Anda di halaman 1dari 14

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke Non Hemoragik

1. Definisi Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik disebabkan oleh adanya

penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena

trombosis (pengumpulan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh

darah) atau embolik (pecahnya gumpalan darah /benda asing yang ada

didalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah

kedalam otak) ke bagian otak. (Joyce and Jane, 2014)

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik

yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau

lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak,

yang menyebabkan cacat atau kematian (PERDOSSI, 2007).

2. Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragik dibagi

menjadi :
a. Transient ischemic attack (TIA), serangan stroke sementara yang

berlangsung kurang dari 24 jam.


b. reversible ischemic neurologic deficit (RIND), gejala neurologis yang

akan menghilang antara > 24 jam sampai 21 hari.


c. Progressing stroke atau stroke in evolution, kelainan atau defisit

neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai

berat.
7

d. Completed stroke, kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak

berkembang lagi. (Junaidi, 2004).

3. Etiologi

Menurut Brunner dan Suddarth (2013), stroke biasanya diakibatkan

dari salah satu dari empat kejadian : (1) trombosis (bekuan darah didalam

pembuluh darah otak atau leher), (2) embolisme serebral (bekuan darah

atau material yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), (3)

iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Akibatnya adalah

penghentian suplay darah ke otak yang menyebabkan kehilangan

sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara atau sensasi.

Trombosis serebral. Arteriosklerosis serebral dan pelambatan

sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebralyang

merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis

serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa

pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan

beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi

intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral

tidak terjadi dengan tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia

atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis

berat pada beberapa jam atau hari.

Emboli serebral. Abnornalitas patologik pada jantung kiri, seperti

endokarditis infeksi, penyakit jantung reumatik dan infark miokard serta

infeksi pulmonal adalam tempat-tempat di asal emboli. Mungkin saja


8

bahwa pemasangan katup jantung prostetik dapat mencetuskan stroe,

karena terdapat paningkatan insiden embolisme setelah prosedur ini.

Resiko stroke setelah pemasangan katup dapat dikurangi dengan terapi

antikoagulan pascoperatif. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium dan

kardioversi untuk fibrilasi atrium adalah kemungkinan penyebab lain dari

emboli serebral stroke.

Iskemia serebral. Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak)

terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang mensuplai darah ke

otak. Manifestasi paling umum adalah SIS. (Brunner dan Suddarth, 2013).

4. Manifestasi Klinis

Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi

(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

adekuat dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi

otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya (Smeltzer dan Bare,

2013). Manifestasi klinis yang biasa terjadi pada pasien dengan stroke non

hemoragik adalah :

a. Gangguan Motorik

1) Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)

2) Penurunan kekuatan otot

3) Gangguan gerak volunter

4) Gangguan keseimbangan

5) Gangguan koordinasi

6) Gangguan ketahanan
9

b. Gangguan Sensorik

1) Gangguan propioseptik

2) Gangguan kinestetik

3) Gangguan diskriminatif

c. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi

1) Gangguan atensi

2) Gangguan memori

3) Gangguan inisiatif

4) Gangguan daya perencanaan

5) Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah

d. Gangguan Kemampuan Fungsional

Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet

dan berpakaian.

5. Faktor risiko

Faktor resiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Faktor resiko yang dapat diubah


1) Hipertensi
2) Diabetes mellitus
3) Merokok
4) Hiperlipidemia dan kolesterol
5) Obesitas
6) Penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi cerebrovaskuler
b. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Usia (semakin tua usia, kemungkinan terkena stroke semakin

meningkat).
2) Ras/bangsa (Negro/Afrika, Jepang dan China lebih sering terkena

stroke).
3) Jenis kelamin (laki-laki lebih beresiko dibanding wanita).
4) Riwayat keluarga dengan stroke.
10

6. Patofisiologi

Tidak seperti jaringan tubuh lain, seperti otot contohnya, otak tidak

dapat melakukan metabolisme anaerob sebagai respon tidak adanya

glukosa dan oksigen. Perfusi ke otak lebih banyak dibandingkan ke organ

vital lainnya untuk mempertahankan metabolisme serebral (Black &

Hawks, 2009). Jika aliran darah ke otak tidak dapat diperbaiki, maka akan

terjadi kerusakan jaringan otak yang irreversible. Pada stroke iskemik

terjadi gangguan sirkulasi dari pembuluh darah otak akibat obstruksi dari

aliran pembuluh darah. (Price dan Wilson, 2006).

Stroke non hemoragik erat hubungannya dengan plak arterosklerosis

yang dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuk

trombus yang dapat disebabkan karena hipertensi (Muttaqin, 2011).

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan akan terbawa

sebagai emboli dalam aliran darah mengakibatkan terjadinya iskemia

jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut atau

permanen pada area yang teralokasi (Guyton & Hall, 2007).

Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum (Potter

& Perry, 2005). Iskemia pada otak juga mengakibatkan batang otak yang

mengandung nuclei sensorik dan motorik yang membawa fungsi motorik

dan sensorik mengalami gangguan sehingga pengaturan gerak seluruh

tubuh dan keseimbangan terganggu (Guyton & Hall, 2007). Area di otak

yang membutuhkan sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi otot tidak

ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada
11

sistem saraf mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan dan

pergerakan serta dapat mengakibatkan terjadinya kecacatan pada pasien

stroke (Frasel, Burd, 11 Liebson, Lipschick & Petterson, 2008). Iskemia

pada otak juga dapat mengakibatkan terjadinya defisit neurologis

(Smeltzer & Bare, 2010).

7. Komplikasi
Komplikasi pada stroke meliputi :
a. Hipoksia serebral

Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan

ke jaringan. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian

oksigenasi adekuat ke otak. Pemberian oksigen, mempertahankan

hemoglobin serta hematokrit akan membantu dalam mempertahankan

oksigenasi jaringan.

b. Penurunan aliran darah serebral

Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah

jantung, dan integrasi pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat cairan

intravena, memerbaiki aliran darah dan menurunkan viskositas darah.

Hipertensi atau hipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan

pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

c. Embolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme

akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan

menurunkan aliran darah ke serbral. Disritmia dapat menimbulkan

curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat menyebabkan embolus

serebral dan harus segera diperbaiki.


B. Hemodinamik
12

1. Definisi Hemodinamik
Hemodinamik adalah keadaan fungsi kerja dari sebuah organ vital

manusia seperti fungsi paru dan jantung. Hemodinamik sangat

mempengaruhi fungsi pengantaran oksigen dalam tubuh dan melibatkan

fungsi jantung. Pada kondisi gangguan hemodinamik, dibutuhkan

pemantauan dan penanganan yang tepat sesuai kondisi pasien (Leksana,

2011)
Hemodinamik adalah ilmu mengenai kekuatan pergerakan darah yang

melewati kardiovaskuler dan sistem peredaran darah berupa hubungan

timbal balik antara tekanan, aliran, tahanan dalam sirkulasi darah

(Schumacher & Chernecky, 2010).


2. Fisiologi Hemodinamik
Hemodinamik merupakan dinamika aliran darah untuk memenuhi

kebutuhan jaringan. Kestabilan hemodinamik dipengaruhi oleh tujuh

sistem yang saling berhubungan, adanya gangguan pada salah satu sistem

dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik (Weil MH, 2005)


a. Aliran darah balik (venous return) menuju jantung kanan atau preload
b. Kontraktilitas otot jantung, termasuk denyut jantung dan ritme yang

menentukan volume sekuncup dan curah jantung terkait denyut jantung

dan ritme
c. Tahanan arteriolar (prekapiler) yang merupakan afterload jantung
d. Sirkuit kapiler yang merupakan tempat perpindahan substrat
e. Tahanan venular (postkapiler) yang berperan penting sebagai

pengontrol tekanan hidrostatik kapiler


f. Kapasitas vena yang pada keadaan syok akan bertambah luas untuk

menyimpan sejumlah besar darah ketika terjadi penurunan preolad dan

curah jantung
g. Terakhir, aliran darah sistemik menurun kapanpun ada sumbatan pada

aliran darah misal karena emboli paru atau diseksi aorta.


