisasi
2. Kekuatan otot dari 4. Fasilitasi aktivitas
menurun (1) menjadi mobilisasi dengan alat
sedang (3) bantu (mis. Pagar tempat
3. Rentang gerak (ROM) tidur)
dari menurun (1) 5. Fasilitasi melakukan
menjadi sedang (3) pergerakan, jika perlu
4. Nyeri dari meningkat (1) 6. Libatkan keluarga untuk
menjadi sedang (3) membantu pasien dalam
5. Kaku sendi dari meningkatkan pergerakan
meningkat (1) menjadi 7. Jelaskan tujuan dan
sedang (3) prosedur mobilisasi
6. Gerakan tidak 8. Anjurkan melakukan
terkoordinasi dari mobilisasi dini
meningkat (1) menjadi 9. Ajarkan mobilisasi
sedang (3) sederhana yang harus
7. Gerakan terbatas dari dilakukan (mis. Duduk
meningkat (1) menjadi ditempat tidur, duduk di
sedang (3) sisi tempat tidur, pindah
8. Kelemahan fisik dari dari tempat tidur ke
meningkat (1) menjadi kursi)
sedang (3)
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam 1. Tentukan status gizi
kebutuhan diharapkan status nutrisi: pasien dan kemampuan
berhubungan dengan asupan nutrisi dapat membaik pasien untuk memenuhi
kelemahan otot dengan kriteria hasil: kebutuhan gizi
mengunyah dan 1. Asupan protein dari 2. Tentukan apa yang
menelan tidak adekuat (1) menjadi refernsi
menjadi cukup adekuat makanan bagi pasien
(3) 3. Pastikan diet mencakup
2. Asuapan karbohidrat makanan tinggi
dari tidak adekuat (1) kandungan serat untuk
menjadi cukup adekuat mencegah konstipasi
(3) 4. Monitor kecenderungan
3. Asupan vitamin dari terjadinya penuruan dan
tidak adekuat (1) kenaikann berat badan
menjadi cukup adekuat
(3)
4. Asupan kalsium dari
tidak adekuat (1)
menjadi cukup adekuat
(3)
Gangguan eliminasi Setelah dilakukan Tindakan Irigasi kandung kemih
urine (inkontinensia keperawatan selama 3x24 jam 1. Jelaskan tindakan yang akan
urine) berhubungan jam diharapkan dapat eliminasi dilakukan kepada pasien
dengan lesi pada urine pasien dapat ditingkatkan 2. Siapkan peralatan irigasi
neuron motor dengan indicator hasil : yang streril, dan pertahankan
atas yang ditandai 1. Pola eliminasi dari sangat teknik steril setiap kali
dengan terganggu (1) menjadi tindakan
ketidakmampuan cukup terganggu (3) 3. Bersihkan sambungan
dalam eliminasi 2. Jumlah urine dari sangat kateter atau ujung selang Y
urine, terganggu (1) menjadi dengan kapas alcohol
ketidakmampuan cukup terganggu (3) 4. Catat jumlah cairan yang
miksi. 3. Warna urine dari sangat digunakan, karakteristik
terganggu (1) menjadi cairan, jumlah cairan yang
cukup terganggu (3) keluar, dan respon pasien
4. Mengosongkan kantong sesuai dengan prosedur tetap
kemih sepenuhnya dari yang ada
sangat terganggu (1)
menjadi cukup terganggu
(3)
5. Nyeri saat kencing dari
sangat terganggu (1)
menjadi cukup terganggu
(3)
6. Retensi urine dari sangat
terganggu (1) menjadi
cukup terganggu (3)
7. Noktruria dari sangat
terganggu (1) menjadi
cukup terganggu (3)
Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab
berhubungan dengan maka diharapkan integritas kulit gangguan integritas kulit
tirah baring yang dan jaringan dapat meningkat (mis. Perubahan
lama. dengan kriteria hasil: sirkulasi, perubahan
1. Kerusakan jaringan dari status nutrisi, penurunan
meningkat (1) menjadi kelembaban, suhu
cukup menurun (4) lingkungan ekstrem,
2. Kerusakan lapisan kulit penurunan mobilitas)
dari meningkat (1) 2. Gunakan produk
menjadi cukup menurun berbahan ringan/alami
(4) dan hipoalergik pada
3. Nyeri dari meningkat (1) kulit sensitive
menjadi sedang (3) 3. Hindari produk berbahan
4. Kemerahan dari dasar alcohol pada kulit
meningkat (1) menjadi kering
cukup menurun (4)
5. Hematoma dari
meningkat (1) menjadi
sedang (3)
6. Pigmentasi abnormal
dari meningkat (1)
menjadi sedang (3)

Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi: Defisit


keperawatan selama 24 jam Bicara
maka komunikasi verbal pasien 1. Gunakan metode
di harapkan dapat membaik komunikasi alternative,
dengan kriteria hasil: (misalnya menulis, mata
1. Kemampuan berbicara berkedip, papan
dari cukup menurun (2) komunikasi dengan
menjadi sedang (3) gmabra dan huruf, isyarat
2. Pelo dari meningkat (1) tangan)
menjadi cukup meurun 2. Modifikasi lingkungan
(4) untuk meminta bantuan
3. Pemahaman komunikasi 3. Ulangi apa yang
dari memburuk (1) disampaikan pasien
menjadi cukup membaik 4. Berikan dukungan
(4) psikologis
5. Anjurkan berbicara
perlahan
6. Anjurkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis
yang berhubungan
dengan kemampuan
bahasa
7. Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification


(NIC). United states of America: Mosby
Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi
holistik volume II. Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United
states of America: Mosby.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: salemba medika.
Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai