TINJAUAN TEORI
A. LANSIA
1. Pengertian Lansia
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi
suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler
dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh
pada activity of daily living (Fatmah, 2010).
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia lebih dari 65 atau 70
tahun yang dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old), lebih dari 80
tahun (very old) (Setyonegoro, dalam Azizah, 2011). Sedangkan menurut
Reimer et al, Stanley and Beare (2007), mendefinisikan lanjut usia
berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa
orang yang telah tua menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban,
kerutan kulit dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa
melaksanakan lagi fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi
berkaitan dengan kegiatan ekonomi produktif, dan wanita tidak dapat
memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua
ketika cucu pertamanya lahir.
Berdasarkan definisi Ma’rifatul (2011), Setyonegoro (dalam
Azizah, 2011) dan Reimer et al, Stanley and Beare (2007). Dapat
disimpulkan bahwa Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh
kembang yang terjadi didalam suatu kehidupan. Proses perkembangan itu
dimulai dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Lanjut
usia menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban, kulit mengendur, dan
kehilangan gigi, dan dialam peran masyarakat nya lanjut usia tidak bisa
lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi
berkaitan dengan kegiatan ekonomi produktif, dan wanita tidak dapat
memenuhi tugas rumah tangga. Dan seseorang lanjut usia adalah
seseorang yang berusia lebih dari 65 atau 70 tahun.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun
dinamis dan bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis,
karena banyak dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di
masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis, spiritual,
fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan
penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak
yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut usia
mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke,
Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan
patologis dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat
dari trauma, penyakit kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul
karena stres yang dialami oleh individu. Stres tersebut dapat
mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan
penyakit fisik.
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang
diperlukan suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk
mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan
program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus
disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena
hal ini sangat individual sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan
memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya
pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus
dilakukan secara rutin dan berkesinambungan. Terapi yang dilakukan
yaitu Terapi Aktivitas Kelompok dengan judul Terapi Okupasi
(kemoceng rafia).
C. TERAPI OKUPASI
1. Pengertian
Terapi okupasi merupakan terapi yang terarah dan bertujuan
dimana tidak ada waktu luang yang percuma tetapi semua waktu yang ada
kita manfaatkan untuk suatu kegiatan yang berguna bagi diri kita.
Terapi okupasi adalah usaha penyembuhan melalui kesibukan atau
pekerjaan tertentu. Terapi okupasi adalah salah satu jenis terapi kesehatan
yang merupakan bagian dari rehabilitas medis dan keperawatan. Terapi
okupasi adalah ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditentukan dengan
maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlian yang dibutuhkan
dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Prinsip : Pasien tidak
merasa dipaksa, tetapi memahami kegiatan ini sebagai suatu kebutuhan
dan akhir suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal hidup. Sehingga
lansia dapat memakai waktu luangnya / pensiunannya untuk berkreasi dan
beraktivitas.
2. Sasaran Terapi Okupasi
Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan kesehatan untuk tujuan
rehabilitasi total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain di
dalam layanan kesehatan. Dalam pelaksanaan okupasiterapi kelihatannya
akan banyak overlapping dengan terapi lainnya, sehingga dibutuhkan adanya
kerjasama yang terkoordinir dan terpadu.
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri
d. Kerjasama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain).
q. Kerapian bekerja
Salah satu dari Terapi Okupasi yaitu membuat kemoceng menggunakan rafia.
Sebagai penyembuhan untuk lansia melalui kesibukan atau pekerjaan tertentu.
D. KEMOCENG RAFIA
1. Pengertian
Sulak atau Kemoceng merupakan alat manual yang berfungsi
untuk membersihkan debu pada benda dengan cara dikibas-kibaskan.
Alat ini biasanya berbahan dasar tali ataupun bulu yang bersifat halus.
Jika berbahan dasar tali, maka bentuk alatnya terdiri dari tangkai dan
helai rambut untuk menghapus debu. Namun, jika berbahan dasar bulu,
maka bentuk alatnya terdiri dari tangkai dan daun pembersih.
Tali Rafia adalah lebih mudah mendapatkan dan merangkainya
dibanding bahan dasar dari bulu.
2. Pembuatan kemoceng
Beberapa hal yang berkaitan dengan proses pembuatan Sulak atau
Kemoceng dari Tali Rafia bisa disimak di bawah ini:
a. Bahan-Bahan yang Diperlukan:
1) Tali Rafia secukupnya
2) Batang kayu sepanjang 30-40 Cm
b. Alat-Alat yang Digunakan:
1) Gunting;
2) Cutter/Pemotong;
3) Sisir paku (terbuat dari kayu dan ditancapi paku runcing)
4) Jarum/Peniti
c. Cara Membuatnya:
1) Potong tali Rafia dengan ukuran 20-30 Cm untuk membuat helai
rambut (tali pendek);
2) Rentangkan tali Rafia sepanjang 2-3 m (tali panjang) sebagai tali
pengikat utama;
3) Ikatan sebanyak mungkin tali Rafia yang sudah dipotong
(pendek) dengan bentuk terbagi dua sama panjang pada rentangan
tali pengikat utama;
4) Jika ikatan pada tali pengikat utamanya sudah banyak dan
memanjang hingga 2-3 m, sisir menggunakan sisir paku hingga
berbentuk serabut atau helai rambut tipas, kecil, dan halus. Jika
belum mempunyai sisir paku, bisa menggunakan jarum atau
peniti untuk menyayat dan membentuk rafia menjadi serabut
halus;
5) Jika sudah halus, potong bagian rambut yang belum rapi
menggunakan gunting agar sama panjang;
6) Setelah rapi, ikatkan dengan kencang melingkar (spiral) pada
batang kayu dimulai dari atas hingga ke bawah (sekitar 3/4
ukuran batang kayu);
7) Sisihkan tempat (1/4 ukuran batang kayu) sebagai pegangan dan
hias serta buat tempat gantungan menggunakan sisa tali Rafia.