Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS PADA PASIEN SECTIO


CAESAREA ATAS INDIKASI MOW (METODE OPERATIF
WANITA) / TUBEKTOMI

Disusun Oleh:

Muhammad Dery Ramadhan

4399814901210046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) HORIZON Karawang

Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat 413116,
Indonesia.

2021 – 2022
A. Konsep Teori Sectio Caesarea
1. Definisi
Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. Seksio sesarea adalah melahirkan janin
melalui insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus. Seksio sesarea
adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan
pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi,
kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal. Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus.
2. Etiologi
a. Indikasi Sectio Caesarea
1) Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
2) Plasenta previa
3) Gawat janin
4) Pernah sectio sesarea sebelumnya
5) Kelainan letak janin
6) Hipertensi
7) Rupture uteri mengancam
8) Partus lama (prolonged labor)
9) Partus tak maju (obstructed labor)
10) Distosia serviks
11) Ketidakmampuan ibu mengejan
12) Malpresentasi janin
a) Letak lintang
(1) Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara
yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup
dan besar biasa.
(2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan secsio sesarea walau tidak ada perkiraan panggul
sempit.
(3) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara-cara lain.
b) Letak bokong
(1) Panggul sempit
(2) Primigravida
(3) Janin besar dan berharga
c) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-
cara lain tidak berhasil.
d) Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
e) Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila
(1) Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
(2) Bila terjadi interlock
(3) Distosia oleh karena tumor
(4) Gawat janin
3. Tanda dan Gejala
a. Kejang parsial (fokal, lokal)
Kejang parsial sederhana:
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut
ini:
1) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh.
Umumnya gerakan setiap kejang sama.
2) Tanda dan gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
3) Gejala somatesensoris atau sensoris khusus: mendengarmusik,
merasa seakan jatuh dari udara, parentasia.
4) Gejala psikis: dejavu, rasa takut, visi panoramic.
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan- kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok.
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
urang dari 1 menit.
2) Dapat diisertai hilangnya control usus dan kandung kemih.
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postikal.
d. Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ketanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi chevalo
pervic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin, kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC)

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan


menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamine dan prostaglandine yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

B. Konsep Teori MOW (Metode Operatif Wanita)


1. Definisi
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan
cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran
sperma (pada lelaki). Kontrasepsi mantap (Kontap ) dikenal ada dua macam,
yaitu Kontap Pria dan Kontap Wanita. Kontap Wanita atau merupakan
metode sterilisasi pada wanita dikenal dengan MOW atau tubektomi.

MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran
telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati
saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma
laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita
tidak akan turun.

Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas


atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum, jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tuba fallopi
sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu.
2. Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan
ovarium dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium
dan bergerak menuju uterus. Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan
terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian melekat di uterus. Cara
memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa
ditutup dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan
memotong atau mengikat. Metode yang paling dipakai sekarang adalah
dengan mempergunakan laparoskopi kemudian menjepit kedua saluran tuba
dengan klip atau dengan memasang ring.

Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu :


laparoskopi, mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio
Cesarea (SC), mini-laparotomi (operasi kecil), histereskopi (dengan
memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat, sehingga saluran
tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak
dipakai lagi karena tingginya angka infeksi). Pembedahan biasanya
dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat menggunakan alat bantu
berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil
bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di
perut untuk menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya
kemudian dibuat untuk memasukkan alat pemotong tuba falopi Anda.
Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup dengan jepitan. Cara
yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop
dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.
3. Jenis – Jenis
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah
(suprapubik) maupun sub umbilical (pada lingkar perut pusat). Tindakan
ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat
dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan
efektif.
b. Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman
dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu pasca persalinan
atau setelah atau abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi sebaiknya
digunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan
laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.
4. Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan tubektomi
1) Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak diperlukan
motivasi yang berulang-ulang
2) Efektivitas hampir 100%
3) Tidak mempengaruhi libido seksual
4) Kegagalan dari pihak pasien tidak ada
5) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
6) Tidak bergantung pada faktor senggama
7) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan
yang serius
8) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
9) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
10) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
b. Kerugian tubektomi
1) Rasa sakit/ketidak nyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
2) Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan
3) Klien dapat menyesal dikemudian hari
4) Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi umum)
5) Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah
tindakan
6) Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi
b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
bedah.
6. Indikasi
Yang dapat menjalani tubektomi:
a. Usia > 26 tahun.
b. Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn.
c. Yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendak
d. Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
e. Pascapersalinan.
f. Pascakeguguran.
g. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu:


