Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF DAN

INSTRUMENTASI TEKNIK PADA PASIEN DENGAN SECTIO CAESAREA


TRANSPERITONEAL ( SCTP ) PADA G2P0100 Ab000 DI KAMAR OPERASI RS
LAVALETTE MALANG

Disusun Oleh :
Pradnja Paramitha Chandra Devi
NIM 1301460016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu pada tindakan pembedahan yang
bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim ibu ( Lia et al.,2010)
Persalinan dengan operasi sectio caesaria ditujukan untuk indikasi medis tertentu, yang
terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi. Persalinan sectio caesarea atau bedah
caesarea harus dipahami sebagai alternatif persalinan ketika dilakukan persalinan secara
normal tidak bisa lagi (Lang,2011)
Sectio caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen.Teknik ini digunakan
jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin.Sebagian
kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes
ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur
elektif atau darurat. Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural.
Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum
induksi untuk mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi .(Muttaqin, Arif .2010)
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)

Gambar 1.1
Sectio Caesaria
2.

KLASIFIKASI
Klasifikasi atau tipe sectio caesaria terdiri atas :
a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) SC klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10
cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang
proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar
secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang
berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
2) SC ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah
rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea
ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture uteri spontan
berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga
menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi.
3) SC ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal.
4) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf T (T
insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007).

3. INDIKASI
Indikasi sectio caesaria secara garis besar terdiri dari : Power, passage dan passanger.
Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute atau relative. Setiap keadaan yang membuat
kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk
sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma
yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana
tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih
aman bagi ibu, anak ataupun keduanya.
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit dan dystocia mekanis
a) Disproporsi fetopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted pelvis), fetus yang
tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-imbangan relative antara ukuran bayi
dan ukuran pelvis. Yang ikut menimbulkan masalah disproporsi adalah bentuk pelvis,
presentasi fetus serta kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan
berdilatasi pada cervix, dan keefektifan kontraksi uterus.
b) Malposisi dan malpresentasi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya sectio caesarea pada bayi yang dalam
posisi normal dapat dilahirkan pervaginam. Bagian terbesar dari peningkatan insidensi
sectio caesarea dalam kelompok ini berkaitan dengan presentasi bokong. Barangkali
sepertiga dari presentasi bokong harus dilahirkan lewat abdomen.Bukan saja akibat
langsung kelahiran vaginal terhadap janin lebih buruk pada presentasi bokong
disbanding pada presentasi kepala, tetapi juga terbukti adanya pengaruh jangka
panjang sekalipun kelahiran tersebut tanpa abnormalitas. Ada perkiraan bahwa
persalinan kaki dan bokong bayi premature yang viable paling baik dilakukan melalui
sectio caesarea
c) Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inertia, cincin
konstriksi dan ketidakmampuan dilatasi cervix. Partus menjadi lama dan kemajuannya
mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering disertai disproporsi dan
malpresentasi.
d) Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat menghalangi atau mempersulit
kelahiran yang normal.Ini mencakup keadaan seperti cicatrix pada saluran genitalia,
kekakuan cervix akibat cedera atau pembedahan, dan atresia atau stenosis vagina.
Kelahiran vaginal yang dipaksa akan mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan
e) Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak mungkin
terlaksana. Kanker invasive cervix yang didiagnosis pada trimester ketiga kehamilan
dapat diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi,
pembedahan radikal ataupun keduanya
f) Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan keadaan seperti disproporsi cephalopelvik,
kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek, bayi yang besar dan defleksi
kepala bayi.Sering diagnosis tepat tidak dapat dibuat dan pada setiap kasus merupakan
diagnosis akademik. Keputusan ke arah sectio caesarea dibuat berdasarkan kegagalan
persalinan untuk mencapai dilatasi cervix dan atau turunnya fetus, tanpa
mempertimbangkan etiologinya.
2) Pembedahan sebelumnya pada uterus
a) Sectio caesaria
Pada sebagian besar Negara ada kebiasaan yang dipraktekkan akhir-akhir ini, yaitu
setelah prosedur pembedahan caesaria dikerjakan, maka semua kehamilan yang
mendatang harus diakhiri dengan cara yang sama. Bahaya rupture lewat tempat insisi
sebelumnya dirasakan terlalu besar. Akan tetapi, pada kondisi tertentu ternyata bisa
dilakukan trial of labor dengan kemungkinan persalinan lewat vagina. Kalau upaya ini
berhasil, baik morbiditas maternal maupun lamanya rawat inap akan berkurang.
b) Histerotomi
Kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya rupture uteri bila kehamilan sebelumnya
diakhiri dengan histerotomi. Resikonya sama seperti resiko sectio caesarea klasik.
Histerotomi kalau mungkin harus dihindari dengan pertimbangan bahwa kehamilan
berikutnya akan mengharuskan sectio caesaria.
3) Pendarahan
a) Placenta previa
Sectio caesarea untuk placenta previa centralis dan lateralis telah menurunkan
mortalitas fetal dan maternal. Keputusan akhir diambil melalui pemeriksaan vaginal
dalam kamar operasi dengan menggunakan double setup.Darah sudah tersedia dan
sudah dicocokkan (cross-matching).Team dokter bedah harus sudah siap sedia. Jika
pada pemeriksaan vaginal ditemukan placenta previa centralis atau partialis, sectio
caesarea segera dikerjakan.
b) Abruptio placentae
Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan awal dapat diatasi
dengan pemecahan ketuban dan pemberian tetesan oxytocin. Kalau perdarahannya
hebat, cervix mengeras dan menutup atau kalau ada kecurigaan apoplexia
uteroplacental, maka diperlukan sectio caesarea untuk menyelamatkan bayi,
mengendalikan perdarahan, mencegah afibrinogenemia dan untuk mengamati keadaan
uterus serta kemampuannya berkontraksi dan mengendalikan perdarahan. Pada
sebagian kasus diperlukan tindakan histeroktomi.
c) Toxemia gravidarum
Toxemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan sebelum waktunya.
Pada sebagian besar kasus, pilihan metodenya adalah induksi persalinan. Kalau cervix
belum matang dan induksi sukar terlaksana, sebaiknya dikerjakan sectio caesarea.
4) Lain lain
a) Primigraviditas usia lanjut
Primigraviditas usia lanjut sulit didefinisikan. Sementara umur bervariasi dari 35
hingga 40 tahun, factor factor lain juga sama pentingnya. Factor factor ini
mencakup ada tidaknya segmen bawah uterus yang baik, kelenturan atau kekakuan
cervix dan jaringan lunak jalan lahir, kemudahan menjadi hamil, jumlah abortus,
presentasi anak dan koordinasi kekuatan his. Kalau semua hal ini menguntungkan,
kelahiran per vaginam harus dipertimbangkan. Kalau factor factor yang merugikan
terdapat, maka sectio caesarea merupakan prosedur yang lebih aman dan lebih
bijaksana.
b) Bekas jahitan pada vagina
Dikerjakan sectio caesarea efektif kalau ada kekhawatiran bahwa kelahiran lewat
vagina yang pernah dijahit akan menimbulkan cystocele, rectocele dan prolapsus uteri
c) Anomali uteri congenital
Bukan saja uterus yang abnormal itu fungsinya jelek, tetapi juga pada kasus anomali
seperti uterus bicornuata, salah satu ujungnya dapat merintangi jalannya bayi dari
ujung yang lain. Pada keadaan seperti ini harus dikerjakan section caesarea.
d) Riwayat obstetric yang jelek
Kalau kelahiran sebelumnya berlangsung dengan sukar dan menimbulkan cedera luas
pada cervix, vagina serta perineum, atau kalau bayinya pernah cedera, maka dipilih
sectio caesarea bagi kelahiran berikutnya
e) Forceps yang gagal
Forceps yang gagal merupakan indikasi dilakukannya sectio caesarea. Lebih bijaksana
bila beralih ke kelahiran per abdominam daripada menarik bayi lewat panggul dengan
paksa.
f) PEB (Pre Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi(Mochtar,1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan.Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.Pada
penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal
yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan
utama penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi,
hendaknya janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar,
1998)
g) KPD ( Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak
(Manuaba, 2001).
Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of
membran dan preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama
yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah
keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air
seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disertai rasa mules atau sakit
perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak
(Barbara, 2009).
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan.Faktor yang
disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok,
dan perdarahan selama kehamilan.Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu
polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban,
kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
(Mochtar, 1998).
b. Indikasi fetal
1) Gawat janin
Gawat janin, yang ditunjukkan dengan adanya bradycardia berat, irregularitas denyut
jantung anak atau adanya pola deselerasi yang terlambat, kadang-kadang menyebabkan
perlunya sectio caesarea darurat.
2) Cacat atau kematian janin sebelumnya
Khususnya pada ib-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau mati dilakukan
sectio caesarea efektif
3) Prolapsus funiculus umbilicalis
Prolapsus funiculus umbilicalis dengan cervix yang tidak berdilatasi sebaiknya diatasi
dengan sectio caesarea, asalkan bayinya berada dalam keadaan baik.
4) Insufisiensi plasenta
Pada kasus retardasi pertumbuhan intrauterine atau kehamilan post mature dengan
pemeriksaan klinis dan berbagai test menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan bahaya,
maka kelahiran harus dilaksanakan. Jika induksi tidak mungkin terlaksana atau
mengalami kegagalan, sectio caesarea menjadi indikasi. Dengan meningkatnya
kemampuan dokter dokter anak untuk menyelamatkan bayi bayi yang kecil dan kalau
memang diperlukan, sectio caesarea dapat memberikan kesempatan hidup dan
kesempatan untuk berkembang secara normal kepada bayi bayi ini.
5) Diabetes maternal
Fetus dari ibu diabetic cenderung lebih besar daripada bayi normal keadaan ini bisa
mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran. Meskipun bayi bayi ini berukuran
besar, namun perilakunya menyerupai bayi premature dan tidak bisa bertahan dengan
baik terhadap beban persalinan lama.Kematian selama persalinan dan pascalahir sering
terjadi.Disamping itu, sejumlah bayi meninggal dalam kandungan sebelum maturitasnya
tercapai.Karena adanya bahaya terhadap keselamatan fetus ini dan karena proporsi
timbulnya toxemia yang tinggi pada ibu hamil yang menderita diabetes, maka kehamilan
perlu diakhiri sebelum waktunya.Jika keadaannya menguntungkan dan persalinan
diperkirakan berlangsung mudah serta cepat, maka dapat dilakukan induksi persalinan.
Akan tetapi pada primigravida dan multipara dengan cervix yang panjang dan tertutup
atau dengan riwayat obstetric yang jelek, sectio caesarea adalah metode yang dipilih.
6) Inkompatibilitas rhesus
Kalau janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh-negatif yang menjadi peka
dan kalau induksi serta persalinan per vaginam sukar terlaksana, maka kehamilan dapat
diakhiri dengan sectio caesarea bagi kasus kasus yang terpilih demi keselamatan janin
7) Postmortem caesarean
Kadang kadang bayi masih hidup bilamana sectio caesarea segera dikerjakan pada ibu
hamil yang baru saja meninggal dunia.
8) Infeksi virus herpes pada traktus genital
Virus herpes menyebabkan infeksi serius yang sering fatal pada bayi baru lahir. Kalau
dalam jalan lahir terdapat virus herpes pada saat kelahiran, maka sedikitnya 50% dari
bayi bayi yang lahir akan terinfeksi dan separuh diantaranya akan cacat berat, bila tidak
meninggal, akibat infeksi herpetic ini. Bahaya terbesar timbul kalau infeksi primer genital
terjadi 2 hingga 4 minggu sebelum kelahiran. Transmisi lewat placenta tidak begitu
penting bila dibandingkan dengan kontak langsung selama persalinan dan kelahiran. Pada
kontak langsung, kontaminasi terjadi pada mata, kulit, kulit kepala, tali pusat dan traktus
respiratorius atas dari bayi yang dilahirkan. ( Harry Oxorn & William R. Forte : hal 634 )
9) Kelainan Letak Janin
Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah.Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah
ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5%
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
d) Letak Sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus
dan bokong di bawah (Mochtar, 1998).Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
10) Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
11) Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

4. KONTRA INDIKASI
a. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga kemungkinan hidup
kecil, dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi
b. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi
c. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas
d. Adanya kelainan kongenital berat

5. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Alat Genetalia Interna
1) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan
ovum, serta sintesis dari sekresi hormone steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm,
lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas
rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di antara muka
eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer.
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Dua fungsi ovarium
ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Ovarium juga merupakan
tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan14 androgen)
dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita
normal.
2) Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum/ serosa.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8
cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang
pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan
beratnya 80 gram/ lebih. Uterus terdiri dari:
a) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi berinsensi ke
uterus.
b) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa,
muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.
c) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus.
Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen,
ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
d) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian
lapisan luar peritoneum parietalis.

Gambar 1.2 Alat genetalia interna


3) Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan16 jalan ovum mencapai rongga uterus.
Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii oleh peritoneum dan lumennya
dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis : bagian tuba
yang terdapat di dinding uterus, pars ismika : bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya, pars ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi,
pars infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen mempunyai
rumbai/umbul disebut fimbria.
4) Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks
uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan
bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm
menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh
jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic (Evelyn,
2002).

6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
a. Pada ibu
1) Infeksi puerperal
a) Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b) Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabangcabang arteri
ikut terbuka, atau karena atonia uteri
3) Komplikasikomplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru paru,
dan sebagainya sangat jarang terjadi
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
b. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesarea. Menurut statistik di negara negara dengan pengawasan antenatal
dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4
7 %. (Sugeng Jitowiyono : hal 44)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengertian
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan emosional
klien,mengetahui tingkat resiko pembedahan,mengkoordinasi berbagai pemeriksaan
diagnostik,mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang mengambarkan kebutuhan klien dan
keluarga,mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk pembedahan.

2. Perawatan Preoperatif
a. Kelengkapan rekam medis dan status
b. Memeriksa kembali persiapan pasien
c. Informed concent
d. Menilai keadaan umum dan TTV
e. Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama pembedahan
berlangsung,yaitu perawat sebagai instrumentator atau perwat sirkulator.Perawat
instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama pembedahan berlangsung
dengan menggunakan teknik aseptic pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan instrumen
pembedahan.Sedangkan perawat sirkulator adalah asisten instrumentator atau dokter bedah.
3. Perawatan Intraoperatif
a. Melaksanakan orientasi pada pasien
b. Melakukan fiksasi
c. Mengatur posisi pasien
d. Menyiapkan bahan dan alat
e. Drapping
f. Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
g. Memeriksa persiapan instrument

4. Perawatan Post Operasi


Pada fase postoperasi setelah pembedahan,perawatan klien dapat menjadi komplek akibat
fisiologis yang mungkin terjadi.klien yang mendapat anastesi umum cenderung mendapat
komplikasi yang lebih besar dari pada klien yang mendapat anastesi lokal. Perawatan
postoperative meliputi :
a. Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
b. Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu dengan perawat
anastesi
c. Mengukur dan mencatat produksi urine
d. Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
e. Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
f. Mengukur TTV setiap 15 menit sekali

5. Diagnosa keperawatan
a. Pre Operasi :
1) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi
2) Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien
b. Intra Operasi :
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan akibat dari insisi
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi.
c. Post Operasi :
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang dilakukan,
misalnya dengan general anestesi, SAB dan epidural
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anasthesi
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
dan otot

6. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi
Tujuan :
Pasien tidak cemas
Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Intervensi :
a) Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah dimengerti.
b) Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan empati.
c) Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.
2) Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dibrancart ke meja operasi
Tujuan :
Tidak terjadi injuri perpindahan pasien
Intervensi :
a) Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi atau angkat pasien
dari brancart ke meja operasi dengan bantuan 3 orang.
b) Pasang alat pengaman meja operasi

b. Intra Operasi
1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
Limfosit dalam batas normal
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a) Kaji lokasi dan luas luka
b) Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor,kalor,dolor,tumor dan perubahan
fungsi)
c) Pantau tanda-tanda vital pasien
d) Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
e) Gantu balut dengan prinsip steril
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan akibat insisi.
Tujuan :
Tanda-tanda sirkulasi normal
Intervensi :
a) Monitor urine meliputi warna dan jumlah sesuai indikasi
b) Observasi tanda-tanda vital
c) Pertahankan pencatatan komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
d) Monitor status mental pasien

c. Post Operasi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi.
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil :
Tidak tersedak
Sekret tidak menumpuk dijalan nafas
Tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
a) Kaji pola nafas pasien
b) Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastic
c) Kaji adanya cyanosis
d) Bersihan sekret dijalan nafas
e) Ciptakan lingkungan yang nyaman
f) Amati fungsi otot pernafasan
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan dan otot
Tujuan :
Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang atau hilang
Klien tampak tenang
Intervensi :
a) Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
b) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
c) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
f) Monitor status mental klien
LAPORAN PENDAHULUAN INSTRUMENTASI TEKNIK

A. Pengertian
Adalah suatu cara perawat kamar operasi perawat instrumentator) dalam rangka
menyiapkan, mengatur dan menangani peralatan dan bahan yang digunakan dalam proses
tindakan Sectiocaesarea (suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut).

B. Indikasi
1. Indikasi Janin
a. Melintang /sungsang
b. Chepalo Pelvic Disproportion
c. Placenta Previa
d. Postmature
e. Fetal Distress
f. Pre Eklampsia Ringan / Pre Eklamsia Berat/ Eklampia
2. Indikasi Ibu
a. Primi Tua Primer
b. Riwayat PMS
c. Riwayat SC dengan panggul sempit
d. Riwayat SC klasik
3. Indikasi Waktu
Kala II lama pada bekas SC ke II

C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui dan memahami tehnik instrumentasi Sectio Caesarea Trans Peritonealis
(SCTP).
2. Tujuan Khusus :
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah perawat instrument untuk :
a. Mengatur alat secara sistematis di meja instrumen.
b. Memperlancar handling instrument Sectio Caesarea Trans Peritonealis (SCTP).
c. Mempertahankan kesterilan alat alat instrument Sectio Caesarea Trans
Peritonealis (SCTP) selama operasi.

D. Persiapan Pasien dan Lingkungan


1. Persiapan Pasien
Perawat kamar operasi memeriksa kembali identitas pasien. Lihat kembali lembar
persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik dan berbagai hasil
pemeriksaan diagnostik. Pastikan bahwa alat protese dan barang berharga telah dilepas
dan periksa kembali rencana perawatan praoperatif yang berkaitan dengan rencana
perwatan intraoperatif
2. Persiapan lingkungan :
Meja mayo : 1buah
Meja instrumen : 3 buah
Meja linen steril : 1 buah
Meja operasi : 1 buah
Mesin suction : 1 buah
Mesin electro surgery unit : 1 buah
Plat diatermi : 1 buah
Lampu operasi : 1 buah
Tempat sampah infeksius dan non infeksius : 1+1 buah
Gunting verband : 1 buah
Lampu rontgen : 1 buah
3. Persiapan Alat:
Set Dasar
a. Desinfeksi klem (dressing forcep) : 2 buah
b. Bengkok besar : 1 buah
c. Kom / cuching : 2/2 buah
d. Handle mess no.4 : 1buah
e. Pinset chirugis sedang : 2 buah
f. Pinset anatomis sedang : 2 buah
g. Pinset chirugis panjang : 1 buah
h. Pinset anatomis panjang : 2 buah
i. Gunting metzemboum : 1 buah
j. Gunting mayo / gunting jaringan kasar : 1 buah
k. Gunting benang / suture scissors : 1 buah
l. Doek klem (towel forcep) : 5 buah
m. Mosquito klem : 2 buah
n. Arteri van pean straight medium : 4 buah
o. Arteri van cocher straight medium : 4 buah
p. Pean cantik (hemostatik klem pean) : 1 buah
q. Mikulicz (peritoneum klem) : 4 buah
r. Langen beck / retractor us army : 2 buah
s. Wundhaken : 2 buah
t. Nald voeder : 2 buah
u. Canule suction : 1 buah
v. Slang suction : 1 buah
w. Baskom besar : 1 buah
x. Jarum round sedang / besar : 1 / 2 buah
y. Jarum cutting : 1 buah

Set Tambahan

a. Haak SC / Fritcs : 1 buah


b. Ring klem : 6 buah

4. Set dan bahan lain


a. Set Linen
Gaun steril : 4 buah
Handuk steril : 4 buah
Duk kecil : 4 buah
Duk besar buntu : 3 buah
Duk lubang besar : 1 buah
Sarung meja mayo : 1 buah
b. Bahan habis pakai
Handscone steril : 4 buah
Paragon mess no. 20 : 1 buah
NS 0,9% 500 cc : 1 fles
Povidon iodine 10% : 200 cc
Chromic no 1 / plain no 2-0 : meter / meter
Polyglactin no.1 : 1 buah
Glyconate monofilament absorbable no 3-0 : 1 buah
Deepers / Kassa kecil / Bigkass : 10 buah/2bendel/5 helai
Sterile tulle grass / Hipavik : 1 / 1buah
Underpad on / on sterile : 2 / 1 buah

E. Prosedur Instrumentasi Teknik

a. Lakukan Sign In
Setelah pasien ditidurkan terlentang (supinasi) dan mendapat Spinal Anastesi Block
(SAB), perawat sirkuler mengatur posisi klien, memasang folley catheter no.16 dan
mencuci lapangan operasi dengan sabun antiseptic dan dikeringkan dengan doek
kecil steril. Perawat sirkuler pasang ground pada area tubuh pasien yang berotot.
Perawat instrumen melakukan surgical scrub, gowning and gloving.
Operator dan asisten melakukan surgical scrub, kemudian perawat instrumen
membantu operator dan asisten mengenakan handuk steril + gown + handscone
sterile sesuai ukuran.
Perawat sirkuler melakukan pencucian antisepsis pada lapang operasi dengan
povidone iodine 10%, kemudian dikeringkan dengan duk kecil steril.

b. Lakukan Time Out


Perawat instrumen memberikan disinfeksi klem + povidone iodine + deepers dalam
bengkok dan cucing kepada asisten untuk dilakukan disinfeksi pada lapang operasi.
Pasang 1 underpad steril diatas paha dan genetalia pasien, kemudian melakukan
drapping pada area non sterile dengan 1 duk besar (extrimitas bawah dan genetalia)
+ 1 duk besar (dada s/d kepala) + 2 duk panjang (kanan+kiri) + 1 duk kecil (di
tengah). Fiksasi duk menggunakan duk klem 4 buah.
Pasang selang suction, ikat dengan kassa dan fiksasi pada drapping dengan duk
klem (1 buah).
Berikan pada operator kassa basah (1)+ kassa kering (1) untuk membersihkan
bekas povidon iodin.
Berikan pinset cirurrgis (1) pada operator untuk menandai area incisi (marker)
Berikan hand fat mess no 20 (1) pada operator untuk menginsisi kulit, dan berikan
kassa kering dan klem mosquito (1) pada asisten untuk rawat perdarahan.
Operator menginsisi kulit+ 15 cm s/d fat dengan hand fat mess no 20, rawat
perdarahan
Berikan langenbeck untuk memperluas lapang operasi
Kemudian tampak fasia, diinsisi dengan memberikan mess no 20 (1) + dijepit
dengan memberikan pinset cirurgis (2)
Berikan gunting jaringan (1) pada operator untuk melebarkan fasia sampai otot.
Sedangkan asisten melebarkan lapangan operasi dengan langenbeck.
Pada lapisan otot, di split / dibuka dengan tangan operator secara tumpul.
Berikan pada operator gunting metzenbaum (1) dan pinset anatomis (2) untuk
menggunting peritonium
Berikan haag sectio untuk melebarkan lapang operasi, tampak uterus gravidarum.
Operator melakukan blader flap pada plica vesica urinaria, berikan pinset cirurgis
(1)+ gunting metzenbaum (1) pada operator, serta kokher (1) pada asisten.
Berikan hand fat mess no 22 pada operator untuk menginsisi uterus dan suction
perdarahan. Insisi dilakukan sampai terlihat kantong amnion yang masih utuh.
Berikan 1 kokher pada operator untuk membuka kantong amnion dan 1 bigkass
basah.
Perawat instrumen menyingkirkan semua alat dan kassa kecil disekitar lap. Operasi
sebelum bayi dilahirkan.
Suction perdarahan+cairan ketuban, operator meluksir bayi I : kaki-badan-kepala
lalu mensuction cairan di mulut dan hidung bayi dan mengusapnya dengan bigkass.
Berikan 2 pean besar untuk mengeklem tali tusat dan gunting jaringan untuk
memotong tali pusat ditengah-tengah klem.
Berikan bayi pada petugas bayi
Operator melakukan peregangan dengan memegang klem pean pada tali pusat
hingga placenta dapat dikeluarkan
Berikan 1 ring klem pada operator untuk membantu mengeluarkan sisa placenta &
eksplorasi cavum uteri terdapat perdarahan dan sisa placenta.
Letakkan placenta pada bengkok dan pindahkan pada tempat placenta
Berikan 4 ring klem pada operator untuk menjepit uterus
Berikan needle holder + jarum round besar + benang chromic no 1 + 35 cm + pinset
cirrugis untuk menjahit sudut uterus
Berikan needle holder + jarum round besar + benang chromic no 1 + 75 cm + pinset
cirrugis untuk lapisan pertama uterus
Berikan needle holder + jarum round besar + benang chromic no 1 + pinset cirrugis
untuk menjahit lapisan kedua uterus
Berikan steel deepers (kassa kering bersih, dilipat dan dijepit dengan ring klem)
secukupnya untuk rawat perdarahan, bila perlu di lakukan jahitan pada uterus yang
berdarah dengan chromic no 1 dengan jarum round.
Berikan pada operator needle holder + jarum round sedang + benang cutgut plain
no 2-0 + pinset anatomis untuk menjahit lapisan retro uterus.
Berikan pada asisten steel deepers + suction untuk rawat perdarahan
Berikan pada operator 4 klem peritonium untuk memfiksasi peritonium agar mudah
dijahit.
Berikan steel deepers secukupnya untuk mengidentifikasi perdarahan..
Operator membersihkan rongga abdomen + suction cairan / darah stolsel yang ada
dalam rongga sampai bersih dan Inventarisasi intrumen/alat & kassa sebelum
peritonium di jahit.
c. Lakukan Sign Out
Berikan needle holder+ benang cutgut plain no2.0 dengan jarum round besar untuk
menjahit peritonium
Berikan benang plain no 2-0 untuk menjahit otot dengan jarum round sedang dan
pinset anatomis.
Berikan kokher 2 buah pada operator untuk menjepit fasia di bagian proximal dan
distal
Berikan needle holder + benang polyglactin no 1 + pinset cirurrgis untuk menjahit
fasia
Berikan needle holder+ benang cutgut plain no 2-0 dengan jarum cutting untuk
menjahit fat
Berikan needle holder + benang glyconate monofilamen absorbable no 3-0 + pinset
cirurrgis + gunting jaringan + kassa kering untuk menjahit kulit
Setelah luka tertutup, bersihkan luka dengan kassa basah+NS, lalu keringkan
dengan kassa kering, beri sterile tulle grass sesuai panjang luka, dan tutup dengan
hipafik.
Operator membersihkan vagina dengan deepers dan memastikan cervix terbuka
serta memberikan obat messoprostol tab (2 buah/supp) untuk membantu
menghentikan perdarahan.
Operasi selesai, pasien dibersihkan, inventarisasi alat dan rapikan.
Perawat instrumen menginventaris alat-alat dan bahan habis pakai pada lembar
pemakaian bahan habis pakai, kemudian mencuci dan menata kembali alat-alat
pada intrumen set (yang akan disterilkan), serta merapikan kembali ruangan

DAFTAR PUSTAKA

Errol norwiz,2011,anatomi dan fisiologi obstetric dan ginekologi,Jakarta : EGC

Gruendemann, 2006. Buku Ajar keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC

Instalasi Bedah Sentral.2015.Manajemen Kamar Bedah.RSUD Dr Saiful Anwar Malang:Malang

Kumpulan Materi Pelatihan Perawat Instrumen, 2015. Instalasi Bedah Sentral, Malang

Maryunani, 2014. Asuhan Keperawatan Intra Operasi Di Kamar Bedah, Jakarta : TIM

Muttaqin, 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Banjar Masin : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Konsep, Proses, dan Aplikasi. Salemba
Medika : Jakarta.

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika

Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)

Anda mungkin juga menyukai