13

3. Manfaat Pemantauan Hemodinamik


Menurut Horne & Swearingen (2001) pemantauan hemodinamik

dapat bermanfaat dalam mengevaluasi abnormalitasi volume. Perubahan

tanda-tanda vital dapat mengganggu keseimbangan cairan.

4. Metode Non Invasif pada Pemantauan Hemodinamik Menurut (jevon dan

ewens, 2009):

a. tekanan darah

Tekanan darah adalah tekanan/gaya yang mendesak darah di dinding

arteri (pembuluh darah) (Schumacher & Chernecky, 2010; Stanfield,

2012). Periode pengisian jantung dengan darah yang diikuti oleh

periode kontraksi disebut sistole dan periode relaksasi disebut diastole.

Rata - rata tekanan sistolik (tekanan maksimum yang ditimbulkan

sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam arteri) adalah 100-139

mmHg sedangkan tekanan rata-rata diastolik adalah 60-90 mmHg

(Smeltzer & Bare, 2002; Schumacher & Chernecky, 2010). Tekanan

darah dikontrol oleh cardiac output (CO), dan resistensi perifer total,

serta bergantung kepada jantung, pembuluh darah, volume cairan

ekstraseluler, ginjal, sistem syaraf, dan faktor humoral. CO ditentukan

oleh stroke volume (isi sekuncup) dan frekuensi denyut jantung (heart

rate). (Dharmeizar, 2012).

Klasifikasi hipertensi dari JNC (the Joint National Committee) VII dan

ESH (The European Society of Hypertension) dalam Dharmeizar,

2012)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


14

Normal <120 <80


Pre hiperensi 120-139 mmHg 80 -89 mmHg
Hipertensi tahap 1 140-159 mmHg 90 -99 mmHg
Hipertensi tahap 2 >160 ≥ 100 mmHg
Tabel 3.1 klasifikasi Hipertensi

b. Mean Arterial Pressure (MAP)

Tekanan rerata arterial sistemik (Mean Arterial Pressure atau MAP)

adalah rata-rata tekanan perfusi sepanjang siklus jantung. MAP

dikontrol oleh baroreseptor di sinus karotis dan aorta, yang mengatur

tekanan arteri dengan menyesuaikan laju jantung dengan ukuran

arteriol. MAP juga menjadi acuan autoregulasi yang merupakan

adaptasi organ untuk mempertahankan aliran darah yang konstan guna

memproteksi fungsinya. Data status hemodinamik yang bisa didapatkan

adalah tekanan sistolik, tekanan diastolik, dan tekanan rata-rata arteri

(Mean Arteri Pressure/ MAP). MAP mengambarkan perfusi rata-rata

dari peredaran darah sistemik. Sangat penting untuk mempertahankan

MAP diatas 60 mmHg, untuk menjamin perfusi otak, perfusi arteri

coronaria, dan perfusi ginjal tetap terjaga (Setiawan, 2016). Nilai MAP

dapat diperoleh dari hasil pengukuran langsung ataupun dengan

penghitungan:

MAP = tekanan sistolik + (diastolik x 2) : 3


Normal MAP yaitu antara 65-110 mmHg.

c. Denyut jantung (heart rate)


15

Adalah jumlah denyut jantung permenit. Stroke volume adalah

volume darah yang dipompa oleh jantung per denyut. Stroke volume

dipengaruhi oleh: preload, afterload dan kontraktilitas. Preload adalah

volume darah ventrikel pada akhir fase diastolik (end diastolic volume).

Afterload adalah tekanan dinding ventrikel kiri yang dibutuhkan untuk

melawan tahanan terhadap ejeksi darah dari ventrikel pada saat sistolik.

Biasanya dianggap sebagai tahanan terhadap outflow dan dinyatakan

sebagai systemic vascular resistance (SVR). Kontraktilitas sangat

tergantung pada preload dan afterload

d. Laju pernafasan merupakan indikator awal yang signiikan dari

disfungsi selluler. Penilaian ini merupakan indikator fisiologis yang

sensitif dan harus dipantau dan direkam secara teratur. Laju dan

kedalaman pernafasan pada awalnya meningkat sebagai respons

terhadap hipoksia selluler. Frekuensi Pernapasan normal dewasa

Respiratory Rate (RR) adalah 12-20 kali / menit.

C. Foot Massage

1. Definisi Foot Massage


Foot Massage adalah manipulasi jaringan ikat melalui pukulan,

gosokan atau meremas untuk memberikan dampak pada peningkatan

sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan memberikan efek relaksasi (Potter &

Perry dalam Afianti, 2017)


Foot massage adalah manipulasi jaringan lunak pada kaki secara

umum dan tidak terpusat pada titik-titik tertentu pada telapak kaki yang
16

berhubungan dengan bagian lain pada tubuh (Coban & Sirin dalam

setyawati 2016).
2. Fungsi Foot Massage
Kaur, Kaur, dan Bhardwaj (2012) menyatakan bahwa foot massage

yang dilakukan pada pasien sakit kritis dapat memberikan efek

meningkatkan relaksasi karena adanya perubahan pada tekanan darah

sistolik, tekanan darah diastolik, denyut nadi, kelelahan, dan suasana hati

setelah intervensi tersebut dilakukan. Pada tindakan foot massage berarti

sentuhannya dapat merangsang oksitosin yang merupakan neurotransmiter

di otak, dengan kata lain sentuhan merangsang produksi hormon yang

menyebabkan perasaan aman dan menurunkan stres serta kecemasan (Mac

Donald & Zak dalam Afianti, 2017).


Foot massage dapat memberikan efek untuk mengurangi rasa nyeri

karena pijatan yang diberikan menghasilkan stimulus yang lebih cepat

sampai ke otak dibandingkan dengan rasa sakit yang dirasakan, sehingga

meningkatan sekresi serotonin dan dopamin. Sedangkan efek pijatan

merangsang pengeluaran endorfin, sehingga membuat tubuh terasa rileks

karena aktifitas saraf simpatis menurun (Field, Hernandez-Reif, Diego, &

Fraser, 2007; Gunnarsdottir & Jonsdottir, 2007).


3. Teknik Pijat Kaki
Pijat kaki memberikan dampak secara fisik dan psikologis. Melalui

terapi ini pasien menerima perhatian dan sentuhan, yang merupakan

elemen penting dari perawatan yang mendukung kenyamanan dan

kesejahteraan (Puthusseril, 2006).


a. Effleurage
Effleurage adalah teknik memijat dengan cara melumasi anggota

menggunakan massage oil dan pelembab tubuh/body lotion. (Goldstein


17

& Casssanelia, 2008). Effleurage memiliki efek meningkatkan aliran

darah di pembuluh darah, dan aliran darah balik. Sisa darah pada

tekanan darah perifer akan mengalir ke pembuluh darah dan jantung

lebih mudah. Akibatnya, suplai darah ke jaringan perifer meningkat,

serta mengurangi pembentukan fibrosis. Effleurage mampu

meningkatkan sirkulasi darah dan getah bening, mendorong relaksasi,

meningkatkan kualitas tidur, mengurangi rasa sakit dan mengurangi

kontraksi otot yang abnormal (Fritz & Salvo dalam Chanif, 2016).
b. Petrissage
Petrissage adalah sekelompok teknik yang berulang-ulang mengangkat,

peregangan, menekan atau meremas jaringan di bawahnya. (Salvo,

2003). Semua gerakan petrissage meningkatkan aliran darah. Kompresi

pada otot merangsang aliran darah vena dalam jaringan subkutan dan

mengakibatkan retensi darah menurun dalam pembuluh perifer dan

peningkatan drainase getah bening. Selain itu juga dapat menyebabkan

pelebaran arteri yang meningkatkan suplai darah ke daerah yang sedang

dipijat. Di otot, teknik petrissage dapat meningkatkan pasokan darah

dan meningkatkan efektivitas kontraksi otot serta membuang sisa

metabolisme dari otot-otot, juga membantu mengurangi ketegangan

pada otot, merangsang relaksasi dan kenyamanan (Salvo dalam Chanif,

2016).
c. Tapotement
Tapotement adalah teknik memijat dengan perkusi atau menepuk secara

berulang di jaringan. Teknik tapottement dapat merangsang aliran darah

ke daerah dipijat. Tapottment juga merangsang memicu vasokonstriksi


18

pada awalnya yang kemudian diikuti vasodilatasi, yang menghasilkan

suhu yang hangat pada kulit. Tapotement menginduksi relaksasi otot,

merangsang pencernaan, meningkatkan fungsi pernafasan, mengurangi

rasa sakit, meningkatkan limfatik, dan meningkatkan kenyaman

(Rattray & Ludsing dalam Chanif, 2016).


d. Friction
adalah teknik memijat non spesifik di mana jaringan superfisial pindah

struktur di bawahnya dengan tujuan meningkatkan mobilitas jaringan,

meningkatkan aliran darah dan mengurangi rasa sakit (Simon &

Travell, 1999). Teknik ini dapat merangsang system kerja syaraf,

menguraikan sisa metabolisme. Teknik ini dapat meingkatkan

penyembuhan jaringan yang cedera juga memiliki efek analgesik yang

kuat (Hammer dalam Chanif, 2016).


e. Vibration atau getaran
Vibration adalah suatu gerakan getaran yang dilakukan dengan

mempergunakan ujung jari-jari atau seluruh permukaaan telapak

tangan. Sikap siku fleksi ujung jari-jari seluruh permukaaan telapak

tangan diletakan pada bagian tubuh yang digetar dan tidak boleh

menekan keras-keras. Gerakan-gerkan harus halus sekali dan

gerakannya sedapat mungkin ditimbulkan pada pergelangan tangan oleh

kontraksi otot-otot lengan atas dan bawah. Teknik ini dapat bermanfaat

menstimulasi secara ringan system kerja syaraf, mengurangi ketegangan

otot seta dapat mengurangi rasa nyeri.

D. Pengaruh Foot Massage Terhadap Hemodinamik


Ketika dilakukan foot massage maka akan menstimulasi serabut saraf

parasimpatis yang melepaskan asetilkolin untuk mendekati sel nodal lalu


19

menurunkan frekuensi depolarisasi dan ditandai dengan penurunan denyut

jantung (Eimani & Eshq, 2004; Hudak & Gallo, 2010). Selanjutnya

penurunan denyut jantung dapat menyebabkan waktu pengisian ventrikel

yang lebih lama sehingga turut menghasilkan volume sekuncup yang lebih

besar dan mengarahkan pada peningkatan curah jantung (Marley, 2005).

Curah jantung yang baik dapat meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh tubuh

termasuk paru sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida menjadi

seimbang (Marley, 2005; Guyton & Hall, 2007). Dengan konsentrasi oksigen

dan karbondioksida yang seimbang dalam jaringan, maka akan menunjukkan

adanya peningkatan nilai saturasi oksigen dan rangsangan yang terbentuk

pada pusat respirasi adalah menurunkan frekuensi pernafasan ke arah normal.

Anda mungkin juga menyukai