a. Indikasi medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung
(termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya.
Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak
terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi
panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi.
b. Indikasi obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat.
Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas
(banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni
paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
c. Indikasi genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan
kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-
lain.
d. Indikasi kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan
artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
e. Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa
beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya
anak dalam keluarga.

C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Identitas pasien
a) Nama: Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru
dengan pasien-pasien lain.
b) Umur: Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
c) Agama: Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai
gangguan reproduksi.
d) Pendidikan: Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling
sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa: Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari pasien.
f) Pekerjaan: Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya.
g) Alamat: Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
2) Alasan yang mendasari ibu datang
a) Keluhan utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
b) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan masa lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita
yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang
saat ini diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan
dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan
pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah
atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan
dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka
bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa
yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
f) Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum
minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan
tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan
bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut
apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau
sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup
atau tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari
hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya.
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa
keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen -
komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi
yang dialaminya, meliputi: Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi
serta pernafasan
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala: Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka: Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak.
c) Mata: Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung: Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau
tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga: Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret
atau tidak.
f) Mulut: Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau
tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak.
i) Dada: Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
j) Abdomen: Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas: Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik
atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah: Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik
atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella
positif atau tidak.
m) Genitalia: Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus: Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau
tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat
keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan,
digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Risiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Kriteria hasil: Observasi:
- Keluhan nyeri - Identifikasi lokasi,
menurun karateristik, durasi,
- Meringis menurun frekuensi, kualitas,
- Sikap protektif intensitas nyeri
menurun - Identifikasi skala
- Gelisah menurun nyeri
- Kesulitan tidur - Identifikasi respons
menurun nyeri non verbal
- Frekuensi nadi - Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh
nyeri pada kulaitas
hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mngurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
2 Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik Kriteria hasil: Observasi:
- Pergerakan - Identifikasi adanya
ekstremitas kekuatan nyeri atau keluhan
otot meningkat fisik lainya
- Rentang gerak
- Identifikasi toleransi
(ROM) meningkat
- Nyeri menurun fisik melakukan
- Kecemasan menurun pergerakan
- Kaku sendi menurun - Monitor frekuensi
- Gerak tidak jantung dan tekanan
terkordinasi darah sebelum
menurun mobilisasi
- Gerak terbatas
- Monitor kondisi
menurun
- Kelemahan fisik umum selama
menurun melakukan
mobilisasi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis.
pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan
- Libatkan keluarga
dalam membantu
pasien meningkatkan
pergerakan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Anjarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
duduk ditempat
tidur, duduk disisi
tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)
3 Risiko infeksi Tingkat Infeksi Perawatan Luka
Kriteria hasil: Observasi:
- Demam menurun - Monitor karakteristik
- Kemerahan menurun luka
- Nyeri menurun - Monitor tanda-tanda
- Bengkak menurun infeksi
- Kadar sel darah Terapeutik:
putih membaik - Lepaskan balutan
dan plester perlahan
- Bersihkan luka
dengan NaCl
- Berikan salep yang
sesuai dengan luka
- Pertahankan teknik
steril saat perawatan
luka
- Ganti balutan sesuai
dengan eksudat
- Berikan suplemen
vitamin dan mineral
- Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejlan infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian antibiotic
DAFTAR PUSTAKA

Bare, Brenda G.,(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. (2014). Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : Jakarta.
Nurarif, Amin Huda. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA Nic Noc. Yogyakarta: MediAction.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia: Definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi
dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia: Definisi
dan kriteria hasil keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai