Anda di halaman 1dari 1

Terdapat empat efek utama:

1) Penurunan compliance paru. Dengan kata ain, paru menjadi lebih kaku.
2) Ketidakcocokkan ventilasi/perfusi. Anastesi dan pembedahan menganggu
keseimbangan yang biasanya memadankan perfusi paru dengan ventilasinya.
3) Hipoventilasi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor :
- Sebab sentral: akibat efek obat anastetik atau opioid yang menekan pernapasan,
atau patolog SSP.
- Sebab perifer: kegemukan, distensi abdomen, baju yang ketat, nyeri, atau setiap
patologi paru yang meningkatkan kerja pernapasan (mis. bronkospasme atau
retensi sputum)
4) Disfungsi silia. Pemberian gas kering langsung ke saluran napas menyebabkan
kerusakan mukosa pernapasan dan gangguan fungsi silia yang menetap samapi
periode pascaoperasi.
Oleh karena itu, tidak heran bila setelah opersi, hipoksemia sering dijumpai.
Hipoksemia semakin buruk apabila sudah ada penyakit paru kronik, tetapi letak dan
luas operasi, serta usia pasien, juga merupakan faktor yang penting.
Penurunan sementara saturasi oksigen menjadi <50% sering terjadi setelah
pembedahan besar pada abdomen. Hipoksemia episodic terutama terjad pada
malam hari, dalam 72 jam setelah operasi. Hipoksia tersebut diketahui berkaitan
dengan episode iskemia miokardo yang berat.
Apabila pasoen mendapatkan oksigen dalam konsentrasi berlebihan, terutama pada
saat-saat krisis, PaO2 mungkin miningkat dan memicu pernapasan yang hilang,
Kondisi ini menyebabkan depresi pernapasan progresif dan peningkatan paco2.
Selanjutnya peningkatan kadar co2 mnyebabkan penurunan lesadaran yang progrsif
dan akhirnya apneu. Setelah pasien berhenti bernapasa, hipoksia kembali terjadi
kembali, tapi hipoksia ini tidak cukup kuta untuk mengalahkan efek depresif kadar
CO2 yang sangat tinggu, Pasin akan meninggal apabila tidak mendapat ventilasi
meaknis. Terapi oksiegen bagusm tapi harus secara terkontrol.

Anda mungkin juga menyukai